• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Pencemaran Limbah Indutri Do

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Kasus Pencemaran Limbah Indutri Do"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Menurut Chay Asdak (2010:4) Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Daerah aliran sungai secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan Pemeintah No: 33 tahun 1970 tentang perencanaan hutan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifanya sedemikian rupa

sehingga suatu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanan serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut.

Daerah Aliran Sungai dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir. Ciri-ciri pada setiap bagian DAS dapat dijelaskan sebagai berikut:

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN ANALISIS PENCEMARAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Studi Kasus Pencemaran Limbah Indutri, Domestik Dan Pertanian Disepanjang Daerah Aliran Sungai

Jimmy Prawira, M. Rizal, Evi Morina, Senja Cahyani, Mia Larasanti Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang 

ABSTRAK

(2)

1) Bagian Hulu

a. Merupakan daerah konservasi. b. Mempunyai kerapatan drainase

lebih tinggi.

c. Merupakan daerah

dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%).

d. Bukan merupakan daerah banjir.

e. Pengaturan air ditentukan oleh pola drainase.

2) Bagian Hilir

a. Merupakan daerah pemanfaatan. b. Kerapatan drainase lebih kecil. c. Merupakan daerah dengan

kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8%). d. Pada beberapa tempat merupakan

daerah banjir (genangan).

e. Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.

3) Bagain Tengah

Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut diatas. (Asdak, 2010:11).

Salah satu fungsi DAS adalah fungsi hidrologis, dimana fungsi tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang diterima, geologi dan bentuk lahan. Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk:

a. Mengalirkan air.

b. Menyangga kejadian puncak hujan. c. Melepaskan air secara bertahap. d. Memelihara kualitas air.

e. Mengurangi pembuangan massa (seperti terhadap longsor).

Kegiatan pembangunan di DAS, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif seiring dengan dengan pertambahan penduduk yang tinggi, selain itu Meningkatnya jumlah dan jenis industri serta peternakan di sepanjang aliran DAS diperkirakan telah banyak menimbulkan beban pencemaran pada Sungai. Kondisi hutan DAS yang juga berkurang menyebabkan debit sungai fluktuatif, sehingga berpengaruh terhadap dinamika fluktuasi kualitas air sungai

(3)

Dengan demikian akumulasi beban pencemar di bagian hulu akan membuat tingkat pencemaran Sungai disuatu kawasan menjadi besar

Dampak lain dari adanya pencemaran limbah domestik, industri dan peternakan selain menurunkan mutu air sungai, juga menimbulkan bau busuk dan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan sumber sumber pencemar beserta dampaknya agar dapat dilakukan pengelolaan yang berkelanjutan.

KASUS-KASUS YANG TERJADIPencemaran Oleh Limbah Industri

Potensi industri-industri yang berkembang di DAS disamping meningkatkan pertumbuhan perekonomian juga menimbulkan masalah lain seperti pencemaran air, penurunan kualitas air sungai dan berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Sumber pencemar dari limbah industri paling banyak disumbangkan oleh industri kecil seperti industri tahu, tempe dan tapioka, biasanya bertempat di pinggiran sungai. Industri-industri yang ada membuang limbah cairnya ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar limbahnya. Air digunakan sebagai bahan penolong dalam proses produksi, sehingga dalam air terdapat kandungan bahan

organik dan anorganik yang berbahaya ataupun beracun. Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin mahal dan pemeliharaan fasilitas bangunan air limbah yang terbatas menyebabkan industri-industri enggan menginvestasikan dananya untuk pencegahan kerusakan lingkungan serta biaya untuk membuat unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan beban biaya yang besar yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan.

(4)

tangga selain sampah juga terdapat limbah cair yang berasal dari aktivitas manusia seperti mencuci, mandi dan buang hajat. Limbah cair ini berpotensi menjadi sumber penyebaran penyakit karena tidak jarang limbah ini mengandung bakteri pathogen, virus maupun bibit penyakit yang terlarut dalam perairan.

Pencemaran Oleh Limbah Pertanian & Peternakan

Limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk akan meningkatkan unsur hara di perairan, terutama Nitrogen, Phospat dan Kalium. Unsur hara ini apabila tidak termanfaatkan oleh biota air atau keberadaanya yang melampaui kebutuhan di suatu perairan akan menyebabkan eutriofikasi di badan sungai maupun di muara sungai.

