HUBUNGAN HUKUM DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANTARA PT. GO-JEK INDONESIA DAN PENGENDARA GO-JEK DITINJAU DARI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN ABSTRAK
Perkembangan bisnis transportasi kini sedang marak di Indonesia, salah satunya yaitu bisnis transportasi GO-JEK yang dikelola oleh PT. GO-JEK Indonesia. PT. GO-JEK Indonesia merupakan penyedia aplikasi online yang pada pelaksanaannya bekerja sama dengan Pengendara Go-jek. Berdasarkan hal tersebut antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek menyepakati berbagai klausula-klausula yang dituangkan dalam perjanjian sehingga terjadi adanya hubungan hukum dan pemenuhan hak-hak Pengendara Go-jek. Dengan berkembangnya bisnis transportasi sebagaimana dimaksud, maka hal tersebut perlu dikaji.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif yakni suatu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisanya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan metode ini, tujuan yang diharapkan adalah mengkaji bentuk hubungan hukum antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek ditinjau dari peraturan perundang-undangan serta mengkaji pemenuhan hak-hak pengendara Go-jek oleh PT. GO-JEK Indonesia.
Bentuk hubungan hukum antara PT. GO-JEK dan Pengendara Go-jek merupakan suatu hubungan yang didasarkan pada sebuah perjanjian yang mengenal kepada suatu kerjasama. Antara hak-hak dari pengendara sebagaimana disepakati antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek di dasari atas perjanjian. Perjanjian tersebut didasari atas perjanjian tidak bernama yang diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, dikarenakan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah di dalam hubungan kemitraan para pihaknya terdiri atas badan usaha dan badan usaha sedangkan para pihak yang antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek yaitu antara badan usaha dan perorangan. Hak-hak pengendara Go-jek pun didasari atas perjanjian yang disepakati antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek. Dalam kasus tertentu PT. GO-JEK Indonesia telah melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi hak-hak sesuai perjanjian yang disepakati terhadap Pengendara Go-jek dan harus melakukan ganti rugi. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah diharapkan bisa membuat aturan atau regulasi yang jelas untuk mengatur bentuk-bentuk perjanjian tidak bernama seperti GO-JEK, karena ini berkaitan juga dengan masalah transportasi publik dan ketersediaan serta inovasi di masyarakat.
DAFTAR ISI
Halaman
Pernyataan ... ii
Pengesahan Pembimbing ... iii
Persetujuan Panitia Sidang ... iv
Persetujuan Revisi ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Kerangka Pemikiran ... 7
F. Metode Penelitian ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR HUBUNGAN HUKUM ANTARA PT. GO-JEK INDONESIA DAN PENGENDARA GO-JEK ... 19
1. Pengertian Perjanjian ... 19
2. Syarat Sah Perjanjian ... 20
3. Asas-Asas Perjanjian ... 22
4. Jenis-Jenis Perjanjian ... 24
5. Para Pihak Dalam Perjanjian ... 33
B. Akibat Hukum Dari Perjanjian ... 36
C. Bentuk-Bentuk Perjanjian Dalam Aktivitas Usaha Saat Ini ... 40
1. Perjanjian Ketenagakerjaan ... 40
2. Perjanjian Kemitraan ... 74
BAB III BISNIS GO-JEK DALAM AKTIVITAS USAHA DI INDONESIA ... 89
A. Sejarah dan Perkembangan GO-JEK di Indonesia ... 89
B. Hak dan Kewajiban antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek ... 97
C. Hubungan Hukum antara PT. GO-JEK Indonesia, Pengendara Go-jek dan Konsumen ... 100
D. Klausula-Klausula Dalam Perjanjian antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek ... 108
BAB IV ANALISIS HUBUNGAN HUKUM DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANTARA PT. GO-JEK INDONESIA DAN PENGENDARA GO-JEK DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ... 116
A. Bentuk Hubungan Hukum PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan ... 116
BAB V PENUTUPAN ... 132
A. Kesimpulan ... 132
B. Saran ... 133
Daftar Pustaka ... 135
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penggunaan mobil pribadi pada era globalisasi menyebabkan
kepadatan lalu lintas di kota-kota besar. Kepadatan lalu lintas disebabkan
oleh ketiadaannya kesadaran dari masyarakat untuk menggunakan fasilitas
transportasi umum yang tersedia. Di dalam Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Transportasi
umum atau kendaraan bermotor umum adalah setiap Kendaraan yang
digunakan untuk angkutan barang dan/ atau orang dengan dipungut bayaran.
