KARYA ILMIAH
ANALISIS PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN
KELAS PERUSAHAAN KAYU SENGON
(Paraserianthes
falcataria)
DI IUPHHK-HT PT GUNUNG MERANTI
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Oleh:
Dr. Ir. Wahyudi, MP.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
F A K U L T A S P E R T A N I A N
JURUSAN KEHUTANAN
Karya Ilmiah
ANALISIS PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN
KELAS PERUSAHAAN KAYU SENGON
(Paraserianthes
falcataria)
DI IUPHHK-HT PT GUNUNG MERANTI
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Oleh:
KATA PENGANTAR
Karya Ilmiah berjudul Analisis Pembangunan Hutan Tanaman Kelas
Perusahaan Kayu Sengon (
Paraserianthes falcataria)
di IUPHHK-HT PT
Gunung Meranti Provinsi Kalimantan Selatan ditulis berdasarkan
pengalaman penulis bekerja di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT
Gunung Meranti. Peneliti melakukan penelitian dan evaluasi tanaman
HTI secara keseluruhan, sehingga data yang diperoleh merupakan
gambaran komprehensip tentang keadaan umum tanaman sengon di
HTI tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu terlaksananya penelitian ini, terutama Manager Camp HTI
PT Gunung Meranti yang memberi bantuan penuh dalam pengambilan
data primer dan sekunder.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan...
i
Daftar Isi...
ii
Daftar Tabel...
iii
I.
PENDAHULUAN...
1
A. Latar Belakang...
1
B. Maksud dan Tujuan...
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA...
4
A. Tanaman Sengon...
4
B. Pertumbuhan Tanaman...
7
III. KEADAAN UMUM...
11
A. Letak dan Luas...
11
B. Tanah dan Geologi...
11
C. Kesesuaian Lahan...
11
D. Topograf...
12
E. Iklim...
12
F. Kondisi Penutupan Lahan...
13
G. Kondisi Sosial Ekonomi...
13
IV. METODOLOGI PENELITIAN...
14
A. Tempat dan Waktu...
14
B. Bahan dan Alat...
14
C. Prosedur Penelitian...
15
D. Analisis Data...
15
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN...
18
A. Hasil Penelitian...
18
B. Pembahasan...
19
VI. KESIMPULAN DAN SARAN...
23
A. Kesimpulan...
23
B. Saran...
23
Nomor
Halaman
Teks
1.
Analisis keragaman regresi dua variabel...
17
2.
Data diameter (d), tinggi bebas cabang (tbc) dan tinggi
Pucuk (tp) tanaman sungkai umur 5 dan 10 tahun...
18
A. Latar Belakang
Departemen Kehutanan melalui Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
Propinsi Kalimantan Selatan, pada tahun 1990, merencanakan untuk
membangun dan mengusahakan HTI di wilayah Kecamatan Muara Uya,
Upau, Haruai dan Murung Pudak Kabupaten Tabalong dan Kecamatan
Halong, dan Juai Kabupaten Hulu Sungai Utara (sekarang menjadi Kabupaten
Balangan) Propinsi Kalimantan Selatan (Dephut, 1990). Peluang ini
kemudian diambil oleh PT Gunung Meranti berdasarkan pada Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (Ditjen RRL)
Nomor 1419/V-HTI/1990 tanggal 5 Desember 1990.
Dengan semakin meningkatnya angka kerusakan hutan alam dan
menurunnya kualitas lingkungan hidup serta semakin menyempitnya
kawasan hutan alam produksi yang menyuplai kayu bulat untuk penghara
industri pengolahan kayu, maka pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI)
mulai digalakkan pemerintah sejak tahun 80-an. Prioritas pembangunan
ditujukan pada kawasan hutan yang telah menjadi lahan kosong dan tidak
produktif dengan atau tanpa penyertaan modal pemerintah, menggunakan
Dana Reboisasi dengan bunga nol persen (0%) atau tidak sama sekali (HTI
Murni). Pada perkembangan selanjutnya pemerintah tidak lagi
menggunakan dana DR untuk menunjang pembangunan HTI. Pembangunan
HTI bertujuan untuk menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam
negeri guna meningkatkan nilai tambah (added value) dan perolehan devisa,
meningkatkan produktiftas lahan, perbaikan kualitas lingkungan hidup serta
PT Gunung Meranti mengembangkan kelas perusahaan kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria) untuk mendukung penyediaan bahan baku kayu
bagi industri terkait sahamnya, yaitu PT Gunung Meranti Raya Plywood dan
PT Ata Surya yang bergerak pada industri pengolahan kayu (Wood working).
