• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED DENGAN STRATEGI GROUP-TO-GROUP :Studi Eksperimen di SMA Negeri Plus Provinsi Riau:.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED DENGAN STRATEGI GROUP-TO-GROUP :Studi Eksperimen di SMA Negeri Plus Provinsi Riau:."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia menjadi lebih fleksibel, terbuka, dan mudah adaptasi dengan berbagai situasi dan permasalahan dalam kehidupan. Dalam menghadapi kemajuan teknologi dan informasi tersebut publik Indonesia harus cerdas, kreatif, komunikatif, mengakomodasi, dan menyaring perkembangan teknologi dan informasi sehingga dapat berkembang maju dalam masa globalisasi ini.

Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu karakteristik yang dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department of Labor USA,2004). Karakteristik-karakteristik dunia kerja adalah: (1) memiliki kepercayaan diri; (2) memiliki motivasi berprestasi; (3) menguasai keterampilan-keterampilan dasar (membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, dan melek komputer); (4) menguasai keterampilan berpikir (mengajukan pertanyaan, mengambil keputusan, berpikir analitis, dan berpikir kreatif); dan (5) menguasai keterampilan interpesonal (kemampuan bekerja sama dan bernegosiasi). Keahlian-keahlian seperti di atas harus dimiliki oleh siswa-siswi yang akan berpotensi baik nantinya.

(2)

kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2004). Pembelajaran matematika secara terperinci untuk dapat mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut.

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi, dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, keingintahuan, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram.

(3)

3

Proses pembelajaran di dalam kelas yang kurang komunikatif, hanya menggunakan bahasa-bahasa angka. Mettes (1979) menyatakan bahwa siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal-soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja. Temuan Wahyudin (1999) sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru. Siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berarti siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Kemudian, ada beberapa faktor matematika sulit diantaranya adalah:

1. Kesulitan mengkomunikasikan ide-ide kedalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. George Kenedy (Suhendar, 2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa soal-soal yang berhubungan dengan bilangan tidak begitu menyulitkan siswa, namun soal-soal yang menggunakan kalimat sangat menyulitkan siswa dalam menyelesaikannya.

2. Kesulitan dalam berpikir kreatif matematis karena sudah terbiasa dengan berpikir konvergen dan guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pola pikirnya sesuai dengan kemampuannya. 3. Siswa memandang matematika sebagai mata pelajaran yang

(4)

Berdasarkan kesulitan-kesulitan di atas apa yang harus dilakukan guru untuk menanggulangi proses pembelajaran matematika agar sesuai dengan harapan. Untuk itu siswa harus mempunyai kemampuan berpikir kreatif matematis, seorang siswa juga dituntut mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang baik. Bagi siswa yang terlibat dalam komunikasi matematis dengan gurunya maupun dengan teman-temannya, baik secara lisan maupun tertulis, baik pada saat pembelajaran berlangsung maupun di luar kelas, akan sangat banyak manfaatnya untuk meningkatkan pemahaman matematis mereka. NCTM (2000) menyatakan bahwa saat para siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika, serta untuk mengomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka itu pada orang lain secara lisan atau tertulis, maka mereka telah belajar untuk memperjelas dan meyakinkan pemahaman yang mereka punyai. Menyimak penjelasan-penjelasan orang lain juga memberi siswa-siswa kesempatan untuk membangun pemahaman mereka sendiri. Percakapan-percakapan yang mengeksplorasi gagasan-gagasan matematis dari berbagai perspektif membantu mereka yang ikut dalam percakapan itu untuk mempertajam pemikiran mereka dan dapat membuat hubungan-hubungan yang relevan.

(5)

5

oleh guru. Jika siswa di kelas diberikan masalah yang perlu penjelasan yang matematis mengalami kendala dalam segi bahasa maupun simbol-simbol matematika, apalagi diperintahkan untuk menjelaskan di depan teman-temannya tentang pemecahan soal-soal terbuka.

Komunikasi secara umum dapat diartikan juga sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.

Makna dari kemampuan komunikasi matematis adalah suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, di mana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis.

(6)

penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai sasaran.

Pembelajaran terlihat dalam bidang pengajaran matematika selama ini adalah yang menekankan lebih menggambarkan pada ceramah, rumus singkat, dan mencari satu jawaban yang benar untuk soal-soal yang diberikan, proses pemikiran tingkat tinggi termasuk berfikir kreatif jarang diberikan untuk latihan. Buku pelajaran yang digunakan siswa jika dikaji secara benar, semua soal yang dimuat kebanyakan hanya tugas yang harus mencari satu jawaban yang benar (konvergen). Kemampuan berpikir divergen, yaitu menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu masalah jarang diukur. Dengan demikian, kemampuan intelektual anak untuk berkembang secara utuh diabaikan.

(7)

7

Hastuti (2007), menyebutkan rendahnya kelulusan siswa di setiap jenjang pendidikan sangat dipengaruhi oleh rendahnya nilai matematika, hal ini disebabkan oleh sistem pembelajaran yang berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat konvensional, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin.

Berdasarkan keterangan di atas maka kemampuan berpikir kreatif siswa tidak berkembang, karena metoda yang digunakan tidak menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi (High-Order Thinking Skill), soal-soal rutin, dan pembelajaran masih bersifat mekanistik (menerangkan, contoh, latihan sesuai contoh dan begitu seterusnya). Jika pembelajaran tidak berubah maka siswa kita tidak dapat bersaing dengan derasnya arus kemajuan dunia. Untuk menanggulangi hal tersebut, di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku sekarang, fokus dalam pembelajaran matematika hendaknya pendekatan pemecahan masalah. Masalah tersebut mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian (Permendiknas Nomor 22:2006).

(8)

Untuk melaksanakan pembelajaran matematika yang baik memerlukan beberapa kecakapan guru untuk memilih suatu model pembelajaran yang tepat, baik untuk materi ataupun situasi dan kondisi pembelajaran saat itu. Sehingga pembelajaran tersebut dapat merangsang siswa untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

Sebuah pertanyaan apa yang harus dilakukan dalam usaha untuk menanggulangi proses pembelajaran matematika agar sesuai dengan harapan yang diinginkan. Salah satu jawabannya adalah tentu saja perlu adanya reformasi dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang merupakan bagian dari pembelajaran konstruktivisme adalah pendekatan open-ended. Konstruktivisme memiliki prinsip dasar yaitu, pengetahuan dikonstruksi oleh subyek sendiri. Demikian juga dalam pendekatan open-ended, pengetahuan dikonstruksi oleh siswa sendiri dan dalam pembelajarannya disajikan suatu permasalahan yang memiliki beragam penyelesaian atau metode penyelesaiannya.

