DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
PERNYATAAN... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Fokus Masalah Penelitian ... 11
C. Hipotesis Tindakan ... 12
D. Definisi Konsep ... 12
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 16
G. Paradigma Pemikiran ... 18
2. Visi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 24
3. Misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 24
4. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 25
5. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 30
6. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 33
B. Kompetensi Kewarganegaraan 1. Pengetahuan Kewarganegaraan ... 3x
2. Kecakapan Kewarganegaraan ... 42
3. Watak Kewarganegaraan ... 44
C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Pendidikan Kewarganegaraan 1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif ... 46
2. Landasan Filosofis Pembelajaran Kooperatif ... 4x
3. Implementasi Pembelajaran Kooperatif ... 50
4. Model Pembelajaran Kooperatif ... 54
5. Kooperatif Tipe Jigsaw ... 56
D. Temuan-temuan terdahulu ... 64
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 66
B. Prosedur Penelitian ... 68
C. Lokasi Penelitian ... 72
D. Instrumen Penelitian ... 73
E. Teknik Pengumpulan Data ... 74
2. Dokumentasi ... 76
F. Pengolahan dan Analisis Data ... 77
1. Reduksi Data ... 78
2. Penyajian Data ... 7x
3. Pengambilan Kesimpulan ... 7x
4. Validitas Data ... 80
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 81
2. Deskripsi Keadaan Guru SMK Wirakarya Ciparay ... 87
3. Keadaan Kelas dan Siswa Kelas X Administrasi-3 ... 88
4. Profil Awal Pembelajaran PKn ... x0
5. Refleksi Awal ... x6
6. Perencanaan Tindakan Pertama ... x7
B. Deskripsi Pelaksanaan PenelitianTindakan 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama ... 100
a. Perencanaan Pembelajaran ... 100
b. Pelaksanaan dan Observasi ... 102
c. Refleksi Tindakan Pertama ... 114
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua a. Perencanaan Pembelajaran ... 116
b. Pelaksanaan dan Observasi ... 11x
c. Refleksi Tindakan Kedua ... 12x
a. Perencanaan Pembelajaran ... 131
b. Pelaksanaan dan Observasi ... 132
c. Refleksi Tindakan Siklus Ketiga ... 143
C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Perencanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 147
2. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 154
3. Kendala-Kendala Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 156
4. Upaya Guru dalam Mengatasi Kendala Pembelajaran Kooperatif dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 157
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 162
B. Rekomendasi ... 165
DAFTAR TUSTAKA ... 168
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Nama-nama Kepala Sekolah yang Pernah Memimpin ... 83
Tabel 4.2 : Jumlah Siswa Berdasarkan Jurusan ... 86
Tabel 4.3 : Jumlah Rombongan Belajar ... 87
Tabel 4.4 : Jumlah Tenaga Pendidik Berdasarkan Kualifikasi ... 87
Tabel 4.5 : Jumlah Tenaga Pendidik Berdasarkan jenis Pekerjaan ... 88
Tabel 4.6 : Daftar Nilai Siswa Tahap Orientasi ... x5
Tabel 4.7 : Daftar Nilai Siswa Tahap Siklus Pertama ... 113
Tabel 4.8 : Daftar Nilai Siswa Tahap Siklus Kedua ... 128
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 : Mekanisme Pembelajaran Model Kooperatif Learning ... 54
Bagan 3.1 : Desain PTK Model Kurt Lewin ... 6x
Bagan 3.2 : Langkah-Langkah Observasi ... 76
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMTIRAN
1. Silabus ... 174
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Pertama ... 176
3. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 183
4. Hasil Observasi Guru ... 18x
5. Pelaksanaan Tindakan Siklus ... 1x5
6. Daftar Nilai Siswa Siklus Pertama ... 1x8
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Kedua ... 1xx
8. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 205
x. Hasil Observasi Guru ... 210
10. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua ... 216
11. Daftar Nilai Siswa Siklus Kedua ... 21x
12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 220
13. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 227
14. Hasil Observasi Guru ... 233
15. Daftar Nilai Siswa Siklus Ketiga ... 238
16. Matrik Pengembangan Instrumen Penelitian ... 23x
17. Matrik Hasil Penelitian ... 241
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan subjek
pembelajaran yang mengemban misi untuk membentuk kepribadian bangsa, yakni
sebagai upaya sadar dalam “nation and character building.” Dalam kontek ini
peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bagi keberlangsungan kehidupan
berbangsa dan bernegara sangat strategis. Dengan demikian maka tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah terwujudnya partisipasi penuh
nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warga Negara yang taat kepada
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia
(Winataputra dan Budimansyah, 2007: i). Untuk dapat berpartisipasi secara efektif
dan penuh dengan tanggung jawab dalam urusan-urusan publik diperlukan
seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan
berperan serta. Keterampilan ini pada gilirannya ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan watak yang dapat meningkatkan kemampuan individu warga
Negara berperan serta dalam proses politik, yang selanjutnya dapat mendukung
berfungsinya sistem politik yang sehat. Dengan demikian Pendidikan
Kewarganegaraan berfokus kepada tiga komponen dasar pengembangan, yaitu (1)
pengetahuan, (2) keterampilan, dan (3) watak atau karakter kewarganegaraan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh “Civic Education Policy Study
(EDFR)” sebuah jaringan penelitian internasional yang dirancang untuk mengkaji
“…the changing character of citizenship over the next twenty-five years and the
implications of these changes for educational policy for nine participating nations
and beyond”, yakni perubahan karakter kewarganegaraan untuk lebih dari 25
tahun mendatang beserta implikasinya terhadap perubahan kebijakan pendidikan
perlu diperhatikannya pendidikan kewarganegaraan (Winataputra dan
Budimansyah, 2007: 2). Penelitian ini merekomendasikan perlunya
pengembangan sebuah model “citizenship education” yang mampu
mengembangkan warganegara multidimensi (multidimensional citizenship).
