DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..……… I
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. Ii
PERNYATAAN ………...….. Iii
KATA PENGANTAR ……… Iv
UCAPAN TERIMA KASIH ……….. Vi
ABSTRAK ……….. ix
ABSTRACT ……… x
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xiii
DAFTAR GAMBAR ………..……… xv
DAFTAR LAMPIRAN ………...………… xvi
BAB I PENDAHULUAN ………...………... 1
A. Latar Belakang ………..………. 1
B. Rumusan Masalah ………..……. 13
C. Tujuan Penelitian ………...…. 13
D. Manfaat Penelitian ………... 14
BAB II MEMBANGUN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PRAKTIKUM ASAM-BASA DAN ELEKTROLISIS BERBASIS BUDAYA LOKAL …………... 16
A. Konsep Berpikir Kritis ………... 16
B. Keterampilan Berpikir Kritis ……….. 23
C. Pembelajaran Berpikir Kritis ………..……… 24
D. Pembelajaran Berbasis Inkuiri ………... 27
E. Pembelajaran Berbasis Budaya ………... 36
F. Keterampilan Proses Sains ……….. 43
G. Peranan Pertanyaan dalam Pembelajaran ………... 47
BAB III METODE PENELITIAN ……….. 66
A. Paradigma Penelitian ……….. 66
B. Desain Penelitian ……… 67
C. Prosedur Pengembangan MPKD-BBB ………..………… 68
C. Instrumen Penelitian ………... 76
D. Analisis Data ……….. 77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 79
A. Hasil Penelitian ……….. 79
1. Hasil Studi Pendahuluan ………... 79
2. Karakteristik Model Praktikum Berbasis Budaya Bali ... 95
3. Hasil-hasil Validasi Ahli ………... 99
4. Hasil-hasil Uji Coba Tes ………... 100
5. Hasil-hasil Uji Coba Terbatas ………... 102
6. Hasil-hasil Uji Coba Utama ……….. 115
B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 133
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ……… 145
A. Kesimpulan ………. 145
B. Implikasi Penelitian ……… 148
DAFTAR PUSTAKA ……… 150
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 159
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kimia sebagai bagian dari sains, merupakan suatu ilmu berlandaskan
eksperimen yang pengembangan dan aplikasinya menuntut standar tinggi pada
kerja eksperimental. Eksperimen atau praktikum kimia membantu mahasiswa
mendapatkan keterampilan-keterampilan teknis, misalnya, manipulasi peralatan
dan material, observasi, pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil
observasi, pemecahan masalah, kerja tim, mendesain eksperimen, dan
keterampilan berkomunikasi (Bennett dan O’Neale, 1998; Johnstone dan
Al-Shuali, 2001, dalam Limniou et al., 2007). Lebih lanjut, Witteck et al. (2007)
menyatakan bahwa praktikum merupakan komponen esensial untuk mengajarkan
metode ilmiah dan memahami hakekat sains. Pelaksanaan praktikum dalam kimia
dapat membangkitkan keingintahuan mahasiswa terhadap kimia. Dalam
melakukan praktikum, mahasiswa didorong untuk berpartisipasi aktif dan dilatih
untuk mengembangkan sikap ilmiah.
Sementara itu, Hofstein dan Mamlok-Naaman (2007) menyatakan bahwa
praktikum di laboratorium dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan konsep
dalam sains dan aplikasinya; kemampuan memecahkan masalah dan
keterampilan-keterampilan ilmiah; kebiasaan berpikir ilmiah; memahami
bagaimana sains dan ilmuwan bekerja; menumbuhkan minat dan motivasi. Hal
laboratorium dalam pembelajaran sains bertujuan untuk membangkitkan minat
mahasiswa, mengajarkan keterampilan-keterampilan laboratorium; membantu
memperoleh dan mengembangkan konsep, menanamkan sikap ilmiah, dan
mengembangkan keterampilan sosial.
Praktikum di laboratorium menyediakan lingkungan belajar unik yang
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses
penyelidikan dan inkuiri yang mirip dengan apa yang dikerjakan oleh para
ilmuwan (Hofstein dan Lunneta, dalam Domin, 2007). Hasil dari proses
penyelidikan dan inkuiri ini diharapkan dapat memberikan mahasiswa belajar
secara lebih bermakna jika dibandingkan bentuk pembelajaran sains yang lain.
Sementara itu, Tobin (dalam Kipnis dan Hofstein, 2007) menyatakan bahwa
praktikum sebagai suatu cara untuk belajar pemahaman dan sekaligus terlibat aktif
dalam proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengerjaan sains. Masih
menurut Tobin, belajar bermakna di laboratorium akan terjadi jika mahasiswa
diberi kesempatan memanipulasi peralatan dan material untuk mengkonstruksi
pengetahuan dari suatu fenomena dan menghubungkannya dengan konsep-konsep
sains. Manfaat praktikum bagi mahasiswa dapat diringkas menjadi tiga domain
(Willington, dalam Ketpichainarong, et al., 2010), yaitu untuk mengembangkan:
(1) domain kognitif, misalnya konten sains dan hakekat sains; (2) domain afektif,
misalnya menumbuhkan sikap positif terhadap sains; dan (3) domain
psikomotorik, misalnya keterampilan proses sains, keterampilan laboratorium,
keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilam berpikir, terutama
Berpikir kritis merupakan serangkaian keterampilan kognitif dan disposisi
intelektual yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan dan mengatasi
prasangka pribadi, dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang meyakinkan
dalam mendukung kesimpulan, dan dapat membuat keputusan yang rasional dan
tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini (Bassham et al., 2008). Dengan
demikian, keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi
seseorang dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung
jawab yang mempengaruhi hidup seseorang. Keterampilan berpikir kritis juga
merupakan inkuiri kritis, sehingga seseorang yang berpikir kritis menyelidiki
masalah, mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru yang menentang
status quo, menemukan informasi baru, dan menentang dogma dan dokrin
(Schafersman, 1991). Menurut Lipman (2003), keterampilan berpikir kritis sangat
penting dimiliki agar kita dapat terhindar dari penipuan, indoktrinasi, dan
pencucian otak (mindwashing). Pentingnya peningkatan atau pengembangan
keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa telah menjadi tujuan dari pendidikan
pada akhir-akhir ini (Tsapartis dan Zoller, 2003; Lubezky et al., 2004, Phillips dan
Bond, 2004). Oleh karena itu, institusi pendidikan pada semua level sudah
seharusnya memfokuskan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis
siswa/mahasiswa (Zoller, et al., 2000).
Pengembangan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dimaksudkan
untuk: (1) menyiapkan mahasiswa agar berhasil menghadapi kehidupan
pemahaman/literasi terhadap lingkungan (environmental literacy) (Ernst dan
Monroe, 2004); dan (3) meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
menganalisis, mengkritisi, menyarankan ide-ide, memberi alasan secara induktif
dan deduktif, serta untuk mencapai kesimpulan yang faktual berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang rasional (Dumke, dalam Jones, 1996).
Sementara itu, Beyer (1995) menyatakan bahwa pembelajaran atau praktikum
keterampilan berpikir kritis sangat penting diterapkan, agar dapat
mengembangkan daya nalar mahasiswa. Masih menurut Beyer (1995), untuk
berhasil hidup dalam alam demokrasi, mahasiswa harus dapat berpikir kritis agar
dapat membuat keputusan dengan tepat.
Bagi mahasiswa, keterampilan berpikir kritis diperlukan terutama untuk
memahami konsep-konsep pada mata kuliah yang sedang dipelajari. Dengan
keterampilan berpikir kritis, mahasiswa akan dapat menganalisis masalah,
mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait, mempertimbangkan kredibilitas
sumber informasi, memilih informasi yang relevan, menganalisis argumen,
mengkritisi pendapat, dan mengevaluasi solusi yang mungkin, sehingga
dihasilkan solusi yang terbaik.
Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis khususnya bagi
mahasiswa calon guru kimia, keterampilan berpikir kritis hendaknya
dikembangkan sejak dini (tahun pertama kuliah) baik melalui perkuliahan teori
maupun praktikum. Mata kuliah Kimia Dasar merupakan suatu mata kuliah yang
diprogramkan di tahun pertama kuliah. Pada mata kuliah Kimia Dasar terintegrasi
melakukan praktikum-praktikum kimia tingkat lanjut, sehingga perlu ditangani
secara sungguh-sungguh terutama untuk mengembangkan penguasaan konsep,
keterampilan proses sains, dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
Praktikum Kimia Dasar yang dilakukan, tidak serta merta dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa, terutama keterampilan berpikir kritis
mahasiswa. Hal ini didukung oleh pernyataan Lunetta dan Nekhleh (dalam
Witteck et al., 2007) bahwa praktikum yang dilakukan tidak otomatis memberikan
hasil positif terhadap pencapaian hasil belajar kognitif dan metode ilmiah. Hodson
(Kipnis dan Hofstein, 2007) mengkritik kerja laboratorium dan mengklaim bahwa
kerja laboratorium tidak produktif dan membingungkan, ketika kerja laboratorium
dilakukan tanpa suatu pertimbangan dan ketidakjelasan dari tujuan praktikum,
serta praktikum lebih menekankan terhadap apa yang dikerjakan mahasiswa di
laboratorium. Secara lebih tegas, Roth (dalam Domin, 2007) menyatakan:
’Although laboratories have long been recognized for their potential to facilitate
the learning of science concept and skills, this potential has yet to be realized’.
Beberapa faktor penghambat pencapaian hasil praktikum diungkapkan
oleh Hofstein dan Lunetta (dalam Donnell et al., 2007), meliputi: (1) pelaksanaan
praktikum ekspositori oleh sebagian besar institusi tidak memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk berpikir tentang tujuan dari penyelidikan dan urutan
tugas-tugas yang dibutuhkan hanya untuk mengejar penyelesaian tugas-tugas
tersebut, (2) asesmen secara sungguh-sungguh diabaikan, memberikan kesan
bahwa praktikum tidak perlu dilakukan secara serius, dan (3) terbatasnya sumber
bahwa pengelolaan praktikum Kimia Dasar di salah satu institusi pendidikan
dilakukan melalui praktikum ekspositori di mana mahasiswa melakukan
praktikum berdasarkan buku penuntun praktikum yang telah disediakan oleh
dosen. Mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk merancang atau mendesain
praktikum sendiri. Menurut Edelson (dalam Donnell et al., 2007), implementasi
praktikum di mana mahasiswa sendiri yang merancang eksperimen (praktikum)
adalah suatu tantangan yang signifikan bagi mahasiswa. Kemampuan merancang
eksperimen untuk keperluan pembelajaran dan penelitian merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru-guru kimia (Depdiknas, 2007).
Praktikum ekspositori memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti. Praktikum ekspositori tidak memperhatikan
kreativitas atau kontekstualisasi, dan sering merupakan suatu verifikasi atau
pengujian teori yang telah dipresentasikan dalam perkuliahan (McGarvey, dalam
Donnell et al., 2007). Lebih lanjut, Garratt (dalam Limniou et al., 2007)
menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum ekspositori tidak memberikan peluang
pembelajaran tentang mendesain eksperimen, penyelidikan, dan analisis hasil
secara kritis. Mahasiswa yang mengikuti praktikum ekspositori tidak mengerjakan
eksperimen, tetapi melakukan latihan, sebab mereka biasanya mengikuti instruksi
secara mekanik tahap demi tahap, tanpa berpikir (Clow dan Garratt, dalam
Limniou et al., 2007).
Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum telah dilakukan oleh
beberapa peneliti untuk menyelidiki efektivitas praktikum pada pendidikan sains
2007). Limniou et al. (2007) melakukan integrasi simulator viskositas interaktif
dalam sesi pra-laboratorium untuk membantu mahasiswa memahami materi kimia
dengan lebih baik. Dalam praktikum ini, mahasiswa melakukan eksperimen
virtual menggunakan simulator viskositas pada sesi pra-laboratorium, dilanjukan
dengan melakukan praktikum riil di laboratorium. Di pihak lain, Donnell et al.
(2007) menerapkan pembelajaran berbasis masalah proyek mini (PBL proyek
mini) sebagai suatu metode pembelajaran laboratorium untuk mengembangkan
keterampilan mahasiswa melakukan praktikum di laboratorium kimia. PBL
proyek ini merefleksikan situasi pemecahan masalah kehidupan nyata yang
mampu meningkatkan partisipasi dan keyakinan mahasiswa melakukan
praktikum. Witteck et al. (2007) menggunakan pendekatan pembelajaran
perusahaan (learning company approach) untuk memotivasi siswa secara
kooperatif melakukan eksperimen pengaturan diri (self-regulated). Sementara itu,
Ketpichainarong et al. (2010) menyelidiki efektivitas praktikum selulase berbasis
inkuiri untuk meningkatkan inkuiri mahasiswa dalam bioteknologi. Lebih lanjut,
Green et al., (2004) juga menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuiri
untuk lebih menekankan penggunaan metode ilmiah secara eksplisit serta
mengajak mahasiswa untuk merumuskan dan menguji hipotesisnya sendiri.
Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum pada suatu institusi
pendidikan di Bali juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Suardana (2001)
menerapkan modul pertanyaan untuk mengefektifkan pelaksanaan praktikum
Kimia Dasar. Semetara itu, Sudria et al. (2002) mengembangkan bimbingan klinis
praktikum Kimia Anorganik. Redhana (2008) menerapkan open-ended laboratory
pada praktikum Biokimia untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah
dan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep Biokimia. Peningkatan
kualitas praktikum ini lebih difokuskan untuk meningkatkan kualitas proses dan
penguasaan konsep mahasiswa, tetapi belum diupayakan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
Penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis
[image:10.595.108.515.234.641.2]mahasiswa, sesungguhnya juga telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Tabel 1.1 meringkas beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau keterampilan yang berhubungan,
baik pada siswa maupun mahasiswa. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui
bahwa implementasi pembelajaran atau praktikum inkuiri, scaffolding, berbasis
masalah, berbasis budaya lokal, dan metode bertanya, dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa. Dari semua penelitian tersebut,
penelitian tentang pengembangan praktikum berbasis budaya lokal, khususnya
praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali belum pernah dilakukan.
Pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar merupakan
suatu upaya yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan atas alasan
sebagai berikut. Pertama, pengetahuan mahasiswa tentang materi praktikum
Kimia Dasar dalam bentuk konten dan konteks budaya yang ada di sekitarnya
merupakan pengetahuan awal yang dibawa dalam praktikum. Pengetahuan awal
ini sangat bermanfaat dalam membantu mahasiswa memahami materi praktikum
dipahami melalui konten dan konteks budaya mahasiswa juga memberikan
pengaruh terhadap peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap budaya yang
dimiliki. Hal ini akan dapat menghindari terjadinya ketidakcocokan (clash) dan
konflik budaya atau marginalisasi khasanah budaya Bali serta dapat memperkuat
budaya Bali dari pengaruh budaya asing. Ketiga, pengintegerasian budaya Bali
dalam praktikum akan dapat meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap potensi
(budaya) daerahnya dan keinginan untuk terus melestarikannya.
Pentingnya pengintegrasian budaya lokal dalam pembelajaran atau
praktikum telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Jegede dan Okebukola, dalam
Suastra, 2005; Baker dan Taylor, 1995; Cobern dan Aikenhead, 1996; Costa,
1995; dan Ogawa, 2002). Menurut Jegede dan Okebukola (Suastra, 2005), bahwa
memadukan sains asli siswa (sains sosial-budaya) dengan pelajaran sains di
sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sementara itu, Baker
dan Taylor (1995) menyatakan bahwa jika pembelajaran atau praktikum sains
tidak memperhatikan budaya siswa/mahasiswa, maka konsekuensinya adalah
siswa/mahasiswa akan menolak atau menerima hanya sebagian dari
konsep-konsep sains yang dikembangkan dalam pembelajaran atau praktikum. Pendapat
senada dikemukakan oleh Cobern dan Aikenhead (1996), yang menyatakan
bahwa jika subbudaya sains modern yang diajarkan selaras dengan subbudaya
kehidupan sehari-hari siswa/mahasiswa, maka pembelajaran sains akan dapat
memperkuat pandangan siswa/mahasiswa tentang alam semesta, hasilnya adalah
enculturation. Jika enculturation terjadi, maka berpikir ilmiah siswa/mahasiswa
yang diajarkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan dengan subbudaya
keseharian siswa, maka pembelajaran sains akan memisahkan pandangan siswa
tentang alam semesta (Costa, 1995 dan Ogawa, 2002), sehingga mereka
meninggalkan atau meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui, dan
rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan (scientific).