Sebagai contoh dapat kita perhatikan soal berikut :

(9)

9

Soal ini termasuk dalam open-ended problems karena kita tidak secara pasti tahu prosedure untuk menjawab soal ini. Bila dipikir-pikir, soal ini akan mengundang banyak cara dan juga banyak jawaban. Soal semacam ini amat jarang diberikan. Dan kalaupun ada, jaman dulu dianggap sebagai soal yang tidak lengkap (alias dianggap sebagai “salah soal”). Padahal, soal semacam ini menuntut kreativitas kita dalam menjawabnya. Soal semacam ini pun menuntut kita untuk berpikir lebih ketimbang hanya mengingat prosedur baku dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk menyelesaikan masalah ini, kita tak dapat langsung begitu saja menjawabnya. Soal ini menuntut kita berpikir lebih cerdas. Menuntut kita untuk melakukan perencanaan sebelum mendapat jawaban. Soal ini menuntut kita agar dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan jawaban. Dapat mengantisipasi berbagai cara yang mungkin dilakukan untuk menjawabnya. Pendeknya, soal ini melatih kita untuk menggunakan penalaran dan kreativitas yang tak hanya sekedar menghafalkan prosedur menjawab seperti biasanya.

(10)

Dari uraian tentang karakteristik pembelajaran open-ended terlihat bahwa pembelajaran open-ended dapat memupuk kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas siswa, karena pendekatan ini tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan di dalam pikiran mereka sendiri. Pada pendekatan ini, siswa dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Hal ini merupakan salah satu syarat yang dibutuhkan untuk pengembangan kreativitas siswa.

Dengan demikian, jika siswa diberi soal open-ended, praktek, menggali sumber-sumber yang dibutuhkan untuk membuat kesimpulan, rencana mengerjakan tugas, memilih metode dan menerapkan kemampuan matematika mereka, diharapkan siswa akan mendapatkan sejumlah manfaat dari hal tersebut. Selain manfaat dalam bidang kognitif, mereka juga akan mendapatkan manfaat dalam bidang afektif antara lain, mereka merasa dihargai karena diberi kesempatan yang sama untuk mengkonstruksi konsep secara individu.

(11)

11

dan mengungkapkannya di depan kelas. Cara ini menurut Silberman dalam bukunya Active Learning sangat sesuai dengan siswa zaman sekarang yang cendrung lebih sering bosan dengan hal-hal yang monoton.

Pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group merupakan pendekatan yang bertujuan untuk membimbing siswa menemukan konsep, presedur, dan pemecahan masalah melalui kelompoknya sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk berinovasi dengan ide-ide dan cara-cara berbeda. Melalui sejumlah pertanyaan-pertanyaan diharapkan dapat memunculkan banyak gagasan dari siswa-siswa, kemudian siswa-siswa dapat mencari kombinasi terbaik dari gagasan tersebut dan akhirnya dapat memutuskan yang mana kombinasi terbaik untuk melakukan jawaban yang benar. Kegiatan-kegiatan ini berkaitan dengan proses berpikir kreatif siswa dalam menemukan pemecahan dari permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa terdorong untuk melaksanakan penelitian dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan komunikasi matematis siswa SMA melalui pendekatan open-ended

dengan strategi group-to-group.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

(12)

2. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya melalui pendekatan open-ended secara individu lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional?

3. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya melalui pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional?

4. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya melalui pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara individu?

5. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya melalui pendekatan open-ended secara individu lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional?

6. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya melalui pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional?

7. Bagaimana sikap siswa terhadap pendekatan open-ended dengan strategi

group-to-group, terhadap pembelajaran matematika, kemampuan berpikir

(13)

13

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan open-ended.

Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk melihat gambaran kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara individu dibandingkankan dengan yang belajar secara group-to-group.

2. Untuk melihat gambaran kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara individu dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

3. Untuk melihat gambaran kemampuan berpikir kratif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara

group-to-group dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan konvensional.

4. Untuk melihat gambaran kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara individu dibandingkan dengan yang belajar secara group-to-group.

(14)

6. Untuk melihat gambaran kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara

group-to-group dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan konvensional.

7. Untuk melihat sikap siswa terhadap pendekatan open-ended dengan strategi

group-to-group terhadap pembelajaran matematika, kemampuan berpikir

kreatif matematis, dan komunikasi matematis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Secara khusus, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, diantaranya:

1. Bagi guru

Melalui penelitian ini, diharapkan semakin menambah khazanah pengetahuan pembelajaran matematika, sehingga dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh para guru dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika.

2. Bagi siswa

(15)

15

memperkaya alternatif dalam proses penyelesaian pemecahan masalah sesuai dengan ide-idenya dan mencapai tingkat berpikir yang lebih tinggi.

3. Bagi peneliti

Melalui penelitian ini dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian yang sejenis. Sekaligus sebagai langkah awal dalam mengembangkan proses belajar mengajar yang tepat di kelas.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pemahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah-istilah didefinisikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran open-ended adalah suatu pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang sifatnya terbuka, proses yang terbuka (memiliki banyak cara penyelesaian yang benar), hasil akhirnya terbuka (memiliki banyak jawaban yang benar) dan cara pengembangan lanjutannya terbuka serta masalah open-ended dengan soal-soal yang memiliki jawaban variatif namun hanya memiliki solusi tunggal (satu jawaban benar).

(16)

berbeda diberikan kepada kelompok siswa yang berbeda, dimana masing-masing kelompok mengajarkan atau mempresentasikan apa yang telah dipecahkan untuk sisa kelas.

3. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan yang meliputi aspek-aspek berpikir lancar (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide, luwes (flexibility) adalah kelenturan dalam menghasilkan ide-ide beragam, elaboratif (elaboration) adalah membangun sesuatu dari ide-ide lainnya, keaslian (originality) adalah menyusun sesuatu yang baru, dan evaluasi (evaluation).

4. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan komunikasi lisan dan tertulis yang diungkapkan melalui representasi yang meliputi aspek drawing, aspek mathematical expression, dan aspek written texts.

5. Sikap yang berkaitan dengan kreativitas adalah rasa ingin tahu, imajinatif, suka tantangan, berani mengambil resiko, dan sikap percaya diri, perasaan gembira pada saat mengerjakan tugas.

