• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk Meningkatkan Pengetahuan Kewarganegaraan Siswa: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X Administrasi Perkatoran di SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk Meningkatkan Pengetahuan Kewarganegaraan Siswa: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X Administrasi Perkatoran di SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandu"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Masalah Penelitian ... 11

C. Hipotesis Tindakan ... 12

D. Definisi Konsep ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

G. Paradigma Pemikiran ... 18

(2)

2. Visi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 24

3. Misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 24

4. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 25

5. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 30

6. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 33

B. Kompetensi Kewarganegaraan 1. Pengetahuan Kewarganegaraan ... 3x

2. Kecakapan Kewarganegaraan ... 42

3. Watak Kewarganegaraan ... 44

C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Pendidikan Kewarganegaraan 1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif ... 46

2. Landasan Filosofis Pembelajaran Kooperatif ... 4x

3. Implementasi Pembelajaran Kooperatif ... 50

4. Model Pembelajaran Kooperatif ... 54

5. Kooperatif Tipe Jigsaw ... 56

D. Temuan-temuan terdahulu ... 64

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 66

B. Prosedur Penelitian ... 68

C. Lokasi Penelitian ... 72

D. Instrumen Penelitian ... 73

E. Teknik Pengumpulan Data ... 74

(3)

2. Dokumentasi ... 76

F. Pengolahan dan Analisis Data ... 77

1. Reduksi Data ... 78

2. Penyajian Data ... 7x

3. Pengambilan Kesimpulan ... 7x

4. Validitas Data ... 80

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 81

2. Deskripsi Keadaan Guru SMK Wirakarya Ciparay ... 87

3. Keadaan Kelas dan Siswa Kelas X Administrasi-3 ... 88

4. Profil Awal Pembelajaran PKn ... x0

5. Refleksi Awal ... x6

6. Perencanaan Tindakan Pertama ... x7

B. Deskripsi Pelaksanaan PenelitianTindakan 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama ... 100

a. Perencanaan Pembelajaran ... 100

b. Pelaksanaan dan Observasi ... 102

c. Refleksi Tindakan Pertama ... 114

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua a. Perencanaan Pembelajaran ... 116

b. Pelaksanaan dan Observasi ... 11x

c. Refleksi Tindakan Kedua ... 12x

(4)

a. Perencanaan Pembelajaran ... 131

b. Pelaksanaan dan Observasi ... 132

c. Refleksi Tindakan Siklus Ketiga ... 143

C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Perencanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 147

2. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 154

3. Kendala-Kendala Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 156

4. Upaya Guru dalam Mengatasi Kendala Pembelajaran Kooperatif dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 157

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 162

B. Rekomendasi ... 165

DAFTAR TUSTAKA ... 168

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Nama-nama Kepala Sekolah yang Pernah Memimpin ... 83

Tabel 4.2 : Jumlah Siswa Berdasarkan Jurusan ... 86

Tabel 4.3 : Jumlah Rombongan Belajar ... 87

Tabel 4.4 : Jumlah Tenaga Pendidik Berdasarkan Kualifikasi ... 87

Tabel 4.5 : Jumlah Tenaga Pendidik Berdasarkan jenis Pekerjaan ... 88

Tabel 4.6 : Daftar Nilai Siswa Tahap Orientasi ... x5

Tabel 4.7 : Daftar Nilai Siswa Tahap Siklus Pertama ... 113

Tabel 4.8 : Daftar Nilai Siswa Tahap Siklus Kedua ... 128

(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 : Mekanisme Pembelajaran Model Kooperatif Learning ... 54

Bagan 3.1 : Desain PTK Model Kurt Lewin ... 6x

Bagan 3.2 : Langkah-Langkah Observasi ... 76

(7)

DAFTAR GAMBAR

(8)

DAFTAR GRAFIK

(9)

DAFTAR LAMTIRAN

1. Silabus ... 174

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Pertama ... 176

3. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 183

4. Hasil Observasi Guru ... 18x

5. Pelaksanaan Tindakan Siklus ... 1x5

6. Daftar Nilai Siswa Siklus Pertama ... 1x8

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Kedua ... 1xx

8. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 205

x. Hasil Observasi Guru ... 210

10. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua ... 216

11. Daftar Nilai Siswa Siklus Kedua ... 21x

12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 220

13. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 227

14. Hasil Observasi Guru ... 233

15. Daftar Nilai Siswa Siklus Ketiga ... 238

16. Matrik Pengembangan Instrumen Penelitian ... 23x

17. Matrik Hasil Penelitian ... 241

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan subjek

pembelajaran yang mengemban misi untuk membentuk kepribadian bangsa, yakni

sebagai upaya sadar dalam “nation and character building.” Dalam kontek ini

peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bagi keberlangsungan kehidupan

berbangsa dan bernegara sangat strategis. Dengan demikian maka tujuan

Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah terwujudnya partisipasi penuh

nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warga Negara yang taat kepada

nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia

(Winataputra dan Budimansyah, 2007: i). Untuk dapat berpartisipasi secara efektif

dan penuh dengan tanggung jawab dalam urusan-urusan publik diperlukan

seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan

berperan serta. Keterampilan ini pada gilirannya ditingkatkan lebih lanjut melalui

pengembangan watak yang dapat meningkatkan kemampuan individu warga

Negara berperan serta dalam proses politik, yang selanjutnya dapat mendukung

berfungsinya sistem politik yang sehat. Dengan demikian Pendidikan

Kewarganegaraan berfokus kepada tiga komponen dasar pengembangan, yaitu (1)

pengetahuan, (2) keterampilan, dan (3) watak atau karakter kewarganegaraan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh “Civic Education Policy Study

(12)

(EDFR)” sebuah jaringan penelitian internasional yang dirancang untuk mengkaji

“…the changing character of citizenship over the next twenty-five years and the

implications of these changes for educational policy for nine participating nations

and beyond”, yakni perubahan karakter kewarganegaraan untuk lebih dari 25

tahun mendatang beserta implikasinya terhadap perubahan kebijakan pendidikan

perlu diperhatikannya pendidikan kewarganegaraan (Winataputra dan

Budimansyah, 2007: 2). Penelitian ini merekomendasikan perlunya

pengembangan sebuah model “citizenship education” yang mampu

mengembangkan warganegara multidimensi (multidimensional citizenship).

