• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN KONSEPTUAL DAN PENDEKATAN GEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN KONSEPTUAL DAN PENDEKATAN GEN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDEKATAN KONSEPTUAL DAN PENDEKATAN GENDER DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN DAN HADITS

Fahry Aryanto

Institut Agama Islam Negeri Metro

Jl. Ki Hajar Dewantara 15 a, Iringmulyo, Kota Metro, Lampung 34111

E-Mail: Fahriiirawan005@gmail.com

Abstrak

Al Qur‟an merupakan salah satu kitap allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril, sebagai mukjizat untuk-nya, untuk diajarkan kepada umat manusia, dan membacanya termaksuk ibadah. Selain itu, Al Qur‟an menjadi sumber hukum dalam Agama Islam yang pertama, karena didalam Al Qur‟an memuat tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan ketuhanan, ibadah, bahkan sosial dan ekonomi. Dalam Al

Qur‟an hukum yang telah ditetapkan tidak lah lain, bersumber langsung dari Allah, yang wahyu tersebut diilhamkan melalui berbagai cara yang didapat oleh nabi Muhammad. Al

Qur‟an sebagai wahyu diturunkan tidaklah secara keseluruhan dalam waktu yang sama, namun secara berangsu-angsur kira-kira selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, Al Qur‟an sendiri terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6666 ayat, dan menurut Ibnu Abbas huruf yang terkandung dalam Al Qur‟an adalah 323.671 huruf. Hadis merupakan segala ucapan, perbuatan, berita, tingkah laku dan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Kedudukan Hadis dalam Islam merupakan sumber hukum yang ke-2 setelah Al Qur‟an, karena melihat bahasan Al Qur‟an yang masih global dan kurang terperinci sehingga diperlukan Hadis sebagai perinci dari al-qur‟an. Dalam istilah lain, hadis sendiri memiliki berbagai istilah, didalam Hadis berisikan sanad, matan dan rowi. Sanad dapat kita fahami sebagai sandaran Hadis itu diterima dari Nabi, yaitu orang yang membawakan berita/hadis tersebut. Sedangkan matan yaitu isi dari hadits itu sendiri. Dan rowi adalah orang terakhir yang menerima hadis tersebut.Menjadi Perawi, baik yang menerima atau yang menyampaikan tidaklah sembarangan orang dapat dikatakan Perawi, agar hadits tersebut menjadi Hadis shoheh.

Kata kunci: Al-Qur‟an dan Hadis Abstract

The Qur'an is one Kitap god revealed to Prophet Muhammad SAW through the intermediary of the Angel Gabriel, as a miracle for her, to teach mankind, and read termaksuk worship. In addition, the Qur'an a source of law in the first Islamic religion, because in the Qur'an contains about various laws relating to the divine, religious, social and even economic. In the quran law established no other lah, sourced directly from the gods, the revelation has been inspired by various means obtained by the prophet Muhammad. Al-Qur'an as revelation is not lowered as a whole in the same time, but in berangsu gradually for approximately 22 years 2 months 22 days, the Qur'an itself consists of 30 chapters, 114 chapters, 6666 verses, and according to Ibn abbas letters contained in the Qur'an is 323 671 letters.Hadith are all the words, deeds, news, behavior and everything that comes from the Prophet Muhammad SAW. Position hadith in Islam is a source of law is the 2nd after the Qur'an, because the Qur'an see the discussion of which is still less detailed global and thus needed as detailed hadith from al-Qur'an. In other terms, the hadith itself has a variety of terms, in the hadith contains sanad, honor and rowi. Sanad can we understand it as a backrest that hadith received from the Prophet, namely orng who brought news / hadith. While matan ie the contents of the hadith itself. And rowi was the last to accept the hadith.Being narrator, either receiving or delivering not careless people can be said of

(2)

2

Key word: the Al-Qur‟an and Hadits

A. Pendahuluan

Agama apabila ditelisik secara mendalam memiliki dua sudut: sudut asal-usul, yaitu asal usul ilahi yang bersifat absolut dan sudut penerima agama, manusia, dan manusia jelas bersifat sangat relatif. Agama dan manifestasi dalam berbagai praktek keagamaan memiliki dua sisi mata uang, sisi transendental ketuhanan dan sisi profan kemanusiaan. Sementara yang dipegang manusia dalam religiusitasnya adalah sudut manusia. Manusia berperan sebagai subyek penafsir kitab suci. Pada posisi inilah terbuka ruang konflik dalam upaya melegitimasi otoritas keagamaan masing-masing kelompok di dalam satu agama1. Terdapat banyak keutamaan bagi seorang yang membaca Al Qur‟an, Dalam sebuah Hadis setiap huruf yang dibaca maka Allah akan memberikan 10 pahala kebaikan. Orang yang sering membaca Al Qur‟an akan mendapatkan teman di dalam kuburnya. Karena di dalam kubur mayit akan sendirian tidak ada yang menemaninya. Dan Al Qur‟an akan menjadi pembela di dalam kubur bagi seorang yang membacanya, Al Qur‟anlah yang akan menjawab setiap partanyaan yang di lontarkan oleh malaikat Munkar dan Nankir. Al

Qur‟an juga akan memberikan syafaat bagi pembacanya di akhirat nanti.

Pada zaman Nabi dulu, Al Qur‟an tidak berupa kitab seperti sekarang karena pada waktu itu Al Qur‟an hanya di hafalkan oleh para sahabat. Tetapi karena semakin banyak para penghafal Al-qur`an yang wafat maka pada masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar di buatlah pembukuan Al Qur‟an dan di sempurnakan pada masa kepemimpinan khalifah Usman bin Affan. Tetapi di jaman sekarang juga banyak para penghafal Al

Qur‟an maka orang hafal Al-qur`an disebut Hafidzqur`an. Orang yang hafal Al Qur‟an akan dijamin masuk surga oleh Allah. Dan orang yang hafal Al Qur‟an dapat mengajak orang tuanya dan saudaranya untuk masuk Surga. Sekarang sudah banyak pondok-pondok yang menciptakan generasi penghaf Al Qur‟an.Al Qur‟an bagaikan samudra yang tak akan pernah kering airnya, yang memiliki gelombang yang tidak pernah reda, kekayaan dan hazanah terdapat di 2 kandungnya tidak pernah sirna sampai kapan pun , dapat di layari dan diselami dengan berbagai cara, dan memberikan manfaat dan dampak yang sangat besar untuk berbagai kehidupan didunia ini. Dalam kedudukannya sebagai kitab suci (Scripture)

dan mu‟jizat untuk umat islam, Al Qur‟an sebagai sumber keamanan, sumber motivasi dan inspirasi, sumber nilai dan sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernah kering atau jenuh bagi yang mengimaninya.

3. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan

Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (Q.S Ad-Dukhan:1-3)

Al Qur‟an merupakan sumber utama ajaran Agama Islam dan sabagai pedoman hidup bagi setiap Muslim. Al Qur‟an tidaklah hanya sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, namun didalamnya pun mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), diperlukan pemahaman

1

Wahyu “etiawa , Ge eologi Pe afsira Aga a Masyarakat Pedesaa Ti jaua episte ologi huku

(3)

3

terhadap kandungan Al Qur‟an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten. Al Qur‟an merupakan kitab dakwah yang mencakup sekian banyak permasalahan atau unsur dakwah, seperti da‟i (pemberi dakwah), mad‟uw (penerima dakwah), da‟wah (unsur-unsur dakwah), metode dakwah dan cara-cara menyampaikannya. Materi dakwah yang dikemukakan Al Qur‟an berkisar pada tiga masalah pokok yaitu akidah, akhlak dan hukum2.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al Qur‟an yang artinya dan Jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka.mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".

Tantangan, sindiran, kritikan, hardikan, Al Qur‟an selalu muncul baik dari pendukung maupun penantangnya untuk berfikir, berdialog, memberikan kebenaran termasuk membuktikan kebenaran dan keasliannya, dan hal ini terbukti sangat manjur dan melahirkan gelombang kajian ilmiah. Di dalamnya (Al Qur‟an) terdapat dokumen historis yang merekam kondisi sosio ekonomis, religius, ideologis, politis dan budaya dari peradaban umat manusia sampai abad ke VII masehi, namun pada saat yang sama menawarkan hazanah petunjuk dan tata aturan tindakan bagi umat manusia yang ingin hidup dibawah nuangan dan yang mencari makna kehidupan mereka didalamnya3.

Al Qur‟an adalah Kitab Suci yang sangat terbuka dengan berbagai macam penafsiran. Dari era klasik sampai kontemporer, Al Qur‟an telah melahirkan banyak karya tafsir dengan berbagai corak dan pendekatan. Dari sudut corak penafsiran, muncul aliran tafsir bi a-ra‟yi

dan tafsir bi al-ma‟tsur. Yang pertama adalah corak penafsiran yang menekankan pada

rasionalitas dan yang kedua adalah corak penafsiran yang bersandar pada Hadis. Pendekatan dalam tafsir Al Qur‟an juga sangat beragam, mulai dari pendekatan tekstual sampai pendekatan interdisipliner4.