(17)

17

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, dirumuskan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended yang belajar secara group-to-

group lebih baik daripada yang belajar secara individu.

2. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended yang belajar secara group-to-

group lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

konvensional.

3. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended yang belajar secara individu lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

4. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended yang belajar secara group-to-group lebih baik daripada yang belajar secara individu.

5. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended yang belajar secara group-to-group lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional. 6. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

(18)

7. Sikap siswa yang memperoleh pembelajaran open-ended dengan strategi

group-to-group lebih baik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan disain penelitian berbentuk Pre-test, Post-test, Control Group Design (Ruseffendi, 2005), pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sugiono (2007). Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Sampel dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelas yang dipilih secara acak yaitu kelas pertama yang terpilih dijadikan kelas kontrol atau kelompok kontrol, kelas kedua yang terpilih dijadikan kelas eksperimen yang pembelajarannya secara individu, sedangkan kelas ketiga yang terpilih dijadikan sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya secara group-to- group.

2. Untuk menghindari extraneous variable (variabel yang tidak ada hubungannya dalam penelitian), maka variabel-variabel yang diperkirakan membuat penelitian ini bias perlu dinetralkan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Kemampuan awal siswa

Ketiga kelas adalah kelas yang memiliki kemampuan awal yang sama berdasarkan data dari guru berupa nilai harian siswa.

b. Lama penyampaian materi

(20)

Ketiga kelompok diberikan bahan ajar yang sama dari buku pegangan yang sama pula.

Dengan demikian rancangan atau disain penelitiannya menggunakan

Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design dan dapat digambarkan

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

TreatmentGroup1 O X1 O

TreatmentGroup2 O X2 O

ControlGroup O O

Keterangan : O : Pretes, Postes

X1 : Pembelajaran dengan pendekatan open-ended secara individu

X2 : Pembelajaran dengan pendekatan open-ended secara group-to-group

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

(21)

48

di kota Pekanbaru provinsi Riau. Penentuannya dilakukan secara cluster random

sampling, yaitu teknik pengambilan populasi atas dasar pertimbangan

ketersediaan materi pelajaran yang akan penulis uji adalah turunan fungsi

(derivative). Bagian kalkulus yang berhubungan dengan turunan disebut kalkulus

diferensial. 2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Sampel untuk ujicoba instrumen sebanyak 75 siswa di kelas XII, dengan jumlah siswa kelas uji coba sebanyak 2 kelas pada SMAN 1 Tangerang (Sekolah RSBI), ujicoba tes kemampuan berpikir kreatif sebanyak 41 siswa (Kelas XII IPA 6) dan ujicoba tes kemampuan komunikasi matematis sebanyak 34 siswa (Kelas XII IPA 3) sedangkan sampel penelitian sebanyak tiga kelas yang dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu satu kelas kontrol sebanyak 25 siswa (Kelas XI IPA 3), satu kelas eksperimen yang pembelajarannya secara individu sebanyak 25 siswa (Kelas XI IPA 2), dan satu kelas eksperimen yang pembelajarannya secara group-to-group sebanyak 25 siswa (Kelas XI IPA 1). Pemilihan siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berdasarkan keacakan yang sesungguhnya (quasi eksperimen), yaitu penetapan yang dilakukan oleh guru berdasarkan kelas yang ada.

C. Variabel Penelitian

(22)

moderator, dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended, pembelajaran

open-ended secara individu dan siswa yang pembelajarannya menggunakan

pendekatan open-ended secara group-to-group sebagai variabel moderator, sedangkan sebagai variabel terikat adalah kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika. Dalam penelitian ini akan diteliti apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara variabel terikat (kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika) untuk masing-masing pembelajaran (secara individu dan secara

group-to-group) dengan pendekatan open-ended (variabel bebas).

D. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis

(23)

50

Instrumen yang dijadikan sebagai alat pengumpul data harus divalidasi terlebih dahulu, baik isi maupun butir itemnya. Jadi sebelum intrumen dijadikan alat pengumpul data, hal yang pertama dilakukan yaitu melakukan validasi isi kepada para ahli. Untuk memenuhi validitas isi, apakah tes benar-benar dapat mengukur hasil belajar siswa, peneliti meminta kepada 6 orang yang peneliti anggap ahli dalam melakukan validasi tes tersebut. Keenam orang tersebut yaitu dua orang dosen pembimbing, tiga orang rekan sesama mahasiswa Pascasarjana UPI Jurusan Pendidikan Matematika dan satu guru pengampu mata pelajaran turunan fungsi. Untuk keenam orang sebagai validator diminta tanggapannya: a. Kesesuaian butir soal dengan indikator terhadap perangkat tes.

b. Kejelasan bahasa yang digunakan dalam tes serta konsep yang diterapkan dalam tes tersebut.

c. Kesesuaian materi tes dengan kemampuan siswa pada tingkat SMA.

d. Validator diminta menentukan setiap butir soal ke dalam kategori: Dapat Dilaksanakan (DD), Dapat Dilaksanakan Tetapi Direvisi (DDR) dan Tidak Dapat Dilaksanakan (TDD).

(24)

dijadikan perangkat tes untuk diujikan kepada siswa klas XII yang telah mendapatkan materi turunan fungsi.

Pemberian skor untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis dalam matematika di adaptasi dari Heddens dan Speer (Poppy, 2003), yang dapat dilihat dalam Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika

Skor Kriteria

4

3

2

1

0

Dapat menjawab semua dengan benar dan lengkap, menggambarkan

problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi, hasil

digambarkan secara lengkap.

Dapat menjawab semua dengan benar, menggambarkan problem

solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi, hampir semua

jawaban benar, hasilnya dijelaskan.

Salah satu dari jawaban yang menggambarkan problem solving,

reasoning atau kemampuan berkomunikasi tidak ada, kurangnya

tingkat pemikiran yang tinggi, kesimpulan tidak akurat, beberapa konsep digambarkan tidak lengkap.

