PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT AL-SYAIBANI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah pemikiran ekonomiislam
Disusun oleh:
Devi Auliawati
Dian Kurnia Anggita
Nanda Fajar Kurniawan
PRODI MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang Masalah ...1
Rumusan Masalah ...2
Tujuan Penulisan Makalah ...2
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Ekonomi Islam ...
B. Riwayat Hidup Al-Syaibani...
C. Pemikiran Ekonomi Islam Al- Syaibani ... Al-Kasb (kerja)... Kekayaan dan Kekafiran... Klasifikasi Usaha-Usaha Perekonomian... Kebutuhan - kebutahn Ekonomi... Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan...
Bab III Penutup
I. Kesimpulan...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam Islam, segala aktifitas apapun yang dilakukan manusia berlandaskan kepada Al-Quran dan assunnah, baik dalam aspek keagamaan, pendidikan, maupun perekonomian. Di dalam Al-Quran Allah telah menyebutkan bahwa manusia sebagai orang-orang yang berfikir, yang memiiki arti bahwa manusia adalah makhluk yang allah ciptakan secara sempurna dengan dibekali akal fikiran.
Dengan adanya akal yang allah berikan kepada manusia tersebut, maka muncullah pemikiran-pemikiran yang hadir dari para ahli, maupun ulama-ulama besar dalam segala aspek kehidupan. Salah satu pemikiran yang ada pada masa tersebut yaitu pemikiran ekonomi islam dari al-asyaibani yang akan di bahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ekonomi Islam ?
2. Bagaimana Riwayat Hidup Al-Syaibani ?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekonomi Islam
Menurut beberapa ahli ekonomi Islam (Kursyid ahmad) bahwa pengertian ekonomi Islam adalah “sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi, dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam”.(1) Sedangkan menurut Muhammad Abdul
Manan adalah “ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”.(2)
Menurut Badan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, bahwa pengertian dari ekonomi Islam adalah “ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengolah sumber daya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Alquran dan Sunnah”.(3)
(1) Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal
17.
(2) Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bakhti
Prima Yas, 1997), hal 19. (3)P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal 19.
Nama lengkap Al-Syaibani adalah Abu AbdillahMuhammad bin al-Hasan bin Farqad al-Syaibani. Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di kota Wasith, Ibu Kota Iraq pada masa akhir pemerintahan Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah jazirah Arab. Di kota Kufah ia belajar fikih, sastra, bahasa dan hadits kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyuan Tsauri, Umar bin Dzar dan Malik bin Maghul. Pada periode ini pula, Al-Syaibani yang baru berusia 14 tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4 tahun. Setelah itu ia berguru kepada Abu yusuf, salah seorang murid terkemuka dan pengganti Abu Hanifah, hingga keduanya tercatat sebagai penyebar mazhab Hanafi.
Dalam menuntut ilmu, Al-Syaibani tidak hanya berinteraksi dengan para ulama ahl al-ra’yi, tetapi juga ulama ahl al-hadits. Ia layaknya para ulama terdahulu, berkelana ke berbagai tempat, seperti Madinah, Makkah, Syria, Basrah dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama besar, seperti Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah dan Auza;i. ia juga pernah bertemu dengan Al-Syafi’I ketika belajar al-Muwatta pada Malik bin Anas. Hal tersebut memberikan nuansa baru dalam pemikiran fiqihnya.
Setelah memperoleh ilmu yang memadai, Al-Syaibani kembali ke Baghdad yang pada saat itu telah berada dalam kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah. Di tempat ini ia mempunyai peranan yang penting dalam majelis ulama dan kerap didatangi para penuntut ilmu. Hal tersebut semakin mempermudahnya dalam mengembangkan mazhab Hanafi, apalagi ditunjang kebijakan pemerintah saat itu yang menetapkan mazhab Hanafi sebagai mazhab Negara.
meninggal dunia pada tahun 189H (804M) di kota al-Ray, dekat Teheran, dalam usia 58 tahun.(4)
C. Pemikiran Ekonomi Islam Al-Syaibani
Dalam pemikiran ekonomi Al-Syaibani tertuju dalam kitab al-Kasb, sebuah kitab yang lahir sebagai respon penulis terhadap sikap zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Kitab ini mengemukakan kajian mikroekonomi yang berkisar pada teori pendapatan dan sumber-sumbernya dan pedoman perilaku produksi dan produksi. Kitab tersebut termasuk kitab pertama didunia islam yang membahas permasalahan ini, banyak ulama menyebutkan bahwa Imam Al-Syaibani sebagai salah satu perintis Ilmu ekonomi dalam Islam.
1. Al-Kasb (Kerja)
Imam Al-Syaibani mendefinisikan al-Kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi aktivitas demikian termasuk dalam aktivitas produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang dimasuk aktivitas produksi dalam eknomi islam adalah berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi konvesional(5). Dalam ekonomi islam tidak semua
aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi karena sangat terkait erat dengan halal haramnya suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi.
Produksi suatu barang atau jasa seperti dinyatakan dalam ilmu ekonomi, dilakukan karena barang atau jasa tersebut memiliki utulitas (nilai guna). Islam memandang bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna dan mengandung nilai kemaslahatan. Seperti yang diungkap oleh Imam Asy-Syatibi, kemaslahatan dapat tercapai dengan memelihara lima unsur pokok kehidupan, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
(4)Adi Marwan Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi. (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hal
232
Dengan demikian seorang muslim memproduksi suatu barang atau jasa yang memiliki sifat mashlahah tersebut. Hal ini, berarti bahwa konsep mashlahah merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku produsen karena ditentukan oleh tujuan Syariah, yakni memelihara kemaslahatan manusia didunia dan akhirat. Dalam pandangan islamaktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban
imarah kaun, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk.
