• Tidak ada hasil yang ditemukan

MP3EI Sebagai Jawaban Atas Kondisi Globa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MP3EI Sebagai Jawaban Atas Kondisi Globa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Edbert Gani

1206243141 Mata Kuliah Globalisasi dan Politik di Indonesia Ilmu Politik – FISIP UI, Depok

MP3EI Sebagai Jawaban Atas Kondisi Global:

Ancaman Terhadap Pembangunan Berkelanjutan

(Contoh Kasus Deforestasi di Kalimantan)

Pendahuluan

Tantangan globalisasi telah mendorong pemerintah Indonesia melakukan banyak regulasi yang mengakomodir kepentingan ekonomi asing. Terikatnya Indonesia kepada ekonomi asing tak bisa dilepaskan dari pengaruh IMF dan Bank Dunia pada masa Reformasi. Saat ini pun Indonesia telah tergabung dalam pasar bebas di kawasan regional Asia Tenggara dalam bentuk komunitas-komunitas seperti APEC atau AFTA. Masyarakat ekonomi ASEAN 2015 yang akan , jika tidak bisa dikatakan sudah, kita hadapi tahun depan juga banyak menjadi diskusi penting di masyarakat. Pertanyaan yang selalu muncul adalah tentang siap atau tidak masyarakat menghadapinya. Namun saya lebih melihat bahwa permasalahannya bukan siap atau tidak, melainkan kita sudah berada di dalamnya.

Indonesia yang berada di jantung ekonomi dunia saat ini, yaitu kawasan Asia, berkeingingan untuk turut serta memanfaatkan komunitas ekonomi global yang sudah ada. Salah satu program besar yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan itu adalah dibuatnya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, atau yang lebih akrab disebut dengan MP3EI.

(2)

2 Adapun cara-cara yang digunakan untuk memperbaiki iklim itu adalah dengan debottlenecking, regulasi, pemberian insentif maupun percepatan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi.1 Para pelaku ekonomi yang dimaksud dalam kalimat itu adalah pemerintah maupun swasta.

Perbaikan iklim investasi di atas diyakini dapat membawa Indonesia untuk bisa menjadi negara maju pada tahun 2025. Pemerintah menempatkan pendapatan per kapita kurang lebih USD 14.250- USD 15.500 sebagai tolak ukur pencapaian yang ingin diraih sebagai negara maju. Namun untuk mencapainya pemerintah membutuhkan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025.2 Untuk mencapai indikator negara maju tersebut maka pemerintah membutuhkan perluasan investasi secara besar-besaran, yang pada akhirnya menjadi permasalahan serius dari program MP3EI ini.

Dorongan internasional untuk melakukan pertumbuhan ekonomi seringkali melupakan isu terkait ketahanan lingkungan. Padahal menurut Colin Macandrews, dalam artikelnya Politics of the Environment In Indonesia, bahasan mengenai pentingnya ketahanan lingkunga telah menjadi perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, bahkan pada masa akhir Orde Baru. Masalah deforestasi adalah satu fokus utama yang ingin diatasi. Rata-rata tingkat kehilangan hutan 1,1 juta hektar hutan per tahun pada 1990-an menjadi salah satu pemicu isu lingkungan mulai naik di Indonesia.3

Masalah itu yang ingin dibahas dalam makalah ini. Program MP3EI akan menjadi lahan eksploitasi alam yang sangat besar. Ini dikarenakan pemerintah telah terbawa arus ekonomi neoliberal yang mendorong eksploitasi besar-besaran. Pihak swasta akan dijadikan pemain utama dalam investasi dalam eksploitasi sumber daya. Sehingga saya melihat bahwa MP3EI akan menjadi ancaman serius terkait lingkungan hidup Indonesia.

Untuk melihat hal tersebut saya mengambil Pulau Kalimantan sebagai unit analisa. Kalimantan termasuk dalam salah satu koridor ekonomi yang dibuat dalam MP3EI. Koridor Ekonomi Kalimantan diberikan tema pembangunan “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil

1

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia , (Jakarta: 2011), hal.8.

2Ibid

., hal. 15.