Selain adanya kendaraan bermotor umum ada juga yang disebut
sebagai kendaraan tidak bermotor yang disebutkan di dalam Pasal 1 ayat 9
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan disebutkan bahwa kendaraan tidak bermotor adalah setiap Kendaraan
yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/ atau hewan. Namun dari beberapa
kendaraan bermotor yang dapat menembus kemacetan lebih cepat dari
fasilitas kendaraan bermotor umum maupun kendaraan bermotor
perseorangan lainnya yaitu ojek.
Ojek merupakan kendaraan bermotor berupa kendaraan sepeda motor,
seperti ini pun berguna untuk menghantarkan orang dari 1 (satu) tempat ke
tempat lainnya. Pembayaran ojek lazimnya dibayar tunai dengan harga yang
ditentukan melalui proses tawar menawar antara pengendara dan
penumpangnya setelah adanya kesepakatan diantara pengendara dan
penumpangnya maka sang pengendara akan mengantar ke tujuan. Ojek
banyak digunakan oleh penduduk kota-kota besar dengan berbagai kelebihan
misalnya lebih cepat, efektif dan efisien dalam segi waktu. Selain itu ojek
dapat melewati sela-sela kemacetan di kota dan dapat menjangkau
daerah-daerah dengan gang sempit yang sulit dilalui mobil dimana gang tersebut
merupakan jalan alternatif untuk menempuh perjalanan lebih cepat. Biasanya
tukang ojek menunggu penumpang di persimpangan jalan yang ramai atau di
jalan masuk kawasan permukiman. Namun dengan perkembangan teknologi
yang ada saat ini, penumpang dan ojek dapat dimudahkan dengan proses
pemesanan melalui handphone.
Pemesanan kendaraan bermotor melalui aplikasi handphone diawali
dengan kemunculan Grab Taxi untuk pemesanan taksi. Layanan Grab Taxi
tersebut yaitu setiap konsumen bisa memesan jasa layanan taksi melalui
aplikasi handphone dan kemudian disusul oleh Go-jek. Di mana Go berarti
pergi dalam bahasa Inggris go dan Jek singkatan dari Ojek. Go-jek ialah
perusahaan yang memimpin revolusi industri transportasi ojek. Go-jek
melakukan perjanjian dengan para pengendara ojek berpengalaman di Jakarta
meliputi area Jabodetabek, Bandung, Bali dan Surabaya. Go-jek dapat
berbelanja dan berpergian di tengah kemacetan. Cara mengakses pelayanan
Go-jek adalah dengan menggunakan Go-jek App kita dapat memesan Go-jek
pengendara Go-jek untuk mengakses semua layanan. Hanya dengan
memasukan alamat yang berguna untuk mengetahui biaya pengguna layanan.
Setelah itu gunakan layanan Use My Location untuk mengarahkan driver ke
tempat pemesan berada. Setelah mengkonfirmasi layanan, teknologi location
based dari Go-jek akan mencarikan pengendara Go-jek yang posisinya paling
dekat dengan calon penumpangnya. Keunggulan dari aplikasi Go-jek itu
sendiri yaitu cara mereka memproses pesanan dengan lebih cepat. Lalu bisa
live track driver dan membayar dengan Go-jek credit. Go-jek credit itu
sendiri adalah metode pembayaran gojek yang dibuat cashless dan dapat
digunakan untuk membayar semua layanan. Aplikasi Go-jek dapat diakses
via www.go-jek.com/app/.1
GO-Jek lahir dari ide CEO dan Managing Director Nadiem Makarim
yang mengaku seorang pengguna ojek. Ojek yang merupakan kendaran
motor roda dua ini memang transportasi yang sangat efektif untuk mobilitas
di kemacetan kota. Dengan pengalamannya saat naik ojek di jalanan yang
macet inilah ia kemudian menciptakan Go-Jek, sebuah layanan antar jemput
dengan ojek modern berbasis pesanan. PT Go-Jek Indonesia yang sudah
melewati perjalanannya sejak tahun 2011 kini sudah memiliki 1.000 armada
ojek yang tersebar di seluruh kawasan Jabodetabek.2
1
http://www.go-jek.com/faq.php
2
Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian
yaitu asas kebebasan berkontrak seperti dalam pasal 1338 KUHPerdata, maka
pihak-pihak yang akan mengikat diri dalam suatu perjanjian kerjasama dapat
mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang akan ada pada KUHPerdata.