Imam Al-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yangg sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT dan karenanya hukum kerja adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil berikut.
1. Firman Allah SWT
“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu dumuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”.(Al-Jumu’ah/62:10)
2. Hadis Rasululloh SAW
Imam As-Syaibani menyatakan bahwa sesuatu yang dapat menunjang terlaksananya yang wajib, sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya. Lebih jauh, ia menguraikan bahwa untuk menunaikan berbagai kewajiban, seseorang memerlukan kekuatan jasmani dan kekuatan jasmani itu sendiri merupakan hasil mengkonsumsi makanan yang diperoleh melalui kerja keras. Dengan demikian, kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunaikan suatu kewajiban, karenanya hukum berkerja adalah wajib.
Disamping itu Imam As-Syaibani menyatakan bahwa berkerja merupakan ajaran para Rasul terdahulu dan kaum muslimin diperintahkan untuk meneladani cara hidup mereka.(6) Dari uraian tersebut, tampak jelas bahwa orientasi berkerja
dalam pandangan imam As-Syaibani adalah hidup untuk meraih keridhoan Allah SWT. Disisi lain kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda perekonomian, termasuk proses produksi, konsumsi, dan distribusi, yang berimplikasi secara makro meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan demikian, kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi hak Allah SWT, hak hidup, hak keluarga, dan hak masyarakat.
D. Kekayaan dan Kefakiran
Menurut imam As-Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukan keutamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas pada kebajikan, hingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir diartikan sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi papa dan meminta-minta (kafafah). Dengan demikian, pada dasarnya imam As-Syaibani menyerukan agar manusia hidup dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri maupun keluarganya.(7)
(6)Surahman Hidayat. Etika Produksi Dalam Islam, Rubrik Iqtishad Harian Umum Republika. 28
Oktober 2002
(7) Adi Marwan Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi. (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hal
E. Klasifikasi usaha-usaha perekonomian
Imam As-Syaibani menyatakan bahwa usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam, yaitu sewa menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian sedangkan para ekonomi kontemporer membagi menjadi tiga yaitu pertanian, perindustrian dan jasa. Jika ditelaah lebih dalam, usaha jasa meliputi usaha perdagangan. Diantara keempat usaha perekonomian tersebut, imam As-Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian dari pada usaha yang lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajiban.
Dari segi hukum, imam As-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua yaitu fardhu khifayah dan fardhu ‘ain berbagai usaha perekonomian dihukum fardhu khifayah apabila telah ada orang yang mengusahakannya atau menjalankannya, roda perekonomian akan terus berjalan, dan jika tidak seorang pun menjalankannya, tatanan roda perekonomian akan hancur dan berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam kesengsaraan.
Berbagai usaha perekonomian dihukum fardhu ‘ain karenan usaha-usaha perekonomian itu mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan orang yang ditanggungnya. Bila tidak dilakukan usaha perekonomian, kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula orang yang ditanggungny, sehingga akan menimbulkan kebinasaan bagi dirinya dan tanggungannya.
F. Kebutahan-kebutuhan Ekonomi
keempat hal tersebut tidak pernah diusahakan untuk dipenuhi ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan hidup tanpa keempat tersebut.(8)
(8)Ibid., hlm. 239
G. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan
Al-Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Seseorang tidak akan menguasai semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya, dan kalaupun manusia berusaha keras, usia akan membatasi dirinya. Dalam hal ini kemaslahatan hidup manusia sangat tergantung padanya. Oleh karena itu Allah SWT memberikan kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, sehingga manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut Syaibani menyatakan bahwa seorang yang fakir membutuhkan seorang yang kaya, sedang yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.
Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah dalam menjalankan aktivitas ibadah kepada Allah SWT. Lebih lanjut Syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan kepada Allah atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada Allah, pekerjaan tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.(9)
(9) Taqiyuddin Al-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif
Dalam konteks demikian, Allah SWT berfirman:
\
“Dan saling menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah menolong didalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kepada Allah . Sesungguhnya azab Allah sangat pedih”(Al-Maidah/5:2)
Rasululloh SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT selalu menolong hambanya selama hambanya tersebut menolong saudara muslimnya”
(10) Adi Marwan Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi. (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hal
239-240
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Menurut Asy Syaibani, permasalahan ekonomi wajib diketahui oleh umat islam
karena dapat menunjang ibadah wajib.
2. Pemikiran beliau tentang ekonomi terbagi menjadi lima bagian, yaitu: Al-Kasb
( Kerja ), Kekayaan dan Kefakiran, Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian,Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi, Spesialisasi dan Distribusi
Pekerjaan
.
3. Sektor usaha yang harus lebih diutamakan menurut Asy-syaibani adalah sektor
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdul Muhammad Manan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yas.2.
Al-Nabhani Taqiyuddin. 1996 Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti.3.
Amalia Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok : Gramata Publishing.4.
Azhar Karim, Adiwarman. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.5. Edwin Mustafa Nasution. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
Jakarta: Kencana.