Warganegara Multidimensional itu memiliki lima atribut pokok, yakni:……”…a
sense of identity; the enjoyment of certains rights; the fulfilment of corresponding
obligations; a degree of interest and involvement in public affairs; and an
acceptance of basic societal values” (Cogan,1998:2-3). Dengan kata lain secara
konseptual seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: jati
diri; kebebasan untuk menikmati hak tertentu; pemenuhan kewajiban-kewajiban
terkait; tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik; dan pemilikan
nilai-nilai dasar kemasyarakatan (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 1-2).
Berdasarkan perkembangan mutakhir, tujuan PKn (civic education) adalah
partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warganegara dalam
kehidupan politik dan masyarakat baik dalam tingkat lokal maupun nasional,
maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi
kewarganegaraan. (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 187-188). Sebagaimana
Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi hendaknya mengembangkan
civic competence (kompetensi kewarganegraan). Aspek-aspek civic competence
tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan
kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic
disposition). Selanjutnya Budimansyah dan Suryadi, (2008: 59) mensyaratkan
pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan untuk warga negara dan
masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang
dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab, efektif dan ilmiah dalam
proses politik dan dalam civil society.
Sebagaimana hal di atas, partisipasi yang bertanggung jawab dalam proses
politik Branson (1998: 9) mengkategorikan sebagai interacting, monitoring, and
influencing. Interaksi (Interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan
warganegara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Interaksi
berarti bertanya, menjawab dan berunding dengan santun, Memonitor
(monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan
yang dibutuhkan warga Negara untuk terlibat dalam proses politik dan
pemeritahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga
negara. Akhirnya kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi,
mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan baik
proses-proses formal maupun informal dalam masyarakat adalah sangat penting
untuk membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan terus berlanjut
Sementara itu Lee, (1999: 5) dalam Komalasari (2008: 2) dari visi para
“Asian Education Leaders” mengatakan: “dalam era globalisasi Pendidikan
Kewarganegaraan perlu diarahkan pada pengembangan kualitas warganegara yang
mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and
reflective and autonomous personality”. Oleh karena itu kurikulum dan
pembelajaran seyogyanya mengembangkan visi “globalization, localization, and
individualization for multiple intelligence” (Cheng: 1996: 6). Visi tersebut pada
dasarnya terpusat pada pengembangan “Learning intelligence” dalam
dimensi-dimensi “social, cultural, political, economic, and technological intelligences”,
sebagaimana dikenal secara utuh dalam “Pentagon Theory of Contextualized
Multiple Intellegence” (Cheng, 1999: 7).
Dengan hal di atas maka Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia apalagi
dalam menghadapi kecenderungan global, harus ditempatkan sebagai salah satu
bagian kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education” (Komalasari, 2008: 3).
Konfigurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas
dasar paradigma sebagai berikut (Budimansyah,2008:180): Pertama, PKn secara
kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang
berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara
teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara
programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi
yang mengusung nilai-nilai (content-embedding values) dan pengalaman belajar
(learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran
lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang
demokratis, dan bela negara.
Hal di atas mensyaratkan Pendidikan Kewarganegaraan baik secara
kurikuler, teoretik dan programatik perlu di rancang di dalam proses pembelajaran
sehingga lahir warganegara yang baik dan cerdas (good and smart citizenship).
Dalam proses pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya menjadi
“subjek pembelajaran yang kuat” (powerfull learning area) (Budimansyah, 2008:
182). Di lain pihak sebagian besar pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
masih menampakkan ciri-ciri sistem belajar konvensional, setiap aspek dari
proses pembelajaran itu dinilai mengandung banyak kelemahan bahkan secara
agregat menjadi kontraproduktif terhadap pengembangan diri dan kemampuan
intelektual siswa (Komalasari, 2008: 9). Hal ini berkesan ciri-ciri sistem belajar
konvensional yang ditandai dengan adanya kelas yang tertutup dalam sekolah
yang juga tertutup dari lingkungannya, seting ruangan yang statis dan penuh
formalitas, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu dan hanya papantulis sebagai
sarana utama dalam proses transfer of knowledge, situasi dan suasana belajar yang
wajib yang cenderung menjadi satu-satunya yang sah sebagai referensi di kelas
dan adanya model ujian dengan soal-soal pilihan ganda yang hasilnya menjasi
ukuran kemampuan siswa (Suryadi, 2006: 27).
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan, pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan di SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandung,
dapat dinyatakan bahwa kondisi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan saat
ini adalah sebagai berikut (1) Pembelajaran masih menggunakan metode ceramah
yang berkesan bersifat pembelajaran hanya berlangsung satu arah (2)
Keterampilan guru dalam mengelola kelas masih bersifat kaku terlihat hanya
berada di depan dekat papan tulis saja (3) pembelajaran berpusat pada penguasaan
konsep dan kurang merangsang atau mengembangkan keterampilan sikap
kebersamaan/gotong royong, berfikir secara kritis, (4) pembelajaran yang
berlangsung cenderung tidak melibatkan pembangunan pengetahuan siswa, karena
guru selalu mendominasi pembelajaran, akibatnya proses pengembangan belajar
Pendidikan Kewarganegaraan terkesan terbatas. Kegiatan pembelajaran hanya di
arahkan pada learning to know, kearah pengembangan aspek kognitif dan
mengabaikan pengembangan pada learning to do and learning lifetogether aspek
afektif serta psikomotor.
Beranjak dari permasalahan di atas, sesuai dengan yang dikatakan
Somantri (2001: 245) bahwa kurang bermaknanya Pendidikan Kewarganegaraan
bagi siswa dikarenakan masih dominannya penerapan motode pembelajaran
konvensional seperti ground covering technique, indoktrinasi, dan narrative
dapat mengakibatkan guru tidak dapat berimprovisasi secara kreatif untuk aktifitas
lainnya selain dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat
sehingga pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan
produktif untuk memberikan pengalaman kepada siswa melalui pelibatannya
secara proaktif dan interaktif baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Untuk
memecahkan berbagai kekurang bermaknaan masalah tersebut, pendidikan
kewarganegaraan hendaknya tidak hanya berisi hapalan belaka akan tetapi
dipadukan dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat dan proses
pembelajaran hendaknya mendukung pengembangan partisipasi siswa,
kebersamaan (gotong rotong), kerja sama dengan didasarkan kepada dialog kreatif
yang komunikatif. Oleh karena itu, perlu dikembangkannya pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning)/ (belajar bersama/
gotong royong)/ kelompok belajar kooperatif sebagai salah satu alternatif.
Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative learning)
sebagai suatu metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta pendekatan ini
memandang bahwa proses belajar benar-benar berlangsung dengan kolaboratif.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu pendekatan yang mencakup
kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk
memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu
tujuan bersama. Kerjasama dalam pembelajaran itu merupakan kebutuhan yang
sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup baik masa sekolah maupun
setelah hidup di tengah-tengah masyarakat, karena dengan kerjasama akan
saling membantu satu sama lainnya sebagaimana Anita Lie (2003: 27)
menyatakan: tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau
sekolah tanpa kerjasama kehidupan ini sudah punah.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan memunculkan rasa
kebersamaan dan tanggung jawab sebagaimana Nasution (1989: 152) menyatakan
bahwa, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (cooperative learning) itu efektif bila
setiap individu merasa tanggung jawab terhadap kelompok, anak turut
berpartisipasi dan bekerja sama dengan individu lain secara efektif, menimbulkan
perubahan yang konstruktif pada kelakuan seseorang dan setiap anggota aman dan
puas dalam kelas. Sejalan dengan pendapat Nasution Kauchak dan Eggen dalam
Azizah (1998: 17), mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama
secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Begitu pula menurut Slavin (1995: 17),
mengatakan bahwa metode pembelajaran dengan cooperative learning
memberikan keuntungan sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
norma kelompok;
b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama
berhasil;
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok;
d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka
Menurut Arends (1997: 118) bahwa: “Tidak satu pun studi menunjukan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan pengaruh negatif. Nur
Asma (2006: 26) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw (Cooperative learning) dapat membantu siswa mengaktifkan pengetahuan
latar mereka dan belajar dari latar teman sekelas mereka. Sedangkan Davidson
dalam Nur Asma (2006: 26) menyatakan bahwa: “Keuntungan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok
dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan
prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi belajar
orang lain, tidak bersifat kompetitif dan tidak memiliki rasa dendam. Slavin,
(1995) dalam Nur Asma, (2006: 26), menyatakan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk
menyelesaikan tugas.
Berdasarkan pada beberapa pernyataan di atas, maka keuntungan dari
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning) adalah:
a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (cooperative
learning) lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibanding
dengan model pembelajaran individual;
b. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menyebabkan aspek psikologis siswa
menjadi terangsang dan lebih aktif yang disebabkan oleh adanya kebersamaan
dalam kelompok, sehingga siswa lebih mudah berkomunikasi dengan bahasa
c. Pada saat berdiskusi fungsi ingatan siswa menjadi lebih aktif, bersemangat
dan berani mengemukakan pendapat
d. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning) dapat
meningkatkan kerja keras siswa lebih giat dan lebih termotivasi;
e. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tampak dikala siswa
menerapkannya dalam menyelesaikan tugas yang kompleks;
f. Mempunyai motivasi mengaktualisasikan dirinya untuk diterima dalam suatu
kelompok;
g. Melakukan kerja keras yang hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi
kelompoknya.
Selain hal di atas, beberapa hasil penelitian sebagaimana diungkapkan
solihatin dan Raharjo (2008: 13) bahwa, Stahl (1992) dalam penelitiannya di
beberapa sekolah dasar di Amerika menemukan penggunaan model cooperative
learning mendorong tumbuhnya sikap kesetiakawanan dan keterbukaan diantara
siswa. Penelitian ini juga menemukan bahwa model tersebut mendorong
ketercapaian tujuan dan nilai-nilai sosial dalam pendidikan social studies.
Kemudian Webb (1985), menemukan bahwa dalam pembelajaran dengan
menggunakan model cooperative learning, sikap dan perilaku siswa berkembang
kearah suasana demokratisasi dalam kelas. Di samping itu, penggunaan kelompok
kecil siswa mendorong siswa lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari
IPS.
Dari kedua hasil temuan di atas terlihat bahwa pembelajaran dengan
diantara siswa secara demokratis, tetapi mengapa Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan masih belum dapat menampakan tingkat kompetensi siswa
yang tinggi setelah berubahnya pembelajaran dari bersifat indoktrinatif kepada
partisipatif, padahal berbagai model dan metode telah berusaha
diimplementasikan oleh guru.
B. Fokus Masalah Penelitian
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus
masalah penelitian ini yaitu “Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan siswa?
Berdasarkan fokus masalah penelitian di atas, lebih lanjut dirumuskan ke
dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam
Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan siswa SMK?
2. Bagaimana Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam
Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan siswa SMK?
3. Kendala-kendala apa yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan
4. Bagaimana upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala-kendala
proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan
Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan
siswa SMK?
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini berupa hipotesis tindakan, yaitu :
“Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat
meningkatkan pengetahuan Kewarganegaraan siswa.”
D. Definisi Konsep
Berpijak pada permasalahan (pertanyaan) penelitian di atas, perlu
dijelaskan dan ditegaskan beberapa konsep yang digunakan di dalam penelitian
ini, hal ini dimaksud guna menghindari timbulnya ‘salah konsep’ dan ‘salah
pengertian’ dalam menginterpretasi. Adapun penjelasan konsep-konsep
sebagaimana berikut:
1. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe jigsaw dalam
Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain
(Arends, 1997).
Kooperatif jigsaw dalam pendidikan kewarganegaraan didesain untuk
meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak
hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang
lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie,
A., 1994).
2. Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan“…the foundational course work
in school designed to prepare young citizens for an active role in their
communities in their adult lives” (Cogan, 1999: 4). Maksudnya adalah bahwa
“civic education” merupakan mata pelajaran dasar yang dirancang untuk
mempersiapkan para pemuda warganegara untuk dapat melakukan peran aktif
Dalam kurikulum 2006, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang
beragam dari segi agama, social cultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
3. Pengetahuan Kewarganegaraan
Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), yaitu pemahaman
mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kewarganegaraan. Yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan,
kewarganegaraan, dan civil society.