Limbah yang dihasilkan dari peternakan dapat menjadi sumber pencemar air sungai jika tidak ada pengelolaan limbah lebih lanjut baik berupa kotoran, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang. Kotoran dari feces dan urin merupakan limbah ternak yang paling banyak dihasilkan. Di wilayah DAS umumnya terdapat peternakan sapi perah dan ayam potong, umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan oleh sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feces) dan setiap kilogram daging sapi

menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen.

Menurut Farida (1978) senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.

(5)

morfologi dan topografi lahan. Perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, Penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau gundul.

Air limbah usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit bersumber dari kegiatan penambangan bahan tambang, kegiatan pencucian bahan tambang, kegiatan pengolahan bahan tambang dan kegiatan pendukung.

Alih Fungsi lahan di sepanjang DAS Dalam rencana tata ruang dan wilayah yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, daerah disepanjang aliran sungai merupakan daerah resapan air yang ditutupi oleh vegetasi yang lebat. Tidak jarang beberapa pemerintah daerah menetapkan kawasan DAS sebagai Hutan Lindung untuk dijadikan kawasan penyangga yang dapat menyimpan pasokan air tanah dalam jumlah besar.

Namun dengan seiringnya

pertambahan penduduk dan pesatnya pembangunan yang merupakan indikator dari keberhasilan ekonomi suatu daerah mengakibatkan hampir sebagian besar daerah di Indonesia merubah daerah aliran sungai ini menjadi kawasan pemukiman, industry, pariwisata dan kawasan lain yang penempatannya tidak tepat.

Hal ini tentu berdampak signifikan terhadap ketersediaan pasokan air tanah yang merupakan kebutuhan bagi seluruh umat. Indikasi ini dapat dilihat dari penurunan ketinggian muka air di waduk atau danau, ketersediaan air tanah yang semakin jauh didalam perut bumi, kekeringan pada saat musim kemarau dan terjadi banjir pada saat musim hujan.

Konflik Pemanfaatan dan

Pengelolaan

Oleh karena sumberdaya perairan yang bersifat common property dan open acces maka siapapun ingin memanfaatkan sumberdaya tersebut sebanyak-banyak untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

(6)

Namun jika dilihat dari segi pengelolaan maka hal yang terjadi adalah sebaliknya. Jarang sekali ada yang mau menjaga sumberdaya perairan disepanjang DAS, pengelolaan umumnya didiomiasi oleh upaya pemerintah dan LSM yang bergerak dibidang lingkungan atau jikapun ada stakeholders yang berniat melakukan pengelolaan, pengelolaan yang dilakukan masih bersifat parsial dan tidak terpadu sehingga permasalah yang terjadi tidak dapat diatasi secara menyeluruh

Sumberdaya Perikanan yang Terus Menurun

Disamping kualitas perairan yang tidak mendukung kehidupan organisme sebagai akibat banyaknya beban pencemar yang masuk ke perairan. Degradasi sumberdaya perikanan juga disebabkan oleh ekploitasi yang berlebihan di kawasan muara hingga pesisir pantai tanpa adanya upaya restocking maupun kajian mengenai keberadaan stock di daerah tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya populasi beberapa spesies ekonomis yang dulunya sangat melimpah. Sulitnya menemukan spesies lokal dan dominansi beberapa spesies non ekonomis juga mengindikasikan bahwa telah terjadi overexploited pada beberapa spesies tertentu. Hal ini diperparah oleh oknum yang melakukan penangkapan secara illegal dan menggunakan bahan peledak.

PENYEBAB

Tata Ruang Wilayah Yang Tidak Tepat

kunci keberhasilan suatu pembangunan berwawasan lingkungan terletak pada rencana pemanfaatan lahan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Kekeliruan dalam menetapkan fungsi suatu lahan akan berimplikasi pada tidak berjalannya sistem yang ingin dibangun. Sebagai contoh penetapan kawasan perkebunan kelapa sawit di sepanjang sempadan sungai dan waduk dengan alasan peningkatan ekonomi akan menimbulkan permasalah lain berupa berkurangnya debit air yang masuk ke waduk. Hal ini dikarenakan oleh kelapa sawit yang menyerap air dalam jumlah besar untuk dapat bertahan hidup. Disamping itu sistem perakaran kelapa sawit tidak se-efisien akar mangrove dalam menjaga kestabilan tanah sehingga erosi seringkali terjadi di sepanjang sungai.