3

(3)

3 Tambang dan Lumbung Energi Nasional”.4

Dalam Koridor Ekonomi Kalimantan pemerintah telah menetapkan Kegiatan Ekonomi Utama yaitu minyak dan gas, batubara, kelapa sawit, besi baja, bauksit, dan perkayuan.5 Saya memilih perkayuan sebagai hal yang ingin dilihat lebih jauh dalam makalah ini agar pembahasan dapat fokus dan dapat memberikan gambaran yang jelas.

Dari latar belakang di atas maka pertanyaan yang berusaha dijawab dalam makalah ini adalah Bagaimana posisi MP3EI dalam konteks pembangunan berkelanjutan? Serta apa dampaknya terhadap hutan di Pulau Kalimantan?

Kerangka Konseptual

Pembangunan Berkelanjutan

Globalisasi neoliberal begitu lekat dengan eksploitasi sumber daya alam. Sejak kerusakan lingkungan mulai dilihat sebagai permasalahan serius, konsep pembangunan berkelanjutan mulai banyak ditulis oleh para analis. Konsep pembangunan berkelanjutan mulai dilirik dunia internasional ketika adanya pemahaman ekologis yang menguat di tingkat pemerintah atau pun negara bangsa di dunia. Menurut A.K.Ramakrishna , konsep pembangunan berkelanjutan dipopulerkan oleh Brundtland Report (Laporan World Commission on Environment and Development) pada tahun 1987. Sejak saat itu konsep pembangunan berkelanjutan mulai dikenal dengan pandangannya pada generasi masa depan.6 Pembangunan berkelanjutan berusaha mengaitkan antara stabilitas dari sistem politik, masyarakat, dan ekosistem. Ramakrishna mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah pandangan kritis ekologis yang melihat pada stabilitas ekosistem dan usaha untuk mendefinisikan ulang sistem politik atau pun masyarakat yang ada.7

Paradigma pembangunan berkelanjutan harus dilihat sebagai etika politik pembangunan ketimbang pembangunan ekonomi atau konsep pentingnya lingkungan hidup semata. Sonny Keraf mendefinisikan hal ini dengan sebuah komitmen moral yang menjelaskan bagaimana seharusnya pembangunan dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan

4

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Loc.Cit., hal. 46.

5

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Loc.Cit., hal, 96.

6

A.K.Ramakrishna, The Global and The Local: A Critical International Perspective on the Politics of

“Sustainable Development,” Indian Political Science Association, Vol.62, No.1 (Maret, 2011), hal. 92.

7Ibid

(4)

4 yang diinginkan.8 Sehingga pembangunan berkelanjutan ini mencakup semua aspek pembangunan dan memuat cara menerapkan pembangunan itu.

Sonny, dalam bukunya Etika Lingkungan, mencatat ada tiga prinsip utama dari pembangungan berkelanjutan. Pertama, prinsip demokrasi. Prinsip ini melihat bahwa pembangunan dilakukan tidak untuk kepentingan rezim yang berkuasa atau hanya segelintir orang atau kelompok. Pembangunan harus ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak atau untuk kepentingan nasional. Prinsip yang kedua adalah keadilan. Adanya prinsip ini untuk memastikan bahwa ada ruang yang luas bagi setiap orang atau kelompok untuk terlibat dalam proses pembangunan, dan tentu saja dapat menikmati hasil dari pembangunan tersebut. Sehingga perlu ada jaminan untuk masyarakat dalam mendapatkan sumber ekonomi atau sumber daya alam. Secara jelas dapat diartikan tidak dibenarkan adanya monopoli. Prinsip yang terakhir adalah keberlanjutan. Prinsip ini menuntut adanya pandangan jangka panjang atas pembangunan yang dilakukan. Perlu dilihat aspek baik positif maupun negatif dari sebuah pembangunan dan tidak hanya melihat efek jangka pendek semata. Sonny menekankan salah satu nilai utama dari prinsip ini adalah keadilan antar generasi dengan melihat keterbatasan sumber daya alam yang ada.9