Warganegara Multidimensional itu memiliki lima atribut pokok, yakni:……”…a

sense of identity; the enjoyment of certains rights; the fulfilment of corresponding

obligations; a degree of interest and involvement in public affairs; and an

acceptance of basic societal values” (Cogan,1998:2-3). Dengan kata lain secara

konseptual seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: jati

diri; kebebasan untuk menikmati hak tertentu; pemenuhan kewajiban-kewajiban

terkait; tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik; dan pemilikan

nilai-nilai dasar kemasyarakatan (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 1-2).

Berdasarkan perkembangan mutakhir, tujuan PKn (civic education) adalah

partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warganegara dalam

kehidupan politik dan masyarakat baik dalam tingkat lokal maupun nasional,

maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi

kewarganegaraan. (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 187-188). Sebagaimana

(13)

Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi hendaknya mengembangkan

civic competence (kompetensi kewarganegraan). Aspek-aspek civic competence

tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan

kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic

disposition). Selanjutnya Budimansyah dan Suryadi, (2008: 59) mensyaratkan

pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan untuk warga negara dan

masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang

dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab, efektif dan ilmiah dalam

proses politik dan dalam civil society.

Sebagaimana hal di atas, partisipasi yang bertanggung jawab dalam proses

politik Branson (1998: 9) mengkategorikan sebagai interacting, monitoring, and

influencing. Interaksi (Interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan

warganegara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Interaksi

berarti bertanya, menjawab dan berunding dengan santun, Memonitor

(monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan

yang dibutuhkan warga Negara untuk terlibat dalam proses politik dan

pemeritahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga

negara. Akhirnya kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi,

mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan baik

proses-proses formal maupun informal dalam masyarakat adalah sangat penting

untuk membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan terus berlanjut

(14)

Sementara itu Lee, (1999: 5) dalam Komalasari (2008: 2) dari visi para

Asian Education Leaders” mengatakan: “dalam era globalisasi Pendidikan

Kewarganegaraan perlu diarahkan pada pengembangan kualitas warganegara yang

mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and

reflective and autonomous personality”. Oleh karena itu kurikulum dan

pembelajaran seyogyanya mengembangkan visi “globalization, localization, and

individualization for multiple intelligence” (Cheng: 1996: 6). Visi tersebut pada

dasarnya terpusat pada pengembangan “Learning intelligence” dalam

dimensi-dimensi “social, cultural, political, economic, and technological intelligences”,

sebagaimana dikenal secara utuh dalam “Pentagon Theory of Contextualized

Multiple Intellegence” (Cheng, 1999: 7).

Dengan hal di atas maka Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia apalagi

dalam menghadapi kecenderungan global, harus ditempatkan sebagai salah satu

bagian kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education” (Komalasari, 2008: 3).

Konfigurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas

dasar paradigma sebagai berikut (Budimansyah,2008:180): Pertama, PKn secara

kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang

berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara

teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi

kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi

(15)

kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara

programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi

yang mengusung nilai-nilai (content-embedding values) dan pengalaman belajar

(learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran

lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang

demokratis, dan bela negara.

Hal di atas mensyaratkan Pendidikan Kewarganegaraan baik secara

kurikuler, teoretik dan programatik perlu di rancang di dalam proses pembelajaran

sehingga lahir warganegara yang baik dan cerdas (good and smart citizenship).

Dalam proses pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya menjadi

“subjek pembelajaran yang kuat” (powerfull learning area) (Budimansyah, 2008:

182). Di lain pihak sebagian besar pendidikan kewarganegaraan di Indonesia

masih menampakkan ciri-ciri sistem belajar konvensional, setiap aspek dari

proses pembelajaran itu dinilai mengandung banyak kelemahan bahkan secara

agregat menjadi kontraproduktif terhadap pengembangan diri dan kemampuan

intelektual siswa (Komalasari, 2008: 9). Hal ini berkesan ciri-ciri sistem belajar

konvensional yang ditandai dengan adanya kelas yang tertutup dalam sekolah

yang juga tertutup dari lingkungannya, seting ruangan yang statis dan penuh

formalitas, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu dan hanya papantulis sebagai

sarana utama dalam proses transfer of knowledge, situasi dan suasana belajar yang

(16)

wajib yang cenderung menjadi satu-satunya yang sah sebagai referensi di kelas

dan adanya model ujian dengan soal-soal pilihan ganda yang hasilnya menjasi

ukuran kemampuan siswa (Suryadi, 2006: 27).

Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan, pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan di SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandung,

dapat dinyatakan bahwa kondisi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan saat

ini adalah sebagai berikut (1) Pembelajaran masih menggunakan metode ceramah

yang berkesan bersifat pembelajaran hanya berlangsung satu arah (2)

Keterampilan guru dalam mengelola kelas masih bersifat kaku terlihat hanya

berada di depan dekat papan tulis saja (3) pembelajaran berpusat pada penguasaan

konsep dan kurang merangsang atau mengembangkan keterampilan sikap

kebersamaan/gotong royong, berfikir secara kritis, (4) pembelajaran yang

berlangsung cenderung tidak melibatkan pembangunan pengetahuan siswa, karena

guru selalu mendominasi pembelajaran, akibatnya proses pengembangan belajar

Pendidikan Kewarganegaraan terkesan terbatas. Kegiatan pembelajaran hanya di

arahkan pada learning to know, kearah pengembangan aspek kognitif dan

mengabaikan pengembangan pada learning to do and learning lifetogether aspek

afektif serta psikomotor.

Beranjak dari permasalahan di atas, sesuai dengan yang dikatakan

Somantri (2001: 245) bahwa kurang bermaknanya Pendidikan Kewarganegaraan

bagi siswa dikarenakan masih dominannya penerapan motode pembelajaran

konvensional seperti ground covering technique, indoktrinasi, dan narrative

(17)

dapat mengakibatkan guru tidak dapat berimprovisasi secara kreatif untuk aktifitas

lainnya selain dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat

sehingga pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan

produktif untuk memberikan pengalaman kepada siswa melalui pelibatannya

secara proaktif dan interaktif baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Untuk

memecahkan berbagai kekurang bermaknaan masalah tersebut, pendidikan

kewarganegaraan hendaknya tidak hanya berisi hapalan belaka akan tetapi

dipadukan dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat dan proses

pembelajaran hendaknya mendukung pengembangan partisipasi siswa,

kebersamaan (gotong rotong), kerja sama dengan didasarkan kepada dialog kreatif

yang komunikatif. Oleh karena itu, perlu dikembangkannya pendekatan

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning)/ (belajar bersama/

gotong royong)/ kelompok belajar kooperatif sebagai salah satu alternatif.

Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative learning)

sebagai suatu metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta pendekatan ini

memandang bahwa proses belajar benar-benar berlangsung dengan kolaboratif.

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu pendekatan yang mencakup

kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk

memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu

tujuan bersama. Kerjasama dalam pembelajaran itu merupakan kebutuhan yang

sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup baik masa sekolah maupun

setelah hidup di tengah-tengah masyarakat, karena dengan kerjasama akan

(18)

saling membantu satu sama lainnya sebagaimana Anita Lie (2003: 27)

menyatakan: tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau

sekolah tanpa kerjasama kehidupan ini sudah punah.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan memunculkan rasa

kebersamaan dan tanggung jawab sebagaimana Nasution (1989: 152) menyatakan

bahwa, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (cooperative learning) itu efektif bila

setiap individu merasa tanggung jawab terhadap kelompok, anak turut

berpartisipasi dan bekerja sama dengan individu lain secara efektif, menimbulkan

perubahan yang konstruktif pada kelakuan seseorang dan setiap anggota aman dan

puas dalam kelas. Sejalan dengan pendapat Nasution Kauchak dan Eggen dalam

Azizah (1998: 17), mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama

secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Begitu pula menurut Slavin (1995: 17),

mengatakan bahwa metode pembelajaran dengan cooperative learning

memberikan keuntungan sebagai berikut:

a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

norma kelompok;

b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama

berhasil;

c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan

keberhasilan kelompok;

d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka

(19)

Menurut Arends (1997: 118) bahwa: “Tidak satu pun studi menunjukan

bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan pengaruh negatif. Nur

Asma (2006: 26) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw (Cooperative learning) dapat membantu siswa mengaktifkan pengetahuan

latar mereka dan belajar dari latar teman sekelas mereka. Sedangkan Davidson

dalam Nur Asma (2006: 26) menyatakan bahwa: “Keuntungan pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok

dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan

prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi belajar

orang lain, tidak bersifat kompetitif dan tidak memiliki rasa dendam. Slavin,

(1995) dalam Nur Asma, (2006: 26), menyatakan pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk

menyelesaikan tugas.

Berdasarkan pada beberapa pernyataan di atas, maka keuntungan dari

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning) adalah:

a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (cooperative

learning) lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibanding

dengan model pembelajaran individual;

b. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menyebabkan aspek psikologis siswa

menjadi terangsang dan lebih aktif yang disebabkan oleh adanya kebersamaan

dalam kelompok, sehingga siswa lebih mudah berkomunikasi dengan bahasa

(20)

c. Pada saat berdiskusi fungsi ingatan siswa menjadi lebih aktif, bersemangat

dan berani mengemukakan pendapat

d. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning) dapat

meningkatkan kerja keras siswa lebih giat dan lebih termotivasi;

e. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tampak dikala siswa

menerapkannya dalam menyelesaikan tugas yang kompleks;

f. Mempunyai motivasi mengaktualisasikan dirinya untuk diterima dalam suatu

kelompok;

g. Melakukan kerja keras yang hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi

kelompoknya.

Selain hal di atas, beberapa hasil penelitian sebagaimana diungkapkan

solihatin dan Raharjo (2008: 13) bahwa, Stahl (1992) dalam penelitiannya di

beberapa sekolah dasar di Amerika menemukan penggunaan model cooperative

learning mendorong tumbuhnya sikap kesetiakawanan dan keterbukaan diantara

siswa. Penelitian ini juga menemukan bahwa model tersebut mendorong

ketercapaian tujuan dan nilai-nilai sosial dalam pendidikan social studies.

Kemudian Webb (1985), menemukan bahwa dalam pembelajaran dengan

menggunakan model cooperative learning, sikap dan perilaku siswa berkembang

kearah suasana demokratisasi dalam kelas. Di samping itu, penggunaan kelompok

kecil siswa mendorong siswa lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari

IPS.

Dari kedua hasil temuan di atas terlihat bahwa pembelajaran dengan

(21)

diantara siswa secara demokratis, tetapi mengapa Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan masih belum dapat menampakan tingkat kompetensi siswa

yang tinggi setelah berubahnya pembelajaran dari bersifat indoktrinatif kepada

partisipatif, padahal berbagai model dan metode telah berusaha

diimplementasikan oleh guru.

B. Fokus Masalah Penelitian

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus

masalah penelitian ini yaitu “Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan siswa?

Berdasarkan fokus masalah penelitian di atas, lebih lanjut dirumuskan ke

dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan siswa SMK?

2. Bagaimana Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan siswa SMK?

3. Kendala-kendala apa yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan

(22)

4. Bagaimana upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala-kendala

proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan

Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan

siswa SMK?

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini berupa hipotesis tindakan, yaitu :

“Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat

meningkatkan pengetahuan Kewarganegaraan siswa.”

D. Definisi Konsep

Berpijak pada permasalahan (pertanyaan) penelitian di atas, perlu

dijelaskan dan ditegaskan beberapa konsep yang digunakan di dalam penelitian

ini, hal ini dimaksud guna menghindari timbulnya ‘salah konsep’ dan ‘salah

pengertian’ dalam menginterpretasi. Adapun penjelasan konsep-konsep

sebagaimana berikut:

1. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe jigsaw dalam

Pendidikan Kewarganegaraan

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,

(23)

pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri

dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang

positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus

dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain

(Arends, 1997).

Kooperatif jigsaw dalam pendidikan kewarganegaraan didesain untuk

meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dan rasa tanggung jawab siswa

terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak

hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap

memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang

lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus

bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie,

A., 1994).

2. Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan“…the foundational course work

in school designed to prepare young citizens for an active role in their

communities in their adult lives” (Cogan, 1999: 4). Maksudnya adalah bahwa

“civic education” merupakan mata pelajaran dasar yang dirancang untuk

mempersiapkan para pemuda warganegara untuk dapat melakukan peran aktif

(24)

Dalam kurikulum 2006, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang

beragam dari segi agama, social cultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk

menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

3. Pengetahuan Kewarganegaraan

Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), yaitu pemahaman

mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan

kewarganegaraan. Yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan,

kewarganegaraan, dan civil society.