Agar dapat mengintegrasikan budaya lokal, khususnya budaya Bali ke
dalam praktikum Kimia Dasar, eksplorasi konten dan kontek budaya Bali yang
berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar merupakan hal yang sangat
mendesak untuk dilakukan. Dari penelusuran aspek budaya Bali yang berkaitan
dengan materi praktikum Kimia Dasar, ditemukan bahwa aplikasi reaksi
netralisasi asam dan basa telah dimanfaatkan oleh masyarakat Bali dalam proses
pengobatan secara tradisonal. Dalam pengobatan sengatan lebah, misalnya,
masyarakat Bali biasanya menggunakan air pamor (air kapur). Bisa sengatan
lebah (apiktoksin) bersifat asam sehingga dapat dinetralkan dengan air pamor
yang bersifat basa. Demikian juga, untuk menghentikan ketagihan candu yang
mengandung senyawa-senyawa alkaloid yang bersifat basa, digunakan ramuan
obat yang bersifat asam; ramuan ini terdiri atas: buah belimbing besi, garam
dapur, dan lunak tanek (asam jawa/Tamarindus indica L. yang telah dimasak).
Aspek budaya Bali yang juga berkaitan dengan materi praktikum Kimia
Dasar adalah penyepuhan emas. Perhiasan dari sepuhan emas banyak digunakan
oleh masyarakat Bali, khususnya oleh perempuan-perempuan Bali dalam kegiatan
keagamaan atau kesenian. Secara tradisonal, penyepuhan emas dilakukan melalui
berupa emas murni, dan katodanya adalah perhiasan yang disepuh. Penyepuhan
emas adalah proses elektrolisis dengan cara melapisi emas pada benda yang
disepuh. Pada proses penyepuhan emas, benda yang disepuh ditempatkan sebagai
katoda dan emas ditempatkan sebagai anoda.
Mencermati pentingnya pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum
Kimia Dasar, maka pada penelitian ini dikembangkan model praktikum Kimia
Dasar berbasis budaya Bali yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
mahasiswa. Model ini mengintegrasikan konten dan konteks budaya Bali dalam
praktikum Kimia Dasar yang memberikan peluang kepada mahasiswa untuk
belajar secara lebih bermakna (meaningful) dan memungkinkan mahasiswa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dalam model ini, mahasiswa
diberikan pemahaman terhadap budayanya sendiri dan diberikan
pengalaman-pengalaman bermakna untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam
kegiatan praktikum, sehingga mahasiswa dapat menjadi seorang pemikir yang
kritis dan berhasil menghadapi kehidupan. Dengan demikian, pengembangan
model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali ini diharapkan dapat
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan potensi
dirinya secara maksimal dan melatihkan keterampilan berpikir kritis selama
merancang, melaksanakan, dan melaporkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil
praktikum. Pengembangan model ini juga diharapkan dapat mengurangi
keterasingan mahasiswa terhadap budayanya sendiri dan lebih memahaminya,
sehingga menumbuhkan kecintaan mahasiswa terhadap budaya yang dimiliki dan
Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Keterampilan Berpikir Kritis atau Keterampilan yang Berhubungan
Penulis
(Tahun) Fokus penelitian Hasil Penelitian
Oliver-Hoyo (2003)
Peneliti mempelajari pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan tugas membuat laporan tertulis untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
Pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pemberian tugas membuat laporan tertulis pada mata kuliah Kimia Dasar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa
Sharma & Hannafin (2004)
Peneliti memeriksa pengaruh
scaffolding pada pengembangan
keterampilan berpikir kritis
Scaffolding pada pembelajaran secara online efektif mengembangkan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa Sellnow dan
Ahlfeldt (2005)
Peneliti menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk
memperbaiki keterampilan berpikir kritis dan kerja tim.
Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kerja tim mahasiswa. Toledo
(2006)
Peneliti menerapkan pendekatan bertanya secara online untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
Pendekatan bertanya secara online dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan memperluas penguasaan konten
Kipnis dan Hofstein (2007)
Peneliti menerapkan praktikum inkuiri pada mata pelajaran kimia SMA untuk mengembangkan keterampilan metakognisi
Siswa mempraktikkan kemampuan metakognisi dalam berbagai tahap dalam proses inkuiri saat melakukan aktivitas inkuiri.
Miri et al. (2007)
Peneliti menerapkan pembelajaran: (1) pemecahan masalah dunia nyata, (2) diskusi open-ended, dan (3) eksperimen berbasis inkuiri
Pemecahan masalah dunia nyata, diskusi
open-ended, dan eksperimen berbasis
inkuiri dapat meningkatkan keterampilan dan disposisi berpikir kritis
Pullaila et al. (2007)
Peneliti menerapkan pembelajaran inkuri terbimbing untuk
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif
Pembelajaran inkuri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif
Suja, et al. (2007)
Peneliti mengembangkan
pembelajaran sains SMP berbasis konten dan konteks budaya Bali
Sikap ilmiah, keterampilan berpikir kritis, dan ketekunan siswa tergolong tinggi melalui pembelajaran sains berbasis konten dan konteks budaya Bali Dirgantara
(2008)
Peneliti menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains
Pembelajaran laboratorium berbasis inkuri pada pokok bahasan kalor dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains
Redhana (2009)
Peneliti memgembangkan program pembelajaran berbasis masalah terbimbing untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
Pembelajaran berbasis masalah terbimbing pada mata pelajaran kimia dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
Talanquer dan Pollard (2010)
Peneliti mendeskripsikan cara alternatif mengkonseptualisasi kurikulum kimia pada jurusan sains dan teknik melalui perubahan fokus dari belajar kimia sebagai body of
knowledge menuju pemahaman
kimia sebagai suatu cara berpikir (chemistry as a way of thinking)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut. “Bagaimanakah model praktikum Kimia Dasar
berbasis budaya Bali (MPKD-BBB) dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis mahasiswa”.
Dari rumusan masalah ini dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian
sebagai berikut.
1. Konten dan konteks budaya Bali apa saja yang relevan dengan topik-topik
praktikum Kimia Dasar?
2. Bagaimanakah karakteristik MPKD-BBB yang dikembangkan?
3. Sejauh mana MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan penguasaan konsep
mahasiswa daripada praktikum reguler?
4. Sejauh mana MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis mahasiswa daripada praktikum reguler?
5. Bagaimanakah keterampilan proses sains mahasiswa melalui implementasi
MPKD-BBB?
6. Apa kendala-kendala yang ditemui dalam mengimplementasikan MPKD-BBB?
7. Apa keunggulan-keunggulan dari MPKD-BBB?
8. Bagaimanakah tanggapan dosen terhadap MPKD-BBB?
9. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa terhadap MPKD-BBB?
C. Tujuan Penelitian
Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis dan budaya Bali dalam
menekankan pada upaya pengintegrasian aspek budaya Bali dalam pembelajaran
atau praktikum untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa
melalui usaha-usaha yang dilakukan secara eksplisit. Oleh karena itu, tujuan
penelitian ini adalah menghasilkan MPKD-BBB yang teruji untuk meningkatkan
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. MPKD-BBB ini
menyediakan kesempatan cukup luas bagi mahasiswa berlatih menerapkan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa, dalam proses merancang, melaksanakan,
dan melaporkan hasil-hasil praktikum berbasis budaya Bali dengan memanfaatkan
berbagai sumber belajar secara maksimal.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dan pengembangan ini berupa MPKD-BBB yang
diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoretik maupun praktis.