Deforestasi (Kerusakan Hutan) dan Politik Lingkungan

Deforestasi berhubungan dengan segala bentuk kerusakan yang terjadi pada ekosistem hutan. Herman Hidayat10 melihat kerusakan hutan ini berkaitan dengan pengelolaan yang salah atas eksploitasi hutan. Ia menyebutkan ada 2 indikator yang berkorelasi dengan deforestasi. Pertama, adanya kelengahan antara aktor-aktor yang langsung menangani hutan. Birokrat Departemen Kehutanan baik di instansi pusat dan daerah dan juga para pengusaha lokal dan internasional menjadi aktor atau pelaku yang dimaksud. Para aktor ini sering kali tidak mengimplementasikan konsep dan sistem pembangunan kehutanan yang berbasis lingkungan. Indikator selanjutnya berkaitan dengan ketidakmampuan para aktor tadi dalam memaknai relasi antara manusia dengan alam. Herman menjelaskan bahwa peran masyarakat di sistem lingkungan memerlukan perencanaan akan masa depan.

Selain itu Stephan Schmidheiny memiliki pendapat menarik terkait eksploitasi hutan. Ia melihat adanya kekeliruan cara pandang di negara-negara beriklim tropis. Menurutnya apa

8

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), hal. 167.

9Ibid.

, hal. 180.

10

(5)

5 yang disebut sebagai eksploitasi hutan memberikan pendapatan justru mengandung arti pemusnahan modal hutan.11 Secara jelas dapat disimpulkan bahwa deforestasi sama sekali tidak melihat ketahanan ekologi sebagai modal berharga yang patut dipertahankan.

Pembahasan

MP3EI yang eksploitatif

Seperti telah dijelaskan sebalumnya, MP3EI adalah sebuah program optimis pemerintah untuk membuat Indonesia dapat turut serta bermain di globalisasi ekonomi. Pemerintah lalu menetapkan investasi yang besar melalui kerjasama dengan pihak swasta untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Program koridor-koridor ekonomi yang diterapkan oleh MP3EI menunjukkan keinginan pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya alam Indonesia sampai titik yang maksimal dengan peningkatan investasi. Niat itu tergambar dengan pernyataan, “Untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama, telah diindikasikan nilai investasi yang

akan dilakukan di keenam koridor ekonomi tersebut sebesar sekitar IDR 4.012 Triliun. Dari

jumlah tersebut, Pemerintah akan berkontribusi sekitar 10% dalam bentuk pembangunan

infrastruktur dasar...”12 Terlihat nilai investasi yang besar banyak diberikan kepada pihak swasta. Sedangkan pemerintah hanya bertindak memfasilitasi dengan regulasi yang dibuat dan investasi infrastruktur.

Penempatan koridor-koridor ekonomi sendiri sangat mengancam kelangsungan lingkungan hidup. Dari 22 kegiatan ekonomi utama di MP3EI, 13 diantaranya adalah hasil alam, termasuk perkayuan.13 Sehingga secara matematis kekayaan alam masih menjadi hal yang diutamakan oleh pemerintah Indonesia ketimbang memperkuat industri manufaktur. Kalimantan sendiri adalah koridor yang hanya diposisikan untuk diambil sumber daya alamnya atau bersifat ekstraktif. Koridor Kalimantan direncanakan mendapat investasi

11

Stephen Schmidheiny, Mengubah Haluan: Pandangan bisnis dunia tentang pembangunan dan lingkungan,

terj, Kusnedi, (Bandung: Penerbit ITB, 1995), hal. 158.

12

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Loc.cit., hal. 49.

13Ibid.

(6)

6 sebesar 945 triliun Rupiah. Jumlah ini berada di posisi kedua terbesar di bawah Koridor Jawa sebesar 1.290 triliun Rupiah.14

Hal ini sebenarnya adalah dilema panjang dari Indonesia. Kekayaan alam Indonesia di satu sisi memang merupakan anugrah, bila melihat dari sudut pandangan MP3EI, sekaligus juga merupakan kutukan. Mengambil sudut pandang kaum strukturalis, Indonesia akan terus menjadi negara periferi yang lemah dalam industri manufaktur. Kelemahannya adalah nilai tukar yang selamanya akan timpang antara negara Indonesia dengan negara maju yang memproduksi barang dengan nilai tambah. Dari sudut pandang kaum strukturalis sendiri pendapatan Indonesia tidak akan cukup untuk mendanai sendiri pembangunannya karena harus terus mengimpor dari negara maju. Namun meskipun industrialisasi dilakukan, muncul permasalahan selanjutnya dimana negara maju akan melakukan perdagangan antar mereka sendiri sehingga menghalangi ekspor produk industri dari negara berkembang.15