Berdasarkan National Standards and Civic Framework for the 1988
National Assasment of Educational Progress (NAEP) (Branson, 1999: 9),
komponen pengetahuan kewarganegaraan ini diwujudkan dalam lima pertanyaan
penting yaitu: 1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan; 2)
Apa fondasi-fondasi sistem politik; 3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk
oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
demokrasi; 4) hubungan antara suatu negara dengan negara-negara lain dan
posisinya dalam masalah-masalah internasional; 5) Apa peran warga negara dalam
E. Tujuan Penelitian
Secara umum Penelitian ini bertujuan, pertama, mengkaji, dan
menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif terhadap realitas,
kendala, problematika aktual, dan implikasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang dikembangkan berdasarkan penggunaan cooperative
learning. Baik terhadap peningkatan kinerja guru dan siswa serta iklim situasi
sosial kelas selama pelaksanaan tindakan melalui pemaknaan terhadapnya. Kedua
menemukan bahan informasi dan rujukan konseptual dalam mengadakan
perubahan, perbaikan dan peningkatan iklim pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan SMK yang lebih ‘membumi’ (grounded) terhadap realitas
pembelajaran di kelas.
Sedangkan secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tentang perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan siswa SMK.
2. Memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan
pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.
3. Mengidentifikasi Kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan
untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.
4. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dan
dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan siswa SMK.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis studi ini diharapkan dapat mengembangkan strategi
pembelajaran yang kolaboratif, efektif, mengenai perencanaan, pengorganisasian
dan penyajian materi, metode serta evaluasinya secara utuh khususnya dalam mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan, agar tujuan pembelajaran untuk
meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dapat dicapai dengan hasil
maksimal.
2. Secara Praktis
Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis
bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut:
1. Para akademisi atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang
pendidikan kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi ke arah
pengembangan model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan
peningkatan pengetahuan kewarganegaraan siswa.
2. Bagi institusi SMK/SMA/Sederajad, penelitian ini berguna sebagai feedback
sekaligus sebagai parameter untuk mengetahui seberapa jauh pembaharuan
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di lapangan telah bergulir dan
3. Para guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengukur seberapa jauh
kesiapan guru-guru untuk memulai dan meningkatkan pembaharuannya baik
yang menyangkut pemahaman strategi pembelajaran maupun substansi
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
4. Bagi siswa, diharapkan memperoleh pengalaman baru dalam mempelajari
pendidikan kewarganegaraan guna meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan dalam upaya peningkatan prestasi belajar.
5. Bagi Para Pengambil Kebijakan di bidang Pendidkan Kewarganegaraan,
temuan ini juga bermanfaat sebagai pijakan konseptual dalam mengambil
dan merumuskan kebijakan kependidikan, khususnya dalam melakukan
inovasi kependidikan yang lebih kontekstual bagi iklim SMK juga peneltian
inibermanfaat bagi pengembangan khasanah konsep-teoretik dan pemikiran
Pendidikan Kewarganegaraan (SMA) serta bagi pengembangan pesrpektif
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih fungsional dan
bermakna bagi siswa dengan memposisikan siswa sebagai sentralitas
G. Paradigma Pemikiran
Tantangan Era Globalisasi dan
Demokrasi
Kurang bermaknanya Pendidikan Kewarganegaraan bagi siswa dikarenakan
masih dominannya penerapan motode pembelajaran konvensional seperti ground
covering technique, indoktrinasi, dan narrative technique dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan Tujuan, Visi, Misi PKn:
Terwujudnya partisipasi penuh nalar dan tanggung
jawab dalam kehidupan politik warga Negara yang
taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Diperlukan berbagai strategi belajar PTK • Orientasi • Rencana • Tindakan • Pengamatan • refleksi Pengetahuan Kewarganegaan (Civic Knowledge)
Pemahaman mendasar tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan. Yang meliputi
politik, system politik Indonesia, demokrasi dan struktur pemerintahan, kewarganegaraan, dan civil
society.
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas
bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru dalam pembelajaran di kelas sehingga
proses dan hasil pembelajaran siswa semakin meningkat. Menurut Stephen
Kemmis (1983) dalam David Hopkins (1993:44) ‘action research’ adalah ‘A form
of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including
education) situation in order to improve the rationaly and justice of (a) their own
sosial or educational practices, (b) their understanding of this practices, and (c)
the situations which practices are carried out.’
Dari definisi tersebut di atas, dalam konteks kependidikan Penelitian
Tindakan Kelas adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh
para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki
rasionalitas dan keadilan tentang (a) praktek-praktek kependidikan mereka, (b)
pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi di mana
praktek-praktek tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas
sangat tepat dilakukan oleh guru untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan
guru dalam proses belajar mengajar, sehingga kelemahan-kelemahan itu dapat
diperbaiki.
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) memiliki ciri-ciri
dalam suatu kegiatan Penelitian Tindakan Kelas tidak untuk digeneralisasi
secara langsung.
2. Ada tindakan. Perbedaan yang mencolok antara Penelitian Tindakan Kelas
dengan penelitian-penelitian lainnya adalah harus ada tindakan perbaikan yang
dirancang untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat itu dalam konteks dan
situasi saat itu pula.
3. Penelaahan terhadap tindakan. Di samping adanya tindakan, dalam Penelitian
Tindakan Kelas tindakan yang dilakukan tadi harus ditelaah: kelebihan dan
kekurangannya, pelaksanaannya, kesesuaiannya dengan tujuan semula,
penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan, dan argumen-argumen yang
muncul selama pelaksanaan.
4. Pengkajian dampak tindakan. Dampak dari tindakan yang dilakukan harus
dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi dampak positif lain yang
tidak diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negatif yang
merugikan peserta didik.
5. Dilakukan secara kolaboratif. Mengingat kompleksitas pelaksanaan suatu
Penelitian Tindakan Kelas, maka ada baiknya Penelitian Tindakan Kelas ini
dilaksanakan secara kolaborasi. Kolaborasi dapat dilaksanakan antara guru
dengan dosen, antara guru dengan guru lain yang bidang studinya baik sama
dilakukan, yaitu dari mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan
apakah masalah itu tuntas atau perlu tindakan lain dalam siklus berikutnya.