Tetapi dapat pula mendasarkan pada kesepakatan bersama, artinya dalam
hal-hal ketentuan yang memaksa, harus sesuai dengan ketentuan KUHPerdata,
sedangkan dalam hal ketentuan tidak memaksa, diserahkan kepada para
pihak.
Dengan demikian perjanjian kerjasama selain dikuasai oleh asas-asas
umum hukum perjanjian, juga dikuasai oleh apa yang secara khusus
disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik yang telah dimulai sewaktu para pihak akan memasuki
perjanjian tersebut dengan demikian maka pembuatan perjanjian harus
dilandasi asas kemitraan. Asas kemitraan mengharuskan adanya sikap dari
para pihak bahwa yang berhadapan dalam pembuatan dan pelaksanaan
perjanjian tersebut merupakan dua mitra yang berjanji, terlebih lagi dalam
pembuatan perjanjian kerjasama, asas kemitraan itu sangat diperlukan.3
Apabila dilihat dari perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 14 dijelaskan bahwa
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak. Maka apabila menggunakan perjanjian kerja kedua
3
belah pihak tersebut termasuk dalam hubungan kerja, menurut
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 15 hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah.
Hubungan antara PT. GO-JEK Indonesia dan pengendara go-jek
tersebut adalah merupakan hubungan kerjasama. Apabila dalam hubungan
kerjasama tersebut apakah pengendara gojek sudah benar-benar mendapatkan
hak-haknya, setelah pengendara Go-jek sudah memenuhi kewajibannya
dalam hubungan kerjasama yang dilihat dari perundang-undangan. Hal ini
harus menjadi jelas adanya karena pengendara gojek sudah seharusnya
mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum atas apa yang
mereka sepakati dengan PT. GO-JEK Indonesia.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan sampai dengan saat
ini, belum ada penelitian yang secara khusus membahas hubungan hukum
dan pemenuhan hak-hak mitra usaha antara pengendara Gojek dan PT.
GO-JEK Indonesia.
Maka dari uraian diatas penulis tertarik untuk lebih mengetahui secara
lebih jelas dan lebih mendalam dan membahas permasalahan ini dalam satu
tugas akhir dengan judul “ Hubungan Hukum dan Pemenuhan Hak-Hak
antara PT. Go-jek Indonesia dan Pengendara Go-jek ditinjau dari
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas,
maka pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk hubungan hukum PT. Gojek Indonesia dengan para
pengendara ojek ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan?
2. Bagaimana pemenuhan hak-hak pengendara Go-Jek ditinjau dari Peraturan
Perundang-undangan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perusahaan
PT. GO-JEK Indonesia dalam melakukan hubungan hukum dengan
Pengendara Go-jek khususnya dalam hal :
1. Untuk memahami dan mengkaji hubungan hukum antara PT. GO-JEK
Indonesia dengan Pengendara Go-jek ditinjau berdasarkan
Perundang-undangan.
2. Untuk memahami dan mengkaji pemenuhan hak-hak pengendara Go-jek
ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Kegunaan penelitian ditinjau secara teoritis dan praktis adalah sebagai
1. Secara Teoritis
a) Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pengembangan ilmu hukum khususnya hukum perdata mengenai
hubungan hukum antara PT. GO-JEK Indonesia dengan Pengendara
Go-jek
b) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis dan
telah di dapat selama perkuliahan yang kemudian dapat diaplikasikan
ke dalam masyarakat.