Pada beberapa tempat juga ditanam jenis Sungkai (Peronema canescens)
dan Balsa (Ochroma bicolor).
Pembangunan HTI di Indonesia merupakan kegiatan prioritas dan tidak
dapat ditunda-tunda lagi karena potensi hutan alam produksi yang semakin
menurun sementara kebutuhan akan kayu bulat semakin meningkat.
Kebutuhan kayu bulat berdasarkan kapasitas produksi industri terpasang di
Propinsi Kalimantan Selatan sekitar 3,2 juta m3 per tahun sementara
kemampuan produksi kayu bulat hutan produksi pada tahun 1990 hanya
sebesar 800.000 m3 dan terus menurun hingga ditetapkan kuoto produksi
kayu bulat Propinsi Kalimantan Selatan sebesar 60.000 m3 per tahun pada
tahun 2003. Sementara itu luas lahan kritis di Kalimantan Selatan tahun
2005 telah mencapai 550.000 Ha. Kerusakan hutan dan konversi lahan terus
terjadi sepanjang tahun. Data ini menunjukkan bahwa pembangunan HTI
mutlak dilakukan apabila kita masih menghendaki sektor kehutanan tetap
berperan dalam penyumbang devisa negara dan penyerap tenaga kerja.
Penelitian yang mengkaji pertumbuhan tanaman sengon serta hasil yang
diperoleh sangat perlu dilakukan agar para stakeholder khususnya para
pengusaha berminat menanamkan modalnya dalam pembangunan HTI kelas
B. Tujuan
Tujuan penelitain ini adalah mengetahuan pertumbuhan tanaman sengon
pada umur 4 dan 6 tahun di HTI PT Gunung Meranti Provinsi Kalimantan
Selatan, serta mengetahui perolehan kubikasi pada umur tersebut.
C. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat, khususnya bagi stakeholder, sebagai
bahan pertimbangan dan pelajaran dalam membangun dan
mengembangkan Hutan Tanaman Industri kelas perusahaan kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria) pada waktu yang akan datang agar kegagalan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Sengon
Tanaman Sengon termasuk jenis Intoleran yang memerlukan
penyinaran langsung dalam pertumbuhannya. Daun Sengon yang
berwarna kekuning-kuningan dan atau ukurannya yang mengecil
disebabkan oleh tingkat Transpirasi (penguapan) yang lebih
tinggi dibanding absorbsi air oleh akar-akarnya.
Akar tunggang Sengon cukup kuat menembus ke dalam tanah
yang berkorelasi terhadap besarnya pohon. Akar rambut tidak
terlalu besar, tidak rimbun, tidak semrawut dan tidak menonjol
ke rambut tersebut dapat mengikat Nitrogen dari udara
berbentuk bintil akar sehingga dapat menyuburkan tanah
disekitarnya.
Bunga berbentuk mulai yang berukuran kecil sekitar 0,5-1
Cm. Berwarna putih kekuningan dan sedikit berbulu. Setiap
kuntum bunga yang mekar berisi bunga jantan dan betina dengan
penyerbukan dibantu oleh angin dan atau serangga.
Buah berbentuk polong, pipih, tipis dengan panjang antara 6
-12 Cm. Setiap polong berisi 15-30. Biji tersebut akan dapat lepas
bila buah masak. Bentuk biji mirip perisai kecil dan bila sudah
2. Kegunaan Tanaman
Tanaman Sengon baik untuk reboisasi dan mencegah erosi
karena sistem perakarannya yang cukup kuat.