Dengan demikian keuntungan ekonomi yang ingin dicapai tidak maksimal sebagai akibat perlunya biaya produksi untuk mengatasi defisit air dan kekeringan di musim kemarau. Kemudian biaya produksi yang dikeluarkan PDAM untuk mengatasi turbiditas yang tinggi sebagai akibat erosi juga tidak memakan biaya yang sedikit.

(7)

Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan hukum dilapangan merupakan akar dari berbagai macam permasalahan, sebut saja illegal logging yang mengkonversi Hutan Lindung menjadi daerah pertambangan, tidak adanya sanksi tegas bagi industry yang membuang hasil produksinya secara langsung ke badan perairan karena tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL), maraknnya illegal fishing, pengeboman ikan, penangkapan dengan menggunakan pukat di wilayah pesisir, menjamurnya rumah rumah liar disepanjang aliran sungai dan waduk dan lain sebagainya.

Telah banyak instrument dan kelembagaan yang dibentuk pemerintah untuk melakukan pengawasan, pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup, namun dengan melihat masih kompleksnya permasalah yang terjadi di daerah aliran sungai maka dapat dikatakan hukum dan regulasi yang telah di tetapkan tersebut belum terealisasi sepenuhnya. Kewajiban setiap stackholders dalam melakukan upaya pengelolaan yang digulirkan dalam permen LH tentang AMDAL, UKL dan UPL pun hanyalah sebuah formalitas demi berjalannya suatu usaha/industry.

Industri Tidak Ramah Lingkungan

Telah sejak lama adanya perbedaan orientasi antara sektor ekonomi dan sektor ekologi dalam pembangunan. Prinsip yang dipegang oleh sektor ekonomi adalah bagaimana mendapatkan keuntungan maksimal dengan biaya produksi terendah, hal ini lah yang melatarbelakangi sebagian besar industry di tanah air enggan melakukan upaya pengolahan limbah atas produksi mereka. Masih banyak industry yang belum memiliki IPAL dan membuang limbahnya secara langsung ke perairan, terutama industry-indutri skala kecil dan menengah.

Pembangunan unit pengolahan air limbah tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit mengingat teknologi yang ditawarkan pasar adalah teknologi modern yang mampu mengolah limbah secara cepat dan dalam skala besar (1000 m3). Secara otomatis biaya pembangunan ini tentu akan menyedot biaya modal produksi yang cukup banyak sehingga keuntungan maksimal sulit didapat.

(8)

Tingkat Kesadaran dan Pola Budaya Masyarakat yang Tidak Mendukung

Sebagian besar tumpukan sampah yang mengambang di permukaan sungai merupakan hasil dari pola kebudayaan masyarakat yang sudah terbiasa membuang limbah domestic dan limbah rumah ke perairan. Budaya ini telah terjadi secara turun temurun dan simultan sehingga sulit dirubah tanpa adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

Pemahaman - pemahaman dasar mengenai bahaya limbah dan bahan pencemar terhadap kesehatan masih sulit diterima sebagian masyrakat yang tinggal dibantaran sungai. Kesadaran akan pentingnya air bersih dan fasilitas MCK yang memadai sudah disosialisasikan berulang-ulang agar beban pencemar yang memasuki perairan dapat berkurang namun masih saja ada beberapa kalangan masyarakat yang tidak mengikuti arahan ini terutama masyarakat yang berada di daerah terpencil.

Kesadaran masyarakat pesisir untuk tidak membangun rumah di atas laut juga sulit diatasi mengingat mata pencaharian mereka yang sebagian besar nelayan, akan sangat sulit bagi mereka apabila keberadaan rumah terletak jauh dari peisisir dan alat tangkapnya.