Sehingga permasalahan mendasar dari program MP3EI adalah paradigma pemerintah yang ingin mewujudkan negara maju dengan kekayaan alamnya tanpa paralel dengan peningkatan industri maju. Kita bisa membandingkannya dengan negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia. Negara-negara tersebut berfokus pada peningkatan industri maju sehingga bisa melakukan kemajuan yang sangat pesat. Begitu juga dengan Taiwan yang saat ini merupakan negara pengekspor alat elektronik meski dahulunya sangat tergantung pada hasil pertaniannya. Negara-negara tersebut berhasil beradaptasi dengan globalisasi ekonomi yang berbasis teknologi. Menurut Robert A.Isaak16, perdagangan internasional memungkinkan adanya kesempatan untuk membangun spesialisasi dan pembagian kerja untuk mendorong produktivitas dan ekonomi kapitalis global. Tentu saja untuk mewujudkan hal tersebut mereka tidak lagi bergantung pada kekayaan alam mereka yang terbatas, melainkan kepada kemajuan teknologi dan investasi.

Apa yang dijelaskan di atas menjadi bukti bahwa program MP3EI tidak memberikan prospek baru di Indonesia. Kata-kata „percepatan‟ atau pun „perluasan‟ hanyalah pergantian dari kata liberalisasi. Tidak banyak inovasi yang ada selain hanya melanjutkan dan memberikan ruang lebih besar dalam eksploitasi sumber daya alam. Dorongan kondisi global dijadikan alasan untuk memberanikan diri membuka kerja sama dengan pihak swasta dalam

14Ibid.

, hal. 50.

15

Robert A.Isaak, Ekonomi Politik Internasional, terj, Muhadi Sugiono, (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 1995), hal. 119.

16Ibid.

(7)

7 menumbuhkan investasi secara cepat. Sedangkan dampak sosio-ekologis tidak mendapat perhatian.

Kayu Kalimantan

MP3EI cepat atau lambat akan membuat hutan di kawasan Kalimantan makin habis ditebangi. Program MP3EI di Kalimantan telah mendapat kritik, salah satunya dari Gerakan Masyarakat Sipil (GMS) Kalimantan Barat untuk Perbaikan Tata Kelola Sumber Daya Alam yang Berkeadilan. Ada pun didalamnya terdiri dari Walhi Kal-Bar, WWF, LPS-AIR, Sampan Kalimantan, Lingkat, Point, Kontak Rakat Borneo, dan IIM. Mereka berpendapat program itu akan mengancam wilayah hutan karena akan dijadikan perkebunan, pertambangan, dan kepentingan bisnis lainnya.17

Terdapat pernyataan menarik dari dokumen MP3EI, “Pulau Kalimantan tercatat memiliki kawasan hutan terluas kedua setelah Pulau Papua dengan luas kawasan hutan masing-masing sebesar 41 Juta Ha dan 42 Juta Ha. Namun dari segi luas kawasan hutan produksi, Kalimantan merupakan pulau dengan luas kawasan hutan produksi tertinggi (29,8 Juta Ha), dan baru sekitar 52,7 persen (15,7 Juta Ha) yang sudah dimanfaatkan sebagai Hutan Produksi (berdasarkan data Kementerian Kehutanan, 2009). Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat potensi besar bagi pengembangan investasi di industri perkayuan, sebagai industri utama di sektor kehutanan.”18

Bisa dilihat bagaimana paradigma pemerintah tentang kekayaan alam yang dimiliki. Potensi tersebut dianggap harus dimaksimalkan oleh pemerintah untuk memajukan pertumbuhan ekonomi menuju pasar global.

Pada bagian sebelumnya terdapat pernyataan, “Pulau Kalimantan merupakan salah satu paru-paru utama dunia terkait dengan masih luasnya area hutan yang terkandung di dalamnya.”19

Pernyataan tersebut menjadi sangat kontradiktif. Ada fakta yang tak bisa dihindari bahwa hutan Kalimantan sangat penting bagi paru-paru Indonesia, bahkan dunia. Namun di sisi lain justru pemerintah berusaha untuk meneruskan eksploitasi hutan Kalimantan dengan meletakkannya sebagai salah satu kegiatan ekonomi utama.