1. Manfaat teoretik
Manfaat teoretik hasil penelitian dan pengembangan ini adalah
memperkaya khasanah praktikum inovatif yang ada dan memberikan ide-ide
berupa prinsip-prinsip dasar dalam mendesain model praktikum yang memberikan
tantangan kepada mahasiswa untuk belajar secara lebih bermakna sehingga dapat
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian dan pengembangan ini adalah: (a)
sebagai salah satu model praktikum alternatif untuk meningkatkan penguasaan
dosen dalam mengelola praktikum yang menekankan pada peningkatan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa; (c) mengubah paradigma belajar
mahasiswa yang selama ini lebih banyak sebagai “konsumen ide” menjadi
berperan sebagai “produsen ide”; dan (d) sebagai bahan pertimbangan bagi
institusi pendidikan, khususnya Jurusan Pendidikan Kimia untuk merancang
kurikulum, pendekatan, metode, dan strategi pengelolaan praktikum dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Paradigma Penelitian
Berpikir kritis mencakup sejumlah keterampilan kognitif dan disposisi
intelektual yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan dan mengatasi
prasangka pribadi dan bias; dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang
meyakinkan dalam mendukung kesimpulan; dan dapat membuat keputusan yang
rasional dan tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini (Bassham, et al, 2008).
Keterampilan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh setiap orang agar
dapat berhasil menghadapi kehidupan. Agar mahasiswa memiliki keterampilan
berpikir kritis, mahasiswa hendaknya memperoleh kesempatan berlatih dan
mengembangkan keterampilan berpikir kritis selama pembelajaran atau
praktikum. Untuk memenuhi keperluan tersebut, MPKD-BBB dirancang dan
dikembangkan. MPKD-BBB menggunakan fenomena budaya Bali sebagai
stimulus belajar bagi mahasiswa. Pertanyaan konseptual dan rancangan praktikum
yang dibuat mahasiswa melalui kerja kelompok, mendorong mahasiswa
menghasilkan ide-ide dan sekaligus membimbingnya menguasai konsep-konsep
Kimia Dasar. Ide-ide mahasiswa, dikembangkan lebih lanjut melalui pertanyaan
kritis dalam proses bimbingan rancangan praktikum, pelaksanaan praktikum,
pelaporan dan diskusi kelas. Semua rangkaian kegiatan praktikum, memberikan
keterampilan proses sains. Bagan dari paradigma yang digunakan dalam
[image:19.595.119.506.187.601.2]penelitian dan pengembangan ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Paradigma dalam Penelitian dan Pengembangan MPKD-BBB
B.Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan (Educational Research and Development). Tahapan penelitian dan
pengembangan ini terdiri atas empat tahap, yang disebut dengan model 4D
(define, design, develop, dan disseminate) (Thiagarajan et al.,1974). Define adalah
kegiatan mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan (needs assessment)
melalui studi literatur dan studi lapangan untuk menyusun buram atau produk MPKD-BBB
Keterampilan: mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi argumen secara efektif;
merumuskan alasan yang meyakinkan; dan membuat keputusan yang rasional dan tepat. Keterampilan
Berpikir Kritis
Keterampilan Proses Sains
Fenomena Budaya Bali
Pertanyaan Kritis Pertanyaan
Konseptual
Kerja Kelompok
Rancangan Praktikum
Pelaksanaan
Praktikum Pelaporan
Diskusi Kelas
awal. Design adalah kegiatan merancang produk awal. Develop adalah kegiatan
memvalidasi dan mengembangkan produk sehingga dihasilkan produk yang teruji
(valid dan reliabel) yang siap diimplementasikan. Disseminate adalah kegiatan
menyebarluaskan dan mengimplementasikan produk tanpa kehadiran peneliti.
Pada penelitian ini, kegiatan yang dilakukan hanya sampai pada tahap develop,
meliputi validasi pakar, uji coba terbatas, dan uji coba utama. Desain penelitian
selengkapnya disajikan pada Gambar 3.2.
C.Prosedur Pengembangan MPKD-BBB
1. Analisis Kebutuhan (Define)
Analisis kebutuhan dalam penelitian dan pengembangan ini dilakukan
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk yang
akan dikembangkan (dalam hal ini MPKD-BBB). Pengumpulan informasi ini
dilakukan melalui studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur berkaitan
dengan studi dokumen dan material lainnya yang mendukung pembuatan
rancangan produk. Sementara itu, studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan
informasi berkaitan, antara lain, dengan konten dan konteks budaya Bali yang
relevan dengan topik-topik praktikum Kimia Dasar; karakteristik mahasiswa,
faktor-faktor pendukung praktikum, meliputi: alat-alat, bahan-bahan, dan
buku-buku kimia; hambatan yang dihadapi oleh dosen dalam mengelola praktikum; dan
pandangan dosen terhadap praktikum dan asesmen keteramplan berpikir kritis.
Tahapan dalam analisis kebutuhan untuk merancang buram MPKD-BBB
Gambar 3.2 Tahapan dalam Analisis Kebutuhan (Define) dan Hubungannya dengan Penyusunan Buram MPKD-BBB (Design) yang Dilanjutkan dengan Validasi Ahli, Uji Coba Terbatas, dan Uji Coba Utama (Develop) D es ig n D ev el o p D ef in e Kendala-Kendala Dosen dalam Pengelolaan Praktikum Kimia Dasar
Pandangan Dosen terhadap Praktikum. Kimia Dasar dan Asesmen Keterampilan
Berpikir Kritis Budaya Bali
Fasilitas Pendukung Praktikum Kimia Dasar Karakteristik Mahasiswa Analisis Keterampilan Proses Sains Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Pertanyaan Kritis
MPKD-BBB Hasil Revisi Berdasarkan Uji Coba Terbatas
MPKD-BBB Hasil Revisi Berdasarkan Uji Coba Utama
Validasi Ahli
Uji Coba Terbatas
Uji Coba Utama MPKD-BBB Hasil Revisi Berdasarkan Masukan Ahli Perangkat Praktikum:
Pedoman Pengelolaan Praktikum Deskripsi Pengelolaan Praktikum Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) Tes Keterampilan Berpikir Kritis Pedoman Observasi Angket Buram MPKD-BBB Indikator Keterampilan Proses Sains Analisis Silabus Kimia Dasar Analisis Kebutuhan
Studi Literatur Studi Lapangan
Konsep-konsep Esensial Daftar Analisis Konsep Pertanyaan Konseptual
Analisis Teori dan Temuan Penelitian
Model-model Praktikum
a. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengkaji silabus mata kuliah Kimia Dasar,
teori dan hasil penelitian terkait, keterampilan proses sains, dan keterampilan
berpikir kritis, sebagai dasar untuk merancang produk awal (buram) MPKD-BBB
(Gambar 3.2). Kegiatan yang dilakukan pada studi literatur ini adalah sebagai
berikut.
1) Menganalisis silabus mata kuliah Kimia Dasar untuk menghasilkan
konsep-konsep esensial.
2) Menganalisis konsep-konsep esensial sehingga diperoleh daftar analisis
konsep.
3) Menganalisis teori-teori dan temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan
model-model praktikum, khususnya model praktikum inkuiri.
4) Menganalisis keterampilan proses sains untuk menghasilkan indikator
keterampilan proses sains.
5) Menganalisis keterampilan berpikir kritis untuk menghasilkan indikator
keterampilan berpikir kritis.
6) Menyusun pertanyaan-pertanyaan konseptual berdasarkan daftar analisis
konsep dan fenomena budaya Bali. Pertanyaan konseptual ini dituangkan
dalam MPKD-BBB.
7) Pertanyaan kritis yang diajukan kepada mahasiswa didasarkan atas indikator
keterampilan berpikir kritis dan respon mahasiswa terhadap pertanyaan
8) Menyusun tes keterampilan berpikir kritis berbasis konten kimia
menggunakan acuan indikator-indikator keterampilan berpikir kritis Ennis
(1985) yang berhasil dirumuskan sebelumnya.