2. Secara Praktis
Untuk memberikan sumbangan pikiran untuk kalangan umum
atau masyarakat untuk dapat mengerti tentang perjanjian kerjasama atau
perjanjian kerja dan khususnya kepada pengelola Go-jek dan pengendara
Go-jek mengenai bentuk hubungan hukum yang terjadi, serta pemenuhan
hak-hak bagi pengendara Go-jek.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia adalah Negara yang memperjuangkan atau menghormati
hak-hak, ini tercermin di dalam pembahasan Undang-Undang Dasar 1945.
Pada Undang-Undang Dasar 1945 kita akan menemukan unsur-unsur negara
hukum di dalamnya, yaitu sebagai berikut; pertama, prinsip kedaulatan rakyat
(pasal 1 ayat 2); kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan
29, 31); keempat, pembagian kekuasaan (Pasal 2, 4, 16, 19); kelima,
pengawasan peradilan (Pasal 24); keenam, partisipasi warga negara (pasal
28); dan ketujuh, sistem perekonomian (Pasal 33).
Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan
dalam Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3);
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Indikasi
bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban
pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang
termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan
ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui
pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam
program jangka pendek, menengah, dan panjang.
Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila
tampak pada unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai
berikut:4
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan.
b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
4
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Salah satu ciri utama didalam Undang-Undang Dasar 1945, adalah
adanya pemenuhan hak asasi manusia. Setiap warga Negara memiliki hak
asasi manusia untuk mendapatkan hak-hak yang sudah seharusnya ia dapat
sebagai Warga Negara Indonesia, dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar
1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”. Seperti hak-hak mengenai seseorang untuk
mendapatkan pekerjaan, bekerja dan mendapatkan upah seperti didalam
Undang-Undang Dasar 1945 :
1) Pasal 28 D ayat (1) : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum, yang adil serta perlakuan yang
sama dihadapan hukum.
Pasal 28 D ayat (1) menjadi relevan apabila perjanjian antara PT.
GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek dikategorikan sebagai perjanjian
mitra usaha.
2) Pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pasal 28 D ayat (1) menjadi relevan apabila perjanjian antara PT.
GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek dikategorikan sebagai perjanjian
Hubungan hukum dapat didasari atas suatu perjanjian. Di dalam pasal
1313 KUH Perdata definisi Perjanjian dijelaskan sebagai berikut : “Perjanjian
adalah sebuah perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih”. Dalam suatu perjanjian pun harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata
menentukan bahwa, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dalam membuat suatu perjanjian ada baiknya memperhatikan
asas-asas yang ada pada perjanjian tersebut. Disepakati sejumlah asas-asas hukum
kontrak menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagai berikut:5
a. Asas Konsensualisme
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. asas ini sangat
erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.
b. Asas Kekuatan Mengikat
Di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan yang mengikat.
Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan, dan juga terhadap
beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan,
dan kebebasan akan mengikat para pihak
.
5
c. Asas Persamaaan Hak
Asas menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada
perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan,
kekuasaan, jabatan.
d. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak.
Di dalam suatu perjanjian atau kontrak selalu dibahas mengenai
keseimbangan. Ada beberapa kali muncul anggapan bahwa perjanjian atau
kontrak yang disepakati dan dijalani antar para pihak tidak dalam posisi
seimbang bagi salah satu pihak lainnya. Perjanjian atau kontrak tersebut
dianggap tidak adil dan berat sebelah bagi salah satu pihak. Pengertian
“keseimbangan-seimbang” atau evenwicht-evenwichtig (Belanda), atau
equality-equal-equilibrium (Inggris) bermakna leksikal “sama, sebanding”
menunjuk pada suatu keadaan, posisi, derajat, berat, dan lain-lain.6 Menurut
Sutan Remy Syahdeni bahwa keseimbangan para pihak yang berkontrak
hanya akan terwujud apabila berada pada posisi yang sama kuat. Dengan
membiarkan hubungan kontraktual para pihak semata-mata pada mekanisme
kebebasan berkontrak, seringkali menghasilkan ketidakadilan apabila salah
satu pihak berada dalam posisi yang lemah. Dengan demikian, negara
seharusnya campur tangan untuk melindungi pihak yang lemah dengan
6
menentukan klausul tertentu yang harus dimuat atau dilarang dalam suatu
kontrak.