Perlu diketahui sebelumnya bahwa sebelum liberalisasi lewat MP3EI dilakukan, hutan Kalimantan telah banyak ditebangi untuk kepentingan kelompok tertentu. Hal itu sudah

17

MP3EI Akan Memperparah Krisis Ekologi,” http://borneoclimatechange.org/berita-723-mp3ei-akan-memparah-krisis-ekologi.html (diakses pada 15 Desember 2014 pkl.20.00).

18

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Loc.cit., hal.112.

19Ibid

(8)

8 terjadi sejak masa Orde Baru. Pada masa Soeharto produksi kayu dari kawasan hutan diatur secara sentralistik. Soeharto memberikan hak pengusahaan hutan (HPH) kepada militer dan pengusaha-pengusaha swasta bagian kroninya.20 Di samping itu banyak terjadi praktek penebangan liar yang juga tidak terhindarkan. Berkembangnya industri plywood dan sawmill pada tahun 1980-an serta industri bubur kertas dan kertas tahun 1990-an menjadi alasan banyaknya penebangan liar di Kalimantan. Penebangan liar yang luar biasa itu bahkan membuat adanya ketimpangan antara persediaan produksi dan tuntutan konsumsi kayu tersebut.21 Maraknya penebangan liar pada masa kini diamini oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti lewat potret yang didapat maskapai miliknya Susi Air. Lewat maskapainya selama ini ia melihat secara detail kasus penebangan liar terjadi di hutan-hutan Indonesia, salah satunya di Kalimantan.22

Dengan demikian akan timbul masalah besar ketika kondisi yang demikian rawan akan ditambah dengan keterbukaan investasi oleh MP3EI. Pemerintah yang seharusnya melakukan regulasi untuk menahan penebangan liar di Kalimantan justru memberikan sumber eksploitasi baru dengan sebuah masterplan yang terperinci. Sekali lagi, sudut pandang yang dilihat hanya sebatas seberapa besar keuntungan yang bisa didapatkan tanpa melihat keberlangsungan hutan pada generasi selanjutnya.

Bila kita mengacu pada tulisan Sonny Keraf, eksploitasi sumber daya alam sesungguhnya harus digunakan pertama-tama untuk kepentingan masyarakat. Namun pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab adalah apakah penebangan kayu di Indonesia benar-benar dinikmati oleh masyarakatnya? Stephan Schmidheiny menjelaskan bahwa di negara industri maju, penggunaan produk utama hutan oleh satu orang adalah tiga setengah kali lebih banyak dibandingkan dengan satu orang di negara berkembang.23 Perbandingan itu mungkin masih harus diteliti lebih lanjut dalam konteks saat ini. Namun setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran bahwa kepentingan negara-negara industri maju sangat besar terhadap eksploitasi kayu yang terjadi di Indonesia, dalam konteks ini Kalimantan.

20

Herman Hidayat, Op.Cit., hal. 182.

21Ibid.

, hal. 179.

22Raymundus Rikang, “

Menteri Susi Suka Motret Pencurian Kayu dan Ikan,”

http://www.tempo.co/read/news/2014/11/17/090622366/Menteri-Susi-Suka-Motret-Pencurian-Kayu-dan-Ikan (diakses 16 Desember 2014 pkl 00.35).

23

(9)

9 Terkait kepentingan asing, Herman Hidayat menemukan bahwa pemerintah Malaysia mengakomodir masuknya kayu-kayu liar dari Indonesia, bahkan melegalkannya.24 Kasus seperti ini sering kita dengar terjadi di Kalimantan yang memang berbatasan langsung dengan Malaysia. Negara tersebut memberikan akomodasi yang mudah lewat infrastruktur yang lebih baik untuk distribusi ketimbang Indonesia.

Memang salah satu fokus MP3EI adalah penyediaan infrastruktur. Salah satu yang ingin dibangun adalah jalan-jalan raya dari pusat produksi untuk mempermudah arus barang. Namun bila kita melihat hal ini dari sudut deforestasi yang berlebihan, maka hutan Kalimantan akan semakin parah kerusakannya. Ini disebabkan adanya fasilitas yang mempermudah pemain lokal untuk bisa melakukan penebangan dan pendistribusian hasil panenan mereka. Lagi-lagi poinnya bukan pada pelestarian lingkungan tapi pada pengerukan hasil alam.

Kesimpulan

Dengan kondisi perekonomian global yang mendorong adanya integrasi ekonomi, pemerintah Indonesia berusaha untuk menguatkan ekonomi dalam negeri dengan program MP3EI. Pertumbuhan ekonomi yang luas dan cepat diharapkan dapat membantu Indonesia untuk dapat memanfaatkan posisinya di tengah lahan persaingan ekonomi global. Namun yang sangat disayangkan program MP3EI tidak memiliki perhatian khusus pada pembangunanberkelanjutan, sehingga sangat dapat mengancam lingkungan hidup yang tereksploitasi.

Ada beberapa poin penting yang bisa kita ambil, yaitu:

 MP3EI adalah bukti paradigma neoliberal dari perencanaan ekonomi jangka panjang dari pemerintah Indonesia. Ini dibuktikan dengan memposisikan pemerintah hanya sebagai regulator.

 Industri ekstraktif masih menjadi fokus pemerintah. Sehingga hal ini akan mendorong berlanjutnya eksploitasi sumber daya alam seperti hutan dalam jangka panjang.

 MP3EI akan menimbulkan potensi penebangan hutan yang lebih tidak terkontrol dibanding sebelumnya karena ada kesempatan munculnya aktor-aktor lain dalam industri kayu. Hal ini ditunjang dengan fakta bahwa pemerintah sampai saat ini belum menunjukkan ketegasan dalam kasus penebangan liar.

24

(10)

10  Program MP3EI tidak menunjukkan keberpihakan pada pembangunan berkelanjutan

dan hanya berfokus mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat.

(11)

11

Daftar Pustaka

Buku:

Herman Hidayat, Herman. Politik Lingkungan: Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Isaak, A. Robert. Ekonomi Politik Internasional. Terj. Muhadi Sugiono. Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 1995.

Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002.

Schmidheiny, Stephen. Mengubah Haluan: Pandangan bisnis dunia tentang pembangunan dan lingkungan Terj. Kusnedi. Bandung: Penerbit ITB, 1995.

Jurnal:

Macandrews, Colin. “Politics of the Environment In Indonesia.” Asian Survey. Vol.34. No.4 (1994): 369-380.

Ramakrishna, A.K. “The Global and The Local: A Critical International Perspective on the Politics of “Sustainable Development".” Indian Political Science Association. Vol.62. No.1 (2011): 91-104.

Internet:

“MP3EI Akan Memperparah Krisis Ekologi.” http://borneoclimatechange.org/berita-723-mp3ei-akan-memparah-krisis-ekologi.html (diakses pada 15 Desember 2014 pkl.20.00).

Rikang, Raymundus. “Menteri Susi Suka Motret Pencurian Kayu dan Ikan.”

http://www.tempo.co/read/news/2014/11/17/090622366/Menteri-Susi-Suka-Motret-Pencurian-Kayu-dan-Ikan (diakses 16 Desember 2014 pkl 00.35).

Dokumen Pemerintah:

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan fentanil 1,5 mcg/kgBB intravena mendapatkan angka kejadian FIC secara signifikan lebih rendah pada penyuntikan fentanil yang lebih lama yaitu kecepatan 30 detik dan 15

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit glaukoma dalam upaya memeriksakan diri

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis menggunakan kuesioner dan wawancara, serta diperkuat dengan analisis data menggunakan tabel frekuensi yang dapat

1. Sebelum masuk kepada materi inti, peneliti bertanya kepada siswa apa saja dalam islam yang ada kaitannya dengan matematika sambil memberikan motivasi kepada siswa.

Untuk itu bagi masyarakat Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota Metro yang jarak sumber pencemar sumur galinya tidak memenuhi syarat kesehatan sebaiknya

Algoritma Runut Balik berbasis pada DFS (Depth First Search) sehingga aturan pencariannya aturan pencariannya akan mengikut kepada aturan pencarian DFS yaitu dengan mencari solusi

Sungai Cibiuk terletak diantara perbatasan antara Resort Legon Pakis yang merupakan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II dengan Resort Taman Jaya di