Dua komponen dari jawaban yang menggambarkan problem solving,

reasoning atau kemampuan berkomunikasi tidak ada, beberapa

(25)

52

Written Texts Menuliskan penjelasan/ alasan

yang logis dan benar ditinjau dari aspek bahasa maupun matematika, berkaitan dengan tata bahasa, kosa kata, tanda baca, simbol, semantik dan gramatikal

Drawing Gambar, diagram, tabel dibuat

secara lengkap dan benar

Written Texts Menuliskan penjelasan/ alasan

yang logis, tetapi bila ditinjau dari aspek bahasa maupun matematika masih terdapat beberapa kekurangan dalam hal tata bahasa, kosa kata, tanda baca, simbol, semantik dan gramatikal

Drawing Gambar, diagram, tabel dibuat

secara lengkap dan benar,

Written Texts Menuliskan penjelasan/ asalan

yang kurang logis, ditinjau dari aspek bahasa maupun

matematika dalah hal tata baca, kosa kata, tanda baca, simbol semantik dan gramatikal

Drawing Gambar, diagram, tabel dibuat

(26)

1

Written Texts Tidak menuliskan alasan.

Hanya menuliskan kembali sedikit soal, atau sedikit sekali kosa-kata dan simbol-simbol matematis

Drawing Gambar, diagram, tabel dibuat

hanya sebagian kecil

Written Texts Tidak menuliskan alasan.

Menuliskan hal-hal yang kurang bermakna dan tidak diminta

Drawing Tidak membuat gambar atau

menggambar tidak lengkap

Mathematical Expression

Kalimat matematika maupun perhitungan tidak benar

2. Analisis Validitas Butir Soal

Instrumen yang akan dijadikan alat pengumpul data harus memenuhi syarat validasi isi (konten). Instrumen berupa soal uraian sebanyak lima belas butir yang dapat dilihat dalam lampiran beserta kunci jawabannya. Instrumen tersebut diujicobakan terlebih dulu ke responden yang tidak dijadikan sampel dalam penelitian ini. Jumlah siswa kelas uji coba sebanyak 2 kelas pada SMAN 1 Tangerang , ujicoba tes kemampuan berpikir kreatif sebanyak 41 siswa (Kelas XII IPA 6) dan ujicoba tes kemampuan komunikasi matematis sebanyak 34 siswa (Kelas XII IPA 3) serta dilakukan pada kelas XII yang sudah menerima materi tentang turunan fungsi.

(27)

54

(3) melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk validitas isi soal (4) melakukan tes sebagai ujicoba instrumen kemudian menghitung validitas , reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

Analisis validitas ini dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Pada penelitian ini dilakukan validitas uji coba butir item, dikatakan valid jika setiap butir item itu memiliki dukungan yang besar dengan skor total.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product

Moment dari Pearson (Arikunto, 2002)

(28)

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Validitas Koefesien Korelasi Interpretasi

0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi 0,70 ≤ rxy < 0,90 Validitas tinggi

0,40 ≤ rxy < 0,70 Validitas sedang 0,20 ≤ rxy < 0,40 Validitas rendah

0,00 ≤ rxy < 0,20 Validitas sangat rendah rxy < 0,00 Tidak Valid

Untuk taraf signifikansi α dan derajat kebebasan dk = (n – 2), H0 diterima jika: > dalam keadaan lain, H1 ditolak artinya butir soal tersebut valid. Signifikansi koefisien korelasi dapat diketahui dengan melakukan uji-t. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Sujana, 1992):

t = rxy 2

1

2

r

n

Keterangan :

t : nilai hitung daya beda

n : banyak subjek rxy : koefisien korelasi

Selanjutnya data dan perhitungan secara lengkap dengan menggunakan

ANATES dapat dilihat pada Lampiran 4, dan hasil olahan data uji coba

(29)

56

Tabel 3.5

Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis No. Soal Koefisien Korelasi Kriteria Validitas Keterangan

01 0,70 Sedang Valid

02 0,60 Sedang Valid

03 0,85 Tinggi Valid

04 0,82 Tinggi Valid

05 0,61 Sedang Valid

Dari Tabel 3.5 terlihat untuk kelima soal kemampuan berpikir kreatif matematis valid, berarti soal-soal tersebut dipakai sebagai instrumen tes penelitian. Hasil olahan data uji coba untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dalam Tabel 3.6 berikut ini:

Tabel 3.6

Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis No. Soal Koefisien Korelasi Kriteria Validitas Keterangan

01 0,76 Tinggi Valid

02 0,68 Sedang Valid

03 0,73 Tinggi Valid

04 0,82 Tinggi Valid

05 0,80 Tinggi Valid

(30)

Dari Tabel 3.6 terlihat untuk keenam soal kemampuan komunikasi matematis adalah valid, sehingga soal-soal tersebut dapat dipakai sebagai instrumen penelitian.

3. Analisis Reliabilitas Tes

Suatu alat ukur memiliki daya keajegan mengukur atau reliabilitas yang baik, bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal. Artinya bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, ataupun tempat yang berbeda, maka akan memberikan hasil relatif sama. Untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen yang berbentuk uraian, digunakan rumus AlphaCronbach (Sugiyono, 2002).

S : jumlah variansi skor dari tiap butir item 2

t

S : variansi skor total

(31)

58

Tabel 3.7

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefesien Korelasi Interpretasi

0,90 ≤ r ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r < 0,90 Reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r < 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 ≤ r < 0,40 Reliabilitas rendah 0,00 ≤ r < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

r < 0,00 Tidak Reliabel

Perhitungan menggunakan Alpha Cronbach diperoleh rata-rata = 10,41 dengan simpangan baku =3,87 dan reliabilitas tes = 0,78. Dalam Tabel 3.7 berada pada rentang 0,70 ≤ ≤ 0,90 , yang artinya reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif matematis adalah tinggi. Untuk tes kemampuan komunikasi matematis juga menggunakan Alpha Cronbach diperoleh rata-rata = 11,29 dengan simpangan baku = 3,67 dan reliabilitas tes = 0,91. Dalam Tabel 3.7 berada pada rentang 0,90 ≤ ≤ 1,00, yang artinya reliabilitas tes kemampuan komunikasi matematis adalah sangat tinggi. Data dan perhitungan selengkapnya dengan

ANATES dapat dilihat pada Lampiran 4.

4. Analisis Daya Pembeda

(32)

Daya pembeda atau indeks diskriminasi menunjukkan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai, sehingga sebahagian testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara testee yang kurang pandai untuk menjawab item tersebut sebahagian besar tidak dapat menjawab dengan betul.

Untuk menyatakan soal tersebut memiliki daya beda digunakan angka indeks diskriminasi (Arikunto, 2001), sebagai berikut:

Maks Skor N

SB SA

Db

x x

2 1

− =

Keterangan:

b

D = Indeks daya pembeda suatu butir soal.

SA = Jumlah skor yang dicapai siswa pada kelompok atas.