Menurut Herlin Budiono, azas keseimbangan juga dipahami sebagai
keseimbangan kedudukan posisi tawar para pihak dalam menentukan hak dan
kewajibannya dalam perjanjian. Ketidakseimbangan posisi menimbulkan
ketidakadilan, sehingga perlu intervensi pemerintah untuk melindungi pihak
yang lemah melalui penyeragaman syarat-syarat perjanjian.7
Herlien Budiono, memberi 2 (dua) makna pada azas keseimbangan,
yaitu (1) azas keseimbangan sebagai azas etikel yang bermakna suatu
“keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang”.
Makna keseimbangan di sini berarti pada satu sisi dibatasi kehendak
(berdasar pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan) dan pada sisi
lain keyakinan (akan kemampuan). Dalam batasan kedua sisi tersebut
keseimbangan akan dapat diwujudkan.8 (2) azas keseimbangan sebagai azas
yuridikal artinya azas keseimbangan dapat dipahami sebagai azas yang layak
atau adil, dan selanjutnya diterima sebagai landasan keterikatan yuridikal
dalam hukum kontrak Indonesia.9 Dalam hal keseimbangan kontraktual
terganggu, maka jalan keluar untuk melakukan pengujian daya kerja asas
keseimbangan, melalui tindakan, isi dan pelaksanaan perjanjian.10
Di dalam KUHPerdata mengklasifikasikan jenis-jenis perjanjian, dan
salah satunya yaitu Perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian
7
Herlien Budiono, Azas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian
Berlandaskan Azas-azas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 302 8
Ibid, hlm. 304-305.
9
Ibid, hlm. 307. 10
bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang
dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya
terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak
bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan
jumlahnya tidak terbatas.11
F. METODE PENELITIAN
Penyusunan penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian, jenis
data, teknik pengumpulan data dan analisis data sebagai berikut:
1. Spesifikasi Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat
penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif yakni suatu
metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka
atau data sekunder.12 Penelitian dimulai dengan analisa terhadap
pasal-pasal yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan, khususnya
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sifat penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis
yaitu penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang diteliti dan
kemudian menganalisanya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder
11
Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Abadi, 1992, hlm. 86-88.
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier.13 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan undang-undang (statute approach), yaitu dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan
perjanjian kerjasama, pendekatan konseptual (conceptual approach),
serta pendekatan kasus (case approach).14
Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan yuridis
normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis.
2. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang
dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder
tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi
surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai
dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.15 Dalam penelitian
ini data sekunder yang digunakan, yaitu:
a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
perjanjian.
13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo, 2006, hlm. 10.
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 133 dan 135.
15
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel,
buku-buku referensi, media informasi lainnya.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang member
pentunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa
kamus hukum, kamus umum, dan jurnal.
3. Teknik Pengumpulan Data
1) Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,
literature-liteartur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dipecahkan.16
2) Wawancara (Interview)
Terhadap data lapangan dikumpulkan dengan teknik wawancara
tidak terarah (non-directive interview) atau tidak terstruktur (free
flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung
kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara
(interview guide).17
16
M. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta; Ghalia Indonesia, Cetakan Kelima, 2003. Hlm. 27.
17
4. Analisis Data
Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer,
sekunder dan tersier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara
sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode
analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum
menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan
perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas
permasalahan dan tujuan penelitian.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi,
penulisan hukum ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan,
tinjauan pustaka, objek penelitian, dan pembahasan, serta penutup dengan
menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka
BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR HUBUNGAN HUKUM
ANTARA PT. GO-JEK INDONESIA DAN PENGENDARA GO-JEK
Bab kedua ini adalah bab yang membahas mengenai pengertian perjanjian,
perjanjian ketenagakerjaan, dan perjanjian kemitraan. Membahas mengenai
jenis-jenis perjanjian di dalam KUH Perdata serta akan membahas mengenai
hal-hal apa saja yang berkaitan dengan perjanjian yang dilihat dari
perundang-undangan.