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan maksud untuk mengumpulkan data
berkenaan dengan: (1) konten dan konteks budaya Bali yang relevan dengan
topik-topik praktikum Kimia Dasar; (2) karakteristik mahasiswa; (3) fasilitas
pendukung praktikum Kimia Dasar, meliputi alat-alat, bahan-bahan dan
buku-buku kimia yang digunakan sebagai sumber belajar oleh dosen dan mahasiswa;
(4) kendala-kendala yang dihadapi oleh dosen dalam mengelola praktikum Kimia
Dasar; dan (5) pandangan dosen terhadap pengelolaan praktikum dan asesmen
keterampilan berpikir kritis (Gambar 3.2). Eksplorasi konten dan konteks budaya
Bali dilakukan melalui penelusuran dokumen (transkrip lontar dan buku) serta
informasi dari nara sumber yang berkompeten berkaitan dengan budaya Bali,
yaitu: petani garam, pengusaha/pembuat arak, pengrajin perak dan emas,
pemangku, dan ibu-ibu rumah tangga. Sementara itu, karakteristik mahasiswa,
fasilitas pendukung praktikum Kimia Dasar, kendala-kendala yang dihadapi oleh
dosen dalam mengelola praktikum, dan pandangan dosen terhadap pengelolaan
praktikum dan asesmen keterampilan berpikir kritis diperoleh dengan cara
mengedarkan angket kepada empat dosen Kimia Dasar dan 14 mahasiswa yang
telah menyelesaikan mata kuliah Kimia Dasar pada salah satu jurusan di institusi
tentang daya dukung lembaga dan dosen sehingga model praktikum yang
dikembangkan didukung oleh kondisi yang ada dan layak diterapkan.
2. Perancangan Buram MPKD-BBB (Design)
Hasil-hasil yang diperoleh pada studi literatur dan studi lapangan
digunakan sebagai bahan untuk merancang buram MPKD-BBB (Gambar 3.2).
Buram MPKD-BBB yang dirancang harus memperhatikan kelayakan agar dapat diimplementasikan di lapangan, seperti tersedianya fasilitas pendukung (alat-alat,
bahan-bahan, dan buku-buku kimia) dan sumber daya manusia (dosen) berkualitas
yang mengimplementasikan model praktikum tersebut.
3. Pengembangan MPKD-BBB (Develop)
a. Validasi ahli
Buram MPKD-BBB yang sudah dirancang, selanjutnya, divalidasi oleh
tiga ahli; satu ahli memiliki keahlian dalam bidang konten kimia, dua ahli
memiliki keahlian dalam bidang pembelajaran dan asesmen. Validasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui keterbacaan MPKD-BBB. Masukan-masukan
yang diberikan para ahli digunakan untuk menyempurnakan buram MPKD-BBB
(Gambar 3.2).
b. Uji coba terbatas dan revisi produk
Uji coba terbatas (Gambar 3.2) dilaksanakan pada satu kelas di salah satu
jurusan pada institusi pendidikan di Bali. Rancangan penelitian yang digunakan
pada uji coba terbatas ini adalah one group pretest-posttest design. Detail kegiatan
1) Peneliti mempersiapkan pelaksanaan uji coba terbatas.
a) Memilih dan menetapkan satu kelas pada salah satu jurusan di institusi
pendidikan di Bali sebagai tempat uji coba terbatas.
b) Memperkenalkan MPKD-BBB kepada dosen-dosen Kimia Dasar dan
mendiskusikannya agar mereka dapat mengimplementasikan model yang
sedang dikembangkan dengan baik.
c) Menyiapkan fasilitas pelaksanaan uji coba terbatas.
2) Dosen melaksanakan pretes (tes awal). Tes yang digunakan pada tes awal
adalah tes keterampilan berpikir kritis berbasis konten kimia.
3) Dosen mengelola praktikum dengan menerapkan MPKD-BBB.
4) Peneliti melakukan observasi terhadap implementasi MPKD-BBB untuk
mengetahui keterlaksanaan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
mengimplementasikan MPKD-BBB.
5) Dosen melaksanakan postes (tes akhir). Tes yang digunakan pada tes akhir
sama dengan tes yang digunakan pada tes awal.
6) Dosen mengedarkan angket untuk mengetahui tanggapan mahasiswa terhadap
MPKD-BBB yang diterapkan.
7) Peneliti mewawancarai dosen untuk mengetahui tanggapannya terhadap
MPKD-BBB.
8) Peneliti menyempurnakan MPKD-BBB berdasarkan hasil-hasil uji coba
c. Uji coba utama dan revisi produk
MPKD-BBB yang telah disempurnakan berdasarkan hasil uji coba
terbatas, selanjutnya, dilakukan uji coba utama (Gambar 3.2). Uji utama ini
dilaksanakan pada salah satu jurusan di institusi pendidikan di Bali, menggunakan
dua kelas paralel (satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol). Pada
kelompok eksperimen diterapkan MPKD-BBB, sedangkan pada kelompok kontrol
diterapkan praktikum reguler yang biasa digunakan oleh dosen-dosen Kimia
Dasar. Jumlah mahasiswa pada kelompok eksperimen sebanyak 28 orang dan
kelompok kontrol sebanyak 26 orang. Uji coba utama ini menggunakan rancangan
eksperimen kuasi, yaitu nonequivalent control group design:
Kelompok Eksperimen (KE) : O X1 O’
Kelompok Kontrol (KK) : O X2 O’
(diadaptasi dari Creswell, 2008).
Keterangan : O = skor tes awal O’ = skor tes akhir
X1 = MPKD-BBB X2 = praktikum reguler
Detail kegiatan yang dilakukan pada uji coba utama dapat diuraikan
sebagai berikut.
1) Peneliti mempersiapkan pelaksanaan uji coba utama.
a) Memilih dan menetapkan dua kelas paralel pada salah satu jurusan di
institusi pendidikan di Bali.
b) Memperkenalkan MPKD-BBB kepada dosen-dosen Kimia Dasar dan
mendiskusikannya agar mereka dapat mengimplementasikan MPKD-BBB
c) Menyiapkan fasilitas pelaksanaan uji coba utama.
2) Dosen melaksanakan tes awal pada kedua kelompok (eksperimen dan
kontrol). Tes yang digunakan pada tes awal adalah tes keterampilan berpikir
kritis berbasis konten kimia.
3) Dosen mengelola praktikum pada kelompok eksperimen dengan menerapkan
MPKD-BBB, sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan praktikum
reguler. Kelompok eksperimen dan kontrol diajar oleh dosen yang berbeda.
4) Peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan praktikum pada kelompok
eksperimen untuk mengetahui keunggulan dan hambatan yang dihadapi
dalam mengimplementasikan MPKD-BBB.
5) Dosen melaksanakan tes akhir baik pada kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol. Tes yang digunakan pada tes akhir sama dengan tes yang
digunakan pada tes awal.
6) Dosen mengedarkan angket kepada mahasiswa untuk mengetahui
tanggapannya terhadap MPKD-BBB yang diikuti.
7) Peneliti mewawancarai dosen yang mengimplementasikan MPKD-BBB
untuk mengetahui tanggapannya terhadap MPKD-BBB.
8) Peneliti melakukan analisis dan evaluasi terhadap efektivitas MPKD-BBB
ditinjau dari ketercapaian tujuan, yaitu peningkatan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
9) Peneliti menyempurnakan MPKD-BBB berdasarkan hasil-hasil yang
diperoleh pada uji coba utama (jika ada) sehingga dihasilkan MPKD-BBB
Produk akhir dari penelitian ini berupa Model Praktikum Kimia Dasar
Berbasis Budaya Bali (MPKD-BBB) yang telah teruji yang dapat meningkatkan
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini didasarkan atas data yang
diperlukan. Tabel 3.1 meringkaskan hubungan antara data yang diperlukan,
[image:28.595.115.512.250.751.2]sumber data, dan instrumen penelitian yang digunakan.
Tabel 3.1 Hubungan antara Data yang Diperlukan, Sumber Data, dan Instrumen Penelitian
Kegiatan Data yang diperlukan Sumber data Instrumen penelitian Studi
lapangan
Konten dan konteks budaya Bali yang relevan dengan topik-topik praktikum Kimia Dasar
Nara sumber yang berkompeten berkaitan dengan budaya Bali, dokumen
1) Pedoman wawancara 2) Daftar isian
Karakteristik mahasiswa Dosen Angket Fasilitas pendukung praktikum
Kimia Dasar
Alat-alat, bahan-bahan, dan buku-buku kimia
Pedoman observasi Kendala-kendala dalam
mengelola praktikum
Dosen Angket
Pandangan dosen terhadap praktikum dan asesmen keterampilan berpikir kritis
Dosen Angket
Validasi ahli
Keterbacaan dari buram MPKD-BBB
Pakar Format expert
judgement Uji coba
terbatas
Data efektivitas penerapan MPKD-BBB
Implementasi MPKD-BBB
1) Pedoman observasi 2) Tes keterampilan
berpikir kritis Keterlaksanaan dan hambatan
dalam mengimplementasikan MPKD-BBB
Implementasi MPKD-BBB
Pedoman observasi
Tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap MPKD-BBB
Dosen dan mahasiswa 1) Pedoman wawancara 2) Angket
Uji coba Utama
Data efektivitas penerapan MPKD-BBB
Implementasi MPKD-BBB
1) Pedoman observasi 2) Tes keterampilan
berpikir kritis Keunggulan dan hambatan
dalam mengimplementasikan MPKD-BBB
Implementasi MPKD-BBB
Pedoman observasi
Tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap MPKD-BBB
Dosen dan mahasiswa
E.Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini terdiri atas data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif berupa: (1) konten dan konteks budaya Bali yang
relevan dengan topik-topik praktikum Kimia Dasar, (2) karakteristik
MPKD-BBB; (3) kunggulan dan hambatan dalam mengimplementasikan MPKD-MPKD-BBB;
serta (4) tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap MPKD-BBB. Data kuantitatif
berupa: skor penguasaan konsep; skor keterampilan berpikir kritis; dan skor
keterampilan proses sains.
Data kualitatif dan data skor keterampilan proses sains mahasiswa
dianalisis secara deskriptif interpretatif. Sementara data kuantitatif yang berupa
skor penguasaan konsep dan skor keterampilan berpikir kritis dianalisis
menggunakan statistik inferensial. Persentase gain ternormalisasi setiap
mahasiswa pada masing-masing kelompok dihitung dengan rumus:
100 S
S S S g %
pre max
pre post
x − − =
Keterangan: % g = persentase gain ternormalisasi, Spost = skor tes akhir, Spre =
skor tes awal, dan Smax = skor maksimum
[image:29.595.112.513.248.615.2]Tabel 3.2 Kriteria Peningkatan atau Perolehan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa (Hake, dalam Savinainem dan Scott, 2002)
No. % g Kategori
1. < 30 Rendah 2. 30 ≤ % g < 70 Sedang 3. ≥ 70 Tinggi
Analisis data kuantitatif pada tahap uji coba terbatas dilakukan sebagai
berikut. Perbedaan rerata pada dua sampel yang berpasangan atau sebuah sampel
dengan subyek yang sama tetapi mengalami pengukuran yang berbeda, dianalisis
menggunakan uji-t (paired sample t-test) atau uji Wilcoxon Signed Rank. Untuk
skor tes awal dan skor tes akhir berdistribusi normal, maka uji beda dilakukan
dengan menggunakan uji-t (paired sample t-test). Sebaliknya, untuk skor tes awal
dan/atau skor tes akhir berdistribusi tidak normal, maka uji beda dilakukan dengan
uji Wilcoxon Signed Rank.
Analisis data skor penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis pada
tahap uji coba utama dilakukan sebagai berikut. Perbedaan rerata untuk dua
sampel bebas atau dua sampel yang mengalami perlakuan berbeda, dianalisis
menggunakan uji-t (independent sample t-test) atau uji U Mann-Whitney. Untuk
% g pada masing-masing kelompok (eksperimen dan kontrol) berdistribusi normal
dan variansi kedua kelompok homogen, maka uji beda % g dilakukan dengan
menggunakan uji-t (independent sample t-test). Sebaliknya, untuk % g pada salah
satu atau kedua kelompok berdistribusi tidak normal dan/atau variansi antar kedua
kelompok tidak homogen, maka uji beda % g dilakukan dengan uji U
[image:30.595.109.518.134.592.2]BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil analisis data yang
diperoleh melalui kegiatan dalam penelitian ini, serta mengacu pada
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, dapat dirumuskan
kesimpulan sebagai berikut.
1. Konten dan konteks budaya Bali yang relevan dengan topik-topik praktikum
Kimia Dasar berkaitan dengan bidang (1) pangan, meliputi: pembuatan garam
dapur, arak, tuak, cuka, daluman dan santan, pelunakan daging, serta
pemeraman buah pisang; (2) sandang, yaitu pewarnaan kain tenun ikat
Gringsing; (3) ritual, meliputi: upacara ngaben, panca mahabhuta, dan
pancadhatu; (4) kerajinan tradisional, meliputi: pembuatan dan perawatan
keris pusaka, penyepuhan emas, dan pembuatan bokor dan dulang; (5)
obat-obatan, meliputi: obat penghentian candu, obat sengatan lebah, dan obat
gigitan ular; dan (6) pertanian, yaitu pestisida alami
2. Karakteristik dari MPKD-BBB meliputi: (1) materi praktikum dibingkai
dalam fenomena budaya Bali sebagai stimulus belajar; (2) mahasiswa
bertanggung jawab untuk memikirkan dan membuat rancangan praktikum, (3)
pertanyaan konseptual untuk membantu mahasiswa menguasai konsep-konsep
Kimia Dasar; (4) pertanyaan kritis untuk mengembangkan ide-ide mahasiswa;
3. MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa
dibandingkan praktikum Kimia Dasar reguler. Peningkatan penguasaan
konsep mahasiswa untuk keseluruhan konsep pada topik asam-basa berada
pada kategori rendah, yaitu rerata gain ternomalisasi sebesar 27,48 %.
Peningkatkan tertinggi (48,89 %) terjadi pada konsep indikator, sedangkan
terendah (15,24 %) terjadi pada konsep derajat ionisasi. Peningkatan
penguasaan konsep mahasiswa untuk keseluruhan konsep pada topik
elektrolisis berada pada kategori sedang, yaitu rerata gain ternomalisasi
sebesar 31,05 %. Peningkatan tertinggi (32,64 %) terjadi pada konsep anoda,
katoda, dan elektroda, sedangkan terendah (16,36 %) terjadi pada konsep
elektroplating.
4. MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis
mahasiswa dibandingkan praktikum Kimia Dasar reguler. Peningkatan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa untuk keseluruhan indikator pada topik
asam-basa tergolong rendah, yakni rerata gain ternormalisasi sebesar 27,48 %.
Peningkatan tertinggi (38,56 %) terdapat pada indikator mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin,
sedangkan terendah (22,31 %) terjadi pada indikator menarik kesimpulan atau
merumuskan hipotesis. Peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa
untuk keseluruhan indikator pada topik elektrolisis tergolong sedang, yakni
rerata gain ternormalisasi sebesar 31,05 %. Peningkatan tertinggi (85,71 %)
terdapat pada indikator memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang
mengaplikasikan prinsip-prinsip yang dapat diterima.
5. Keterampilan proses sains mahasiswa pada keseluruhan indikator untuk topik
elektrolisis lebih tinggi daripada topik asam-basa. Pada topik asam-basa,
keterampilan proses sains mahasiswa pada keseluruhan indikator tergolong
baik (rerata skor 76,09), rerata skor tertinggi (89,49) terjadi pada indikator
melakukan percobaan, dan rerata skor terendah (67,59) terjadi pada indikator
menginterpretasikan. Pada topik elektrolisis, keterampilan proses sains
mahasiswa pada keseluruhan indikator tergolong sangat baik (rerata skor
87,33), rerata skor tertinggi (95,11) terjadi pada indikator melakukan
percobaan, dan rerata skor terendah (80,95) terjadi pada indikator mengamati.
6. Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan MPKD-BBB adalah
pelaksanaan praktikum membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan
adanya penambahan waktu.
7. Keunggulan dari MPKD-BBB adalah: (1) praktikum lebih menarik,
menantang, dan kondusif; (2) mempermudah dosen mengelola praktikum; (3)
memotivasi dosen mempelajari berbagai sumber informasi; (4) membantu
dosen menggali ide-ide mahasiswa secara lebih mendalam dan
mengembangkannya, (5) mempermudah dosen dalam membimbing
mahasiswa; (6) memumbuhkan keingintahuan mahasiswa; (7) menumbuhkan
sikap positif mahasiswa terhadap praktikum; dan (8) praktikum dapat
meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis, dan
8. Tanggapan dosen terhadap MPKD-BBB sangat positif, yaitu MPKD-BBB
dapat: (1) memperluas wawasannya tentang praktikum berbasis budaya Bali;
(2) memperoleh gambaran tentang keterampilan berpikir kritis mahasiswa; (3)
mempermudah mengelola dan membimbing mahasiswa; serta (4)
mempermudah dalam meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa.
9. Sebagian besar mahasiswa (92,71 %) memberikan respon positif terhadap
MPKD-BBB. Mahasiswa merasakan bahwa: (1) adanya keunikan dari
praktikum ini dalam menghubungkan budaya Bali dengan materi praktikum;
(2) memiliki pengalaman merancang praktikum sendiri; (3) praktikum
menyenangkan dan mempermudah pemahaman materi Kimia Dasar; (4)
praktikum memberikan motivasi untuk mempelajari lebih banyak referensi
dan terlibat aktif dalam kegiatan praktikum; dan (5) praktikum meningkatkan
kemampuan berkomunikasi. Mahasiswa menyarankan agar praktikum ini terus
dipertahankan dan dikembangkan untuk praktikum-praktikum kimia lainnya.
B. Implikasi Penelitian
Temuan-temuan yang dirumuskan dalam kesimpulan penelitian,
memberikan beberapa implikasi sebagai berikut.
a. Untuk dosen kimia
1) Memanfaatkan MPKD-BBB untuk meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
2) Mengadaptasikan MPKD-BBB pada praktikum kimia yang lain, agar terjadi
b. Untuk institusi
Sebagai bahan pertimbangan untuk merancang kurikulum, pendekatan,
metode, dan strategi pengelolaan praktikum dengan mengadopsi dan
mengadaptasi MPKD-BBB.
c. Untuk penelitian selanjutnya
1) Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengembangkan model
praktikum berbasis budaya lokal untuk mata kuliah/praktikum kimia yang
lain, misalnya Kimia Anorganik, Kimia Fisika, Kimia Analitik, dan Biokimia.
2) Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk mengetahui apakah MPKD-BBB
ini dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
yang lain, misalnya keterampilan berpikir kreatif.
3) Penelitian selanjutnya dapat dilakukan adalah mengembangkan asesmen
keterampilan berpikir kritis berbasis budaya Bali yang bebas konten atau
DAFTAR PUSTAKA
Aikenhead, G. dan Huntey, B. (n.d.). Teacher’ Views on Aboriginal Students
Learning Western and Aboriginal Science. [Online]. Tersedia: http://www.rsc.org/ Publishing/Journals/RP/index.asp. [22 Juli 2010].
Arends, R. I. (2008). Learning to Teach. Buku I. Edisi Ketujuh. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bassham, G. et al. (2008). Critical Thinking: A Student Introduction. 3rd Ed. Singapore: McGraw-Hill Company, Inc.
Baker, D. dan Taylor, P. C. S. (1995). “The Effect of Culture on the Learning of Science in Non-Western Countries: the Result of an Integrated Research Review.” Journal Science Education. 17(6), 695-704.
Bers, T. (2005). “Assessing Critical Thinking in Community Colleges.” New
Directions for Community Colleges. 130, 15-25.
Beyer, B. K. (1988). Developing A Thinking Skill Program. Boston. London. Sydney. Toronto: Allyn and Bacon, Inc.
Beyer, B. K. (1995). Critical Thinking. Bloomington, IN: Phi Delta Kappa Educational Foundation.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: BSNP.
Barnhardt, R. (n.d.). Teaching/Learning accros Culture: Strategis for Succes. [Online]. Tersedia: http://www.ankn.uaf.edu/TLAC.hyml. [21 Desember 2003].
Butterworth, J. dan Thwaites, G. (2005). Thinking Skills. Cambridge: Cambridge University Press.
Carroll, R. T. (2004). Becoming a Critical Thinker. [Online]. Tersedia: http://skepdic.com/refuge/etlessons/ch1.pdf. [6 Juli 2007].
Chalupa, M. dan Sormunen, C. (1995). “You Make the Difference in the Classroom: Strategies for Developing Critical Thinking.” Business
Cobern, W. W. dan Aikenhead, G. S. (1996). Cultural Aspects of Learning
Science. [Online]. Tersedia: http://wmich.edu/slcsp/121.htm. [21 Desember
2003].
Costa, A. L. (1985). “Teaching For, Of, and About Thinking”. Dalam A. L. Costa (Eds). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Costa, V. B. (1995). “When Science is “Another World”: Relationships Between Worlds of Family, Friends, School, and Science”. Science Education. 79(3), 313-333.
Creswell, J. W. (2008). Educational Research Design; Planning, Conducting, and
Evaluating Qualitative and Quantitative Research. 3rd Ed. Singapore: Pearson Merrill Prentice Hall.
Dahar, R. W. (1985). Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar
Ditinjau dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains (Suatu Studi Eluminatif tentang Proses Belajar Mengajar Sains di Kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar). Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Permendiknas No. 22/2006: Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Depdiknas. (2007). Permendiknas No. 16/2007: Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru. Jakarta: BSNP.
Dirgantara, Y. et al. (2008). “Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Pokok Bahasan Kalor. Jurnal Pendidikan IPA. 2(1), 87-97.
Domin, D. S. (2007). “Students’ Perceptions of When Conceptual Development Occurs during Laboratory Instruction”. Journal of Chemistry Education
Research and Practice. 8(2), 140-152.
Donder, I K. (2004). Panca Dhatu (Atom, Atma dan Animisme). Surabaya: Paramita.
Ennis, R. (1985). “Curriculum for Critical Thinking”. Dalam A. L. Costa (Eds).
Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum Development.
Ennis, R. E. (1987). A Taxonomy of Critical Thinking Dispositions and Abilities. In J. B. Baron dan R. J. Sternberd (Eds). Teaching Thinking Skills: Theory
and Practice. New York: W. H. Freeman and Company.
Ernst, J. dan Monroe, M. (2004). “The Effects of Environment-Based Education on Students’ Critical Thinking Skills and Disposition toward Critical Thinking”. Environmental Education Research. 10(4), 507-522.
Facione, P. A. et al. (2002). The California Critical Thinking Skill Test: Test
Manual 2002 Update Edition. Milbrae CA: The California Academic Press.
Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Cetakan Pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Fisher, A, (2009). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Gega, P. C. (1995). Science in Elementary Education. New York: MacMilans Publishing Company.
Green, W. J., Elliott, C. dan Cummins, R. H. (2004). “Prompted Inquiry-Based Learning in the Introductory Chemistry Laboratory”. Journal of Chemical
Education. 81(2), 239-241.
Harlen, W. (1991). The Teaching of Science. London: David Fulton Publishers.
Haukoos, G. dan LeBeau, D. (1992). “Inservice Activity that Emphasizes the Importance of the Cultural in Teaching School Science”. Journal of
American Indian Education–Arizona State University. 32(1). [Online].
Tersedia: http://jaie.asu.edu/v34/ V34S2imp.htm. [3 April 2009].
Hoaglund, J. (1993). “Critical Thinking: A Socratic Model.” Argumentation. 7(3), 291-311.