SB = Jumlah skor yang dicapai siswa pada kelompok bawah.

N = Jumlah siswa.

(33)

60

Tabel 3.8

Klasifikasi Daya Pembeda

Koefisien Korelasi Interpretasi DP ≤ 0,00 Sangat Kurang Baik 0,00 < DP ≤ 0,20 Kurang Baik

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil perhitungan dengan ANATES klasifikasi daya pembeda, selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran, dan diperoleh daya pembeda untuk setiap butir soal tes kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa seperti dalam Tabel 3.9 dan Tabel 3.10 berikut :

Tabel 3.9

Daya Pembeda Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

01 34,09 Cukup

02 34,09 Cukup

03 52,27 Baik

04 70,45 Sangat Baik

(34)

Tabel 3.10

Daya Pembeda Soal Kemampuan Komunikasi Matematis No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

01 30,56 Cukup

02 33,33 Cukup

03 36,11 Cukup

04 38,89 Cukup

05 38,89 Cukup

06 38,89 Cukup

Dari Tabel 3.9 yang mengukur daya pembeda instrumen kemampuan pemahaman dalam matematika dan Tabel 3.10 yang mengukur daya pembeda instrumen kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis, memiliki interpretasi cukup, baik dan sangat baik, artinya soal-soal tersebut dapat digunakan untuk membedakan tingkat kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika pada siswa dikelompok tinggi, sedang dan rendah.

5. Analisis Tingkat Kesukaran

(35)

62

Dalam penelitian ini siswa dibagi atas tiga kelompok yaitu kelompok atas (pandai), kelompok tengah (sedang) dan kelompok bawah (kurang pandai). Kelompok atas dan kelompok bawah ditentukan dengan perhitungan 27% dari jumlah siswa digolongkan kedalam kelompok atas dan 27% dari jumlah siswa digolongkan kedalam kelompok bawah (Suherman dan Sukjaya, 1990).

Untuk mengukur indeks kesukaran tes berbentuk uraian digunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2001):

Maks

Skor

N

SB

SA

T

k

x

+

=

Keterangan:

Tk = tingkat kesukaran.

SA = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok atas.

SB = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok bawah.

N = jumlah siswa pada kelompok atas dan bawah.

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda (Suherman dan Sukjaya, 1990) dalam Tabel 3.11 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.11

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Koefisien Korelasi Interpretasi

(36)

0,71 ≤ IK < 1,00 Soal mudah IK = 1,00 Soal terlalu mudah

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan ANATES, diperoleh tingkat kesukaran untuk setiap butir soal kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis, yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 3.12.

Tabel 3.12

Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

01 48,86 % Sedang

02 51,14% Sedang

03 53,41% Sedang

04 53,41% Sedang

05 53,41% Sedang

Tabel 3.13

Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

01 73,61 % Mudah

02 75,00% Mudah

03 48,61% Sedang

04 52,78% Sedang

05 25,00% Sukar

(37)

64

Berdasarkan Tabel 3.12 dan Tabel 3.13 diperoleh hasil bahwa tingkat kesukaran soal bervariasi pada tiga level yaitu mudah, sedang dan sukar. Secara keseluruhan berarti instrumen tes cukup memberikan toleransi kesukaran untuk digunakan dalam penelitian. Adapun data dan perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Selanjutnya melakukan uji t untuk melihat signifikansi koefisien korelasi (Sudjana, 1992)., dengan rumus sebagai berikut:

2

r = koefisien korelasi.

n = banyaknya subyek yang diteliti.

Hasil perhitungan selengkapnya tentang koefisien korelasi dengan Anates ada pada lampiran, sedangkan rekapitulasi dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.14 dan Tabel 3.15 sebagai berikut:

Tabel 3.14

Rekapitulasi Analisis Butir Ujicoba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Kesukaran Validitas Signifikansi

1 3,50 34,09 Sedang Valid Signifikan

2 4,37 34,09 Sedang Valid Signifikan

3 8,57 52,27 Sedang Valid Sangat Signifikan 4 7,65 70,45 Sedang Valid Sangat Signifikan

(38)

Tabel 3.15

Rekapitulasi Analisis Butir Ujicoba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No. Butir

soal Nilai t

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Validitas Signifikansi

1 5,05 30,56 Mudah Valid Sangat Signifikan

2 5,66 33,33 Mudah Valid Signifikan

3 5,20 36,11 Sedang Valid Sangat Signifikan 4 4,43 38,89 Sedang Valid Sangat Signifikan

5 4,37 38,89 Sukar Valid Sangat Signifikan

6 5,97 38,89 Sukar Valid Sangat Signifikan

Tingkat signifikansi koefisien korelasi dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dan ttabel, apabila thitung > ttabel maka validasi sangat signifikan. Kesimpulan berdasarkan Tabel 3.14 dan Tabel 3.15 bahwa kesebelas butir soal memiliki kriteria signifikan dan sangat signifikan artinya soal dapat dipakai sebagai instrumen penelitian.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi tiga tahap kegiatan. Secara rinci, tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Kegiatan pada tahap persiapan adalah mendokumentasi kajian pustaka terhadap teori-teori yang berkaitan dengan pendekatan open-ended dan penerapannya dalam pembelajaran matematika.

(39)

66

individu maupun yang pembelajarannya secara kelompok group-to-group. Disamping itu membuat dan mengembangkan instrumen penelitian yang terdiri dari soal-soal untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis. Kemudian membuat bahan ajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa SMA dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended

dengan strategi group-to-group. 2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan menentukan tempat penelitian, dalam hal ini adalah SMA Negeri Plus Provinsi Riau, yang dilanjutkan dengan pemilihan sampel sebanyak tiga kelas. Satu kelas pertama sebagai kelompok kontrol, satu kelas kedua sebagai kelompok eksperimen yang pembelajarannya secara individu, dan satu kelas yang ketiga sebagai kelompok eksperimen yang pembelajarannya secara group-to-group.

Kegiatan pelaksanaan penelitian berikutnya secara berturut-turut adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pretes yang hasilnya sebagai data pengumpulan informasi awal tentang kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika. Pretes tersebut diberikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen baik yang pembelajarannya secara individu maupun yang pembelajarannya secara group-to-group.

(40)

menggunakan pendekatan open-ended untuk kelompok eksperimen baik yang pembelajarannya secara individu maupun yang pembelajarannya secara group-to-group. Pada setiap pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dan guru. Juga diberikan kuis setiap empat kali pertemuan, untuk melihat kemajuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran sebelumnya.

c. Memberikan postes pada ketiga kelompok tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan yaitu berupa pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional untuk kelompok kontrol dan pendekatan open-ended untuk kelompok eksperimen.