BAB III BISNIS GO-JEK DALAM AKTIVITAS USAHA DI
INDONESIA
Pada bab tiga ini akan dibahas mengenai sejarah dan macam-macam layanan
yang disediakan di dalam aplikasi Go-jek, hak dan kewajiban PT. GO-JEK
Indonesia dan Pengendara Go-jek, hubungan hukum dan klausula di dalam
perjanjian yang telah disepakati antara PT. GO-JEK Indonesia dan
Pengendara Go-jek.
BAB IV ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN HUKUM DAN
HAK-HAK ANTARA PT. JEK INDONESIA DAN PENGENDARA
GO-JEK DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pada bab empat ini akan dianalisa tentang hubungan hukum antara PT.
GO-JEK Indonesia dengan Pengendara Go-jek dan Pemenuhan hak-hak Go-jek
BAB V PENUTUP
Bab ini sebagai akhir penulisan penelitian mengenai kesimpulan dan saran
sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa saja yang telah didapatkan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan pembahasan yang sudah dijelaskan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hubungan hukum yang terjadi antara PT. GO-JEK Indonesia dan
Pengendara Go-jek tidak sama seperti perjanjian kemitraan maupun
perjanjian ketenagakerjaan, tetapi merupakan Perjanjian Tidak Bernama
sesuai Pasal 1319 KUH Perdata. Disebut dengan perjanjian tidak bernama
dikarenakan para pihaknya tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang
seharusnya badan usaha dan badan usaha tetapi merupakan badan usaha
dan perorangan, serta dengan adanya aplikasi ojek online yang digunakan
Pengendara Go-jek. Perjanjian tersebut tidak diatur secara khusus di dalam
suatu Undang-Undang dan KUH Perdata namun lahir dari kehidupan
bermasyarakat yang tetap saja tunduk kepada Buku Kesatu sampai dengan
Ketiga KUH Perdata.
2. Hak-hak Pengendara Go-jek dilihat melalui perjanjian yang telah
disepakati antara PT. GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek, dimana
di dalam perjanjian tersebut ditemukan wanprestasi yang dilakukan oleh
yang tidak terpenuhi oleh PT. GO-JEK Indonesia atas perjanjian yang
telah disepakati tersebut termasuk kepada wanprestasi. Karena PT.
GO-JEK melakukan prestasi yang kemudian prestasi tersebut tidak sesuai
dengan apa yang ada pada perjanjian. Maka PT. GO-JEK Indonesia harus
melakukan ganti rugi terhadap Pengendara Go-jek atas wanprestasi yang ia
lakukan terhadap perjanjian yang telah disepakati. Ganti rugi dapat
dilakukan dengan memenuhi atau melaksanakan perjanjian, memenuhi
perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi, membayar ganti rugi,
membatalkan perjanjian dan membatalkan perjanjian disertai dengan ganti
rugi sesuai dengan Pasal 1276 KUH Perdata.
B. Saran
Berdasarkan penjelasan dan pembahasan yang sudah dilakukan maka
dapat disarankan bahwa:
1. Bagi Perusahaan dan Pengendara Go-jek yang menjelaskan bahwa PT.
GO-JEK Indonesia bermitra dengan Pengendara Go-jek perlu diubah
karena pada penjelasannya bahwa hubungan yang terjadi antara PT.
GO-JEK Indonesia dan Pengendara Go-jek bukan merupakan perjanjian
kemitraan akan tetapi Perjanjian Tidak Bernama. Kemudian bagi kedua
belah pihak sudah semestinya memahami klausula-klausula di dalam
perjanjian kerjasama kemitraan.