Penelitian ini memfokuskan pada situasi sosial kelas, atau masalah yang
secara aktual dihadapi dalam kelas. Penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
data dan informasi secara mendalam tentang penerapan model pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan berbasis masalah dalam meningkatkan kecakapan
kewarganegaraan. Hakekat dari penelitian tindakan kelas ini adalah suatu usaha
yang berupa tindakan atau intervensi yang dilakukan dengan prosedur terencana
dan sistematik untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dilakukan oleh
guru di dalam kelas. Dalam penelitian tindakan kelas ini dipilih bentuk penelitian
tindakan kelas kolaboratif partisipatoris (Hopkins, 1993:121). Kolaborasi antara
peneliti dan guru, dimana peneliti membuat rancangan, pengamatan dan
mengkritisi, sementara guru merupakan praktisi mitra kerja di lapangan bagi
peneliti. Guru mitra dan peneliti akan bersama-sama diskusi mulai dari tahap
perencanaan, tindakan dan refleksi dengan guru untuk menemukan
langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan penelitian.
B. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, langkah-langkah dalam penelitian tindakan (Kemmis
(kasbolah, 1999:14), menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian
yang merupakan suatu langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah terdiri
atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Siklus
penelitian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 3.1
Desain PTK Model Kurt Lewin
Plan
Refleksi Act
Observasi
Resived Plan
Refleksi Act
Observasi
Resived Plan
Refleksi Act
Observasi Dst
Bagan: 3.1. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Diadopsi dari Model Kemmis dan Taggart (1988).
Orientasi
Siklus 1
1. Orientasi, yaitu studi pendahuluan sebelum melakukan tindakan. Kegiatan ini
dilakukan bersama antara peneliti dengan guru mitra terhadap praktik
pembelajaran. Pada fase ini belum diberlakukan pendekatan pembelajaran,
tetapi dilakukan pengkajian untuk menemukan informasi-informasi aktual
tentang pembelajaran sebelumnya. Temuan ini dijadikan indikator dalam
menyusun rencana tindakan untuk penetapan pendekatan pembelajaran. Hasil
orientasi ini akan disesuaikan dengan hasil kajian teoritis yang relevan,
sehingga menghasilkan suatu program pengembangan tindakan yang
dipandang tepat dengan situasi sosial di kelas dimana tindakan akan
dilaksanakan.
2. Perencanaan (Plan), yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun rencana
tindakan yang akan dilaksanakan di kelas. Dari identifikasi pendahuluan,
peneliti dan guru mitra merencanakan langkah-langkah penerapan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan pelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Rencana disusun dan dipilih atas dasar pertimbangan
kemungkinan bisa dilaksanakan secara efektif oleh peneliti, mitra peneliti, dan
siswa. Pada tahap perencanaan ini disepakati tentang hal-hal yang akan di
observasi, kriteria-kriteria penilaian, materi atau pokok bahasan yang akan
diberikan, buku sumber, tempat dan waktu pelaksanaan, persiapan perangkat
rencana yang telah disepakati sebelumnya antara peneliti dengan mitra
peneliti.
4. Pengamatan (Observe), yaitu kegiatan mengamati, mengenali sambil
mendokumentasikan (mencatat dan merekam) terhadap proses, hasil,
pengaruh, dan masalah baru yang mungkin saja muncul selama pendekatan
dilakukan. Hasil observasi ini akan dijadikan bahan analisis dan dasar refleksi
terhadap tindakan yang telah dilakukan dan bagi penyusun rencana tindakan
selanjutnya. Observasi ini dilakukan untuk melihat kelemahan-kelemahan dan
kekurangan-kekurangan dalam penerapan pendekatan dan tentunya dalam
rangka memperbaiki keadaan atau proses pembelajaran yang akan datang.
5. Refleksi (Reflect), yaitu menganalisis tentang apa-apa saja rencana dan
tindakan yang telah tercapai dan apa yang belum dapat dan sempat dilakukan
pada suatu siklus. Refleksi dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan
guru mitra. Berangkat dari hasil refleksi ini, peneliti bersama guru mitra
merumuskan kembali rencana pembelajaran untuk ditindaklanjuti pada siklus
berikutnya.
Dalam penelitian ini, jumlah siklus yang dilakukan bergantung dari tingkat
ketercapaian hasil penerapan pendekatan sesuai dengan rencana yang telah
disusun sebelumnya. Artinya akan diakhiri, apabila sudah tidak ditemukan lagi
Lokasi penelitian mengandung tiga unsur, yakni: tempat, pelaku dan
kegiatan. Tempat adalah tiap lokasi dimana manusia melakukan sesuatu, pelaku
adalah semua orang yang terdapat di lokasi tersebut. Sedangkan kegiatan adalah
apa yang dilakukan dalam situasi sosial tersebut (Nasution, 1996: 43).
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan lokasi
penelitian ini adalah Siswa kelas X Administrasi Perkantoran-3 SMK Wirakarya
Ciparay Kabupaten Bandung.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian tindakan ini adalah peneliti sendiri (guru kelas) X
Administrasi Perkantoran-3 SMK Wirakarya Ciparay dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam penelitian ini yang diamati sebagai sumber
data adalah manusia, peristiwa dan situasi (Nasution, 1996:9). Manusia yang
dimaksud adalah semua orang yang terlibat dalam penelitian tindakan ini yaitu
terdiri dari guru/peneliti, siswa, dan guru mitra (observer). Peristiwa yang
dimaksud adalah semua kejadian yang diamati selama kegiatan pembelajaran
berlangsung di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah latar
atau gambaran yang menyangkut keadaan atau kondisi ketika berlangsung
pengamatan terhadap pengembangan pembelajaran oleh guru.
Pada penelitian ini, peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data
yang berhubungan dengan penelitian. Data tersebut akan diperoleh dari semua
tersebut yaitu dari guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang sesuai dengan penelitian
ini.
D. Instrumen Penelitian
Sebagai Penelitian tindakan Kelas yang bersifat kualitatif, maka kerjanya
tidak terlepas dari karakteristik penelitian kualitatif. Karakteristik penelitian
kualitatif menurut Creswell (1997: 16) adalah sebagai berikut.