3. Tahap Akhir

Kegiatan pada tahap akhir dari penelitian ini adalah mengolah dan menganalisa data yang telah diperoleh baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Dari hasil analisa dan olah data selanjutnya dilakukan penafsiran dan membuat kesimpulan hasil penelitian.

(41)

68

Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Jan 1 Seminar Proposal Penelitian

2 Mengurus Ijin Penelitian 3 Proses Bimbingan Revisi Tesis 4 Tahap Persiapan

5 Tahap Pelaksanaan Penelitian 6 Analisis Data Bersama Dosen

Pembimbing

7 Laporan Hasil Penelitian

F. Tehnik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam kaitan pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tes

(42)

2. Pedoman Observasi

Daftar pedoman observasi diisi oleh pengamat (observer) di setiap kegiatan pembelajaran pada masing-masing kelompok. Daftar tersebut berkaitan dengan hal-hal yang menjadi fokus pengamatan disetiap pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pendekatan konvensional pada kelompok kontrol dan menggunakan pendekatan open-ended pada kelompok eksperimen baik yang pembelajarannya secara individu maupun yang pembelajarannya secara group-to-group. Termasuk pula segala hal yang terjadi didalam kelas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kratif dan komunikasi matematis siswa.

Dalam hal ini, pengamat adalah guru matematika sekolah tempat penelitian. Format pedoman observasi diberikan untuk kelas eksperimen 1 yang pembelajarannya secara individu dan kelas eksperimen 2 yang pembelajarannya dengan strategi group-to-group.

Tujuan melakukan observasi untuk memantau aktivitas siswa dan guru (dalam hal ini peneliti) pada saat penerapan pembelajaran melalui pendekatan

open-ended di kelas eksperimen.

(43)

70

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data yang menginventarisasikan data tentang sikap siswa dalam belajarnya, sikap guru, serta interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam observasi diperoleh data dengan harapan hal-hal yang tidak teramati oleh peneliti selama pembelajaran berlangsung dapat ditemukan.

3. Bentuk Non-Tes

Skala Sikap Siswa

Skala sikap siswa terdiri dari dua macam yaitu skala sikap yang berhubungan dengan disposisi berpikir kreatif matematis, komunikasi matematis dan untuk pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended secara individu maupun secara group-to-group. Skala sikap yang berhubungan dengan kreativitas dikembangkan berdasarkan pada ciri-ciri kreatif yang berhubungan dengan afektif.

Skala sikap yang berhubungan dengan pembelajaran matematika berupa pernyataan-pernyataan untuk mengungkapkan sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran open-ended dengan strategi group-to-group , sikap siswa terhadap soal disposisi berpikir kreatif matematis dan komunikasi matematis.

(44)

model skala Likert. Pilihan dalam skala sikap ini terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Data yang dikumpulkan dari angket respon siswa, dianalisis dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Setiap butir skala respon yang terkumpul kemudian dihitung jumlah skornya. Pemberian skor pada skala respon ini menggunakan teknik menentukan nilai skala dengan deviasi normal. Azwar (dalam Hamidah, 2010) mengungkapkan bahwa tujuan penentuan nilai skala dengan deviasi normal adalah untuk memberikan bobot yang tertinggi bagi kategori jawaban respon setuju terhadap pernyataan positif dan sebaliknya dan memberikan bobot rendah bagi kategori jawaban yang respon tidak setuju terhadap pernyataan positif dan sebaliknya.

b. Kemudian menentukan skor ideal dari skala respon dan membandingkannya dengan skor respon siswa per butir soal. Selanjutnya dihitung persentase skor kelompok responden, yang kemudian dilihat kriteria interpretasi skor berdasarkan kriteria Riduwan (2004). Adapun kriteria interpretasi skor yaitu disajikan pada Tabel 3.17.

Tabel 3.17 Kriteria Interpretasi Skor

Persentase Skor Kriteria Interpretasi

0% 20%− Sangat Lemah

21% 40%− Lemah

41% 60%− Cukup

61% 80%− Kuat

(45)

72

c. Data hasil skala respon ini juga dihitung persentase dari setiap tanggapan

per-item pernyataan untuk mengetahui frekuensi masing-masing alternatif

jawaban yang diberikan.

Hasil perhitungan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel untuk mempermudah mendeskripsikan hasil yang diperoleh.

Skala sikap dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jawaban responden. Langkah-langkah penentuan skala untuk setiap item adalah sebagai berikut:

1. Menghitung banyaknya responden untuk setiap option

2. Menghitung persentase jawaban responden untuk setiap option

3. Menghitung persentase kumulatif berdasarkan pada sifat positif atau negatif 4. Menghitung nilai Z untuk setiap option

5. Menghitung nilai Z + (Z) untuk setiap option, dimana (Z) adalah negatif dari nilai Z paling rendah

6. Membulatkan nilai Z + (Z)

Setelah skala ditentukan, kemudian diuji validitas itemnya dengan menggunakan rumus:

Keterangan: = rata–rata kelompok unggul

a

X = rata-rata kelompok asor (bawah)

n = banyaknya subjek u

(46)

Panduan Angket Siswa

Panduan angket siswa bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pembelajaran open-ended dengan strategi group-to-group yang tidak terlacak oleh skala pendapat siswa (skala sikap). Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada siswa yang bersedia memberikan responden sesuai dengan permintaan peneliti. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan dan mengetahui informasi tertentu yang diminta.

Angket dibedakan dua jenis, yaitu: angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka adalah angket yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden (siswa) dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Keuntungannya bagi responden dapat mengisi sesuai dengan keinginan yang sesuai dengan keadaan yang dialaminya, dan bagi peneliti akan mendapatkan data yang bervariasi (Riduwan, 2008).

G. Teknik Analisis Data

(47)

74

1. Rerata Skor

Menghitung rerata skor hasil pretes dan postes (Ruseffendi, 1993) dengan menggunakan rumus :

̅ =

2. Deviasi Standar

Rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar hasil pretes dan postes (Ruseffendi, 1993) adalah sebagai berikut :

= ∑

! ̅"#

3. Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas distribusi skor awal dan skor akhir ketiga kelompok sampel diperlukan sebagai syarat pengujian beda dua rataan. Uji ini menggunakan uji kecocokan Saphiro-Wilk dalam SPSS 17.0 dengan hipotesis ternyata ketiga data sampel berdistribusi normal.