Karena sifat Al Qur‟an yang bersifat global, maka perlu didalamnya sesuatu cara untuk mengetahui makna yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, dalam hal ini perlu ditekankan kembali akan pentingnya mengerti akan tata Bahasa Arab yang sangat penting dalam mengetahui maksud dari suatu ayat. Dalam penerapan Hadis dalam sehari-hari, karena dalam hal ini akan dapan mewujudkan hal yang sangat mendalam, karena apabila tidak mengetahui asal usul, maka akan terjadi penafsiran yang salahnya sangat fatal, hal ini menjadikan kaum muslimin untuk cenderung egois akan pemikiranya masing-masing. Melakukan pembelajaran tentang hadits adalah untuk memahami bagaimana kualitas Hadis. Kualitas Hadis haruslah diketahui dalam hubungannya dalam kehujjahan hadits yang berkaitan. Hadis yang dalam kualitasnya tidak atau belum memenuhi syarat tidak dapat dipakai untuk hujjah. memenuhi syarat itu sangat diperlukan karena Hadis adalah sebagai salah satu sumber ajaran Islam.

Munculnya tokoh ulama‟, penelitian Hadis dilakukan secara besar-besaran yang melibatkan banyak orang didalamnya. Dengan demikian dalam penelitian Hadis ini, menggambarkan betapa kerja meneliti sudah menjadi kebiasaan ilmiah serta kebutuhan golongan umat muslim saat itu5. Para peneliti Hadis dalam melakukan penelitian berbekal metodologi yang baku dan ketat. Mereka menggolongkan Hadis kedalam empat golongan

utama, yaitu shahih atau asli, hasan atau baik, dha‟if atau lemah, dan maudhu‟ atau palsu.

2A. M. Ismatulloh1, “Metode Dakwah Dalam Al

-Qur‟an.” 3Sudirman, “Corak Dan Metode Penafsiran Al-Qur‟an.”

4Mintaraga Eman Surya, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Dalam Al-Qur‟an Dengan Pendekatan Ekofeminisme:

Kritik Terhadap Tafsir Feminisme Liberal.”

(4)

4

Apabila kita akan meneliti keshahihan sebuah hadits tersbut satu persatu mulai dari sanadnya, matannya, rawinya. Caranya dengan metode yang disebut takhrijul-hadits.

B. Menerapkan Pendekan Konseptual Dan Pendekatan Gender Dalam Penafsiran Al Qur’an Dan Hadis

Penafsiran ayat-ayat gender dalam Al Qur‟an dengan eco-feminisme pendekatan adalah kritik dan interpretasi alternatif ayat jender dengan pendekatan feminisme liberal. Hal ini karena feminisme liberal menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi oposisi biner yang membuat kompetisi dan persaingan6. Melihat realitas tantangan dan ancaman globalisasi yang sedemikian besar, maka umat Islam tidak boleh berpangku tangan dan hanya menjadi penonton kemajuan umat lain. Umat Islam harus bangkit dengan semangat yang telah diajarkan Al Quran. Al Quran mendorong manusia untuk belajar berbagai ilmu, baik yang berkaitan langsung dengan agama, amupun tidak, atau sering disebut dengan istilah ilmu umum. Artinya Al Quran mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan. Umat Islam harus mampu mentransformasikan spirit Al Quran dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.7Sejak zaman dahulu, kita ketahui bahwa kitab suci Al Qur‟an mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk mencetak, mendirikan, dan menerapkankan masyarakat. Kandungan serta keindahan tata bahasa yang digunakan didalamnya menjadi perhatian tersendiri untuk masyarakat Arab pada masa itu. Narasi yang terdapat didalam Al Qur‟an memberikan nuansa baru untuk dunia kebahasaan. Narasi yang dapat memberikan keluasan makna tanpa sedikitpun mengandung kontradiksi antara satu sama lainnya. Ketika seseorang sedang membaca Al Qur‟an seolah-olah ia bukan hanya sekadar membaca atau pun mendengar, tetapi ikut serta menikmati dan merasakan segala kejadian peristiwa di balik ayat-ayat yang ia baca. Ia seakan-akan telah menemukan makna pada tiap-tiap penggalan8. Agama seringkali dianggap sebagai penyebab pelanggengan ketidakadilan gender, atau paling tidak, penafsiran-penafsiran terhadap ajaran-ajaran agama selama ini dinilai telah menempatkan kaum perempuan pada posisi marjinal dan subordinat laki-laki. Persoalannya adalah apakah ketidakadilan gender secara luas dalam agama bersumber dari watak agama itu sendiri ataukah justru berasal dari pemahaman, penafsiran dan pemikiran keagamaan yang tidak mustahil dipengaruhi oleh tradisi dan kultur ataupun sebab-sebab lainnya. Reaksi atas ketimpangan dan ketidakadilan terhadap perempuan inilah yang menyebabkan munculnya gerakan feminisme di kalangan pemikir-pemikir muslimah, antara lain Fatima Mernissi. Menurut Mernissi, penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan umat Islam, bukanlah watak dari agama, atau yang diistilahkan Mernissi dengan Islam Risalah, karena bertentangan dengan ajaran universalnya, yaitu keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, tetapi karena tercipta oleh sebuah sistem politik, termasuk ideologi, hukum, dan kultur sosial. Sistem ideologi patriarkhi dan kepentingan elit politik, yang Mernissi istilahkan dengan Islam Politik, inilah yang mendistorsi Islam Risalah Melakukan studi Hadis adalah untuk meneliti kualitas hadits. Kualitas Hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan (argumentasi) Hadis yang bersangkutan. Persoalan pemahaman makna hadits tidak dapat dipisahkan dari penelitian matan. Pemahaman hadits dengan beberapa macam pendekatan ternyata memang diperlukan. Salah satunya adalah pendekatan bahasa. Hal tersebut karena bahasa arab yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan berbagai hadits selalu dalam susunan yang baik dan benar.

Hadis yang kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pemenuhan syarat itu diperlukan karena Hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Munculnya nama banyak tokoh, penelitian hadits dilakukan secara besar-besaran dengan

6Mintaraga Eman Surya, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Dalam Al-Qur‟an Dengan Pendekatan Ekofeminisme: Kritik Terhadap Tafsir Feminisme Liberal.”

7“udi , “prit Pe didika Dala Al Qur’a , .

(5)

5

melibatkan banyak orang. Dengan demikian penelitian hadits menggambarkan betapa kerja meneliti sudah menjadi tradisi ilmiah sekaligus kebutuhan dikalangan umat Islam waktu itu9. Untuk meneliti matan Hadis dari segi kandungannya diperlukan penggunaan pendekatan Bahasa Arab yang digunakan oleh Nabi dalam menyampaikan Hadis dengan selalu dalam susunan yang baik dan benar. Dalam konsep ini, perlu diketahui bahwa, perlunya peningkatan pengetahuan tentang pendidikan karakter yang mana dalam hal ini, sangat penting sekali bagi konsep ini, pendidikan karakter merupakan sebuah konsep yang terpenting yang sangat diperlukan dalam konsep pendidikan dalamhal ini, sangat diperlukan sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah pendidikan yang mana, sebagai seorang pendidik haruslah memiliki pendidikan yang berkarakter, bukan yang berkaraten, sehinga tidak akan terjadi istilah wong pinter, seng minteri kancane, istilah itu dapat kita fahami bahwa, kebanyakan orang yang pandai namun tidak memiliki karakter yang baik akan menimbulkan kekacauan yang berujun pada kerusakan sehinga dengan ini tujuan sebuah pendidikan tidak akan mungkin tercapai, karena dapat kita ketahui bahwa tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia bermoral, namun realitanya saat ini, banyak kita jumpai dalam kehidupan saat ini sering kali, yang merusak moral dan etika saat ini malah orang-orang yang berpendidikan, namun tidak tyang berkarakter, baik dari orang dalam ataupun orang luar.

Didalam hadis didalamnya akan diakumulasikan dengan sesuatu yang ada pada daerah tersebut, dan kekurang yang ada didalamnya mampu menyajikan bahwa makna dan ruh kondisi yang terus berkembang pesat. Secara nyata, sebagian besar dari hadis Nabi banyak yang mengambil pristiwa yang terjadi pada bangsa arab ketika itu jadi ketentuan hukum dapat berlaku sesuai apa yang terjadi pada masa itu. Setidaknya inilah padangan Syahrur, salah satu icon kontekstualis di abad ini. Secara faktual memang tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan menonjol antara hadis dan al-Quran. Dari segi isi dan kandungan penyampaian didalamnya, diyakini bahwa al-Quran disusun langsung oleh Allah SWT. Malaikat Jibril sekadar penyambung lidah agar sampai pada Muhammad. Kemudian Muhammad langsung menyampaikan kepada umatnya dan umatnya langsung menghafal dan menulisnya. Sehingga sepanjang zaman tidak mengalami perubahan. Bahkan Allah sendiri telah menjamin akan keotentikannya. Sedangkan hadis, hanya berdasarkan hafalan

sahabat dan catatan beberapa sahabat serta tabi‟in. namun demikian profil sahabat dan tabi‟in yang dapat dibuktikan kredibelitasnya dalam soal kejujuran, keteguhan, ketulusan

dan upaya selektif untuk merawat serta meneruskan pada generasi berikutnya dan ditopang kondisi sosio masyarakat yang kondusif untuk itu, maka setidaknya patutlah hadis atau sunnah diposisikan sebagai sumber hukum kedua. Dan bahkan menurut penulis, bahwa tradisi kehidupan Nabi merupakan bentuk pranata Islam yang kongkret dan hidup sebagai penerjemahan al-Quran. Secara genealogis19 rancang bangun pemikiran maqashid bukanlah

temuan baru. Maqashid syari‟ah bukanlah hasil capaian para sarjana kontemporer, karena

dalam tradisi ushul fiqh klasik, term maqashid telah ditemukan dalam kitab-kitab yang ditulis para sarjana ushul fiqh klasik, namun hal itu masih terangkum dan tercecer dalam pembahasan tentang qiyas. Sebagaimana pada masa sahabat, menurut Salam Madkur20 dalam Duski Ibrahim, bahwa ijtihad para sahabat itu ada tiga bentuk, di antaranya: 1) menafsirkan nash-nash, 2) menggunakan metode alqiyas, dan 3) menggunakan maslahah

mursalah dan istihsan. Menurut Muhammad Idris Mesut yang dikutip dari Arwani

Saerozi21,diskusi tentang kajian al-Qur‟an dilakukan pada pertengahan April 2007 yang

lalu. Simposium ilmiah internasional yang mengusung tema “metode alternatif penafsiran

al-Qur‟an” diadakan di kota Oujda, Maroko. Kegiatan ilmiah yang memakan waktu selama tiga hari ini

Disamping itu, pendekatan lain juga dibutuhkan seperti rasio, sejarah, dan, prinsip-prinsip pokok Islam. Para peneliti hadits dalam melakukan penelitian berbekal metodologi yang baku mereka menggolongkan Hadis kedalam empat golongan utama, yaitu shahih atau

(6)

6

asli, hasan atau baik, dha‟if atau lemah, dan maudhu‟ atau palsu. Apabila kita akan meneliti keshahihan sebuah hadits tersbut satu persatu mulai dari sanadnya, matannya, rawinya. Caranya dengan metode yang disebut takhrijul-hadits. Dalam proses pentadwinan Sunnah Atau Hadis dari periode ke periode mengalami beberapa perkembangan, mulai zaman Nabi sampai zaman pembuatan syarah. Takhrij hadits adalah fase kedelapan dari periode dimaksud, yaitu periode metode takhrij al-hadits (suatu metode penelitian Hadis)10. Pemahaman ini dapat digunakan karena dalam hal ini dapat mempermudah dalam proses kegiatan menemukan makna yang terkandung didalamnya, oleh sesbab itu maka perlu ditekan kan kembali agar nantinya tidak menimbulkan makna ganda yang menyebabkan perbedaan pemahaman antara satu sama lainya, sehingga ketika akan memberikan inspirasi sebelumnya perlu kita pebandingkan antara satu sama lain, guna untuk memperoleh mana yang lebih baik, dari yang terbaik.

Al-Quran sebagai pokok kitap untuk sebuah tuntunan moral dan bukanlah sekedar hanya karya ilmiah, ataupun juga sebagai kitab hukum, tidak juga kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi dan lainnya. Tetapi Al-Quran sendiri didalamnya terdapat spirit terkait dengan segala bidang tersebut, terlebih lagi mengenai semua aspek kehidupan manusia. Adanya bebrapa ayat yang membahas tentang masalah itu, merupakan sebuah prinsip dasar dan spirit yang sebenarnya sebagai pesan dasarnya adalah bahwa semua kegiatan di atas harus dilakukan berkaitan dengan pesan moral agama yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut. Al Qur‟an sebagai petunjuk umat Islam dalam segala lini kehidupan, mempunyai cakupan pembahasan begitu luas dan penuh makna, sehingga perlu adanya pemahaman secara khusus dan terperinci agar senantiasa para pembaca dan penelaah al-Quran mampu memahami, mengananlisis, dan mengimplementasikannya dalam bentuk nilai-nilai universal al-Quran bagi kemajuan peradaban manusia di dunia ini. Al-quran tidak hanya berperan sebagai wahyu ilahiyah semata, melainkan kitab seci yang dicetak oleh Allah SWT sebagai bentuk komunikasi umat Muhammad SAW dengan Rab-Nya, dimana bagi mereka yang selalu membaca dan memahaminya diharapakan akan mendapat petunjuk dari al-Quran tersebut. Al-quran selalu membicarakan berbagai hal yang menyangkut kehidupan ini, baik tauhid, hukum,social, budaya, dan pendidikan.11 Dalam menghadapi tatntangan zaman ini, perlu lah kiranya agar selalu berpegang teguh pada Al-Qur‟an Dan Hadis, sehinggah dalam hidupny selalu terarah kan tidak keluar dari jalur kebenaran islam, sememtara itu berbagai perbedaan yang menjadikan kebimbangan dalam hati, sehingga saat menhjalanjkan hukum selalu timbul rasa keragu-raguan. Untuk emnyikapinya itu hendakny aselalu mengahargai segala argumen lain agar tidak terjadi kehidupan yang fanatisme, sehinnga terjadi kedamaian walau dalam keadaan perbedaan, sehingga persatuan dan kesatuan antar umat islam dapat terwujud yang mana didlamnya dapat memperkuat tali silaturrahmi antara seasama. Dalam kehidupan bermasyarakat ini, tentulah tidak mungkin lepas dari yang namanya kebersamaan, apapun itu, dengan siapapun tiu, dan dimanapun itu, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri yang selalu tetap membutuhkan sesamanya. Oleh sebab itu ,perlulah kiranya untu selalu menjalin hubungan silaturrahmi yang baik antar sesama agar tercipta hubungan yang baik satu sama lain.

Selama roda zaman masih berputar, permasalahan yang dihadapi manusia juga akan berjalan mengikuti alur perjalanan zaman. Dan ini merupakan sunnatullah yang harus dijalani oleh manusia. Oleh karena itu, untuk menghadapi berbagai permasalahan itu manusia harus mampu membekali dirinya dengan pengetahuan, dalam hal ini bersumber dari spirit Al-Quran dan Hadits Nabi atau teks agama. Teks-teks tersebut tidak lebih dari deretan huruf dan onggokan ayat tanpa makna jika tidak dibaca dan diinterpretasikan oleh

10Ernita Dewi, “Pemikiran amina wadud tentang rekonstruksi penafsiran berbasis metode

hermeneutika,” 6.

(7)

7

manusia. Manusia sebagai makhluk yang berperadaban, selalu menuntut dan memunculkan fenomena-fenomena baru yang selalu membawa problem dan membutuhkan pemecahan. Oleh karena itu pemikiran manusia, termasuk pemikiran keagaman Islam, tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah sepi dimanapun ia berada.12Dalam kehidupan sehari-hari permasalahan yang timbul dari zaman ke zaman selalu berubah, karena tuntutan zaman dan perkembangan teknologi yang kian meningkat, sehingga perlu mewujudkan pola berfikir yang selalu berkembang agar dapat menyelesaikan masalah sesuai tuntutan zaman yang ada, sehingganya dapat dijadikan sebuah ibrah yang dapat kita ambil hikmahnya dalam kehidupan bermasyarakat. Catatan sejarah ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dengan menghitung ribuan tahun sebelum masehi hingga saat ini. Kenyataan historis telah melahirkan konsep-konsep susunan yang luas tentang sifat ilmu pengetahuan. Meskipun di era modern ini, dunia Islam ketinggalan dibandingkan dengan dunia barat. Tetapi didalam historis, Islam telah hadir dengan membawa revolusi yang sangat kuat. Islam tidak pernah mengalami dalam masa keemasan dalam ilmu pengetahuan dan tekhlonologi sementara itu Barat pernah mengalami tentang masa kemunduran dan kegelapan. Dengan cara yang sama, sumber permasalahan dan pengklasifikasian pengetahuan13. Dalam catatan sejarah islam telah mengarungi dari zaman ke zaman, oleh sebab itu, para mufasir dalam mentafsirkan ayat memerlukan strategi yang tepat agar hasil yang didapat sesuai dengan tuntutan zaman yang telah berkembang dari era ke era yang sangat memprihatinkan saat ini, bahkan ilmu agama tidaklah dianggap penting, karena hal ini diperngaruhi oleh kehidupan yang dalam menjalankan hidupnya lebih mengedepankan hawa nafsu dari pada akal dan fifkiran yang rasio serta dibenarkan oleh hukum islam.14Selama ini objek kajian yan dibahas didalam Al Qur‟an dan Hadits ialah segala sesuatau yan diciptakan oleh Allah, baik berupa benda hidup atau mati, bersifat nyata maupun gaib, yan pada dasarnya tidak lain untuk menyembah Allah SWT, namun realitanya tudak seperti itu, seperti kita tahu bahwa syetan telah inkar pada Allah, ia tak mau menyembah-nya, sebagian dari manusia dan jin pun seperti itu, dalam hidup mereka tidak mengedepankan hati nurani, hanya berdasarkan hawa nafsu semata, sehingga hidupnya menyimpang dari sebuah kebenaran yang hakiki, mereka menganggap kehidupan dunia adalah menyenanagkan, namun mereka tidak sadar, jika kemewahan dunia ini memang sangat menyenangkan hati, tapi kesenangan dunia ini, penuh dengan tipuan belakang, untuk itu kita harus senantiasa berwaspada agar tidak terpedaya oleh bujuk rayuan setan yang hanya akan membawa kita kejurang neraka.

Al Qur‟an dan Hadis yang telah kita ketahui saat inni dalah memakai Bahasa Arab yang mana sebagai warga Indonesia perlu mengerti akan susunan bahasanya, agara dapa mengetahuinya, munculnya penerjemah Al Qur‟an dan Hadis merupakan hasil pemikiran masyarakat Non Muslim, yang metreka menterjemahkan kitap suci orang muslim. Faktor apa yang menjadikan hal seperti itu terjadi, sampai saat ini belum diketahui secara pasti akan kebenarannya, secara keseluruhan dapat kita tarik pemahaman bahwa kepedulian orang Non Muslim saat itu lebih besar dari pada kita

sendiri, namunn dari peristiwa itu timbul pertanyaan “mengapa orang non muslim

menterjemahkan Al Qur‟an Dan Hadis yang dalam selanjutnya diapakai dalam

masyarakat pada umumnya?”. Pada hakikatnya Sejak paruh abad 20, umat Islam mengenal dan bersinggungan dengan metode tafsir yang disebut hermenetika, metode ini menggiurkan banyak sarjana muslim, karena menawarkan solusi kreatif rasional, atas kebuntuan berpikir umat Islam yang telah mengalami stagnasi. Wacana dekontruksi, rekontruksi dan rasionalisasi atas teks keagamaan menjadi trend yang digemari sebagai

12“udi , “prit Pe didika Dala Al Qur’a , 9.

(8)

8

pisau analisis untuk memahami teks agama yang selama ini disakralkan umat Islam. Akan tetapi kehadiran metode hermenetika justru melahirkan kontroversi di kalangan masyarakat Muslim. Alasan yang muncul ke permukaan adalah bahwa menurut mereka istilah ini berasal dari Barat dan merupakan cara menafsirkan Bible15.

Misalnya adanya ayat-ayat hukum, dijelaskan sebagai sebuah pengajaran untuk ditegakannya hukum atas dasar keberadaanya adalah sebagai suatu pengawal nilai moral yang terdapat didalam Al Qur‟an itu sendiri. Dengan adanya aturan-aturan hukum maka umat manusia diharapkan dapat menegakkan keadilan yang merupakan ajaran moral yang universal Al Qur‟an. Sebagai perangkat untuk menciptakan keadilan, hukum, sebagaimana dinyatakan oleh H.L.A. Hart dalam bukunya General Theory of Law andState, (1965) harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban, moral dan aturan. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari dimensi moral. Spirit Al Qur‟an mencakup berbagai bidang dan dimensi kehidupan manusia, bidang spiritual, moral, pendidikan, ekonomi, politik, seni, kebudayaan dan sebagainya. Spirit Al Qur‟an ini akan selalu hidup tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Manusia dituntut untuk mentransformasikan spirit ini di mana pun dan kapan pun.16Sementara dalam dunia pendidikan yang telah kita katahui bersama saat ini merupakan sebuah hasil dari sebuah pemikiran para ahli dalam mengungkap makna yang terkandung didalam Al Qur‟an dan Hadis, dalam dunia pendidikan baik nasional maupun internasional banyak dipengaruhi oleh pengembangan sikap dan nilai Al Qur‟an dan Hadis, yang mana kedua hal tersebut manjadi sumber rujukan yang dipakai untuk memperoleh sebuah data yang konkret agar dapat meningkat kan mutu dan kualitas pendidikan terutama islam diindonesia sendiri. Tidak dapat diragukan lagi bahwa, cerita yang pasti dapat mengetuk pendengarnya dan dapat menmebus jiwa manusia dengan mudah serta tidak menjenuhkan para pembacanya. Pelajaran yang diterima dan yang disampaikan didalamnya dapat menarik perhatian bagi peserta didik sendiri yang dapat meningkatkan minat belajar siswa, karena kisah-kisah yang disampaikan sesuai dengan kenyataan. Salah satu isi pokok

Al Qur‟an adalah dasar-dasar sains, yakni ilmu pengetahuan. Dalam hal ini al-qur‟an bukan lah buku ilmu-ilmu pengetahuan, akan tetapi banyak ayat-ayat yang didalamnya memberi isyarat tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, jauh sebelum ilmu pengetahuan dikemukakan oleh para ilmuwa, Al Qur‟an sendiri telah menjelaskan didalamnya diantaranya seperti ilmu biologi, fisika, kimia, astronomi, geologi, dan lain seabagainya.

Tentang alam misalnya, teori ilmiyah yang mengatakan bahwa bumi adalah sebagian dari gas panas yang membeku kemudian memisah diri, dan kemudian menjadi sebuah tempat yang dapat dihuni manusia, tentang kebenaran ini, para ilmuwan berangapan bahwa adanya benda-benda berapi yang terdapat dalam perut bumi. Sewaktu-waktu ia memuntahkan lahar panasnya. Teori ini sesuai dengan Firman Allah dalam Qs Al-Anbiya‟ ayat 30 yang artinya dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka

Mengapakah mereka tiada juga beriman?. Selain itu juga dijelaskan secara tegas

bahwa, dalam Al Qur‟an juga terdapat isyarat tentang ilmu astronomi, yaitu ilmu pentang tatabintang dan ruang angkasa. Dalam Al Qur‟an cukup banyak ayat yang mencaku benda ruang angkasa. Pernyataan penting Allah tentang tentang benda-benda ruang angkasa adalah bahwa Allah telah menundukan benda-benda-benda-benda langit dan ruang angkasa serta benda bumi untuk manusia.

Sebagaimana dalam firman-Nya dalam Q.S Al-Jatsiyah ayat 13 yang berbunyi:



15 Ernita Dewi, “Pemikiran amina wadud tentang rekonstruksi penafsiran berbasis metode hermeneutika,” 4.

(9)

9

Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi emuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

Dalam Hadis mungkin tidak seperti hal nya Al Qur‟an, melainkan didalamnya sebagai sebuah hukum yang dipakai dalam syara‟ baik berupa ibadah, akidah, muamalah dan lain sebagainya, sehingganya dapat dipastikan bahwa dala hal ini mungki dapat sering kita jumpai pristiwa kehidupan kita yang dalam mengartikannya tidak banyak menimbulkan makna ganda, seperti halnya Al Qur‟an, karena Hadis sendiri sebagai perinci dari Al Qur‟an itu sendiri walaupun dalam Hadis sendiri tidak sangat rinci, namun setidaknya lebih rinci penjelasanya daripada kitap Al Qur‟an.

Dalam al-qur‟an allah berfirman dalam Qs Al-Imran ayat 7 yang artinya: Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang

berakal. Dalam kajian kali ini, pendekatan konseptual dan gender yang dipakai para

mufasir dalam menafsirkan Al Qur‟an dan Hadits selalu menaglami perkembangan dari zaman ke zaman, namun tidak merubah maksud dan tujuannya, tetap dalam naungan syariat Islam yang tidak akan pernah berubah dari waktu ke waktu. Permasalahan akan pemahaman isi kandungan Hadis tidak bisa dipisahkan dari penelitian matan. Dalam pemahaman Hadis juga dengan memakai beberapa macam pendekatan tentulah sangat diperlukan. Salah satu diantaranya adalah pendekatan bahasa. Hal tersebut karena bahasa arab yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan beberapa Hadis selalu dalam susunan yang baik dan benar.

C. Urgensi pendekatan konseptual dan gender dalam menafsirkan Al Qur’an dan Hadis.

Penafsiran terhadap al-Qur‟an merupakan hal yang niscaya karena dibutuhkan baik bagi umat Islam pada umumnya maupun bagi yang memiliki kesungguhan untuk mempelajari

(10)

10

manusia dan alam itu sendiri. Pada tataran nilai, Islam sejak awal mengajarkan kebaikan dan moralitas luhur, dan pada saat yang sama melarang segala perilaku jahat.17 Dalam kajian saat ini, hal yang paling ditekankan dalam pembahasanya yaitu, mengenai masala keadilah yang kian hari semakin memprihatinkan, karena banyak diantara kita, khususnya masyarakat indonesia kurang memperhatikan keadialan yang seharusny aditerpkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat akan pentingnya hal itu, maka seharusnya dalam pengajaran ini lebih menekanpada sebuah kebenaran yang ada. Selain itu tidak lah dibenarkan baik secara agama maupun negara tentang tidak adilan yang hanya menggandalkan nafsu semata dalam menjalankan hidupnya sehari-hari.pada kesempatan ini selayaknya menjadi insan kamil yang berakhlakul karimah tentula dapat dijadikan sebagai patokan untukmewujudkan cita-cita bangsa dan negara dalam menegakakn keadilan yang dapat diambila banyak hikmah yang terjandung didalamnya, oleh sebab itu, sebagai wearga negara indonesia yang terikan akan berbagai peraturan hukum perundang-undangan, harus lah mematuhinya secara keseluruhan, tidak hanya dalam satu aspek saja. Dalam mengkaji firman Tuhan tentulah sangat berhati-hati dalam memahaminya, perlu dasar yang kuat didalamnya, sehingga tidak menimbulkan salah fahaman yang berujung pada pertikaian antar umat muslim.

Pendekatan dan strategi merupakan hal yang tidaklah jauh berbeda, istilah pendekatan lebih cenderung kepada seatu proses bagaimana hala itu bisa terjadi. Pendekatan konseptuan dapat kita fahami sebagai suatu pendekatan yang mana didakamnya memberikan peluang akan menganalisis suatu hal bagaimana itu didapatkan. Seperti halnya dengan teori sosial yang lain, pendekatan gender merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memahami realita sosial. Sejalan dengan munculnya tentang pencemaran nama baik Agama Islam, yang dilakukan baik dari pihak islam sendiri maupun pihak lain, menuntut agar kita sebagai umat muslim agar untuk selalu bersatu meski dalam pandangan yang berbeda, namun kita tetap diikat oleh satu ikatan, yaitu Islam. Para pemikir-pemikir zaman terdahulu dalam mengembangkan pemikiranya selalu didasari dengan dasar yang kuat dan jelas, tidak hanya sebatas argumen semata, sehingga hasil yang dihasilkanya masih dapat dipakai sampai sekarang ini, guna untuk memenuhi kebutuhan Umat Muslim disegala penjuru dunia untuk menyelesaikan berbagaia masalah yang ada. Sebagai seorang Muslim yang baik, haruslah selalu berpegang teguh pada dua wasiat yang ditinggalkan Nabi Muhammad SAW, yang berupa Al Qur‟an dan Hadits, bukan hanya menggunakan rasio dengan sifat ego masing-masing sehingga hasil yang didapat tidak dapat dijadikan pedoman dalam mengahadapi kehidupan ini, baik di dunia terlebih lagi di akhirat kelak yang mana saat itu segala sesuatu yang kita kerjakan dimintai pertanggung jawaban bukanlah hanya perintah dan hukuman semata. Smemntara itu, hukum yan terdapat didalam Al Qur‟an dan Hadis selalu menjadi sebuah kolaborasi yang didalamnya menyimpan berbagai makna yang tersembunyi, sehingga dalam kajian ini, perlunya pengertian akan sebuah pemahaman yang mendalam agar dapat memberikan perfomance yan sesuai dengan

tuntutan zaman, sehingga walaupun Al Qur‟an dan Hadis telah ada pada zaman dahulu,

tetapi tetap mampu menjawab berbagai problem yang ada pada sekaran dan sampai hari akhir kelak, karena kita tau sifat Al Qur‟an adalah penyempurna dari kitab-kitab Allah

yang etrdahulu sebelum Al Qur‟an, karena sudah sempurna, jadi tidaklah perlu adanya

pembaharuan didalamnya cukup dengan menjalankan apa saja yang ada didalamnya, tanpa menambahkan dan atau mengurangi hukum yang ada didalamnya.

Seperti halnya dalam rangka mengembangkan kualitas dan kapasitas umat muslim sekarang ini, tentulah harus memenuhi beberapa tantangan dan rintangan yang akan

datang menghadangnya, selama ini kita ketahui bahwa kehidupan para ulama‟-ulama‟ selalu diiringi dengan kebahagiaan yang tak pernah lekang oleh waktu,namun sebenarnya beliau dahulu juga pernah mengalami berbagai kesulitan yang sampai

(11)

11

sekarang belum kita ketahui. Tidak lain, sebagaian umat muslim beranggapan bahwa sebagian dari apa yang diketahui selama ini akankah selamanya akan dimiliki selama-lamanya, karena mereka kurang yakin akan apa yang telah ia dapatkan selama ini. dalam pembahasaan saat ini, dapat dipastikan bahwa Al Qur‟an dan Hadis sebagai salah satu bagian hidup seorang muslim yang tida dapat dipisah kan salah satu dari nya, karena dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya dalam menjakankan kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari telah menjalankan dan mengalami sesuatu hal yang ada didalam Al Qur‟an dan Hadis, baik itu secara perkataan, perbuatan, bahkan yang lainya. Sejalan dengan roda pembangunan, manusia seakan penuh dengan kesibuakn, sehingga yang wajib pun terabaikan, yakni sujud 5 waktu menyembah tuhan, karena telah dimabuk oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sampai-sampai komputer dijadikan tuhan. Sungguh sangat disayangkan senagai manusia telah lupa diri sampai ia tinggi hati, jika diibaratkan lebih dan melebihi tingginya telah mencapai langit yang tinggi, membaca koran mereka anggap sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-harinya, namun al-qur‟an hanyalah sebagai perhiasan semata.

Melakukan studi Hadis merupakan jalan dimana kita untuk dapat mengatahui kualitas hadits tersebut, karena dapat dijadikan sebagai hujjah sebagai sumber hukum islam yang ke-2, dalam proses ini, dari tahun ketahun mengalami beberapa perkembangan dari zaman Nabi sampai sekarang. Persoalan tentang masalah Hadis, kelihatanya selalu menarik untuk dibahas, baik yang menyangkut tentang kritik otentitas atau validitas meupun tetodologi pemahaman Hadis itu sendiri, meskipun demikian, cara yang ditempuh untuk memahaminyahampir-hampir tidak digunakan. Istilah tentang pemahaman hadits ialah meliputi penjelasan arti, maksud, kandungan, dalam menyajikan komentar, haruslah mengikuti sistematika hadits yang akan diikuti, terkadang seringkali menggunakan akal secara bebas yang dapat menimbulkan pengabaian hal-hal yang bersifat suprarasional,sehingga lupa diri akan pemahaman bahwa akal itu memiliki keterbatasan-keterbatasan.

(12)

12

memahaminya, sehingga hasil pemahaman yang didapatkan akan selalu berguna sepanjang masa. Menurut petunjuk Al Qur‟an, Nabi Muhammad SAW selain dinyatakan sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai manusia biasa. Dengan perkataan lain, Nabi Muhammad disamping berstatus sebagai rasul, beliau juga berstatus sebagai manusia. Dalam kapasitas sebagai manusia, beliau diakui oleh Umat Islam dan non Islam sebagai kepala negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim, dan pribadi manusia biasa. Al-Qur‟an bagaikan samudra yang tak akan pernah kering airnya, yang memiliki gelombang yang tidak pernah reda, kekayaan dan hazanah terdapat di 2 kandungnya tidak pernah sirna sampai kapan pun , dapat di layari dan diselami dengan berbagai cara, dan memberikan manfaat dan dampak yang sangat besar untuk berbagai kehidupan didunia ini. Dalam kedudukannya sebagai kitab suci (Scripture) dan mu‟jizat untuk umat islam, Al Qur‟an sebagai sumber keamanan, sumber motivasi dan inspirasi, sumber nilai dan sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernah kering atau jenuh bagi yang mengimaninya.

Tafsir ayat-ayat gender dengan pendekatan feminisme liberal telah banyak dilakukan oleh para feminis Muslim seperti yang telah disebut dimuka. Dalam tafsir ini, jika didapat ayat yang tersurat mendiskreditkan perempuan, seperti kepemimpinan laki laki atas perempuan, kesaksian perempuan, dan kasus poligami, maka itu dikatakan sebagai bias patriarkhat yang terdapat dalam struktur kebudayaan Arab saat ayat-ayat tersebut diturunkan. Sehingga, corak tafsirnya kemudian adalah dekonstruksi pemahaman teks dan mengalihkannya kepada basis filosofis feminisme liberal yang menekankanpersamaan dan kesetaraan. Hasilnya, jikalaki-laki bisa menjadi pemimpin, makaperempuan pun harus bisa, jika laki-laki menjadi saksi cukup dengan 2 orang, maka demikian pula perempuan, jika laki-laki bisa menjadi imam shalat, begitu pula perempuan, dan laki-laki tidakberpoligami karena perempuan pun tidak.Jika itu yang dikehendaki olehtafsir model feminisme liberal, maka pertanyaannya adalah apakah harus dengan jalan seperti itu perempuan akan merasa terhormat dan tidak dalam posisitertindas oleh laki-laki? Kemudian ketikaada fakta bahwa perempuan akan merasa bangga dengan perannya yang cenderung di wilayah domestik, seperti mengasuh anak ketimbang menjadi pemimpin publik misalnya, apakah tidak perlu untuk memikirkan pendekatan lain dalam tafsir ayat-ayat gender yang lebih menekankan keseimbangan ketimbangpersamaan, lebih menekankan harmonisasi ketimbang persaingan atau perseteruan antara laki-laki dan perempuan? Pendekatan ekofeminisme dalam tafsir ayat-ayat gender diharapkan akanmemberi pemahaman baru dalam relasigender yang lebih menekankan pada keseimbangan kosmis. Feminin danmaskulin adalah karakter yang perlu ada jika ingin ada keseimbangan. Dunia menjadi tidak seimbang jika laki-laki dan perempuan saling berlomba untukmenjadi maskulin seperti yang diprogramkan feminisme liberal. Kata Sachiko Murata dalam maqnum opusnya, The Tao of Islam, “laki-laki adalah langitdan perempuan adalah bumi, keduanyasaling membutuhkan dan menghormati”

(13)

13

setelah al-Qur‟an.18 Dalam rangka menelusuri segala apapun yang dilakukan Nabi Muhammad S.A.W., mungkin untuk para golongan umat muslim zaman dahulu (sahabat) tidak banyak menemui kesulitan, hal ini dikarenakan karena mereka hidup sezaman dengan Nabi Muhammad S.A.W. Sehingga bila ada permasalahan yang terkait dengan agama dan khususnya sosial kemasyarakatan mereka bisa segera merujuk kepada Rasulullah. Ditambah tingkat kerumitan persoalan dunia yang relatif sederhana, sehingga problem yang mereka hadapi pun lebih sederhana dibanding dengan zaman modern saat ini. Hal yang relatif sama,

terjadi pada generasi Tabi‟in. Dimana mereka hidup tak jauh dari zaman Nabi, lagi pula

masih banyak warisan sejarah yang hidup maupun warisan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi yang telah diciptakan oleh Nabi S.A.W. dan Sahabatnya. Tentu, hal demikian di atas tak segampang generasi muslim muta`akhirin yang hidup pada abad modern, dimana

gemerlap dunia melahirkan „seabrek‟ pertanyaan yang pelik dan rumit. Tidak hanya untuk

dicari jawabannya tetapi juga mengidentifikasinya. Karena kompleksitasnya, banyak hal yang tak tersentuh oleh wilayah agama yang dalam hal ini adalah Hadis sebagai sumber nilai dan ajaran kedua, sekaligus fungsinya sebagai bayân ta`kîd (keterangan penguat), bayan tafsîr (keterangan penjelas) atau bayân murâd (keterangan yang dimaksud) al-Quran.19

Kondisi seperti ini sungguuh sangat menantang kaum muslimin. Sehingga sederetan pakar yang tergabung dalam kelompok modernisme dan kontemporer berusaha memetakan. lebih tepatnya menghidupkan kembali ruh hadis atau sunnah tersebut melalui pendekatan-pendekatan mutakhir yang lazimnya disebut aliran kontekstualisme sebagai perimbangan dan melengkapi nalar tekstualisme. Kontekstualis diambil dari kata konteks yang berarti

“suatu uraian atau kalimat yang mendukung atau menambah kejelasan makna, atau situasi

yang ada hubungannya dengan suatu kejadian atau lingkungan sekelilingnya”. Sehingga kontekstual dalam hal ini adalah “suatu penjelasan terhadap hadis-hadis baik dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun ketetapan atau segala yang disandarkan pada Nabi

berdasarkan situasi dan kondisi ketika hadis itu ditampilkan”. Adapun pendekatan tekstualis

adalah sebuah istilah yang dinisbatkan pada ulama yang dalam memahami hadis cenderung memfokuskan pada data riwayat dengan menekankan kupasan dari sudut gramatikal bahasa dengan pola pikir episteme bayani. Eksesnya, pemikiran-pemikiran ulama terdahulu dipahami sebagai sesuatu yang final dan dogmatis. Kelemahan mendasar dari pemahaman secara tekstual adalah bahwa makna dan ruh yang terkandung dalam hadis tersebut akan teralienasi dengan konteks atau situasi dan kondisi yang terus berkembang pesat. Secara riil, hadis Nabi banyak yang mengambil setting dan latar situasi serta kondisi Arab ketika itu. Sehingga hukum berlaku sesuai dengan konteks masanya.20 Ayat-ayat gender telah lama menjadi bagian dari obyek kegiatan penafsiran oleh para mufassir baik klasik maupun kontemporer. Dengan aneka metode dan pendekatan tafsir dari para mufassir itu, menyebabkan produk tafsirnya pun berbeda-beda. Tafsir dengan pendekatan tektual dan bercorak bi al‟ma‟tsur akan lebih menekankan pada analisis linguistik dan selalu bersandar kepada hadis Nabi sebagai rujukan paling otoritatif dalam proses penafsiran. Penafsiran model ini banyak dilakukan oleh para mufassir klasik yang pada akhirnya mengundang kritik dari para mufassir kontemporer yang metode dan pendekatan tafsirnya lebih interdisipliner. Nasaruddin Umar misalnya, ia mengkritik metode dan pendekatan yang dilakukan sebagian besar mufassir klasik yang berhenti di sekitar teks dan mengabaikan analisa semantik, semiotik dan hermeneutika Implikasinya tampak dari proses penafsiran mereka yang mengabaikan unsur-unsur konteks di luar teks yang sebetulnya turut melahirkan teks itu sendiri. Sehingga, hasil tafsirnya lebih cenderung berkesimpulan bahwa perempuan memang dalam posisi yang tidak sejajar dengan laki-laki, karena secara tekstual demikianlah yang telah dinyatakan dalam al-Qur‟an. Ini bisa dilihat dari beberapa ayat yang

18 Sukarno, “Metode penelitian pemerolehan bahasa,” 10.

19M. Masykur Abdillah, “Metode penafsiran al-shâfi„î dalam tafsîr al-imâm al-shâfi„î,” 13.

(14)

14

berbicara tentang status dan peran laki-laki dan perempuan dalam al-Qur‟an, mulai dari soal konsep penciptaan manusia, kepemimpinan, kesaksian perempuan dan laki-laki sampai kewarisan perempuan dan laki-laki, tampak bahwa laki-laki menduduki posisi yang lebih unggul dari perempuan. Makna tersurat teks inilah yang digunakan oleh sebagain besar mufassir klasik.

pergulatan pemikiran antara para mufassir klasik dengan pemikir feminis kontemporer saat mengkaji atau menafsirkan ayat-ayat gender dalam al Qur‟an. Mufassir klasik yang dijadikanobyek kajian dalam buku tersebut antara lain az-Zamakhsyari dan al-Alusi yang penafsirannya tentang ayat-ayat gender dikomparasikan dengan pemikiran feminis kontemporer semacam Riffat Hasan, Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin. Karya ini berkesimpulan bahwa perbedaan penafsiran antara mufassir klasik dengan para feminis Muslim kontemporer terjadi disebabkan oleh perspektif yang digunakan masing-masing. Mufassir klasik tidak menggunakan perspektif feminisme sementara feminis Muslim menggunakannya. Perbedaan juga disebabkan oleh penggunaan metodologi yang berbeda dan penilaian yang berbeda dalam melihat hadis (Ilyas, 1997: 150). Kekurangan dalam karya Yunahar ini adalah ketidak jeliannya dalam memetakan para feminis Muslim. Para feminis itu tidak diklasifikasi berdasarkan latar belakang pemikiran feminismenya. yaitu apakah feminis liberal, sosialis, marxis atau radikal. Tetapi dari tiga tokoh feminis Muslim yang dijadikan obyek kajian buku ini, tampak background mereka yang feminis liberal. Sehingga dapat dikatakan bahwa karya Yunahar ini hanya melibatkan satu segmen pemikiran feminis, yaitu feminis liberal yang dikomparasikan dengan pemikiran mufassir klasik. Boleh dikatakan bahwa feminisme liberal telah menjadi mainstreem pemikiran feminis. Sejalan dengan domiansi global pemikiran liberal, baik di bidang sosial, ekonomi dan politik, feminisme liberal menjadi kajian penting dan mampu memberi inspirasi bagi gerakan-gerakan feminis di seluruh muka bumi ini, termasuk yang ada di Indonesia. Dalam kedudukannya sebagai meinstreem pemikiran feminis, alam pikirannya senantiasa diposisikan sebagai kebenaran universal, bahkan dalam beberapa segi mampu menggeser

nilainilai doktriner Kitab Suci, termasuk di dalamnya Al Qur‟an. Kajian ayat-ayat gender

dalam al Qur‟an yang berperspektif feminisme liberal, akan dibawa ke alam liberalisme

yang menekankan kebebasan, kesetaraan dan persamaan. adalah salah satu contoh

bagaimana feminisme liberal menjadi perspektif pada kajian gender dalam Al Qur‟an.

(15)

15

kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).

Asghar pada intinya mengakui sebab kepemimpinan itu akibat kelebihan laki-laki atas perempuan. Tetapi kelebihan itu bersifat fungsional bukan kelebihan jenis kelamin. Pada masa ayat itu diturunkan, laki-laki bertugas mencari nafkah dan perempuan di rumah menjalankan tugas domestik. Karena kesadaran sosial perempuan saat itu masih lemah, maka tugas mencari nafkah dianggap sebagai suatu keunggulan. Asghar mengakui memahami ayat ini dengan pendekatan sosio-teologis Pengaruh feminis liberal dalam pemikiran Asghar adalah tampak dari pendangannya tentang status dan peran laki-laki dan perempuan yang diangapnya sebagai sesuatu yang social reconstructed. Untuk mengakhiri dominasi laki-laki atas perempuan, jalan yang ditawarkan adalah dengan menyamakan status dan peran laki-laki dan perempuan. Jika peran domestik hanya akan mendudukkan perempuan dalam posisi subordinat, maka perempuan perlu didorong untuk mempunyai bergainning yang cukup dengan laki-laki sehingga relasinya menjadi setara. Pengaruh feminis liberal juga tampak dalam pemikiran Fatima Mernissi yang Baik Mernisi maupun Hasan percaya bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan Allah setara, sehingga di kemudian hari tidak bisa berubah menjadi tidak setara. Akan tetapi jika kenyataanya tidak setara, itu adalah akibat dari tradisi patriarkhi yang dominan di kalangan feminis Muslim Indonesia, pengaruh feminisme liberal juga tampak kelihatan. Al Qur‟an mengakui prinsip -prinsip kesetaraan gender yang antar lain persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan khalifah di muka bumi (khalifah fi al‟ard). Meskipun ditemukan sejumlah ayat yang kelihatannya lebih memihak kepada lakilaki, seperti soal kewarisan, persaksian, poligami, dan hak-haknya sebagai suami atau sebagai ayah, ayat-ayat tersebut, sebagai titik pangkal perbedaan pandangan para feminis tentang statusdan kedudukan laki-laki dan perempuan, tetapi ia menyatakan bahwa al-Qur‟an mengesankan cenderung mempersilahkan kepada kecerdasan-kecerdasan manusia di dalam menata peran-peran itu begitu dominannya pengaruh feminisme liberal dalam pemikiran para Pendekatan ekofeminisme dipilih dalam studi ini untuk menawarkan sesuatu yang baru dalam menafsirkan ayat-ayat gender. Ekofeminisme sebagai pendekatan dalam tafsir ayat-ayat gender belum pernah dilakukan oleh para feminis Muslim yang sebagian besar telah dipengaruhi oleh feminisme liberal. feminis Mulim adalah persoalan tersendiri dalam pertarungan wacana antara Islam dan feminisme. Hegemoni feminisme liberal telah mengaburkan pesan-pesan normatif Islam karena yang tampak adalah nilai-nilai universal yang ditawarkan oleh feminisme liberal. Islam bukan sumber nilai dalam konteks tersebut, tetapi telah direduksi hanya menjadi sekedar referensi untuk justifikasi atas pemikiran feminisme libaral. Untuk ini perlu ada pendekatan lain dalam studi Islam dan gender yang dapat menjadi perbandingan bagi arus dominan studi gender perspektif Islam. Upaya penafsiran al-Qur‟an telah dilakukan sejak al-Quran diturunkan. Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, umat Islam dapat bertanya dan memohon penjelasan kepadanya mengenai

(16)

16

Kajian hadis memang menarik perhatian banyak peminat studi hadis, baik dari kalangan muslim maupun - non muslim. Bahkan hingga sekarang, kajian terhadap hadits baik yang herupa kritik terhadap otentisitasnya, maupun metode pemahamannya, termasuk berkembang mulai dari yang tekstualis hingga kontekstualis, dari yang bersifat dogmatis hingga yang kritis, dari yang model literal hingga yang liberal. Apapun ragam dan model pendekatan dalam memahami hadis, hal itu merupakan apresiasi dan interaksi mereka dengan hadis sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur‟an. Dalam tulisan ini, penulis mencoba memberikan tawaran baru dari berbagai sumber, bagaimana cara memahami hadis (filth al-hadits) dengan paradigma interkoneksi, yakni pendekatan bahasa, historis, sosiologis, sosio historis, antropologis, psikologis dan geografis. Tujuan dari pembahasan ini agar pemaknaan kita terhadap hadis tidak mengalami stagnasi dan rigid (kaku). Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Hadis Sejauh perbincangan

mengenai hal ihwal hadis atau sunnah, pertanyaan seputar “bagaimana memahami Hadis

atau Sunnah” merupakan bagian yang paling rumit. Lantaran dari pertanyaan ini akan

diturunkan jawaban-jawaban yang mencoba meneropong segala sesuatu yang dinisbatkan pada Nabi Muhammad s.a.w., baik ucapan, perbuatan maupun ketetapannya dalam statusnya sebagai Utusan Allah. Oleh karenanya Imitatio Muhammadi merupakan standar etika dan tingkah laku, yang darinya setiap individu muslim menjadikan rule of live dalam bersikap dan menyikapi kehidupan mereka. Adapun kesanggupan umat muslim meng-imitasi Muhammad adalah perwujudan konsensus agung. Karena mau tidak mau, bagi kaum muslimin sudah terlanjur menyepakati perjanjian dengan Allah SWT. Untuk mengimani dan taat kepada-Nya juga pada rasul-Nya, melalui sebuah pernyataan “Athî`ûllâha warrasûl…” (QS. Âli `Imrân, 3: 32), atau “Athî`ûllâha wa athî`ûrrasûl…” (QS. An-Nisâ‟, 4: 59). Dalam upaya meneropong segala polah-tingkah Nabi Muhammad s.a.w., barangkali bagi generasi Islam awal (sahabat) tidak banyak menemui hambatan, sebab mereka hidup sezaman dengan Beliau. Sehingga bila ada permasalahan yang terkait dengan agama dan khususnya sosial kemasyarakatan mereka bisa segera merujuk kepada Rasulullah. Ditambah tingkat kerumitan persoalan dunia yang relatif sederhana, sehingga problem yang mereka hadapi pun lebih sederhana dibanding dengan zaman modern saat ini. Hal yang relatif sama, terjadi

pada generasi Tabi‟in. Dimana mereka hidup tak jauh dari zaman Nabi, lagi pula masih

banyak warisan sejarah yang hidup maupun warisan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi yang telah diciptakan oleh Nabi s.a.w. dan sahabatnya. Tentu, hal demikian di atas tak segampang generasi muslim muta`akhirin yang hidup pada abad modern, dimana

gemerlap dunia melahirkan „seabrek‟ pertanyaan yang pelik dan rumit. Tidak hanya untuk

dicari jawabannya tetapi juga mengidentifikasinya. Karena kompleksitasnya, banyak hal yang tak tersentuh oleh wilayah agama yang dalam hal ini adalah Hadis sebagai sumber nilai dan ajaran kedua, sekaligus fungsinya sebagai bayân ta`kîd (keterangan penguat), bayan tafsîr (keterangan penjelas) atau bayân murâd (keterangan yang dimaksud) al-Quran.

(17)

17

harmonisasi dalam kehidupan, loyalitas dalam bentuk ibadah, dan rizqi yang senantiasa halal.21 Istilah gender dibedakan dari istilah Seks. Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi dan perannya dalam masyarakat. Gender dipahami sebagai suatu konsep mengenai peran laki-laki dan perempuan dan laki-laki di suatu masa dan kultur tertentu. Peran tersebut dipelajari dan dikonstruk dari waktu kewaktu yang berbeda yang memungkinkan terjadinya perubahan. Apabila watak budaya yang melingkupinya berubah, maka peran dan status gender dari laki-laki dan budaya juga bisa berubah. Dengan demikian, gender berkaitan dengan bagaimana kita diharapkan untuk berfikir dan bertindak sebagai laki-laki dan perempuan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dan kekuasaan yang ada.22 Secara umum kita tahu bahwa dalam hal ini tidak ada erbedaan dalam urusannya, namun tetap lah ada pembeda antara keduanya, sehingga antara perbedaan mereka tidak menjadikan semena-mena dalam pemakian fungsi dan tujuan dalam kehidupannya, sehingga dapat terciptanya keseimbangan ditengah sebuah perbedaan yang kian melekat akan kebenaran didalamnya, karena tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa secara kasat mata todak lah asing dimata kita, walaupun tidak semuanya kita dapat ketahui maksud dan tujuannya. Pergerakan gender menjadi isu global di era modern.Pergerakan gender banyak mempengaruhi para pemikir Muslim yang aktif di dunia.Faktanya konstruksi philosophy yang dikembangkan dari wacana barat, menjadi salah satu pembebasan untuk akhir hidup mereka. Tidak ada batasan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan.Dalam pandangan ini banyak pergerakan emansipasi wanita dimasukan dalam kebebasan yang kuat pada kekuasaan wanita dan mereka menjadi anti-kekerasan dalam status kedudukan dan keluarga, akan tetapi sekarang ini konstruk dari program emansipasi barat menjadi suatu pembebasan dan anti-dogma agama.Maka hal tersebut harus dipikirkan kembali mengenai semangat feminisme yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam, terutama untuk aktivis gender Muslim.23 Perbedaan ini seharusnya bukan menjadi penghalang untuk kita melekukan segala keadilan dalam kehidupan ini, karena seseungguhnya suatu perbedaan itu aka dapat menumbuhkan rahmad bagi pelaku keadilan dalam sebuah perbedaan. Dari beberapa argumen diatas diatas dapat kita fahami bahwa, didalam gama islam haruslah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang berlandaskan hukum islam, tidak menyeleweng dari akidah yang dianut oleh nya. Karena akhir-akhir ini banyak bermunculan aliran-aliran yang mengatas anamakan agama islam, namun didalamnya tidak sesuai dengan Al Qur‟an dan Hadis. Jadi untuk saat ini lebih berhati-hati dalam menyikapi munculnya berbagai pemahaman baru untukk lebih sesalu tetap didalam koridor islam yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Pola penafsiran seperti itu terus berkembang sampai masa tabi‟in. Setelah itu, muncul pola penafsiran al-Qur‟an yang berdasarkan rasio, yang dikenal dengan

tafsīr bi al-ra‟yi. Para ulama tafsir terdahulu lebih banyak menggunakan metode taḥlīly,

yaitu menafsirkan kandungan Al Qur‟an dari seluruh aspeknya secara ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf Utsmani. Metode ini, menurut al-Farmawy, sering bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan, ada yang terlalu bertele-tele dengan uraian panjang lebar, dan ada pula yang terlalu sederhana dan ringan. Di antara ulama tafsir yang terkenal adalah Ibnu Katsir dengan karya tafsirnya yang monumental Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm sebanyak empat jilid. Karya monumentalnya ini memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan kitab tafsir lain. Keistimewaannya terletak pada ketajaman analisis penulisnya dalam menelaah berbagai problem yang berkaitan dengan penafsiran ayat Al

Qur‟an. Perbedaan-perbedaan pendapat dikemukakandengan jelas, kemudian dikritik dengan mengemukakan argumen-argumen yang kuat dan dapat dipertahankan. Demikian

21Prabowo Adi Hidayat, Kesetaraa Ge der Dala Masyarakat Mada i, 6. 22 Ibid., 7.