Setting alami (terfokus data lapangan) sebagai sumber data, peneliti sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar-gambar, mengutamakan proses dari pada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian peneliti diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna, menggunakan bahasa ekspresif, pendekatannya persuasif.
Dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama
(human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data
yang diperlukan. Menurut Sugiyono (2005: 59) “dalam penelitian kualitatif, yang
menjadi instrumen atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri”.
Di samping peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga
akan menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar
panduan observasi, pedoman wawancara, dokumen sekolah, foto, dan alat
suatu penelitian. Oleh karena tujuan penelitian untuk memperoleh data. Dalam
penelitian tindakan kelas yang bersifat kualitatif peneliti sendirilah yang akan
mengumpulkan data di lapangan dan berusaha sendiri mendapatkan informasi
melalui berbagai cara atau teknik. Menurut Creswell (1998: 121) “Prosedur
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari empat tipe dasar yaitu:
Observasi, wawancara, dokumentasi, dan audio visual”. Teknik pengumpulan data
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dan dokumentasi.
Karena keseluruhan teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh
data yang diperlukan.
1. Pedoman Observasi.
Observasi adalah semua kegiatan yang ditujukkan untuk mengamati,
merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang
dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan yang
terencana maupun akibat sampingannya (Kasbolah, 1998/ 1999: 91). Tujuan
utama dari observasi adalah untuk memantau proses, hasil, dan dampak perbaikan
pembelajaran yang direncanakan.
Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap keseluruhan rangkaian
pembelajaran materi system politik indonesia, untuk melihat proses, keadaan dan
hasilnya, apakah dari suatu siklus ke siklus berikutnya terjadi perkembangan
terbuka yang berbentuk format isian, pada lembar tersebut di atas guru mitra
tinggal memberikan atau membubuhkan tanda ceklis (v) pada aspek yang muncul
dan memberikan penjelasan berupa catatan lapangan (field note) yang terstruktur.
Disamping itu juga peneliti menggunakan observasi terbuka, yaitu menggunakan
kertas kosong sebagai alat untuk mencatat kegiatan proses pembelajaran, setiap
langkah yang dilakukan oleh guru dan siswanya. (Wardani, et al, 2000: 3.24;
Kasbolah, 1998/ 1999: 95).
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang akurat maka kegiatan
observasi ini dilakukan berulangkali sampai diperoleh semua data yang
diperlukan. Langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap yaitu: pertemuan
pendahuluan, pelaksanaan observasi, dan pertemuan balikan. Pertemuan
pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum
observasi berlangsung dengan tujuan menyepakati hal-hal yang akan diamati
dengan mitra peneliti. Pelaksanaan observasi dilakukan setelah adanya
kesepakatan dengan guru mitra sebelumnya terhadap proses dan hasil tindakan
perbaikan yang terfokus perilaku mengajar guru, perilaku belajar siswa dan
interaksi antara guru dan siswa. Diskusi atau pertemuan balikan dilakukan setelah
tindakan perbaikan yang diamati berakhir.
Bagan: 3.2. Langkah-Langkah Observasi
Sumber: Wardani, et al (2002: 2.20)
Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang tindakan atau
perilaku guru dan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam
Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge) siswa serta mengetahui bagaimana proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Dokumentasi
Dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data pada penelitian tindakan
kelas adalah dokumen-dokumen resmi yang dimiliki sekolah dan dari guru mitra
peneliti. Dokumen-dokumen resmi yang dimiliki oleh sekolah antara lain: sejarah
berdirinya sekolah, denah lokasi sekolah, kepala-kepala sekolah yang pernah
memimpin sekolah, data jumlah guru dan siswa, sedangkan dokumen guru mitra
peneliti antara lain kurikulum pendidikan kewarganegaraan, program pengajaran
pendidikan kewarganegaraa (program tahunan, program semester, analisis materi
buku nilai siswa, absensi siswa dan lain-lain.
F. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan
(Nasution, 1996: 126). Selanjutnya, ia menjelaskan menyusun data berarti
menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori. Menurut Sogiyono (2005: 89)
analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.
Dalam penelitian ini menggunakan cara yang dipakai oleh Miles dan
Huberman (1992: 16-18) terdiri atas tiga jalur kegiatan secara bersamaan, yaitu
reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi. Selanjutnya Miles
dan Huberman (1992: 20) mengatakan bahwa “Analisis data kualitatif merupakan
upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis
yang saling susul menyusul”. Dengan demikian analisis yang dimaksud
Bagan 3.3 Komponen-komponen Analisis Data
(Miles dan Huberman, 1992:20)
Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama
pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi)
merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak diantara
empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak
balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Menurut Miles dan Huberman (1992: 16) reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transpormasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
data merupakan langkah awal dalam menganalisa data, ini berguna untuk
mempermudah pemahaman terhadap data yang diperoleh. Sugiyono (2005: 92)
menyatakan, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
Pengumpulan data
Reduksi data
Kesimpulan: Penarikan/verifikasi
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah melakukan reduksi terhadap data yang dikumpulkan maka peneliti
menyajikan data dalam bentuk deskripsi yang berdasarkan aspek-aspek yang
diteliti dan disusun berturut-turut mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh
guru dari tahap persiapan atau perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Data
yang akan dianalisis dan dideskripsikan, sebelumnya dikategorisasikan terlebih
dahulu berdasarkan masalah penelitian. Dalam hal ini pembelajaran nilai,
macam-macam norma dan sanksinya pada mata pelajaran kewarganegaraan.
3. Pengambilan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion/ Verification)
Berdasarkan kegiatan tersebut di atas langkah terakhir yang dilakukan oleh
peneliti adalah mengambil kesimpulan/ verifikasi. Kasimpulan merupakan
pemaknaan terhadap data yang telah dikumpulkan di mana kesimpulan tersebut
diarahkan pada pokok permasalahan yang diteliti.