Berdasarkan National Standards and Civic Framework for the 1988

National Assasment of Educational Progress (NAEP) (Branson, 1999: 9),

komponen pengetahuan kewarganegaraan ini diwujudkan dalam lima pertanyaan

penting yaitu: 1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan; 2)

Apa fondasi-fondasi sistem politik; 3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk

oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip

demokrasi; 4) hubungan antara suatu negara dengan negara-negara lain dan

posisinya dalam masalah-masalah internasional; 5) Apa peran warga negara dalam

(25)

E. Tujuan Penelitian

Secara umum Penelitian ini bertujuan, pertama, mengkaji, dan

menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif terhadap realitas,

kendala, problematika aktual, dan implikasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan yang dikembangkan berdasarkan penggunaan cooperative

learning. Baik terhadap peningkatan kinerja guru dan siswa serta iklim situasi

sosial kelas selama pelaksanaan tindakan melalui pemaknaan terhadapnya. Kedua

menemukan bahan informasi dan rujukan konseptual dalam mengadakan

perubahan, perbaikan dan peningkatan iklim pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan SMK yang lebih ‘membumi’ (grounded) terhadap realitas

pembelajaran di kelas.

Sedangkan secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tentang perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan siswa SMK.

2. Memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan

pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.

3. Mengidentifikasi Kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan

untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.

4. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dan

(26)

dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan siswa SMK.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis studi ini diharapkan dapat mengembangkan strategi

pembelajaran yang kolaboratif, efektif, mengenai perencanaan, pengorganisasian

dan penyajian materi, metode serta evaluasinya secara utuh khususnya dalam mata

pelajaran pendidikan kewarganegaraan, agar tujuan pembelajaran untuk

meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dapat dicapai dengan hasil

maksimal.

2. Secara Praktis

Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis

bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut:

1. Para akademisi atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang

pendidikan kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi ke arah

pengembangan model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan

peningkatan pengetahuan kewarganegaraan siswa.

2. Bagi institusi SMK/SMA/Sederajad, penelitian ini berguna sebagai feedback

sekaligus sebagai parameter untuk mengetahui seberapa jauh pembaharuan

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di lapangan telah bergulir dan

(27)

3. Para guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengukur seberapa jauh

kesiapan guru-guru untuk memulai dan meningkatkan pembaharuannya baik

yang menyangkut pemahaman strategi pembelajaran maupun substansi

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

4. Bagi siswa, diharapkan memperoleh pengalaman baru dalam mempelajari

pendidikan kewarganegaraan guna meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan dalam upaya peningkatan prestasi belajar.

5. Bagi Para Pengambil Kebijakan di bidang Pendidkan Kewarganegaraan,

temuan ini juga bermanfaat sebagai pijakan konseptual dalam mengambil

dan merumuskan kebijakan kependidikan, khususnya dalam melakukan

inovasi kependidikan yang lebih kontekstual bagi iklim SMK juga peneltian

inibermanfaat bagi pengembangan khasanah konsep-teoretik dan pemikiran

Pendidikan Kewarganegaraan (SMA) serta bagi pengembangan pesrpektif

kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih fungsional dan

bermakna bagi siswa dengan memposisikan siswa sebagai sentralitas

(28)

G. Paradigma Pemikiran

Tantangan Era Globalisasi dan

Demokrasi

Kurang bermaknanya Pendidikan Kewarganegaraan bagi siswa dikarenakan

masih dominannya penerapan motode pembelajaran konvensional seperti ground

covering technique, indoktrinasi, dan narrative technique dalam pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan Tujuan, Visi, Misi PKn:

Terwujudnya partisipasi penuh nalar dan tanggung

jawab dalam kehidupan politik warga Negara yang

taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Diperlukan berbagai strategi belajar PTK Orientasi Rencana Tindakan Pengamatan refleksi Pengetahuan Kewarganegaan (Civic Knowledge)

Pemahaman mendasar tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan. Yang meliputi

politik, system politik Indonesia, demokrasi dan struktur pemerintahan, kewarganegaraan, dan civil

society.

(29)

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian

Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas

bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru dalam pembelajaran di kelas sehingga

proses dan hasil pembelajaran siswa semakin meningkat. Menurut Stephen

Kemmis (1983) dalam David Hopkins (1993:44) ‘action research’ adalah ‘A form

of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including

education) situation in order to improve the rationaly and justice of (a) their own

sosial or educational practices, (b) their understanding of this practices, and (c)

the situations which practices are carried out.’

Dari definisi tersebut di atas, dalam konteks kependidikan Penelitian

Tindakan Kelas adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh

para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki

rasionalitas dan keadilan tentang (a) praktek-praktek kependidikan mereka, (b)

pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi di mana

praktek-praktek tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas

sangat tepat dilakukan oleh guru untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan

guru dalam proses belajar mengajar, sehingga kelemahan-kelemahan itu dapat

diperbaiki.

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) memiliki ciri-ciri

(30)

dalam suatu kegiatan Penelitian Tindakan Kelas tidak untuk digeneralisasi

secara langsung.

2. Ada tindakan. Perbedaan yang mencolok antara Penelitian Tindakan Kelas

dengan penelitian-penelitian lainnya adalah harus ada tindakan perbaikan yang

dirancang untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat itu dalam konteks dan

situasi saat itu pula.

3. Penelaahan terhadap tindakan. Di samping adanya tindakan, dalam Penelitian

Tindakan Kelas tindakan yang dilakukan tadi harus ditelaah: kelebihan dan

kekurangannya, pelaksanaannya, kesesuaiannya dengan tujuan semula,

penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan, dan argumen-argumen yang

muncul selama pelaksanaan.

4. Pengkajian dampak tindakan. Dampak dari tindakan yang dilakukan harus

dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi dampak positif lain yang

tidak diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negatif yang

merugikan peserta didik.

5. Dilakukan secara kolaboratif. Mengingat kompleksitas pelaksanaan suatu

Penelitian Tindakan Kelas, maka ada baiknya Penelitian Tindakan Kelas ini

dilaksanakan secara kolaborasi. Kolaborasi dapat dilaksanakan antara guru

dengan dosen, antara guru dengan guru lain yang bidang studinya baik sama

(31)

dilakukan, yaitu dari mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan

apakah masalah itu tuntas atau perlu tindakan lain dalam siklus berikutnya.

