• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA DAN FENOMENANY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA DAN FENOMENANY"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

฀ERAJAAN SAFAWI DI PERSIA DAN FENOMENANYA

฀leh: Almunadi, MA฀

ABSTRA฀; Suatu kejaraan yang bermula dari perkumpulan kecil atau pengajian

฀areka฀ beraliran syi'ah yang lambat laun berkembang dan bergerak menjadi gerakan politik terbesar dan dapat mendirikan kerajaan besar ketika itu, merupakan keunikan tersendiri bagi tumbuh kembangnya peradaban Islam. Estapet kepemimpinan silih berganti, kemajuan dan kemunduran merupakan dinamisasi cikal bakal negara Iran ini, hingga sekarang negara tersebut masih menjadikan mazhab Syi'ah sebagai konstitusi negara, peradaban pun menuju titik kemodernan dunia Islam.

฀ata ฀unci; Daulah, safawiyah, dan Persia A. Pendahuluan

Turki Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia adalah tiga kerajaan besar Islam. Kerajaan Safawiyah berdiri pada tahun 1501 M, dimana Syi’ah sebagai mazhhabnya dan ini merupakan peletak dasar negara Iran dewasa ini, yang sampai sekarang Iran masih menganut Syi’ah sebagai mazhhab negaranya.

Kerajaan dengan paham Syi’ah, sangatlah menarik untuk dibahas, karena kerajaan Islam –pada waktu itu- didominasi oleh golongan Sunni. Dalam perjalanan politik Islam antara Syi’ah dan Sunni saling berebut untuk menguasai sebuah daerah atau kerajaan, akan tetapi hanya sebagian kecil kerajaan Islam yang beraliran Syi’ah, seperti, Daulah Buwaihi di Baghdad dan Daulah Fathimiyah di Mesir. Dengan munculnya tiga kerajaan besar (Turki Usmani, Mughal dan Safawi), hanya kerajan Safawi yang beraliran Syi’ah, sedangkan Turki Usmani dan Mughal beraliran sunni.

(2)

kehidupan rohani dan hampir tidak menaruh perhatian kepada kehidupan duniawi, kemudian berubah menjadi sebuah kekuatan politik atau memasuki gerakan politik praktis. Bagaimana sepak terjang kerajaan safawi sehingga menjadi sebuah kerajaan besar ketika itu? Dan peradaban apa saja yang telah dibangun dan diwariskan kepada generasi berikutnya? Dalam tulisan ilmiah ini penulis akan mencoba membahas tentang eksistensi kerajaan Safawi ditinjau dari aspek pembentukan, kemajuan dan keruntuhannya. Tentunya masukan dan keritik yang membangun serta saran yang konstruktif dari pembaca sangat penulis butuhkan dalam kesempurnaan karya tulis ini.

B. Sejarah Pembentukan ฀erajaan Safawi

Asal usul kerajaan Safawi terdapat perbedaan pendapat dikalangan sejarawan; namun pada hakekatnya perbedaan pendapat tersebut menuju pada satu sumber. Amir Ali berpendapat bahwa Safawi berasal dari Shafi yaitu gelar nenek moyang raja-raja Safawi, Shafi al-Din Ishak al-Ardabily (1252-1334 M, pendiri dan pemimpin tarekat Safawi. Alasannya adalah bahwa musafir, pedagang dan penulis Eropa selalu menyebut raja Safawi dengan gelar “safi agung” Syed Amit Ali, tt;491). Menurut P.M. Hotl dan Bernand Lewis bahwa nama Safawi berasal dari ”Shafi”

yaitu bagian dari nama Shafi al-Din Ishak al-Ardabil (PM. Holt dan Bernand Lewis, 1977,395).

Melihat dari dua pendapat di atas, pada hakekatnya pengambilan nama Safawi tersebut sama yaitu masih kembali kepada pendiri dan sekaligus pemimpin pertama tarekat Safawiyah yaitu Shafi al-Din Ishak al-Ardabil.

(3)

M/6 H, istilah ini tidak lagi hanya mengandung arti jalan, melainkan juga berkonotasi pada organisasi atau kesatuan jama’ah sufi dengan para murid atau pengikutnya (Tim Penyusun,1994,927)- yang merupakan dasar pembentukan kerajaan Safawi berpusat di Ardabil yang dibentuk oleh Syeikh Shafi al-Din Ishak al-Ardabil, yakni seorang keturunan suku Kurdi yang berasal dari Arab Selatan. Pengajaran tarekat ini mendapat dukungan dari Rasyid al-Din, wazir kerajaan Ilkhan di Persia (Carl Brockelmann, 1982, 318). Shafi al-Din lahir pada tahun 1252 M, di kota Ardabil, sebuah kota yang paling Timur daerah Azerbaijan enam tahun sebelum Kolugu Khan menghancurkan kota Baghdad. Sejak kecil ia gemar melakukan amal-amal yang berkenaan dengan keagamaan dan mencintai kehidupan sufi. Pada waktu umurnya mencapai 25 tahun, ia berguru kepada seorang sufi bernama Zahid Tajuddin Ibrahim. Setelah gurunya meninggal tahun 1302 M. (K. Ali,1977,344). Shafi mendirikan tarekat yang kemudian terkenal dengan tarekat Safawiyah yang berpusat di Ardabil, hingga pada akhirnya ia dikenal sebagai seorang sufi besar (Firdaus dan Desmaniar,2000,52).