Langkah-langkah penggunaan program SPSS 17.0 sebagai berikut:

diawali dengan menentukan taraf signifikansinya yaitu 5% atau 0,05, kemudian input data dan pengolahan data oleh SPSS 17.0. Untuk melihat hasil analisis data dalam prosedur SPSS akan ditampilkan “output” secara grafis

(48)

Kelas Shapiro-Wilk

Dalam Normal Probability Plot setiap nilai data yang diamati dipasangkan dengan nilai harapannya (expected value) dari distribusi normal. Jika sampel data berasal dari suatu populasi yang berdistribusi normal, maka titik-titik nilai data akan terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus. Sedangkan dalam

Detrended Normal Plot yang digambarkan adalah simpangan dari nilai data

terhadap garis lurus. Jika sampel data berasal dari suatu populasi yang berdistribusi normal, maka titik-titik nilai data akan terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus.

Yang menjadi fokus analisis pada uji normalitas ini adalah pada kolom signifikan, menurut Uyanto (1999) kriteria uji sebagai berikut:

Terima H0 jika P-value ≥ 0,05 dan Tolak H0 jika P-value < 0,05

Dalam program SPSS P-value = Signifikansi yang disingkat Sig.

Analisa data untuk uji normalitas dari hasil perhitungan akan disajikan dan dijelaskan dalam bab 4.

4. Uji Homogenitas Data

(49)

76

Untuk menguji homogenitas varians tes hasil kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan uji Levene’s menggunakan SPSS 17.0, kemudian output dianalisis. Tampilan output homogenitas varians dengan uji Levene’s, kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika adalah sebagai berikut:

Levene

Analisa data untuk uji homogenitas dari hasil perhitungan akan disajikan dan dijelaskan dalam bab 4.

5. Gain Normal

(50)

absolut menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang sama. Secara logis seharusnya siswa yang kedua memiliki gain yang lebih tinggi dari siswa yang pertama. Hal ini karena usaha untuk meningkatkan dari 6 ke 8 (yang juga 8 merupakan skor maksimal) akan lebih berat daripada meningkatkan dari 4 ke 6.

Untuk mengetahui sejauhmana peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika antara sebelum dan sesudah pembelajaran, dilakukan perhitungan gain ternormalisasi.

Menyikapi kondisi bahwa siswa yang memiliki gain absolut sama belum tentu memiliki gain hasil belajar yang sama, Meltzer (2002) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut normalized gain (gain ternormalisasi). Gain ternormalisasi (g) diformulasikan dalam bentuk seperti di bawah ini:

Skor gain ternormalisasi dapat dikategorisasi kedalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Menurut Hake ( dalam Meltzer, 2002) kategori gain ternormalisasi dalam Tabel 3.18, sebagai berikut:

Tabel 3.18

Klasifikasi Koefisien Gain Ternormalisasi Indeks Gain Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

(51)

78

Pada gain ternormalisasi juga dilakukan suatu uji, seperti halnya pengujian pada skor kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika. Uji gain ternormalisasi dimaksud untuk mengetahui tingkat peningkatan data antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol untuk setiap kemampuan yang diukur. Pengujian terhadap peningkatan gain ternormalisasi dapat dilakukan dengan menggunakan ANOVA Satu Jalur, dengan SPSS 17.0.

6. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis lebih dari dua variabel digunakan ANOVA (Analysis

of Variance) Satu Jalur yaitu suatu cara untuk melihat peningkatan

kemampuan melalui pengetesan variansinya. Melihat ada atau tidaknya peningkatan kemampuan dengan ANOVA, yang dipertentangkan bukan reratanya tetapi variansinya (Minium,1993) dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis Statistik.

Ho : µA = µB = µC

Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika yang pembelajarannya melalui pendekatan open-ended

secara individu dan secara group-to-group tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang pembelajarannya konvensional.

(52)

H0 : menyatakan tidak ada perbedaan diantara rata-rata beberapa populasi .

H0 : µ1 = µ2 = µ3 = .... = µn

H1 : menyatakan satu atau lebih rata-rata populasi tidak sama dengan rata-rata populasinya.

2. Meng-Input dan menganalisis data penelitian

Langkah-langkah dalam melakukan pengujian dengan SPSS 17.0 berdasarkan input data penelitian adalah sebagai berikut:

• Menentukan nilai α, dalam penelitian ini ditentukan nilai α = 0,05

• Meng-input dan mengolah data dengan SPSS 17.0 sesuai kemampuan yang diukur untuk pretes, postes dan gain.

• Menganalisis hasil “output”, yaitu;

(I) Kelas (J) Kelas

(53)

80

Analisa hasil olah dengan program SPSS dari data pretes, postes dan gain untuk kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa dalam matematika pada kelompok kontrol, kelompok eksperimen yang pembelajarannya secara individu dan kelompok eksperimen yang pembelajarannya secara group-to-group, akan disajikan dan dijelaskan dalam bab 4.

Uji persyaratan analisis data hasil penelitian dilakukan setelah menghitung uji normalitas dan uji homogenitas. Uji ini dilakukan untuk menentukan rumus uji statistik yang akan digunakan dalam perhitungan selanjutnya. Maknanya apakah kita akan menggunakan statistik parametrik atau non parametrik. Apabila data katagori normal dan homogen maka uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan ANOVA Satu Jalur, tetapi sebaliknya jika memiliki kategori tidak normal atau tidak homogen akan menggunakan statistik nonparametrik dengan uji Man-Whitney atau Wilcoxon. Apabila memiliki kategori tidak normal dan homogen maka menggunakan uji nonparametrik dengan Kruskal-Wallis. Apabila data memiliki kategori normal dan tidak homogen maka menggunakan uji % (t aksen/gabungan).

Rumusnya adalah:

% = &&& −&&&(

)*+(, + *+((

(,

Keterangan:

&&& : rata-rata eksperimen +( : simpangan baku eksperimen

(

(54)

: banyaknya data eks. ( : banyaknya data kontrol

Skema Alur Analisis Data Penelitian

(55)

82

H. Skema Prosedur Penelitian

Secara garis besar langkah-langkah pelaksanaan penelitian terlihat pada alur penelitian berikut:

Kelas Kontrol

Identifikasi Masalah

Studi Pendahuluan

Kelas Eksperimen

Postes

Penyusunan, Validasi, Uji Coba Instrumen & Perbaikan Instrumen

Penentuan Subjek & Pretest

Pembelajaran open-ended

secara individu & dengan strategi group-to-group Pembelajaran

konvensional

Observasi, Skala sikap, &

Wawancara Pengumpulan

Data

Analisis data

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab IV, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan strategi

group-to-group dibandingkan dengan yang pembelajaran secara individu.