Penelitian ini memfokuskan pada situasi sosial kelas, atau masalah yang

secara aktual dihadapi dalam kelas. Penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh

data dan informasi secara mendalam tentang penerapan model pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan berbasis masalah dalam meningkatkan kecakapan

kewarganegaraan. Hakekat dari penelitian tindakan kelas ini adalah suatu usaha

yang berupa tindakan atau intervensi yang dilakukan dengan prosedur terencana

dan sistematik untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dilakukan oleh

guru di dalam kelas. Dalam penelitian tindakan kelas ini dipilih bentuk penelitian

tindakan kelas kolaboratif partisipatoris (Hopkins, 1993:121). Kolaborasi antara

peneliti dan guru, dimana peneliti membuat rancangan, pengamatan dan

mengkritisi, sementara guru merupakan praktisi mitra kerja di lapangan bagi

peneliti. Guru mitra dan peneliti akan bersama-sama diskusi mulai dari tahap

perencanaan, tindakan dan refleksi dengan guru untuk menemukan

langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan penelitian.

B. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, langkah-langkah dalam penelitian tindakan (Kemmis

(32)

(kasbolah, 1999:14), menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian

yang merupakan suatu langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah terdiri

atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Siklus

penelitian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3.1

Desain PTK Model Kurt Lewin

Plan

Refleksi Act

Observasi

Resived Plan

Refleksi Act

Observasi

Resived Plan

Refleksi Act

Observasi Dst

Bagan: 3.1. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Diadopsi dari Model Kemmis dan Taggart (1988).

Orientasi

Siklus 1

(33)

1. Orientasi, yaitu studi pendahuluan sebelum melakukan tindakan. Kegiatan ini

dilakukan bersama antara peneliti dengan guru mitra terhadap praktik

pembelajaran. Pada fase ini belum diberlakukan pendekatan pembelajaran,

tetapi dilakukan pengkajian untuk menemukan informasi-informasi aktual

tentang pembelajaran sebelumnya. Temuan ini dijadikan indikator dalam

menyusun rencana tindakan untuk penetapan pendekatan pembelajaran. Hasil

orientasi ini akan disesuaikan dengan hasil kajian teoritis yang relevan,

sehingga menghasilkan suatu program pengembangan tindakan yang

dipandang tepat dengan situasi sosial di kelas dimana tindakan akan

dilaksanakan.

2. Perencanaan (Plan), yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun rencana

tindakan yang akan dilaksanakan di kelas. Dari identifikasi pendahuluan,

peneliti dan guru mitra merencanakan langkah-langkah penerapan pendekatan

pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan pelajaran pendidikan

kewarganegaraan. Rencana disusun dan dipilih atas dasar pertimbangan

kemungkinan bisa dilaksanakan secara efektif oleh peneliti, mitra peneliti, dan

siswa. Pada tahap perencanaan ini disepakati tentang hal-hal yang akan di

observasi, kriteria-kriteria penilaian, materi atau pokok bahasan yang akan

diberikan, buku sumber, tempat dan waktu pelaksanaan, persiapan perangkat

(34)

rencana yang telah disepakati sebelumnya antara peneliti dengan mitra

peneliti.

4. Pengamatan (Observe), yaitu kegiatan mengamati, mengenali sambil

mendokumentasikan (mencatat dan merekam) terhadap proses, hasil,

pengaruh, dan masalah baru yang mungkin saja muncul selama pendekatan

dilakukan. Hasil observasi ini akan dijadikan bahan analisis dan dasar refleksi

terhadap tindakan yang telah dilakukan dan bagi penyusun rencana tindakan

selanjutnya. Observasi ini dilakukan untuk melihat kelemahan-kelemahan dan

kekurangan-kekurangan dalam penerapan pendekatan dan tentunya dalam

rangka memperbaiki keadaan atau proses pembelajaran yang akan datang.

5. Refleksi (Reflect), yaitu menganalisis tentang apa-apa saja rencana dan

tindakan yang telah tercapai dan apa yang belum dapat dan sempat dilakukan

pada suatu siklus. Refleksi dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan

guru mitra. Berangkat dari hasil refleksi ini, peneliti bersama guru mitra

merumuskan kembali rencana pembelajaran untuk ditindaklanjuti pada siklus

berikutnya.

Dalam penelitian ini, jumlah siklus yang dilakukan bergantung dari tingkat

ketercapaian hasil penerapan pendekatan sesuai dengan rencana yang telah

disusun sebelumnya. Artinya akan diakhiri, apabila sudah tidak ditemukan lagi

(35)

Lokasi penelitian mengandung tiga unsur, yakni: tempat, pelaku dan

kegiatan. Tempat adalah tiap lokasi dimana manusia melakukan sesuatu, pelaku

adalah semua orang yang terdapat di lokasi tersebut. Sedangkan kegiatan adalah

apa yang dilakukan dalam situasi sosial tersebut (Nasution, 1996: 43).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan lokasi

penelitian ini adalah Siswa kelas X Administrasi Perkantoran-3 SMK Wirakarya

Ciparay Kabupaten Bandung.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian tindakan ini adalah peneliti sendiri (guru kelas) X

Administrasi Perkantoran-3 SMK Wirakarya Ciparay dalam pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam penelitian ini yang diamati sebagai sumber

data adalah manusia, peristiwa dan situasi (Nasution, 1996:9). Manusia yang

dimaksud adalah semua orang yang terlibat dalam penelitian tindakan ini yaitu

terdiri dari guru/peneliti, siswa, dan guru mitra (observer). Peristiwa yang

dimaksud adalah semua kejadian yang diamati selama kegiatan pembelajaran

berlangsung di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah latar

atau gambaran yang menyangkut keadaan atau kondisi ketika berlangsung

pengamatan terhadap pengembangan pembelajaran oleh guru.

Pada penelitian ini, peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data

yang berhubungan dengan penelitian. Data tersebut akan diperoleh dari semua

(36)

tersebut yaitu dari guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang sesuai dengan penelitian

ini.

D. Instrumen Penelitian

Sebagai Penelitian tindakan Kelas yang bersifat kualitatif, maka kerjanya

tidak terlepas dari karakteristik penelitian kualitatif. Karakteristik penelitian

kualitatif menurut Creswell (1997: 16) adalah sebagai berikut.

Setting alami (terfokus data lapangan) sebagai sumber data, peneliti sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar-gambar, mengutamakan proses dari pada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian peneliti diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna, menggunakan bahasa ekspresif, pendekatannya persuasif.

Dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama

(human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data

yang diperlukan. Menurut Sugiyono (2005: 59) “dalam penelitian kualitatif, yang

menjadi instrumen atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri”.