Hofstein, A. dan Mamlok-Naaman, R. (2007). “The Laboratory in Science Education: The State of The Art”. Journal of Chemistry Education Research
and Practice, 8(2), 105-107.
Howe, E. R. (2004). “Canadian and Japanese Teachers’ Conceptions of Critical Thinking: A Comparative Study”. Teachers and Teaching: Theory and
Practice. 10(5), 506-525.
Innabi, H. dan Sheikh, O. E. (2006). “The Change in Mathematics Teachers’ Perceptions of Critical Thinking after 15 Years of Educational Reform in Jordan”. Educational Studies in Mathematics. 64, 45-68.
Jegede, O. J. dan Aikenhead, G.S. (n.d.). Transcending Cultural Borders:
Implications for Science Teaching. Tersedia: http://www.whk.edu.hk/cridal/
misc/jegede.htm. [23 Mei 2002].
Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Jones, D. (1996). Critical Thinking in an Online Word. [Online]. Tersedia: http:// www.library.ucsb.edu/untangle/jones.html. [16 Oktober 1996].
Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E. (2000). Models of Teaching. 6th Ed. Boston: Allyn and Bacon.
Keenan, C. W., Kleinfelter, D. C., dan Wood, J. H. (1980). General College
Chemistry. Jilid Satu. Jakarta : Erlangga.
Ketpichainarong, W., Panijpan, B., dan Ruenwongsa, W. (2010). Enhanced Learning of Biotechnology Students by An Inquiry-Based Cellulase Laboratory. International Journal of Environmental and Science Education. 5(2), 169-187.
Kipnis, M. dan Hofstein, A. (2007). “The Inquiry Laboratory as A Source for Development of Metacognitive Skills”. International Journal of Science and
Mathematics Education. 6(3), 601-627.
Liliasari. (2010). “Pengembangan Keterampilan Berpikir Melalui Pembelajaran Sains Menuju Masa Depan”, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan
Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung:
FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Limniou, M., et al. (2007). “The Integration of A Viscosity Simulator in A Chemistry Laboratory”. Journal of Chemistry Education Research and
Practice. 8(2), 220-231. [Online]. Tersedia: http://www.rsc.org/images/
issue%208/2/2tcm18/85055. pdf. [4 Maret 2008].
MacNeil, J. dan Valaric, L. (2003). “Incomplete Combusion with Candle Flames: A Guided-Inquiry Experiment in the First-Year Chemistry Lab”. Journal of
Chemical Education. 80(3), 302-304.
Maryam, S. et al., (2001). Peningkatan Kemampuan Guru dalam Penggunaan
“Modul Bertanya” sebagai Upaya untuk Meningkatkan Penguasaan dan Aplikasi Konsep Kimia Siswa Kelas II2 SMUN 4 Singaraja. Laporan Penelitian DIKTI. Tidak Diterbitkan.
Marzano, R. J., Pickering, D., dan McTighe, J. (1993). Assessing Student
Outcomes: Performance Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Marzano, R. et al. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum
and Instruction. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum
Development.
McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning : A Guide to
Thinking Skills in Education. Berkshire: Open University Press.
McGraw-Hill.
Minium, E. W., King, B., dan Bear, G. (1993). Statistical Reasoning in
Psychology and Education. 3rd Edition. Toronto: John Wiley and Sons, Inc.
Miri, B, Ben-Chaim, D. dan Zoller, U. (2007). Purposely Teaching for the
Promotion of Higher-Order Thinking Skills: A Case of Critical Thinking.
[Online]. Tersedia: http://www.springerlink.com/content. [14Januari 2008].
National Research Council (2000). Inquiry and the National Science Education
Standards: A Guide for Teaching and Learning. [Online]. Tersedia:
http://books.nap. edu/html/inquiry_addendum/notice.html. [9 Oktober 2001]
National Science Teachers Association, (1998). Standards for Science Teacher
Preparation. Associtiation for The Education of Teachers in Science.
National Science Teachers Association, (2003). Standards for Science Teacher
Preparation.
Nickerson, R. S., Perkins, D. N., dan Smith, E. E. (1985). The Teaching of
Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Ogawa, M. (2002). Science as the Culture of Scientist: How to Cope with
Oxtoby, D. W., Gillis, H. P., dan Nachtrieb, N. H. (2001). Principles of Modern
Chemistry. Fourth Edition. Jilid Satu. Jakarta: Erlangga.
Oliver-Hoyo, M.T. (2003). “Designing a Written Assignment to Promote the Use of Critical Thinking Skills in An Introductory Chemistry Course”. Journal
of Chemical Education. 80(8), 889-903.
Paraskevas, A. dan Wickens, E. (2003). “Andragogy and the Socratic Method: The Adult Learner Perspective.” Journal of Hospitality, Leisure, Sport and
Tourism Education. 2(2), 4-14.
Paul, R. (1990). Critical Thinking: What Every Person Needs to Survive in a
Rapidly Changing World. Rohnert Park, CA: Center for Critical Thinking
and Moral Critique.
Paul, R. dan Binker, A. J. A. (1990). Socratic Questioning. Rohnert Park, CA: Center for Critical Thinking and Moral Critique.
Paul, R., Binker, A. J. A., Martin, D., Vetrano, C., dan Kreklau, H. (1989).
Critical Thinking Handbook: 6th-9th Grades. Rohnert Park, CA: Center for
Critical Thinking and Moral Critique.
Paul, R. dan Elder, L. (2005). A Guide for Educator to Critical Thinking
Competency Standars. [Online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.org.
[25 Maret 2007].
Philips, V. dan Bond, C. (2004). “Undergraduates’ Experiences of Critical Thinking”. Higher Education Research and Development. 23(3), 277-294.
Piaw, C.Y. (2004). Creative and Critical Thinking Styles. Serdang: Universiti Putra Malaysia Press.
Polite, V. C. dan Adams, A. H. (1996). Improving Critical Thinking Through
Socratic Seminars. [Online]. Tersedia: http://www.temple.edu. [8 Juli
2007].
Prince, M. dan Felder, R. (2007). “The Many Face of Inductive Teaching and Learning”. Journal of College Science Teaching. 36(5), 14-20.
Pullailla, A., Redjeki, S., and Rusdiana, D. (2007). “Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor”. Jurnal
Pendidikan IPA. 1(3), 287-295.
Ramig et al. (1995). Teaching Science Process Skill. Good Apple, An Inprint of Paramount Suplement Education.
Raras, N. T. (2004). Kajeng Kliwon: Kerinduan Kosmik Panca Maha Bhuta. Cetakan Pertama. Surabaya: Paramita.
Redhana, I W. (2008). “Praktikum Biokimia melalui Open-Ended Laboratory”.
Jurnal Pendidikan IPA. 1(1), 32-47.
Redhana, I W. (2009). Pengembangan Program Pembelajaran Berbasis Masalah
Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Kimia SMA. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Redhana, I W., Suardana, I N., dan Soma, I W. (2000). Penerapan Modul
Bertanya-Diskusi-Informasi (MDI) dalam Meningkatkan Aktivitas dan Penguasaan Materi Kimia Siswa Sekolah Menengah Umum. Laporan
Penelitian DIKTI. Tidak Diterbitkan.
Reeve, A. M. (2004). “A Discovery-Based Friedel Crafts Acylation Experiment: Student-Designed Experimental Procedure”. Journal of Chemical
Education. 81(10), 1497-1499.
Reveles, J. M., Kelly, G. J and Duran, R. P. (2007). “A Sociocultural on Mediated Activity in Third Grade Science”. Journal of Cultural Science Education. (1), 467-495.
Rustaman, N. Y. (2007). “Basic Scientific Inquiry in Science Education and Its Assessment”. Proceeding of The First International on Science Education. ISBN: 979-25-0599-7. 19-28.
Sardjiyo dan Pannen, P. (2005). “Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.” Jurnal
Pendidikan. 6(2), 83-98.
Savinainen, A. dan Scott, P. (2002). “The Force Concept Inventory: A Tool for Monitoring Student Learning”. Physics Education. 39(1), 45-52.
Schafersman, S. D. (1991). Introduction to Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html. [25