Artinya, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara individu. 2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang pembelajaran secara individu dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

Artinya, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang pembelajaran secara individu lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

(57)

138

group-to-group dibandingkan dengan pembelajarannya menggunakan

pendekatan konvensional.

Artinya, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

4. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan strategi

group-to-group dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara

individu.

Artinya, kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara individu. 5. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara individu dibandingkan dengan siswa pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

Artinya, kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended yang belajar secara individu lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

(58)

group-to-group dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

Artinya, kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

7. Penerapan open-ended dengan strategi group-to-group dapat meningkatkan respon positif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika. Penerapan metode ini membuat siswa: (1) lebih mengetahui dan menyadari manfaat matematika bagi kehidupan; (2) dapat saling tolong menolong,

sharing idea, saling berbagi informasi, adopsi, negosiasi, dan adaptasi solusi

serta mampu mengemukakan pendapat, dan (3) tertarik dan termotivasi untuk belajar matematika dan tertantang untuk memecahkan masalah yang disajikan dalam LKS Group-to-Group.

B. Saran

Berdasarkan implikasi dari penelitian ini, selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group

(59)

140

2. Pada saat pembelajaran dengan pendekatan open-ended guru hendaknya lebih cermat dalam memperhitungkan waktu menyelesaikan satu materi pembelajaran sebaik mungkin, sehingga penerapan belajar aktif

group-to-group dapat melaksanakan semua kegiatan yang telah direncanakan dengan

baik.

3. Agar pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended dengan strategi group-to-group dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa yang optimal, guru hendaknya mempersiapkan materi dan lembar kerja siswa (LKS) dengan baik dan menarik, agar siswa dapat melakukan penemuan ide-ide kreatif dalam matematika dalam upaya memperoleh alternatif cara penyelesaian masalah yang bervariasi.

4. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, agar pola berpikir siswa terarah dan diskusi group-to-group berjalan dengan baik, maka dibutuhkan peran guru dalam membimbing menuju proses diskusi yang efektif dan efisien. Guru sebagai fasilitator, dengan tehnik scaffolding berupa petunjuk-petunjuk yang mengarahkan kepada proses penyelesaian masalah. Kemudian berikan tehnik presentasi yang benar, agar pembelajaran dengan strategi group-to-group

berjalan dengan baik dan menarik, siswa dari kelompok lain juga aktif memberikan tanggapan dan sanggahan dengan tertib dan etika yang benar. 5. Pada penelitian ini hanya dikaji kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B.I (2005). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.

Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.

Awaludin (2007). Meningkatkan Kemampuan Kreativitas dan Penalaran Matematik pada Siswa dengan Kemampuan Matematis Rendah melalui

Pembelajaran Open-Ended dengan Pemberian Tugas Tambahan. Tesis

SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Azwar, S. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baroody, A.J. dan Niskayuna, R.T.C. (1993). Problem Solving, Reasoning, and

Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York:

Merril, an Impirit of MacMillan Publishing Company.

Bauman, H.J. (1981). Writing Up a Spanish Storm: Using Creative Thinking for

Creative Writing. . Tersedia: http:// www.yale.

edu/ynhti/Curriculum/ Units/1981/4/81.04.01.x.html.

Becker & Simada (1997), The Open-Ended Approach: A New Proposal for

Teaching Mathematics. Virginia: NCTM.

Career Center Maine Department of Labor (2004). Today’s Work Competence in

Maine. Tersedia:http://www.maine.gov/labor/lmis/pdf/Essential

Work Competencies.pdf. .

Cotton, K. (1991). Teaching Thinking Skills. School Improvement Research Series.

Depdiknas. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kebijaksanaan Umum

Pendidikan Dasar dan Menengah Jakarta. Pusat Kurikulum Badan

Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/Mts. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Gusni S. (2006) Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

(61)

142

Hastuti Sri. (2007). Pembelajaran Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Tesis

PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Hamidah (2010). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan

Emosional. Tesis PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Hassoubah, Z.I. (2004). Develoving Creative & Critical Thinking Skill (Cara

Berpikir Kreatif dan Kritis). Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Hiebert, J & Lefevre, P.(1986). Conseptual and Procedural Knowledge in

Mathematics: An Introductory Analisis. Hillsdalem NJ. & London:

Erlbaum.

Inprasitha, M. (2006). Open Ended Approach And Theacher Education. Tersedia : http://www.criced.tsubuka.ac.jp/math/apec2006/progressreport/symposium/ Inprasitha-a.pdf.

Jacob, C. (2002). Matematika sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau

Pembelajarannya. Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002. Prosiding

Konferensi Matematika XI UM Malang, Bagian I, 378-382. tidak diterbitkan.

Lie, A., (2002). Cooperative Learning, Grasindo, Jakarta.

Mann, E.L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators

of Mathematical Creativity in Middle School Students. Connecticut:

University of Connecticut.

Matlin, M.W. (2003). Cognition. Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc. McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open

University Press.

Meissner, H. (2006). Creativity and Mathematics Education . Tersedia: www.math.ecnu.cn/earcome3/sym1/sym104.pdf. . Mettes, C. T. W. (1979). Teaching and Learning Problem Solving in Science A

General Strategy. International Journal of Science Education, 57 (3),

882-885.

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2      Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif  dalam Matematika
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Komunikasi Matematis
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang ditunjukan pretest menyebutkan mayoritas siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis rendah maka dipilih pendekatan pembelajaran open ended

Berdasarkan hasil kajian ini diperoleh bahwa implikasi pendekatan pembelajaran open ended berperan positif serta tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN LOGIS MATEMATIS SERTA SELF-ESTEEM SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan pendekatan open-ended tidak berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif

Serta kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam menyelesaikan soal open-ended pada aspek berpikir orisinil ( originality ) termasuk dalam kategori sangat

Serta kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam menyelesaikan soal open-ended pada aspek berpikir orisinil ( originality ) termasuk dalam kategori sangat

Berdasarkan analisis data, diperoleh bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam menyelesaikan soal open-ended pada aspek berpikir lancar (fluency)

Pengembangan Modul Digital Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.. Profil dan