Di samping peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga

akan menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar

panduan observasi, pedoman wawancara, dokumen sekolah, foto, dan alat

(37)

suatu penelitian. Oleh karena tujuan penelitian untuk memperoleh data. Dalam

penelitian tindakan kelas yang bersifat kualitatif peneliti sendirilah yang akan

mengumpulkan data di lapangan dan berusaha sendiri mendapatkan informasi

melalui berbagai cara atau teknik. Menurut Creswell (1998: 121) “Prosedur

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari empat tipe dasar yaitu:

Observasi, wawancara, dokumentasi, dan audio visual”. Teknik pengumpulan data

yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dan dokumentasi.

Karena keseluruhan teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh

data yang diperlukan.

1. Pedoman Observasi.

Observasi adalah semua kegiatan yang ditujukkan untuk mengamati,

merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang

dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan yang

terencana maupun akibat sampingannya (Kasbolah, 1998/ 1999: 91). Tujuan

utama dari observasi adalah untuk memantau proses, hasil, dan dampak perbaikan

pembelajaran yang direncanakan.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap keseluruhan rangkaian

pembelajaran materi system politik indonesia, untuk melihat proses, keadaan dan

hasilnya, apakah dari suatu siklus ke siklus berikutnya terjadi perkembangan

(38)

terbuka yang berbentuk format isian, pada lembar tersebut di atas guru mitra

tinggal memberikan atau membubuhkan tanda ceklis (v) pada aspek yang muncul

dan memberikan penjelasan berupa catatan lapangan (field note) yang terstruktur.

Disamping itu juga peneliti menggunakan observasi terbuka, yaitu menggunakan

kertas kosong sebagai alat untuk mencatat kegiatan proses pembelajaran, setiap

langkah yang dilakukan oleh guru dan siswanya. (Wardani, et al, 2000: 3.24;

Kasbolah, 1998/ 1999: 95).

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang akurat maka kegiatan

observasi ini dilakukan berulangkali sampai diperoleh semua data yang

diperlukan. Langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap yaitu: pertemuan

pendahuluan, pelaksanaan observasi, dan pertemuan balikan. Pertemuan

pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum

observasi berlangsung dengan tujuan menyepakati hal-hal yang akan diamati

dengan mitra peneliti. Pelaksanaan observasi dilakukan setelah adanya

kesepakatan dengan guru mitra sebelumnya terhadap proses dan hasil tindakan

perbaikan yang terfokus perilaku mengajar guru, perilaku belajar siswa dan

interaksi antara guru dan siswa. Diskusi atau pertemuan balikan dilakukan setelah

tindakan perbaikan yang diamati berakhir.

(39)

Bagan: 3.2. Langkah-Langkah Observasi

Sumber: Wardani, et al (2002: 2.20)

Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang tindakan atau

perilaku guru dan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge) siswa serta mengetahui bagaimana proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data pada penelitian tindakan

kelas adalah dokumen-dokumen resmi yang dimiliki sekolah dan dari guru mitra

peneliti. Dokumen-dokumen resmi yang dimiliki oleh sekolah antara lain: sejarah

berdirinya sekolah, denah lokasi sekolah, kepala-kepala sekolah yang pernah

memimpin sekolah, data jumlah guru dan siswa, sedangkan dokumen guru mitra

peneliti antara lain kurikulum pendidikan kewarganegaraan, program pengajaran

pendidikan kewarganegaraa (program tahunan, program semester, analisis materi

(40)

buku nilai siswa, absensi siswa dan lain-lain.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan

(Nasution, 1996: 126). Selanjutnya, ia menjelaskan menyusun data berarti

menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori. Menurut Sogiyono (2005: 89)

analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Dalam penelitian ini menggunakan cara yang dipakai oleh Miles dan

Huberman (1992: 16-18) terdiri atas tiga jalur kegiatan secara bersamaan, yaitu

reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi. Selanjutnya Miles

dan Huberman (1992: 20) mengatakan bahwa “Analisis data kualitatif merupakan

upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis

yang saling susul menyusul”. Dengan demikian analisis yang dimaksud

(41)

Bagan 3.3 Komponen-komponen Analisis Data

(Miles dan Huberman, 1992:20)

Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama

pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi)

merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak diantara

empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak

balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Menurut Miles dan Huberman (1992: 16) reduksi data diartikan sebagai

proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transpormasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi

data merupakan langkah awal dalam menganalisa data, ini berguna untuk

mempermudah pemahaman terhadap data yang diperoleh. Sugiyono (2005: 92)

menyatakan, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

(42)

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah melakukan reduksi terhadap data yang dikumpulkan maka peneliti

menyajikan data dalam bentuk deskripsi yang berdasarkan aspek-aspek yang

diteliti dan disusun berturut-turut mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh

guru dari tahap persiapan atau perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Data

yang akan dianalisis dan dideskripsikan, sebelumnya dikategorisasikan terlebih

dahulu berdasarkan masalah penelitian. Dalam hal ini pembelajaran nilai,

macam-macam norma dan sanksinya pada mata pelajaran kewarganegaraan.

3. Pengambilan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion/ Verification)

Berdasarkan kegiatan tersebut di atas langkah terakhir yang dilakukan oleh

peneliti adalah mengambil kesimpulan/ verifikasi. Kasimpulan merupakan

pemaknaan terhadap data yang telah dikumpulkan di mana kesimpulan tersebut

diarahkan pada pokok permasalahan yang diteliti.

Dalam hal ini kesimpulan dilakukan secara bertahap, pertama berupa

kesimpulan sementara, nanum dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan

verifikasi data yaitu dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang

direduksi maupun disajikan). Di samping itu, dilakukan dengan cara meminta

pertimbangan dengan pihak-pihak yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu

kepada pihak sekolah dan pihak guru. Setelah hal itu dilakukan, maka peneliti

(43)

keabsahan data. Validasi data dilakukan untuk mendapatkan data yang

benar-benar mendukung dan sesuai dengan karakteristik permasalahan maupun tujuan

penelitian. Teknik validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Member-chek (Nasution, 1996: 117-118), yaitu mengecek kebenaran dan

kesahihan data temuan penelitian dengan cara mengkonfirmasikannya dengan

sumber data atau kepada pemberi data agar informasi yang diperoleh dan

digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh

informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data berarti

datanya valid, sehingga semakin dipercaya. Dalam proses ini data atau

informasi yang diperoleh dikonfirmasikan dengan guru mata pelajaran melalui

kegiatan diskusi pada setiap akhir pelaksaanaan tindakan, dan pada akhir

keseluruhan pelaksanaan tindakan yang direncanakan sesuai dengan tujuan

penelitian.