Dalam hal ini kesimpulan dilakukan secara bertahap, pertama berupa
kesimpulan sementara, nanum dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan
verifikasi data yaitu dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang
direduksi maupun disajikan). Di samping itu, dilakukan dengan cara meminta
pertimbangan dengan pihak-pihak yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu
kepada pihak sekolah dan pihak guru. Setelah hal itu dilakukan, maka peneliti
keabsahan data. Validasi data dilakukan untuk mendapatkan data yang
benar-benar mendukung dan sesuai dengan karakteristik permasalahan maupun tujuan
penelitian. Teknik validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Member-chek (Nasution, 1996: 117-118), yaitu mengecek kebenaran dan
kesahihan data temuan penelitian dengan cara mengkonfirmasikannya dengan
sumber data atau kepada pemberi data agar informasi yang diperoleh dan
digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data berarti
datanya valid, sehingga semakin dipercaya. Dalam proses ini data atau
informasi yang diperoleh dikonfirmasikan dengan guru mata pelajaran melalui
kegiatan diskusi pada setiap akhir pelaksaanaan tindakan, dan pada akhir
keseluruhan pelaksanaan tindakan yang direncanakan sesuai dengan tujuan
penelitian.
2. Expert Opinion (Wiriaatmadja, 2005: 171), yaitu kegiatan untuk
menkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada ahli. Dalam
penelitian ini peneliti menkonsultasikan hasil temuan-temuan kepada Prof. Dr.
H. Sapriya, M.Ed untuk memperoleh arahan dan masukan terhadap
masalah-masalah penelitian. Perbaikan, modifikasi atau penghalusan berdasarkan
arahan atau opininya akan meningkatkan derajat kepercayaan sehingga
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam bagian ini akan diuraikan kesimpulan dan rekomendasi.
Kesimpulan dan rekomendasi yang disajikan merupakan pemaparan dari kondisi
dan proses pembelajaran serta dari hasil temuan yang didapat selama penelitian
berlangsung di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wirakarya Ciparay kelas X
Administrasi Perkantoran-3 Kabupaten Bandung. Untuk lebih jelas akan diuraikan
sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Setelah peneliti memaparkan berbagai kondisi dan proses pembelajaran,
dan temuan selama penelitian maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Adapun
kesimpulan yang diambil merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian sesuai
dengan temuan di lapangan. Hal ini akan diuraikan sebagaimana berikut:
1. Perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan
Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa
SMK terlebih dahulu dengan merancang perangkat pembelajaran (rencana
pembelajaran, silabus, media, materi berupa hand out dan lembar penilaian)
yang disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Pada tahap orientasi sebelum
diadakannya tindakan siklus, perencanaan hanya terbatas pada RPP dan
materi buku paket pegangan guru saja, tetapi perencanaan dalam pelaksanaan
tindakan siklus pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan
perangkat-perangkat persiapan pembelajaran secara lengkap dan
komprehensip.
2. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan
Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa
SMK dilaksanakan dengan langkah-langkah dan prosedural yaitu: kegiatan
awal/apersepsi, kegiatan inti dan kegiatan akhir/penutup. Pada kegiatan awal
membuka pembelajaran, mengecek kesiapan belajar siswa, mengenalkan
topik pembahasan, menyampaikan kompetensi yang harus di capai,
menjelaskan strategi pembelajaran yang akan dijalani siswa. Kegiatan Inti
yaitu siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok (tiap kelompok anggotanya
4 - 6 orang), memberikan materi kepada siswa dalam bentuk teks (hand out)
yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab, setiap anggota kelompok
membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk
mempelajarinya, anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab
yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya,
setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas
mengajar teman-temannya, pada pertemuan dan diskusi kelompok asal
siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu selanjutnya presentasi perwakilan
kelompok dengan cara diundi. Kegiatan akhir/penutup yaitu mengambil
kesimpulan, melakukan postes lisan/tulisan, melakukan refleksi.
3. Kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan
keterbatasan sumber pembelajaran, media pembelajaran, sarana prasarana
yang ada. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan
informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran, kurang terbiasanya
peserta didik dan pengajar dengan metode ini, peserta didik masih terbawa
kebiasaan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu
arah. Faktor penghambat yang lain yaitu kurangnya waktu dalam penerapan
model pembelajaran ini. Proses metode ini membutuhkan waktu lebih
banyak, sementara waktu pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan
beban kurikulum. Dalam mensiasati kendala tersebut sehingga pembelajaran
tetap bermakna (meaningfull), aktif, kreatif, enjoy, serta partisipatif dengan
lancar dijelaskan pada point empat di bawah.
4. Usaha/upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dan persoalan
proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan
Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa
SMK: Guru beserta observer senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan
model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) di kelas dan
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, pembagian jumlah siswa
yang merata, dalam arti tiap kelas merupakan kelas heterogen baik dalam hal
prestasi akademik, maupun yang lainnya, diadakan sosialisasi dari pihak
terkait tentang teknik pembelajaran cooperative learning, meningkatkan
sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber, media dan
dapat membina proses pembelajaran secara gotong royong yang bertanggung
jawab.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan Penelitian Tindakan Kelas tentang Pembelajaran
Kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) siswa dari siklus pertama sampai siklus
ke tiga, maka pada bagian ini dikemukakan rekomendasi yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi banyak pihak terkait yang peduli terhadap pendidikan kewarganegaraan
dan memiliki kontribusi kuat terhadap pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan
khususnya bagi tenaga pendidik/edukatif pendidikan kewarganegaraan di lapangan. Maka
ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, yaitu:
1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan terus berupaya untuk
dapat mengubah pemikiran/paradigma dari pembelajaran konvensional yang
selalu menjadikan guru sebagai sumber pembelajaran (teacher centered)
beralih menjadi student centered dimana keterlibatan siswa harus lebih
dominan dan partisipatif, penekanan metode ceramah dan tanya jawab beralih
kepada diskusi kelompok sehingga peran siswa sebagai penemu, pemecah
dari persoalan-persoalan yang dihadapi secara gotong royong dengan penuh
tanggung jawab. Guru Pendidikan Kewarganegaraan khususnya diharapkan
terus berupaya untuk mengembangkan kompetensi keahliannya
(pedagogiknya) melalui berbagai pelatihan-pelatihan/penataran-penataran
sehingga bisa menjadi pengembang model bahkan penemu model
2. Kepala Sekolah, merupakan pihak yang memiliki kewenangan secara
dominan dan sangat strategis dalam pengembangan instutusi sekolah terutama
pada ranah pengambilan kebijakan, maka seyogyanya konsisten terhadap
falsafah ing ngarso sungtulodo ing madya wangun kerso tut wuri handayani.