Pengelolaan Wilayah Yang Tidak Terpadu

Daerah Aliran Sunngai merupakan satuan ekologi yang melintasi batas-batas administrasi pemerintahan, maka dalam pengelolaannya pun seharusnya bersifat lintas batas administrative dan lintas sektoral. Sebagaimana halnya kasus DAS pada umumnya, kepentingan lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat di Wilayah Hulu berbeda dengan kepentingan para pihak di Wilayah Tengah dan Wilayah Hilir DAS. Dalam kondisi seperti ini tanpa adanya “perangkat” kebijakan yang dapat “memayungi” seluruh kepentingan, maka yang terjadi kemudian adalah munculnya ego dan interest masing-masing lembaga/sektoral

Pengelolaan sistem pembangunan dalam basis keterpaduan adalah sangat sulit. Karena saling ketergantungan dari sistem, kerangka dan aspek-aspek sosial-ekonomi-alam adalah sangat kompleks, sehingga kemungkinan dan peluang terjadinya salah pengelolaan dan pembangunan yang mubasir adalah cukup besar. Bagian yang paling sulit adalah keterpaduan dari keseluruhan sistem yang ada (Kodotie, J. Suharyanto, dkk, 2002:4)

(9)

PERAN PEMERINTAH

Peran suatu pemerintah salah satunya adalah menyelesaikan permasalahan yang menyangkut dengan kepentingan masyarakat, salah satu contohnya adalah seperti masalah kerusakan lingkungan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai. Dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap pemerintah daerah dituntut untuk siap menerima delegasi wewenang dari pemerintah pusat atau pemerintah diatasnya tidak hanya dalam hal penyelenggaraan pemerintahannya, tetapi juga dalam hal pemecahan permasalahan dan pendanaan kegiatan pembangunannya. Hal tersebut membawa konsekuensi perlunya pelaksanaan management pembangunan daerah yang lebih professional, bottom up dan mandiri. Artinya, pemerintah daerah dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi management yang lebih komprehensif, yaitu adanya keterkaitan proses antara perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan

pembangunan daerah yang

berkesinambungan.

Dalam rangka otonomi daerah dua tugas pokok PEMDA adalah : menggali dan memanfaatkan sumberdaya (manusia, alam, uang, sentra industry dan ekonomi) untuk kegiatan pembangunan. Kegiatan

yang dilakukan harus merupakan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dan berwawasan terhadap lingkungan. Pengertian pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya merupakan proses pemenuhan semua aspek kebutuhan kehidupan pada saat ini (present) dengan tanpa menimbulkan dampak negative untuk saat yang akan datang (future). Definisi berkelanjutan juga dapat diterjemahkan sebagai suatu kehidupan social yang harmonis dengan system alam yang sehat.

Seperti yang dikatakan diatas bahwa proses suatu kebijakan salah satunya adalah formulasi kebijakan berupa langkah yang dilakukan setelah pemilihan alternative. Langkah tersebut dapat berupa suatu program-program yang akan dilaksanakan. Meliputi :

 Program Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal.  Pengembangan Instalasi Pengolahan

Limbah Terpadu untuk Industri Kecil dan Menengah

 Penyediaan Sarana Sanitasi Pedesaan  Pelatihan Pengelolaan Lingkungan

Untuk Masyarakat

 Pengembangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

 Peningkatan Kinerja Pengolahan Air Limbah Industri

(10)

 Pengendalian Limbah Cair dan Sludge Kegiatan Pertambangan

 Pengembangan Sistem Informasi Lingkungan

 Pengawasan dan Evaluasi

Implementasi Program dan Revisi Program

 Evaluasi dan Penyempurnaan Implementasi Pemantauan Kualitas Air  Pemantauan Rutin Kualitas Limbah

Cair

 Pengembangan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Air dan Limbah Cair

 Pemantauan Hasil Tangkapan dan Operasi Sidak Terhadap Kapal Nelayan di Perairan

 Penetapan Zonasi dan Penyusunan Tata Ruang yang sesuai dengan daya dukung.

Untuk menyelesaikan permasalahan kebijakan pengendalian pencemaran air di sepanjang DAS ini diharapkan untuk

segera diibentuknya suatu badan yang khusus menangani pencemaran yang terjadi yang mempunyai legalitas dan sebaiknya program awal pengendalian pencemaran air Sungai Siak ini di tujukan terlebih dahulu pada perubahan pola hidup masyarakat sekitar sungai.

(11)

BEBAN PENCEMAR DAN DAYA DUKUNG PERAIRAN

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 beban pencemaran adalah jumlah suatu pencemar yang terkandung di dalam air atau air limbah. Menurut Djabu (1999) beban pencemaran adalah bahan pencemar dikalikan kapasitas aliran air yang mengandung bahan pencemar, artinya adalah jumlah berat pencemar dalam satuan waktu tertentu, misalnya kg/hari. Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemar atau campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung) oleh suatu industry atau kelompok industry pada areal tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada kasus limbah rumah tangga dan kota, istilah beban pencemaran berkaitan dengan jumlah total limbah yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung dari komunitas kota selama periode waktu tertentu (Djajadiningrat dan Amir, 1991).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Daya tampung beban pencemaran diartikan sebagai kemampuan air pada suatu sumber air atau badan air untuk menerima beban pencemaran tanpa mengakibatkan air

tersebut menjadi cemar (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.110 tahun 2003).

ANALISIS BEBAN PENCEMAR

Perhitungan beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar dilakukan melalui pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution yaitu perhitungan beban pencemaran dari setiap unit penghasil limbah masing-masing dari pemukiman, industri, peternakan, pertanian dan tata guna lahan. Setelah semua informasi yang diperlukan dikumpulkan, beban limbah dan pencemaran air dapat dihitung mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

Memasukkan data produksi dan limbah ke dalam tabel kerja yang sesuai. Mencari faktor limbah atau pencemaran yang berkaitan untuk masingmasing proses industri atau sumber pencemar dan dicatat dalam kolom yang tersedia. Adapun faktor konversi beban limbah dari suatu pencemar dapat dilihat pada Tabel.

(12)

pencemaran dalam kolom yang disediakan.

Membuat ringkasan beban limbah dan pencemaran yang sudah dihitung dalam tabel ringkasan untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai total pencemaran air di areal studi.

Selain dengan langkah diatas, perhitungan beban pencemaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Diketahui:

P = Beban Pencemaran (ton/bulan) C = Koefisien Beban Polutan

L = Kapasitas Limbah Cair (liter/hari) R = (3x10-8)

ANALISIS DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMAR

Perhitungan daya tampung beban pencemaran sesuai dengan PP No.82 tahun 2001 dapat dirumuskan sebagai berikut :

Diketahui:

DT = Daya Tampung (ton/bulan) Q = Debit Aliran Air Sungai (m³/dt) BMA = Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001

R = (bulan x 24x 60 x60) / 1.000.000.000

Referensi

Dokumen terkait

Potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di Pulau Gelasa dengan pantai berpasir putih, hutan alam, berbagai satwa liar, bebatuan, mangrove,

semakin kecil, sedangkan apabila pengungkapan CSR menghasilkan nilai yang rendah maka investor akan merasa optimis terhadap investasi yang akan dilakukan karena

Langkah teknis yang dapat dilakukan perpustakaan untuk mewujudkan manajemen pengetahuan seni budaya di ISI Yogyakarta adalah dengan: menjalin kerjasama dan kolaborasi, melibatkan

Latifah Lilis Sofiyah (UMS, 2013) dalam skripsinya yang berjudul Perbandingan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam antara siswa yang menerima BEL (Beasiswa Ekonomi

Hal ini menunjukan bahwa panjang jalur distribusi berhubungan dengan biaya pemasaran dan margin pemasaran.Bila margin pemasarannya besar dan biaya pemasaran yang

Pelaksanaan hukuman zina Apabila jarimah zina sudah bisa dibuktikan dan tidak ada syubhat maka hakim harus memutuskannya dengan menjatuhkan hukuman had, yaitu rajam

mendeskripsikan bentuk mobilitas sosial antargenerasi masyarakat transmigran, mendeskripsikan proses terjadinya mobilitas sosial antargenerasi masyarakat transmigran dan

4.2.1 Kondisi Rasio Likuiditas yang di Ukur dengan Quick Ratio pada Perusahaan-Perusahaan Sektor Transportasi yang Telah Terdaftar di Bursa Efek Indonesia