2. Bagi Pemerintah diharapkan bisa membuat aturan atau regulasi yang jelas
karena ini berkaitan juga dengan masalah transportasi publik dan
ketersediaan serta inovasi di masyarakat.
3. Bagi Masyarakat, sebagai pengetahuan adanya bentuk-bentuk perjanjian
tidak bernama yang disebabkan adanya kemajuan teknologi, diantaranya
aplikasi Go-jek yang disediakan oleh PT. GO-JEK Indonesia sebagai
penyedia aplikasi untuk menghubungkan pengendara Go-jek dengan
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdul Khakim, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
Abdul Kadir Muhamad, 1992, Hukum Perjanjian, Bandung, PT. Citra
Aditya Abadi.
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, PT
Citra Aditya Abadi.
Achmad Busro, 1985. Hukum Perikatan, Semarang, Oetama.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2005, Hukum Perlindungan
Konsumen, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.
Herlien Budiono, 2006, Azas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian
Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Azas-azas Wigati
Indonesia, Bandung,Citra Aditya Bakti.
Iswi Hariyani, Serfianto dan Cita Yustisia, 2011, Merger, Konsolidasi,
Akuisisi, Pemisahan Perusahaan Cara Cerdas Mengembangkan
& Memajukan Perusahaan, Visi Media.
Johannes Ibrahim, 2006, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola
Kemitraan dan Badan Hukum), Bandung, Reflika Aditama.
Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Bandung,
Alumni.
Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Cet 1, Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti.
Moegni Djojodirdjo, 1982, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta,
M. Nazir, 2003, Metode Penelitian, Jakarta; Ghalia Indonesia, Cetakan
Kelima.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan,
Jakarta, Rineka Cipta.
Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta,
Kencana Prenada Media Group
Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata,
Bandung, Alumni Bandung
Rini Pamungkasih, 2009, 101 Draf Surat Perjanjian (Kontrak),
Yogyakarta, Gradien Mediatama.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, Cetakan Kelima.
R. Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa.
R.Subekti, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta, Cetakan Kedua,
Pembimbing Masa.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif,
Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif
(Suatu Tinjauan Singkat),Jakarta, Rajawali Pers.
Soejono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta,
Grafindo.
Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia,
Yogyakarta, Liberty.
Tim Penyusun, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Edisi
II, Balai Pustaka.
B. TESIS
Rudianto Salmon Sinaga, 2011, Masalah Hukum dalam Perjanjian
Pada PT.SHM dengan Koperasi PGH) dan Tindakan Notaris
dalam Menghadapi Perjanjian Kemitraan Inti Plasma dalam
Perkebunan Kelapa Sawit, Tesis Kearsipan Fakultas Hukum, UI.
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomo 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
D. PRANALA LUAR
Ericson Damanik, Pengertian tujuan dan manfaat kemitraan,
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/, pada tanggal 21
Februari 2016 pukul 18:20
Ferry Irwanda, Kemitraan Usaha, http://ferry19irwanda.blogspot.co.id/,
pada tanggal 9 Februari 2016 pukul 13.54
Hendri S, Penjelasan yang Panjang Mengenai Negara Hukum Dari
AlamSkripsi,https://h3ndri5ulis.wordpress.com/2009/11/27/penjelas
an-yang-panjang-mengenai-negara-hukum-dari-alam-skripsi/
Ryan M, Go-jek yang Dicari yang Dicaci,
http://blog.ryanmintaraga.com/go-jek-yang-dicari-yang-dicaci/
Yuninda Gerdiana Putrid an Rosidah, Kemitraan Usaha,
https://avicennaedu.wordpress.com/, pada tanggal 21 Februari
https://avicennaedu.wordpress.com/2013/03/26/kemitraan-usaha/, pada
tanggal 21 Februari 2016 pukul 19:00
http://tipsdaftar.blogspot.co.id/2015/10/sejarah-berdirinya-gojek-dan-pendiri.html, pada tanggal 21 Februari 2016 pukul 18:02
http://www.kaskus.co.id/thread/566661aaa09a399b4f8b456b/go-jek-dengarlah-curhatku/, Selasa 29-03-2016, pukul 22.18