Kayu Sengon mempunyai berat jenis (BJ) 0,33, kelas awet IV-V
dan kelas kuat IV-V pu1a kayu Sengon dapat digunakan untuk
tiang bangunan, papan, peti, perabot rumah tangga, pagar,
tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas, kayu bakar dan
sebagainya.
Sejak awal abat 19 banyak para ahli telah tertarik pada kayu
Sengon karena sifat-sifatnya yang ringan, agak padat, agak
besar, berwarna putih segar. Peti-peti teh yang diterima di
Rotterdam tahun 1973 sekitar 30% berasal dari kayu Sengon dan
55% triplek. Pabrik korek api pertama di Semarang juga
menggunakan Sengon muda. Tahun 1897 Van Romburgh
mengatakan bahwa kayu Sengon baik untuk pembuatan kertas
yang kualitasnya sama dengan kayu populir. Pohon Sengon
berumur 4-5 tahun dengan kadar air 10,6% mengandung selulosa
sekitar 49,7% pada kayunya.
3. Tempat Tumbuh
Pada umumnya Sengon dapat tumbuh di segala tanah, namun
tanah tersebut bertekstur lempung berpasir atau lempung
berdebu dengan kemasaman (pH) sekitar 6 sampai 7. Bila tanah
terlalu masam garam Aluminium akan terlarut di dalamnya yang
dapat membuat tanaman menjadi kerdil. Usaha untuk
meningkatkan pH tanah dapat dilakukan dengan pengapuran
sekitar 2 bulan sebelum tanam. Kebutuhan kapur sekitar 0,5-1
Ton/Ha tergantung tingkat kemasamannya. Pada tanah yang
terlalu basah garam Mangaan (Mn) tidak dapat terserap tanaman
yang dicirikan mengecilnya dan kurusnya daun Sengon.
Sengon dapat tumbuh pada ketinggian 0 sampai 1500 meter
dpl dengan suku udara antara 18 sampai 27oC Tanaman Sengon
memerlukan batas curah hujan minimum yang sesuai yaitu 15
hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu
basah. Kelembapan yang dibutuhkan sekitar 50%-75%
4. Pengadaan Bibit
Pada umumnya tanaman Sengon diperbanyak dengan
mempergunakan benih. Benih yang baik adalah benih yang
berasal dari induk yang baik. Ciri-ciri benih yang baik dan
bermutu adalah:
1. Benih berasal dari buah yang telah masak f siologis, yang
berciri permukaan kulit bersih, gelap dan mengkilap.
2. Bentuk dan ukuran benih Sengon harus
seragam.
4. Benih telah diekstraksi dengan baik.
5. Makin lama benih disimpan, akan makin turun kualitasnya.
Langkah-langkah pembuatan benih Sengon yang baik adalah
Ekstraksi benih, penampian, pensortiran, perendaman,
penjemuran, penyimpanan, penyemaian.
Ekstraksi benih adalah memisahkan biji dengan bagian buah
yang lain. Penampian berguna untuk menyeleksi benih dari
kotoran. Pensortiran berguna untuk memisahkan benih bermutu
dengan benih-benih yang cacat, kosong rusak dll. Perendaman
berguna untuk menyeleksi lebih lanjut benih bermutu. benih
yang baik akan tenggelam sedangkan yang jelek akan terapung
dan melayang. Penjemuran benih dilakukan 2-3 hari dalam sinar
langsung.
Penyimpanan dilakukan pada kelembapan dan suhu rendah
dalam ruang tertutup. Sebelum ditutup dapat pula diberi abu dan
atau pestisida seperti M-45, Sevin, Agrosan, Ceresan, Gardon dll.
Letakkan kotak benih dalam tempat yang kering dan teduh
Sebelum disemaikan, benih Sengon direndam dulu dalam air
bersuhu 800C selama 15-30 menit lalu direndam dalam air dingin
selama 24 jam. Penyemaian dapat dilakukan di polly bag atau
langsung disemaikan ke tanah.
B. Pertumbuhan Tanaman
1. Cahaya matahari
Cahaya matahari memberi energi pada proses fotosintesis
(photosyntesis), yang dilakukan pada organ-organ tanaman yang
mengandung zat hijau daun (kloropil) dengan menggunakan karbondioksida
(CO2) dari udara dan air (H2O) dari tanah. Proses ini menghasilkan
karbohidrat (C6H12O6) dan gas Oksigen (O2) yang dilepas ke udara.
Karbohidrat (C6H12O6) sebagai energi potensial disimpan dalam tubuh
tanaman dan dapat dipergunakan untuk menjalankan proses metabolisme.
Pemecahan karbohidrat untuk mendapatkan energi dilakukan melalui proses
pernapasan (respiration). Menurut Sutejo dan Kartasapoetra (1991), satu
molekul karbohidrat (C6H12O6) dioksidasi dengan 6 molekul oksigen (O2)
menghasilkan 6 molekul karbondioksida, 6 molekul air dan 674 kalori. Kalori
inilah yang dipergunakan untuk menjalankan metabolisme tumbuhan.
2. Air
Jumlah kandungan air di udara dapat menentukan kelembapan udara. Air
(H2O) merupakan komponen utama dan merupakan 70-90% dari seluruh
berat tumbuhan. Air merupakan media bagi pertukaran zat dan reaksi
biokimia serta berperan penting dalam proses fsiologi tumbuhan. Air
diperlukan untuk proses translokasi, mengatur suhu tumbuhan dan dapat
mengeliminasi zat racun dalam tubuh tanaman (Soemarwoto, 1991).
Air yang dipergunakan tumbuhan dalam proses fotosintesa diambil dari
tanah melalui perakaran. Menurut Lee (1990) air tanah pada zone
Air yang mengalami infltrasi berasal dari air lolos, aliran batang dan aliran
permukaan, yang semuanya berasal dari curah hujan (precipitation).
Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (1991) keberadaan air dalam tanah
pada zone perakaran sangat tergantung pada tekstur tanah, yaitu komposisi
penyusun tanah berdasarkan besar kecil partikel-partikel penyusunnya
(pasir, liat dan debu). Tanaman yang kelebihan atau kekurangan air dapat
mengalami gangguan pertumbuhan sampai pada kematian.
3. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan
tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai relung temperatur tertentu
untuk menjalankan proses metabolisme. Temperatur yang terlalu rendah
atau tinggi dapat mengganggu pertumbuhan dan kehidupan tanaman.
Tanaman jenis akasia mangium dan jabon memerlukan kisaran suhu
antara 18-34oC (Deptan, 1980a), tanaman sungkai hidup baik pada suhu
21-34oC (Hatta, 1999), tanaman sengon mampu tumbuh pada suhu 18-27oC
(Dephut, 1998) dan tanaman meranti memerlukan suhu yang lebih rendah
pada awal pertumbuhannya kemudian mampu hidup pada suhu yang lebih
tinggi di daerah tropis (Mc Kinnon et al, 2000).
4. Unsur Hara
Unsur hara adalah ion atau molekul tertentu yang diserap tanaman untuk
keperluan kegiatan fsiologisnya. Contoh ion yang diserap adalah K+, Ca2+,
NO-3, SO
4-2 dan molekul yang diserap adalah O2, CO2, H2O.
Menurut Dephutbun (1998), unsur hara yang diperlukan untuk
unsur mikro. Unsur hara makro diperlukan dalam jumlah banyak, seperti
Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Pospor (P), Belerang
(Sulfur/S), Kalium (K), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Sedangkan unsur
mikro diperlukan dalam jumlah sedikit namun bila kekurangan dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Pada umumnya unsur hara mikro
merupakan zat katalisator yang dapat membantu proses persenyawaan
kimia tanaman. Unsur hara mikro terdiri dari Besi (Ferum/Fe), Mangan (Mn),
Seng (Zn), Tembaga (Cuprum/Cu), Borium (Bo), Clorida (Cl), Silisium (Si),
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas
HTI PT Gunung Meranti terletak di kawasan hutan produksi dengan
koordinat 08o42’ – 08o51’ BT dan 01o53’ – 02o06’ LU dan berada dalam Sub
Das Tabalong. Berdasarkan administrasi pemerintahan, HTI PT Gunung
Meranti terletak di Kecamatan Muara Uya, Upau, Haruai dan Murung Pudak
Kabupaten Tabalong serta Kecamatan Halong dan Juai Kabupaten Balangan,
Propinsi Kalimantan Selatan.
Luas pencadangan areal HTI sebesar 30.000 Ha yang diawali dengan Ijin
Percobaan Penanaman (IPP) seluas 5.000 Ha.
B. Jenis Tanah dan Geologi
Berdasarkan klasifkasi tanah dari Pusat Penelitian Tanah, Bogor (1983)
dan padanannya menurut USDA Soil Taxonomy (1987), tanah di HTI PT
Gunung Meranti didominasi Posolik merah kuning. Secara keseluruhan jenis
tanah di areal HTI PT Gunung Meranti terdiri dari 3 group tanah yaitu
Dystropept, Tropaquepts dan Hapludults dengan sifat dan asal bahan induk
seperti tersaji dalam Tabel 2 berikut ini.
C. Kesesuaian Lahan
Berdasarkan sistem FAO (1974), kesesuaian lahan di areal HTI PT Gunung
atau S2. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor pembatas antara lain
tingkat kesuburan tanah yang rendah, drainase yang jelek, permeabilitas
lambat yang dapat menggangu perkembangan akar tanaman, adanya
genangan air, adanya topograf berbukit dan sifat tanah yang asam.
Kelas S3 ditandai dengan batas amang sesuai (Marginally suitable) dan
adanya faktor pembatas yang serius, sehingga mengurangi produktiftas dan
keuntungan atau menambah masukan (input). Kelas N berarti tidak sesuai
(Not suitable). Lahan dengan kelas N mempunyai faktor pembatas yang
sangat serius sehingga pengelolaan yang diterapkan tidak akan memberi
hasil yang baik.
D. Topograf
Kondisi topograf HTI PT.Gunung Meranti berdasarkan Peta Jato AD tahun
1927 Blad XXVI-63 Skala 1:100.000 adalah datar sampai berbukit. Data
selengkapnya tersaji pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 1. Kelas kelerengan lahan di areal kerja HTI PT Gunung Meranti
Kelas Kelerengan Uraian Luas
Ha %
0 – 8% 9 – 15% 16 – 30%
Datar sampai berombak
Berombak sampai
bergelombang
Bergelombang sampai
berbukit
15.170 10.430 4.400
50,6 34,7 14,7
Jumlah 30.000 100
Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.382 mm dengan rata-rata hari
hujan pertahun 129 hari. Menurut klasifkasi iklim Schmidt dan Ferguson
(1951) yang mendasarkan pada rata-rata bulan kering dengan rata-rata
bulan basah, maka areal HTI PT Gunung Meranti termasuk pada tipe iklim A.
F. Kondisi Penutupan Lahan
Sebelum pembangunan HTI dilakukan, kondisi penutupan lahan terdiri
dari padang alang-alang (37,7%), semak belukar (15,1%), hutan tidak
produktif dan lahan kosong (14,7%). Sebagian areal telah dipergunakan
masyarakat setempat sebagai kampung, sawah, ladang, kebun dan
perkebunan karet rakyat (26,5%).
Jenis tanaman yang telah terdapat di areal HTI PT Gunung Meranti adalah
Meranti (Shorea spp), Merawan (Hopea spp), Keruing (Dipterocarpus spp),
Sungkai (Peronema canescens), Laban (vitex pubescens), Ulin
(Eusideroxylon zwageri) dan lain-lain.
G. Kondisi Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk di Kabupaten Tabalong adalah 138.601 KK yag tersebar
di 11 Kecamatan dengan kerapatan rata-rata 35 jiwa per km2. Laju
pertumbuhan penduduk sebesar 0,92% per tahun. Kecamatan paling padat
penduduk adalah Kecamatan Murung Pudak dengan jumlah 156 jiwa per km2
dan yang paling jarang adalah Kecamatan Jaro dengan kepadatan 10 jiwa
per km2.
Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Tabalong berjumlah 80.291 jiwa.
belum termanfaatkan dan siap bekerja, seperti dalam kegiatan Hutan
Tanaman Industri.
IV. METODE PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksnakan di Hutan Tanaman Industri PT Gunung Meranti,
yang berlokasi di Kabupaten Balangan dan Tabalong, dengan fokus kegiatan
di Kecamatan Paringin. Penelitian dilakukan selama 3 (bulan) untuk
pengambilan data primer dan sekunder.
B. Bahan dan Alat penelitian
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Tanaman sengon yang berumur 4 dan 6 tahun di HTI PT Gunung Meranti,
masing-masing sebanyak 100 tanaman (ditentukan secara acak).
2. Data sekunder berupa tahun dan jumlah penanaman, perawatan serta
laporan ` bulanan perusahaan.
3. Literatur pendukung
4. Peta kerja skala 1:5000
Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Alat pengukur diameter (kaliper)
2. Alat pengukur tinggi pohon (galah dan christen meter)
4. Kompas dan klinometer
5. Alat rintis (parang)
6. Alat penunjang lainnya.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan pohon sample dalam 4 petak tanaman sebanyak 25
tanaman secara acak, masing-masing untuk pohon yang berumur 4 dan
6 tahun, sehingga secara keseluruhan diperlukan (4 x 25 ) x 2 = 200
pohon sample.
2. Setiap pohon sample diukur tinggi dan diameternya
3. Menentukan model pertumbuhan tanaman rata-rata per tahun (mean
annual increment) pada tanaman berumur 4 dan 6 tahun.
4. Menghitung kubikasi pohon per satuan luas (ha) serta dalam luasan HTI
secara keseluruhan
5. Pembahasan pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan tingkat kesesuaian
lahan, kesuburan tanah serta bentuk perawatan yang yang diberikan.
D. Analisis data
1. Menentukan nilai tengah, keragaman dan selang kepercayaan
Nilai tengah atau rerata merupakan nilai yang diperoleh dari hasil
perataan data yang ada. Rerata dapat dihitung menggunakan rumus yang
ditulis oleh Polet dan Nasrullah (1994) sebagai berikut:
Σ Xi = jumlah data dari X1 sampai Xn =
∑
n=1
n μ.fi
Ц = nilai tengah atau rerata
n = banyak data
Keragaman contoh atau simpangan baku (S2) berguna untuk mengetahui
besarnya penyimpangan dalam contoh, dapat dihitung dengan rumus:
n
Σ ( yi – ý )2 ( y1 – ý )2 + ( y2 – ý )2 + . . . + ( yn– ý )2
i=1
S2 = __________________ = _____________________________________________ atau n - 1 n – 1
1 n (Σ yi)2/ n
= ____________ Σ yi 2 - ______________
n - 1 i=1 n
Keragaman nilai tengah contoh (Sý2) berguna untuk mengetahui
besarnya penyimpangan dalam populasi, dapat dihitung dengan dengan
rumus:
S2 N - n
Sý 2 = _______ x __________
n n
Selang kepercayaan yang menunjukkan kisaran nilai tengah yang
sebenarnya, dapat ditentukan dengan rumus:
S S ý – t (α;n-1)______ ≤ Ц < ý – t (α;n-1)______
n-1 n-1
Dimana: ý = nilai tengah contoh t = nilai tabel t (α;n-1)
Untuk menentukan prosentase hidup tanaman dalam populasinya,
digunakan pendekatan:
Prosen hidup = (Σ tanaman hidup / Σ tanaman yang ditanam) X 100%
3. CAI dan MAI
Pertumbuhan tanaman akasia mangium, jabon, meranti, sengon dan
sungkai dinyatakan dalam riap tahunan berjalan riap tahunan rata-rata
(mean annual increment/MAI) dalam m3/ha/th. Untuk menghitung volume
pohon dipergunakan pendekatan rumus:
V = 0,25.п.D2.h.0,7
dimana п = 3,14
D = diameter
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman sengon
(Paraserianthes falcaraia) disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Data diameter dan tinggi tanaman sengon umur 4 tahun
0 0
D: Diameter (cm), TBC: Tinggi bebas cabang (m), TP: Tinggi pucuk (m) Ṣd: 2,32
Tabel 3. Data diameter dan tinggi tanaman sengon umur 6 tahun
7
D: Diameter (cm), TBC: Tinggi bebas cabang (m), TP: Tinggi pucuk (m) Ṣd: 1,98
B. Pembahasan
1. Analisis pertumbuhan tanaman umur 4 tahun
Pada umur 4 tahun, diameter, tinngi bebas cabang dan tinggi pucuk
tanaman sengon masing-masing sebesar 7,68 cm; 2,80 m dan 7,53 m. Dari
data tersebut nampak bahwa tajuk tanaman sengon sangat rimbun dan
cabang masih rendah atau tanaman sengon masih memilki cabang yang
harus dipruning.
Berdasarkan hasil audit tanaman HTI PT Gunung Meranti secara
keseluruhan, diperoleh riap diameter dan tinggi rata-rata tahunan (MAI)
tanaman Sengon masing-masing sebesar 1,92 cm/th dan 186,88 cm/th,
dengan potensi kayu berdiri (standing stock) seperti tersaji dalam tabel
berikut ini.
Tabel 4. Potensi tegakan sengon di HTI PT Gunung Meranti umur 4 tahun
Tahun Pembuatan
Tanaman (Batang)
Kubikasi
Komulatif (m3) Keterangan
1 2 3 4
208.686 978.864 468.929 96.829
88,06 589,12 1.288,06 2.027,62
Diameter dibawah 17 cm
Diameter dibawah 17 cm
Diameter dibawah 17 cm
Diameter dibawah 17 cm
Jumla h
1.753.308 2.027,62
Sumber: Laporan bulanan PT Gunung Meranti
Volume kayu berdiri tanaman Sengon selama 4 tahun sebesar 2.027,62
m3 yang terdiri dari 1.753.308 tanaman dengan diameter di bawah 17 cm
sehingga secara ekonomi belum ada yang layak ditebang. Sampai saat ini
belum ada industri pengolahan kayu yang berani membeli kayu Sengon
berdiameter di bawah 17 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan tanaman HTI PT Gunung Meranti umur 6
tahun diperoleh riap diameter dan tinggi rata-rata tahunan (MAI) tanaman
Sengon masing-masing sebesar 0,9 cm/th dan 70,76 cm/th dengan jumlah
pohon berdiameter di bawah 17 cm sebanyak 1.812.493 batang dan kubikasi
sebesar 14.194,98 m3. Jumlah pohon yang telah mencapai diameter 17
cm ke atas hanya 315 pohon dengan kubikasi 59,03 m3. Secara keseluruhan
riap rata-rata tahunan (MAI) tanaman Sengon sebesar 2,97 m3/ha/th.
3. Nilai Finansial
a. Analisis tanaman pada umur 4 tahun
Sampai dengan tahaun 1994 belum ada tanaman Sengon yang telah
mencapai diameter 17 cm ke atas sehingga belum kelihatan keuntungan
(benefit) yang didapatkan.
b. Analisis tanaman pada umur 6 tahun
Selama dua tahun, kubikasi tanaman Sengon mengalami kenaikan yang
cukup besar, dari 2.027,62 m3 tahun 1994 (audit tahun 1995) menjadi
14.194,98 m3 pada tahun 1996 (audit 1997). Namun hampir semua pohon
tersebut masih berdiameter di bawah 17 cm sehingga masih belum layak
untuk di tebang karena belum ada pasar yang bersedia membeli. Jumlah
pohon yang telah mencapai diameter 17 cm ke atas hanya 315 pohon
dengan kubikasi 59,03 m3. Dengan pertimbangan harga jual kayu Sengon
berdiameter 17 cm ke atas sebesar Rp. 150.000,- /m3 (harga tahun 1997),
biaya penebangan yang sulit karena letak pohon yang tersebar, biaya
Meranti kelas perusahaan kayu Sengon belum memberi hasil fnansial yang
menguntungkan, apalagi bila dibebankan dengan biaya investasi sejak awal
serta biaya operasionalnya.
Berdasarkan hasil audit independen yang dilakukan tahun 1997, jumlah
biaya operasional HTI PT Gunung Meranti (termasuk bunga pinjaman bank
20% per tahun) sampai dengan tahun 1996 sebesar Rp. 3.842.169.866,2
ditambah biaya investasi sebesar Rp. 2.155.786.177,- sehingga secara
keseluruhan pembangunan HTI ini telah menelan biaya sebesar Rp.
5.997.956.043,2. Sedangkan harga jual kayu Sengon yang telah masak
tebang (berdiameter 17 cm ke atas) hanya sebesar Rp. 8.854.500,-,
sehingga masih merugi sekitar Rp. 5.989.101.543,2.
A. Kesimpulan
Pada umur 4 tahun, diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi pucuk
tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) masing-masing sebesar 7,68
cm; 2,80 m dan 7,53 m yang menunjukkan bahwa tajuk tanaman sengon
mencapai ketebalan 4,73 m dan mempunyai tinggi bebas cabang rendah.
Riap diameter dan tinggi rata-rata tahunan (Mean Annual Increment)
tanaman sengon masing-masing sebesar 1,92 cm/th dan 186,88 cm/th,
dengan potensi kayu berdiri (standing stock) berdiameter dibawah 17 cm
sebesar 2.027,62 m3.
Pada tanaman berumur 6 tahun mempunyai riap diameter dan tinggi
rata-rata tahunan (Mean Annual Increment) tanaman sengon masing-masing
sebesar 0,9 cm/th dan 70,76 cm/th dengan jumlah pohon berdiameter di
bawah 17 cm sebanyak 1.812.493 batang dan kubikasi sebesar 14.194,98
m3. Jumlah pohon yang telah mencapai diameter 17 cm ke atas hanya
315 pohon dengan kubikasi 59,03 m3. Secara keseluruhan riap rata-rata
tahunan (MAI) tanaman Sengon sebesar 2,97 m3/ha/th.
B. Saran
1. Koordinasi antar instansi pemerintah perlu diintensifkan agar tumpang
tindih lahan dapat dihindari.
2. Konflik horisontal antara pengusaha dengan masyarakat dapat dihindari
apabila semua pihak menyadari posisi dan tanggungjawabnya
DAFTAR PUSTAKA
Atmosuseno, B.S. 1999. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Tanaman Sengon. Penebar Swadaya, Jakarta.
Deptan, 1980a. Pedoman Pembuatan Tanaman. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Deptan, 1980b. Nama Standar Perdagangan dan Kode Jenis Kayu-kayu Indonesia. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Dephut, 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I dan II. Badan Litbang Dephut, Bogor.
Dephut, 1990. Peta Kesesuaian Agroklimat Pengembangan Hutan Tanaman Industri Sengon (Albizia falcataria) di Pulau Jawa. Kerjasama Perhimpi dengan BalitbangHut, Departemen Kehutanan RI.
Dephutbun, 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Dephutbun, Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Litbang Dephut. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Pollet, A. dan Nasrullah, 1994. Penggunaan Metode Statistika untuk Ilmu Hayati. Gajah Mada University Press.
Prajadinata, S. dan Masano, 1994. Teknik Penanaman Sengon (Albizia falcataria L.Fosberg). Balitbanghut, Departemen Kehutanan RI.
Sudjana, 1988. Metoda Statistika. Penerbit Tarsito Bandung.
Sutedjo, M. dan Kartasapoetra, 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Santoso, H.B. 1992. Budidaya Sengon. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Soekotjo, 1995. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Riap Hutan Tanaman Industri. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Dephut RI. Jakarta.
PT Gunung Meranti, 2001. Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) II
HPH PT.Gunung Meranti Periode 1996/1997 s/d 2016.