Kepala sekolah hendaknya berdiri di depan sebagai sauri tauladan pemberi
contoh yang baik dalam proses pembelajaran, berdiri ditengah hendaknya
memberikan konstruksi (membangun) dan di belakang memberikan motivasi/
dorongan terhadap guru-guru dalam mengembangkan potensi keilmuannya
sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya melalui pelatihan-pelatihan/
penataran-penataran untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme guru
(kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional), memfasilitasi sarana prasarana sekolah sesuai
kebutuhan dalam pembelajaran serta berinovasi terhadap model-model
pembelajaran yang aktual dalam peningkatan kualitas pembelajaran yang
bermutu.
3. Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, dari hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi salah satu input dalam peningkatan profesionalitas guru dalam
memperbaiki kualitas pembelajaran, khususnya pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan, sehingga pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak
hanya terbatas pada proses pembelajaran dan penilaian pada dampak
instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi
(content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi
dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects)
sebagai “hidden curriculum”. Di samping itu, untuk meningkatkan
kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan, seyogyanya agar
difasilitasi kegiatan-kegiatan pelatihan guru, termasuk pelatihan mengenai
model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered),
yang dipandu oleh ahli-ahli yang mempunyai kualitas dan kepakaran pada
bidangnya.
4. Peneliti selanjutnya, pada penelitian ini fokus mengenai pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw dalam pendidikan
kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa
(civic knowledge) dengan hasil baik, namun demikian kehidupan
pembelajaran di sekolah merupakan kondisi dinamis bergerak sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan maka hendaknya bagi peneliti selanjutnya untuk
meneliti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya terfokus
pada pengetahuan kewarganegaraan saja namun ketiga aspek-aspek (civic
knowledge, civic skills and civic disposisions) dari kompetensi
DAFTAR PUSTAKA
Arends. R. (1997). Clasroom Instruction and Management. New York. Mc. Graw
Hill Books Companies.
Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta. Depdiknas. Dirjen
Perguruan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Azizah. U. (1998). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devisions (STAND) untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Kimia di SMU. Tesis IKIP Surabaya: Tidak diterbitkan.
Banks, J. A. (1997). Teaching Strategies for the Social Studies: Inquiry, Valuing
and Decision Making, Reading: Addison – Wesley Publishing.
Becker, W.C. (1986). Applied Psychology for Teachers-A Behavioral Cognitive
Approach. New York: Macmillan. (Originally published by scinece
Research Associates.
Branson, M.S. (1998). The Rule of Civic Education, Calabasas: CCE.
Branson, M.S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LKIS.
Branson, M.S. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at
the End of the 20th Centure. Washington: CCE.
Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic
Education di Negara Berkembang. Bandung: Acta Civicus Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 1. No. 1.
Budimansyah, D. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan
(Project Citizen)”, Jurnal Acta Civicus, Vol. 1 No. 2, hlm. 179-198.
Budimansyah, D. (2009). Membangun kultur Bangsa di Tengah Arus globalisasi
dan Gerakan Demokratisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada
FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitan.
Budimansyah. D. & Suryadi K. (2008). PKn dan Masyarakat Multukultural.
Center for Education Civic Education/CICED. (1998). Strategi Penyempurnaan
Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(Makalah).
Cheng, Y,C. (1999). Curriculum and Pedagogy in the New Century:
Globalization, Localization and Individualization for Multiples
Intelligences. Bangkok: UNESCO-ACEID.
Cogan, J.J. (1999) Developing the Civic Society: The Rule of Civic Education.
Bandung: CICED.
Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 st Century: An
International Perspective on Education, London. Cogan Page.
Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach.
London: Publications.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004: Kompetensi Standar
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas
Republik Indonesia.
Hopskins, David. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research.
Philadelphia: open University Press.
Isjoni. (2007). Cooperative Learning; Efektifitas Pembelajaran Kelompok.
Bandung: Alfabeta
Isjoni. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
antar Sesama Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson, D. W, Johnson, R. T & Smith, K. A. (1991). Active Learning:
Cooperation in the college Clasroom. Edina: Interaction Book
Company. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html.
Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison, London:
National Foundation for Education Research-NFER
Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa
SMP. Bandung: Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan,
Lee, W. (1999). Qualities of Citizenship for the New Century: Persceptions of
Asian Educational Leaders. Bangkok: UNESCO-ACEID
Lie, A. (2003). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo
________. (1994). Mengembangkan Sistim Gotong Royong dalam Pendidikan.
Surabaya Post, 24 Mei 1994.
________.(2008). Cooperative Learning. Mempraktikan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas.
Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem
Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Miles, Mathew B. dan A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif:
Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep
Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Anlysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Qialifications and Curriculum Authority-QCA. (1998). Education for Citizenship
and the Teaching of Democracy in Schools. London: Deprtement of
Education and Employment-DIEE.
Quigley, C.N, Buchanan, Jr.J.H, Bahmueller, C.F (1991). Civitas: A Framework
for civic Education. Calabasas: CCE
Republik Indonesia. (2003). UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta;
depdiknas
Sabatini,C.A, Bevis,G.G, Finkel, S.E (1998). The Impact of Civic Education
Programs on Political Participation and Democratic Attitudes.
Sanusi. A. (1998). “Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar
Demokrasi”. Makalah Pada Seminar dan Lokakarya PPKn IKIP
Bandung: Bandung
Sapriya dan Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Model
Pengembangan Materi Dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.
Sapriya. (2006). “Warganegara dan Teori Kewarganegaraan”. Dalam
Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai
Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri). Bandung: Lab. PKn FPIPS
UPI.
Sapriya. (2007). Persfektif pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Pembangunan Karakter Bangsa, Disertasi, Bandung :Sekolah Pasca
Sarjana UPI
Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning. Boston, Allyn and Bacon. Tersedia: