• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH dan DIPLOMASI di INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH dan DIPLOMASI di INDONESIA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA (1945-1966)

Sejarah diplomasi negara Indonesia sebenarnya telah berlangsung lama. Tonggak penting munculnya diplomasi di Indonesia berawal dari diikrarkanya perasaan satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air, yang merupakan dasar dari pembentukan identitas nasional oleh para pemuda-pemudi Indonesia melalui sumpah pemuda, yang diikrarkan dalam Konggres Pemuda II di Jakarta pada tanggal 28 oktober 1928. Setelah munculnya peristiwa sumpah pemuda, yang merupakan tonggak terpenting dalam mempersatukan rasa nasionalisme bangsa Indonesia, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya, setelah sehari sebelumnya Soekarno dan Hatta berunding dengan para pemuda di Rengasdengklok mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia, memanfaatkan momentum menyerahnya Jepang kepada sekutu tanggal 15 Agustus 1945. Dan pada tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan menteri-menteri yang memimpin kabinet, beserta kementrian yang menaunginya. Salah satu kementrian yang kelak akan berpengaruh di bidang diplomasi adalah Kementrian Luar Negeri Republik

Indonesia, yang saat itu dipimpin oleh Ahmad Subardjo.

Meskipun Republik Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun Belanda belum mengakui secara sah berdirinya Republik Indonesia, dan mencoba kembali menguasai Indonesia dengan menggunakan bantuan Inggris. Karena hal tersebut, pada periode 1945 hingga 1949 di Indonesia muncul berbagai perlawanan fsik menentang agresi militer Belanda. Selain

perlawanan fsik yang dilakukan oleh rakyat Indonesia, dilakukan pula berbagai usaha diplomasi dan berbagai perundingan yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan atas berbagai wilayah di Indonesia dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) sebagai organisasi internasional yang bertujuan menjaga kedamaian dan ketertiban dunia tidak tinggal diam dengan hal ini. Dewan Keamanan PBB mengirimkan misi perdamaian ke Indonesia, dan mengeluarkan resolusi agar Belanda dan Indonesia segera menghentikan segala aktivitas militer. PBB meminta agar Belanda membebaskan semua tahanan politik, pembentukan suatu pemerintahan sementara dan pengakuan kedaulatan atas Republik Indonesia. Akhirnya pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 diselenggarakan Konferensi Meja Bundar ( KMB ) di Den Haag, yang menjadi jalur pembuka

(2)

direbut kembali oleh Belanda. Dan pada bulan Januari 1950 Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno melakukan kunjungan internasionalnya yang pertama sebagai Presiden Republik Indonesia, yaitu mengadakan kunjungan ke India,

Pakistan, dan Birma.

Sebagai salah satu negara yang telah mendapatkan kedaulatan secara penuh, Indonesia bergabung ke dalam keanggotaan PBB pada tahun 1950. Tepatnya pada tanggal 27 September 1950, Majelis Umum PBB menerima Indonesia sebagai anggota PBB. Pada tahun 1955, Indonesia kembali menunjukan eksistensinya di dunia internasional dengan memprakarsai lahirnya Konferensi Asia Afrika (KAA), bersama Burma, India, Pakistan dan Sri Lanka. Selain sebagai pemrakarsa Indonesia juga berlaku sebagai tuan rumah Konferensi Asia Afrika yang dilangsungkan di Bandung pada tanggal 18 sampai 25 April 1955.

Indonesia yang tidak ingin mengidentikan negaranya dengan blok barat maupun blok timur, turut serta sebagai salah satu negara penggagas Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Non Blok (KTT Non Blok). Dan pada tahun 1961

diselenggarakan KTT Non Blok yang pertama di kota Beograd, Yugoslavia.KTT tersebut dihadiri oleh beberapa negara berkembang yang tidak turut serta menyertakan diri sebagai negara pendukung blok timur maupun blok barat.

Beberapa tahun berlalu setelah Indonesia mengikrarkan diri sebagai negara yang memiliki pandangan politik luar negeri bebas aktif, Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia mulai memanfaatkan kekuasaanya dengan melakukan beberapa bentuk penyimpangan terhadap politik luar negeri bebas aktif yang ia ikrarkan sendiri. Dengan diawali oleh sistem demokrasi terpimpin ala Soekarno, politik luar negeri Indonesia yang semula bebas aktif perlahan mulai ia arahkan ke kiri, dan hal ini memunculkan kecemburuan dari pihak barat.

Pada tahun 1961, Inggris mencoba menggabungkan wilayah koloninya di

semenanjung Malaka, Singapura dan Kalimantan Utara menjadi satu dalam Federasi Malaysia. Rencana ini kemudian ditentang oleh Pemerintah Indonesia. Presiden Soekarno berpendapat bahwa Federasi Malaysia merupakan Negara bentukan Inggris, dan hal ini memungkinkan bagi Inggris untuk melakukan kontrol atas Asia Tenggara khususnya Indonesia sebagai tetangga terdekat. Atas dasar tersebut Indonesia mengambil sikap tegas untuk mengadakan konfrontasi dengan Malaysia. Dan pada tanggal 3 Mei 1963, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang menjadi legitimasi munculnya penyerangan terhadap Malaysia yang dilakukan oleh militer Indonesia.

Ketegangan hubungan Indonesia-Malaysia semakin ditegaskan oleh Presiden Soekarno. Pada tanggal 7 Januari 1965, Presiden Soekarno mengumumkan

(3)

PBB. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB berakibat pada tersisolasinya Indonesia dari pergaulan masyarakat internasional.

Setelah menyatakan keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia tidak tinggal diam. Sikap tegas langsung diambil oleh Presiden Soekarno dengan membentuk kekuatan baru, yaitu The New Emerging Force (NEFO) sebagai representasi negara-negara dunia ketiga sebagai kekuatan baru untuk melawan kedigdayaan The Old

Establsihed Force (OLDEFO) yang berisikan negara-negara maju.

Jika kita urutkan pada beberapa era sebelumnya, sikap tegas Presiden Soekarno melawan intervensi negara-negara barat telah banyak dilakukan. Pada kisaran tahun 1960 saat Belanda mencoba menguasai Irian Barat, Republik Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda. Hal yang sama terjadi pada tahun 1963 saat Inggris menyatakan kemerdekaan Federasi Malaysia,

hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Inggris berakhir. Dan yang terakhir adalah pada saat dilangsungkanya Asian Games 1962 di Jakarta. Indonesia sebagai tuan rumah menolak keikutsertaan Israel dan Taiwan dalam ajang tersebut. Hal ini menimbulkan kemarahan dari pihak Komite Olimpiade Internasional (IOC), yang mengakibatkan tidak direstuinya penyelenggaraan Asian Games 1962 oleh IOC. Setahun kemudian Presiden Soekarno membalas dengan menyatakan bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan di IOC, dan membentuk olimpiade tandingan yang bernama GANEFO. Indonesia sendiri tercatat sebagai tuan rumah pertama sekaligus terakir kali dilangsungkanya GANEFO, yaitu di Jakarta pada tahun 1963.

Memasuki penghujung tahun 1965 hubungan antara Indonesia semakin erat dengan Cina. Dan di masa ini pula kesehatan Presiden Soekarno mulai mengalami

penurunan dan menjadi jalan pembuka bagi munculnya revolusi untuk

(4)

Dengan kembalinya Indonesia dalam keanggotaan PBB, berarti mengembalikan pula misi Indonesia untuk turut serta menjalin kerja sama antar negara dan turut serta dalam usaha mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.Hingga saat ini pun keterlibatan Indonesia dalam PBB masih terlihat. Selain aktif dalam

mengirimkan Pasukan Perdamaian Garuda, Indonesia pun sering mendapatkan bantuan internasional dari PBB berkait dengan pendidikan, perekonomian, kebudayaan maupun bencana alam yang sering melanda Indonesia. Dengan

demikian maka bisa dikatakan bahwa keterlibatan hubungan natara Indonesia dan PBB memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dalam

mewujudkan tujuan masing-masing lembaga, baik bagi Indonesia sebagai sebuah negara maupun bagi PBB sebagai organisasi internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1988.30 Tahun Indonesia Merdeka (1950-1964) Jilid 1..Jakarta: PT Citra Lamtoro Gung Persada

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1988.30 Tahun Indonesia Merdeka (1965-1973) Jilid 2..Jakarta: PT Citra Lamtoro Gung Persada

Ricklefs, M.C .2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Wardaya, Baskara T. 2006. Bung Karno Menggugat “Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal 65 hingga G 30 S”. Yogyakarta: Galang Press

http://www.deplu.go.id/Pages/History.aspx?IDP=3&l=id ( diakses tanggal 25 November 2010. )

(5)

Periode Orde Lama dimulai ketika Presiden Soekarno menyatakan dekrit 1959 yang berisi tentang pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara dan menghapus UUD RIS. Akan tetapi secara teknis, Presiden Soekarno memimpin era ini semenjak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Dengan demikian, ulasan mengenai politik luar negeri RI pada era Orde Lama tidak bisa hanya dipantau semenjak tahun 1959 semata, melainkan ditarik semenjak awal kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945.

Dalam memimpin, Soekarno dipandang sebagai sosok yang sangat kontroversial namun populer. Sejarahnya yang penuh dengan orasi kebangsaan yang mampu membakar semangat segenap pemuda bangsa menunjukkan bahwa ia seorang yang penuh percaya diri dan daya tarik. Di masanya, Soekarno merupakan sosok pemimpin yang penuh inisiatif dan inovatif. Kekayaannya akan ide dan gagasan baru didukung dengan keberanian dalam mengambil keputusan yang saat itu dinilai tidak biasa. Salah satu tindakan Soekarno yang drastis dan populer pasca

(6)

Sikap anti Soekarno terhadap imperialisme Barat semakin kentara pada

tindakannya yang menyeru negara- negara di dunia untuk tidak tunduk terhadap blok- blok yang saling berseteru di kala itu sehingga kemudian lahir Gerakan Non-Blok yang diinisiasi dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Non-Blok di Bandung pada tahun 1955[2]. Indonesia kemudian menjadi inisiator Gerakan Non- Blok yang banyak mendorong kemerdekaan di negara- negara Asia- Afrika pada masa itu. Banyaknya inisiatif yang muncul dari kebijakan luar negeri Indonesia pada masa itu menunjukkan bahwa Soekarno secara serius mengagendakan pengakuan eksistensi Indonesia di mata internasional dan pembentukan aliansi anti kolonialisme serta imperialism Barat dalam setiap kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini selaras dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia. Prinsip ini dicetuskan oleh Muhammad Hatta melalui pidatonya di depan Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 2 September 1948 yang berisikan pernyataan bahwa Indonesia tidak boleh memihak baik ke Blok barat maupun Blok Timur dalam politik internasional demi tercapainya cita- cita Indonesia Merdeka. Pidato yang kemudian dikenal dengan judul Mendayung Di Antara Dua Karang ini meskipun esensinya tidak lantas langsung dimasukkan ke dalam konstitusi negara, namun ia kemudian menjadi landasan moral yang membentuk politik luar negeri Indonesia pada masa itu.

Meskipun demikian, sejarah perjuangan Soekarno dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Barat telah membentuk pandangan Soekarno menjadi anti terhadap Barat. Sehingga secara sikap politik pun, Soekarno nampak

cenderung pro terhadap ideologi kiri atau timur. Kedekatan ini ditunjukan dengan keberpihakan Soekarno terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kemudian membawa Soekarno terhadap peristiwa pidato penyampaian pidato manifesto politik (manipol) yang mengidentifkasikan imperialis barat sebagai musuh

nasional[3]. Hal ini ditunjukkan secara gamblang dalam ketidaksukaan Soekarno terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer kemudian diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal membuat Belanda angkat kaki dari Irian Barat. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow.

Taktik yang konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat. Hal ini dianggap mengancam keberkembangan Nefos (New Emerging Forces) oleh Oldefos (Old Established Forces), yakni dua kategorisasi negara yang dibentuk oleh

(7)

Nefos. Salah satu tindakan yang paling terkenal ialah pembentukan poros Jakarta – Peking dimana Indonesia pada saat itu menjadi sangat dekat dengan China. Tidak hanya sampai di situ,Jakarta pada era tersebut digambarkan sebagai pusat

pemerintahan yang akrab dengan Moskow, Beijing dan Hanoi serta garang terhadap Washington dan sekutu Barat[4]. Sebagai dampak, ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi terbatas pada seputar negar- negara komunis semata. Hal ini pun mencederai prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas- aktif.

Munculnya kebijakan Dwikora pada 3 Mei 1964 menunjukkan bahwa Soekarno secara serius ingin menyingkirkan Barat dari seputar Indonesia karena dinilai dapat memojokkan Indonesia. Kebijakan Dwikora tersebut berisi tentang perintah untuk memperhebat ketahanan revolusi Indonesia dan untuk membantu perjuangan rakyat Malaysia membebaskan diri dari neokolonialisme Inggris. Hal ini lantas disusul dengan pencetusan Politik Mercusuar yang mendorong Indonesia untuk tampil megah agar terlihat sebagai pemimpin Nefos yang mampu menerangi jalan baru bagi negara- negara Nefos lainnya. Puncak sikap kontra Soekarno terhadap Barat ditunjukkan dengan keluarnya Indonesia dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai bentuk ketidaksukaan Indonesia terhadap pengangkatan Malaysia yang dinilai pro Barat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Namun sayangnya kebijakan- kebijakan luar negeri yang diinisiasi Soekarno untuk Indonesia rupanya kurang memperhatikan sektor domestic. Di kala Soekarno dengan gencar melancarkan politik luar negeri yang garang, aktif dan militant, kondisi perekonomian dalam negeri tampak morat- marit akibat infasi yang terjadi secara terus- menerus, penghasilan negara merosot sedangkan pengeluaran untuk proyek- proyek Politik Mercusuar seperti GANEFO (Games of The New Emerging Forces) dan CONEFO ( Conference of The New Emerging Forces) terus

membengkak. Belum lagi kecamuk politik dalam negeri yang diwarnai dengan bentrok antara militer dan PKI membuat situasi di Indonesia pada saat itu semakin carut marut. Puncak kecarut- marutan ini ialah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang kemudian membuat kepemimpinan Soekarno di Indonesia melemah dan bahkan terpojok. Tahun 1968 menjadi akhir dari kepemimpinan Presiden Soekarno di Indonesia yang dengan demikian mengakhiri pula era Orde Lama di Indonesia.

(8)

untuk memenuhi kepentingan nasional ini sangat beragam, mulai dari cara negosiasi, pengerahan kekuatan militer, containment, politik berdikari hingga mengundang bantuan asing. Karakter utama yang banyak ditunjukkan politik luar negeri Indonesia pada masa ini ialah karakter high profle yang tegas namun masih belum terarah[5].

Meskipun banyak penyimpangan yang terjadi pada masa ini di mana prinsip moral bebas- aktif politik luar negeri Indonesia justru dilangkahai oleh kedekatan

Indonesia terhadap blok Timur, namun tidak dipungkiri banyak keberhasilan yang dicapai pada masa Orde Lama yang hingga kini imbas baiknya masih dapat dirasakan. Sejumlah keberhasilan politik luar negeri pada era Orde Lama antara lain:

1. Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer

2. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada tahun 1955

3. Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa itu

Sejumlah halangan yang banyak mengusik keberlangsungan politik luar negeri Indonesia pada era Orde Lama yaitu:

1. Baru terbentuknya NKRI sehingga masih banyak ancaman disintegrasi nasional

2. Instabilitas politik dan perekonomian domestic

(9)

4. Infrastruktur yang baru dibangun tidak sesuai dengan ambisi Soekarno untuk segera membuat Indonesia menjadi negara adidaya

[1] http://umum.kompasiana.com/2010/01/31/sang-presiden-%E2%80%93-kebijakan-politik-luar-dan-dalam-negeri-sambungan-menyerah-tanpa-syarat/ diakses pada 2 Januari 2013 pukul 03:04.

[2]

http://politik.kompasiana.com/2011/01/16/periodisasi-politik-luar-negeri-indonesia-dari-masa-orde-lama-hingga-masa-reformasi-335055.html diakses pada 30 Desember 2012 pukul 14:23

[3] http://rofuddarojat.wordpress.com/2011/11/03/284/ diakses pada 30 Desember 2012 pukul 21:47

[4]

http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-Indonesia-Kebebasaktifan-Yang-Oportunis diakses pada 30 Desember 2012 pukul 21:17

[5]

Referensi

Dokumen terkait

Maka membaca al-Qur’an juga mempunyai seninya tersendiri, tentunya seni baca al-Qur’an tidak lepas dari rasa keindahan, yaitu keindahan suara (bunyi lafal-lafal

ss ıı ras ras ıı nda direnç bu de nda direnç bu değ ğerin 6 kat erin 6 kat ıı na ula na ulaşşabilir. İİki kademeli brülör kullan ki kademeli brülör kullan ıı lmas

Menempatkan sumber daya aparatur sebagai tema sentral dalam kejian ilmiah, karena perannya sebagai penyeleng-gara Negara tidak hanya sebagai obyek (seperti layaknya

Bangka Belitung - Mie Bangka adalah makanan Khas Bangka yang berbahan dasar mie yang dicampur dengan kuah yang terbuat dari bumbu ikan, udang, atau cumi, dan ditaburi dengan

Formulasi Pembelajaran di Litbang dengan pembelajaran mata Pelajaran Seni

Sulitnya siswa mengingat materi yang telah disampaikan oleh guru, terlihat ketika diadakan kuis di akhir pelajaran dari 20 orang hanya 12 orang (60,00%) siswa

addslashes($row['nama_member'])...

1) Pembiayaan direalisasikan hanya untuk usaha yang bersifat produktif atau prospektif. Para ulama’ melarang suat usaha yang bersufat spekulatif atau tidak pasti. Misalnya, membeli