2. Expert Opinion (Wiriaatmadja, 2005: 171), yaitu kegiatan untuk

menkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada ahli. Dalam

penelitian ini peneliti menkonsultasikan hasil temuan-temuan kepada Prof. Dr.

H. Sapriya, M.Ed untuk memperoleh arahan dan masukan terhadap

masalah-masalah penelitian. Perbaikan, modifikasi atau penghalusan berdasarkan

arahan atau opininya akan meningkatkan derajat kepercayaan sehingga

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bagian ini akan diuraikan kesimpulan dan rekomendasi.

Kesimpulan dan rekomendasi yang disajikan merupakan pemaparan dari kondisi

dan proses pembelajaran serta dari hasil temuan yang didapat selama penelitian

berlangsung di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wirakarya Ciparay kelas X

Administrasi Perkantoran-3 Kabupaten Bandung. Untuk lebih jelas akan diuraikan

sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Setelah peneliti memaparkan berbagai kondisi dan proses pembelajaran,

dan temuan selama penelitian maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Adapun

kesimpulan yang diambil merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian sesuai

dengan temuan di lapangan. Hal ini akan diuraikan sebagaimana berikut:

1. Perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan

Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa

SMK terlebih dahulu dengan merancang perangkat pembelajaran (rencana

pembelajaran, silabus, media, materi berupa hand out dan lembar penilaian)

yang disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Pada tahap orientasi sebelum

diadakannya tindakan siklus, perencanaan hanya terbatas pada RPP dan

materi buku paket pegangan guru saja, tetapi perencanaan dalam pelaksanaan

tindakan siklus pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan

(45)

perangkat-perangkat persiapan pembelajaran secara lengkap dan

komprehensip.

2. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan

Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa

SMK dilaksanakan dengan langkah-langkah dan prosedural yaitu: kegiatan

awal/apersepsi, kegiatan inti dan kegiatan akhir/penutup. Pada kegiatan awal

membuka pembelajaran, mengecek kesiapan belajar siswa, mengenalkan

topik pembahasan, menyampaikan kompetensi yang harus di capai,

menjelaskan strategi pembelajaran yang akan dijalani siswa. Kegiatan Inti

yaitu siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok (tiap kelompok anggotanya

4 - 6 orang), memberikan materi kepada siswa dalam bentuk teks (hand out)

yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab, setiap anggota kelompok

membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk

mempelajarinya, anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab

yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya,

setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas

mengajar teman-temannya, pada pertemuan dan diskusi kelompok asal

siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu selanjutnya presentasi perwakilan

kelompok dengan cara diundi. Kegiatan akhir/penutup yaitu mengambil

kesimpulan, melakukan postes lisan/tulisan, melakukan refleksi.

3. Kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan

(46)

keterbatasan sumber pembelajaran, media pembelajaran, sarana prasarana

yang ada. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan

informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran, kurang terbiasanya

peserta didik dan pengajar dengan metode ini, peserta didik masih terbawa

kebiasaan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu

arah. Faktor penghambat yang lain yaitu kurangnya waktu dalam penerapan

model pembelajaran ini. Proses metode ini membutuhkan waktu lebih

banyak, sementara waktu pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan

beban kurikulum. Dalam mensiasati kendala tersebut sehingga pembelajaran

tetap bermakna (meaningfull), aktif, kreatif, enjoy, serta partisipatif dengan

lancar dijelaskan pada point empat di bawah.

4. Usaha/upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dan persoalan

proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan

Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa

SMK: Guru beserta observer senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan

model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) di kelas dan

menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, pembagian jumlah siswa

yang merata, dalam arti tiap kelas merupakan kelas heterogen baik dalam hal

prestasi akademik, maupun yang lainnya, diadakan sosialisasi dari pihak

terkait tentang teknik pembelajaran cooperative learning, meningkatkan

sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber, media dan

(47)

dapat membina proses pembelajaran secara gotong royong yang bertanggung

jawab.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan Penelitian Tindakan Kelas tentang Pembelajaran

Kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan

pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) siswa dari siklus pertama sampai siklus

ke tiga, maka pada bagian ini dikemukakan rekomendasi yang diharapkan dapat

bermanfaat bagi banyak pihak terkait yang peduli terhadap pendidikan kewarganegaraan

dan memiliki kontribusi kuat terhadap pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan

khususnya bagi tenaga pendidik/edukatif pendidikan kewarganegaraan di lapangan. Maka

ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan terus berupaya untuk

dapat mengubah pemikiran/paradigma dari pembelajaran konvensional yang

selalu menjadikan guru sebagai sumber pembelajaran (teacher centered)

beralih menjadi student centered dimana keterlibatan siswa harus lebih

dominan dan partisipatif, penekanan metode ceramah dan tanya jawab beralih

kepada diskusi kelompok sehingga peran siswa sebagai penemu, pemecah

dari persoalan-persoalan yang dihadapi secara gotong royong dengan penuh

tanggung jawab. Guru Pendidikan Kewarganegaraan khususnya diharapkan

terus berupaya untuk mengembangkan kompetensi keahliannya

(pedagogiknya) melalui berbagai pelatihan-pelatihan/penataran-penataran

sehingga bisa menjadi pengembang model bahkan penemu model

(48)

2. Kepala Sekolah, merupakan pihak yang memiliki kewenangan secara

dominan dan sangat strategis dalam pengembangan instutusi sekolah terutama

pada ranah pengambilan kebijakan, maka seyogyanya konsisten terhadap

falsafah ing ngarso sungtulodo ing madya wangun kerso tut wuri handayani.

Kepala sekolah hendaknya berdiri di depan sebagai sauri tauladan pemberi

contoh yang baik dalam proses pembelajaran, berdiri ditengah hendaknya

memberikan konstruksi (membangun) dan di belakang memberikan motivasi/

dorongan terhadap guru-guru dalam mengembangkan potensi keilmuannya

sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya melalui pelatihan-pelatihan/

penataran-penataran untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme guru

(kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan

kompetensi profesional), memfasilitasi sarana prasarana sekolah sesuai

kebutuhan dalam pembelajaran serta berinovasi terhadap model-model

pembelajaran yang aktual dalam peningkatan kualitas pembelajaran yang

bermutu.

3. Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, dari hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi salah satu input dalam peningkatan profesionalitas guru dalam

memperbaiki kualitas pembelajaran, khususnya pembelajaran pendidikan

kewarganegaraan, sehingga pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak

hanya terbatas pada proses pembelajaran dan penilaian pada dampak

instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi

(content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi

(49)

dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects)

sebagai “hidden curriculum”. Di samping itu, untuk meningkatkan

kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan, seyogyanya agar

difasilitasi kegiatan-kegiatan pelatihan guru, termasuk pelatihan mengenai

model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered),

yang dipandu oleh ahli-ahli yang mempunyai kualitas dan kepakaran pada

bidangnya.

4. Peneliti selanjutnya, pada penelitian ini fokus mengenai pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw dalam pendidikan

kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa

(civic knowledge) dengan hasil baik, namun demikian kehidupan

pembelajaran di sekolah merupakan kondisi dinamis bergerak sesuai dengan

tuntutan dan kebutuhan maka hendaknya bagi peneliti selanjutnya untuk

meneliti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya terfokus

pada pengetahuan kewarganegaraan saja namun ketiga aspek-aspek (civic

knowledge, civic skills and civic disposisions) dari kompetensi

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arends. R. (1997). Clasroom Instruction and Management. New York. Mc. Graw

Hill Books Companies.

Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta. Depdiknas. Dirjen

Perguruan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Azizah. U. (1998). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devisions (STAND) untuk Meningkatkan Kualitas

Pembelajaran Kimia di SMU. Tesis IKIP Surabaya: Tidak diterbitkan.

Banks, J. A. (1997). Teaching Strategies for the Social Studies: Inquiry, Valuing

and Decision Making, Reading: Addison – Wesley Publishing.

Becker, W.C. (1986). Applied Psychology for Teachers-A Behavioral Cognitive

Approach. New York: Macmillan. (Originally published by scinece

Research Associates.

Branson, M.S. (1998). The Rule of Civic Education, Calabasas: CCE.

Branson, M.S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LKIS.

Branson, M.S. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at

the End of the 20th Centure. Washington: CCE.

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic

Education di Negara Berkembang. Bandung: Acta Civicus Jurnal

Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 1. No. 1.

Budimansyah, D. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan

(Project Citizen)”, Jurnal Acta Civicus, Vol. 1 No. 2, hlm. 179-198.

Budimansyah, D. (2009). Membangun kultur Bangsa di Tengah Arus globalisasi

dan Gerakan Demokratisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada

FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitan.

Budimansyah. D. & Suryadi K. (2008). PKn dan Masyarakat Multukultural.

(51)

Center for Education Civic Education/CICED. (1998). Strategi Penyempurnaan

Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(Makalah).

Cheng, Y,C. (1999). Curriculum and Pedagogy in the New Century:

Globalization, Localization and Individualization for Multiples

Intelligences. Bangkok: UNESCO-ACEID.

Cogan, J.J. (1999) Developing the Civic Society: The Rule of Civic Education.

Bandung: CICED.

Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 st Century: An

International Perspective on Education, London. Cogan Page.

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach.

London: Publications.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004: Kompetensi Standar

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas

Republik Indonesia.

Hopskins, David. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research.

Philadelphia: open University Press.

Isjoni. (2007). Cooperative Learning; Efektifitas Pembelajaran Kelompok.

Bandung: Alfabeta

Isjoni. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi

antar Sesama Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Johnson, D. W, Johnson, R. T & Smith, K. A. (1991). Active Learning:

Cooperation in the college Clasroom. Edina: Interaction Book

Company. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html.

Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison, London:

National Foundation for Education Research-NFER

Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa

SMP. Bandung: Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan,

(52)

Lee, W. (1999). Qualities of Citizenship for the New Century: Persceptions of

Asian Educational Leaders. Bangkok: UNESCO-ACEID

Lie, A. (2003). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo

________. (1994). Mengembangkan Sistim Gotong Royong dalam Pendidikan.

Surabaya Post, 24 Mei 1994.

________.(2008). Cooperative Learning. Mempraktikan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas.

Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem

Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Miles, Mathew B. dan A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif:

Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep

Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Anlysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Qialifications and Curriculum Authority-QCA. (1998). Education for Citizenship

and the Teaching of Democracy in Schools. London: Deprtement of

Education and Employment-DIEE.

Quigley, C.N, Buchanan, Jr.J.H, Bahmueller, C.F (1991). Civitas: A Framework

for civic Education. Calabasas: CCE

Republik Indonesia. (2003). UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta;

depdiknas

Sabatini,C.A, Bevis,G.G, Finkel, S.E (1998). The Impact of Civic Education

Programs on Political Participation and Democratic Attitudes.

Sanusi. A. (1998). “Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar

Demokrasi”. Makalah Pada Seminar dan Lokakarya PPKn IKIP

Bandung: Bandung

Sapriya dan Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Model

Pengembangan Materi Dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.

Sapriya. (2006). “Warganegara dan Teori Kewarganegaraan”. Dalam

Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai

(53)

Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri). Bandung: Lab. PKn FPIPS

UPI.

Sapriya. (2007). Persfektif pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan dalam

Pembangunan Karakter Bangsa, Disertasi, Bandung :Sekolah Pasca

Sarjana UPI

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning. Boston, Allyn and Bacon. Tersedia:

Gambar

Tabel 4.1 :  Nama-nama Kepala Sekolah yang Pernah Memimpin ................  83
Gambar 4.3 :  Denah Kelas X Administrasi Perkantoran-3 ..............................
Grafik 4.2 :  Hasil Penilaian Skala Sikap .....................................................

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris perubahan rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi return saham pada perusahaan manufaktur

Persetujuan dan pengesahan atas Laporan Direksi mengenai jalannya usaha Perseroan dan tata usaha keuangan Perseroan untuk tahun buku- yang berakhir pada tanggal 31

Hasil Granger causality model IPI untuk instrumen moneter Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) pada Gambar 6 (a) menunjukkan bahwa pembiayaan syariah memberikan

Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima

Penelitian hukum normatif dijelaskan oleh Peter Mahmud Marzuki dengan melihat pada tujuannya yaitu: “… menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum

- Untuk melihat apakah kain yang akan digunakan untuk menyaring cukup baik atau tidak ialah dengan melihat apakah pada waktu penyarin- gan gumpalan ada yang terikutkan.. Yang

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal

Penilaian terhadap objek jaminan yang akan dijadikan jaminan Bank dan atau objek lain yang berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit dilakukan oleh kantor jasa