23 Zaenal Abidi , Ko truksi Pe ikira Fe i is e Dala Isla e ggali ak a kesetaraa ge der da

(18)

18

juga bahasa yang dipergunakan sangat mudah dipahami karena jelas dan tidak berbelit-belit. Dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an, Ibnu Katsir menggunakan metode tersendiri. Sebagai mufasir, ia sangat hati-hati dan tidak terlalu liberal dengan selalu berpegang pada ayat-ayat al-Qur‟an, hadis, asar sahabat, dan pendapat para ulama salaf. Kitab tafsirnya penuh dengan beragam nukilan yang ia kutip untuk menjelaskan maksud suatu ayat. Nukilan tersebut diungkapkan secara lengkap dengan sanadnya sehingga bisa diukur validitas nukilan tersebut. Langkah pertama yang dilakukan oleh Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat Al

Qur‟an adalah mencari tafsir ayat tersebut di dalam al-Qur‟an itu sendiri. Jika tidak ditemukan tafsirnya, ia berusaha menemukannya dalam hadis. Kemudian ia berpegang kepada pendapat para sahabat dan setelah itu, ia berpedoman kepada pendapat para tabi‟in

dan tabi‟ tabi‟in, seperti Mujahid ibn Jarir, Said ibn Jubair dan al-Dhahak ibn Mazahim. Dengan demikian, metode yang ia pergunakan, bedasarkan definisi yang ditawarkan oleh

Manna‟ al-Qaththan dan Muhammad Rasyid Ridha, termasuk metode bi al-ma‟ṣūr. Bahkan, tafsir Ibnu Katsir ini termasuk tafsīr bi al-ma‟s\ūr yang populer dan menduduki tingkatan kedua setelah tafsir ibnu Jarir al-Thabary. Selain itu, Ibnu Katsir juga menggunakan cerita-cerita israiliyyat untuk mendukung atau menolak suatu penafsiran terhadap ayat al-Qur‟an. Namun menurutnya, kita harus selektif dalam menerima atau menolak cerita israiliyat, karena sebagian riwayat israiliyat itu tidak sahih atau munkar. Ibnu Katsir juga menyebutkan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah fikih, bahkan kadang-kadang ia menolak pendapat mereka dengan argumen yang menurutnya lebih tepat. Meskipun Ibnu Katsir menggunakan metode bi al-ma‟s\ūr di dalam menafsirkan al-Qur‟an namun terlihat kekurang konsistensinya ketika ia menafsirkan potongan QS. al-Isra‟: 78 mengenai waktu

shalat ashar dan isya‟. Di dalarn menentukan kedua waktu shalat tersebut, ia tidak berdasarkan pada riwayat atau pendapat sahabat atau tabi‟in (sebagai salah satu metode bi al-ma‟ṣūr). Akan tetapi, ia menafsirkan potongan ayat tersebut dengan al-ra‟yi (rasio). Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah Ibnu Katsir konsisten mengaplikasikan metode bi al-ma‟ṣūr dalam penafsiran ayat-ayat hukum?

D. Simpulan

Hadits menurut bahasa yaitu “al-jadid” artinya sesuatu yang baru. Hadits sering disebut

“al-khabar” yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits. Sedangkan menurut ahli hadits, hadits merupakan segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatannya, dan segala keadaan beliau. Menurut ahli ushul hadits, hadits merupakan segala perkataan, segala perbuatan, dan segala taqrir Nabi SAW, yang bersangkut paut dengan hukum. Serta menurut para ulama ushul, hadits merupakan segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang

berkaitan dengan hukum syara‟ dan ketetapannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hadits merupakan sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum.

Al Qur‟an merupakan salah satu kitap allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW melalui perantara Malaikat Jibril, sebagai mukjizat untuk-nya, untuk diajarkan kepada

umat manusia, dan membacanya termaksuk ibadah. Al Qur‟an sebagai petunjuk umat Islam

dalam segala lini kehidupan, mempunyai cakupan pembahasan begitu luas dan penuh makna, sehingga perlu adanya pemahaman secara khusus dan terperinci agar senantiasa para pembaca dan penelaah al-Quran mampu memahami, mengananlisis, dan mengimplementasikannya dalam bentuk nilai-nilai universal al-Quran bagi kemajuan

peradaban manusia di dunia ini. Al Qur‟an merupakan sumber utama ajaran Agama Islam

dan sabagai pedoman hidup bagi setiap Muslim. Al Qur‟an tidaklah hanya sekedar memuat

(19)

19

2 kandungnya tidak pernah sirna sampai kapan pun , dapat di layari dan diselami dengan berbagai cara, dan memberikan manfaat dan dampak yang sangat besar untuk berbagai kehidupan didunia ini. Dalam kedudukannya sebagai kitab suci (Scripture) dan mu‟jizat untuk umat islam, Al Qur‟an sebagai sumber keamanan, sumber motivasi dan inspirasi, sumber nilai dan sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernah kering atau jenuh bagi yang mengimaninya.

Al Qur‟an dan Hadis merupakan sumber hukum sebagai pedoman hidup manusia didunia yang antara stu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh, yang saling melengkapi kekurangan masing-masing didalamnya. Hadits sebagaiman juga sama halnya dengan al-qur‟an yang dalam hal ini banyak diteliti, karena hadits difahami tidak semuanya bersumber dari wahyu yang diilhamkan, sehingga kebenaranyya belum bisa dipastikan secara keseluruhan yang akirnya dapat menimbulkan perbedaan sedut pandang antar sesama manusia dalam memahami hal tersebut. Seperti halnya dalam rangka mengembangkan kualitas dan kapasitas umat muslim sekarang ini, tentulah harus memenuhi beberapa tantangan dan rintangan yang akan datang menghadangnya, selama ini kita ketahui bahwa kehidupan

para ulama‟-ulama‟ selalu diiringi dengan kebahagiaan yang tak pernah lekang oleh waktu,namun sebenarnya beliau dahulu juga pernah mengalami berbagai kesulitan yang sampai sekarang belum kita ketahui.

Amina berpandangan bahwa informasi kelebihan laki-laki atas perempuan dalam bidang ekonomi, kepemimpinan, politik, dan hukum harus dipandang sebagai kelebihan yang bersifat sosilogis ketimbang teologis. Maksudnya adalah bahwa yang demikian itu merupakan refleksi keyataan sosilogis masyarakat Arab saat ayat-ayat tentang gender diturunkan, bukan maksud Allah untuk memposisikan perempuan lebih rendah dari laki-laki Konsistensi Amina Wadud terhadap gagasan feminisme liberal adalah tampak dalam

tindakan kontroversialnya dengan menyelenggarakan shalat Jum‟at beberapa waktu lalu

yang ia sendiri bertindak sebagai Khatib dan Imam sementara jamaahnya terdiri atas laki-laki dan perempuan. Isu-isu tentang kesetaraan dan persamaan kesempatan dalam ritual Islam yuang selama ini didominasi laki-laki, memang menjadi target perjuangan kaum feminis liberal Muslim. Beberapa tahun yang lalu di Yogyakarta juga diselenggarakan pertemuan nasional feminis Muslim yang salah satu rekomendasinya adalah tentang perempuan yang menjadi imam, khatib dan muadzin. Pemikiran Amina Wadud hampir senafas dengan pemikiran Asghar Ali Engineer masalah kepemimpinan perempuan, kesaksian perempuan, hak waris perempuan, perkawinan dan beberapa hukum personal lainnya.

REFERENSI

A. M. Ismatulloh1, “Metode Dakwah Dalam Al-Qur‟an.”

A.C. Sungkana Hadi, “Meningkatkan Efektivitas Bimbingan Pemakai Melalui Pembinaan Kelompok Pembaca Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi

(Model Pembelajaran Pada Mata Kuliah),

Asy-Syir‟ah, “Jurnal Ilmu Syari‟ah dan Hukum.”

Ernita Dewi, “Pemikiran amina wadud tentang rekonstruksi penafsiran berbasis metode

hermeneutika,”.

Malik dan Nugroho, “Menuju Paradigma Penelitian Sosiologi Yang Integratif,”.

Mintaraga Eman Surya, “Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur‟an dengan Pendekatan

Ekofeminisme: Kritik Terhadap Tafsir Feminisme Liberal.”

M. Masykur Abdillah, “Metode penafsiran al-shâfi„î dalam tafsîr al-imâm al-shâfi„î.”.

Muhammad,“Visi Islam RahmatanLil ‟Alamin: Dialektika Islam Dan Peradabanya,

(20)

20

Sudirman, “Corak dan metode penafsiran al-qur‟an.”

Sukarno, “Metode penelitian pemerolehan bahasa,

Umayyah, “Metode alternatif dalam penafsiran al-qur‟an.”

Wahyu Setiawan, “Geneologi Penafsiran Agama Masyarakat Pedesaan(Tinjauanepistemologi hukum islam terhadap pluralitas pemahaman

keagamaan masyarakat Rejomulyo Metro Selatan, Lampung),”.

Referensi

Dokumen terkait

Yang paling mengejutkan dalam kerendahan hati Tuhan Yesus bukan cuma bahwa Dia adalah Allah namun tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang

Aktivitas CMC-ase pada kultur Candida sp yang ditumbuhkan pada media dengan glukosa, penambahan glukosa dan tanpa glukosa... Berita Biologi Volume 6, Nomor 5, Agustus 2003 Edisi

Jadi bersesuaian dengan penjelasan di atas, maka kajian ini akan menganalisa beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh Haji Ahmad Faqir di Kerinci berasaskan

Syarat lain yang meskipun tidak tersurat secara tegas dalam Kompilasi Hukum Islam tetapi harus dianggap ada adalah bahwa yang digantikan itu harus beragama Islam

Identifikasi terhadap stresor yang diperoleh dari RLCQ juga dapat memudahkan petugas kesehatan ataupun profesional kesehatan mental untuk mengkomunikasikan pentingnya deteksi dini

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui keterampilan berkomunikasi materi elektrolit dan non elektrolit mana yang lebih tinggi antara pembelajaran SBEI

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan

2# Melakukan koordinasi dengan instalasi3 unit$unit kerja di lingkungan umah Sakit Marina Permata terkait pelaksanaan pemantauan  program indikator mutu keselamatan pasien