Setelah Syekh Shafi al-Din meninggal, pengajaran tarekat dipimpin oleh anaknya bernama Sadr al-Din. Pada periode ini Tarekat Syafawiyah mulai mengalami perkembangan dan meluas ke luar daerah Ardabil. Sadral-Din mengorganisir dan menyusun strukturnya serta mengangkat asisten atau wakil-wakilnya yang disebut khalifah, untuk memimpin pengikut-pengikut di luar daerah Ardabil (Ira M. Lafidus,1993,285).

Menurut Carl Brockelmann, perkembangan dan perluasan Tarekat Safawiyah ini terjadi pada masa kepemimpinan Khawaja’ Ali atau setelah Sadr al-Din. Hal ini berkaitan dengan penerimaan mereka atas wilayah Ardabil dari kerajaan Timuriyah, setelah kerajaan ini dapat mengalahkan Bayazid dari kerajaan Usmani pada tahun 1402 (Carl Brockelmann, 1982, 318).

(4)

kepemimpinan Syekh Ibrahim, anak Khawaja’ Ali (Husain Yu'nis,1973,463) dan lebih mengikat lagi pada masa Syekh Juneid (1447-1460) M).

Gerakan Tarekat Safawiyah pada mulanya bertujuan memerangi orang ingkar dan ahli-ahli bid’ah. Tarekat yang dipimpin Shafi al-Din ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang sangat besar pengaruhnya di Persia, Suriah dan Anatolia (Badri Yatim,1993,139). Fanatisme pengikut Tarekat Safawiyah yang menentang golongan selain Syi’ah, mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik (K. Ali,1997,344). Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan dikalangan penganut ajaran tersebut untuk berkuasa. Karena itu, lama kelamaan murid-murid Tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.

Ada dua fase pergerakan tarekat ini yang sangat penting. Per฀ama, Fase ini terjadi pada tahun 1301-1447 M, gerakan ini merupakan gerakan murni keagamaan, dengan tarekat Safawiyah sebagai dasarnya serta mempunyai pengikut yang besar, fase ini tidak bercampur dengan masalah politik. Dapat dimengerti mengapa Tarekat Safawiyah bisa tumbuh dan mendapat simpatisan rakyat banyak, karena umat Islam pada saat itu apatis, hanya dengan kehidupan agama lewat sufisme dan persaudaraan tarekat, mereka mendapatkan kekuatan mental dalam menghadapi kehidupan dan merasa aman serta dapat menjalin persaudaraan sesama muslim lainnya.

(5)

bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konplik tersebut Juneid kalah dan mengasingkan diri ke suatu tempat. Di tempat ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK Koyunlu (Domba Putih), juga masih satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia (PM. Holt dan Bernand Lewis,1977,396).

Selama dalam pengasingan, Juneid menghimpun para pendukungnya dan membangun satu kekuatan militer. Dalam hal ini ia tidak hanya menanamkan fanatik keagamaan (tarekat) dan kesyi’ahan, tetapi juga mengangkat issu kesukuan (Kurdi) dan kedaerahan (Persia). Dengan demikian para pendukungnya tidak hanya para pengikut tarekat atau suku Kurdi saja, melainkan mencakup Turki dan kepala-kepala suku, para pastor, petani dan pekerja lainnya. ฀rang-orang yang direkrutnya dinamakan dengan Qizilbash sebuah nama yang berasal dari nama baret merahnya yang khas, yang menegaskan bahwa mereka pengikut dan pejuang setia keluarga Safawiyah. Kemudian ia mengawini saudara perempuan Uzun Hasan (AK Koyunlu) untuk menarik simpatik Uzun Hasan beserta pengikutnya.

Pada tahun 1460 M, Juneid mencoba merebut Sircilia, tetapi pasukan yang dipimpinnya menghadapi pasukan Sirwan (Kara Koyunlu), dan mereka mengalami kekalahan. Juneid sendiri tewas dalam petempuran tersebut (Badri Yatim,1993,140).

Sepeninggal Juneid pimpinan Tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya bernama Haidar. Ia masih dalam asuhan Uzun Hasan ketika itu. Kepemimpinan secara resmi diserahkan kepadanya tahun 1470 M. Hubungan Haidar semakin erat setelah ia mengawini putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ali, Ibrahim dan Ismail, yang kemudian Ismail sebagai pendiri kerajaan Safawi di Persia (Carl Brockelman,1974,494).

(6)

semakin besar, kemenangan ini tidak dikehendaki oleh AK Koyunlu. Persekutuan Safawiyah dengan AK Koyunlu rusak dan pecah oleh sikap AK Koyunlu yang memberikan bantuan kepada Sirwan (Kara Koyunlu), ketika terjadi pertempuran antara Haidar dengan Sirwan. Pasukan Safawiyah mengalami kehancuran dan Haidar sendiri terbunuh dalam pertempuran ini –istri dan anak-anaknya ditawan oleh sultan ja’far dari Ak Koyunlu yang merupakan saudara sepupu Haidar dan mereka dibawa ke Istakhir propinsi Favr (PM. Holt dan Bernand Lewis, 1977, 319-320). Dalam versi lain yang menawan anak-anak Haidar adalah Ya’kub pemimpin AK Koyunlu karena mencoba mengadakan perlawanan untuk menuntut balas atas kematian ayah mereka. Mereka ini dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantu memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam itu dikalahkan Ali bersaudara kembali ke Ardabil, akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh dalam serangan tersebut- (PM. Holt dan Bernand Lewis, 1977,397).

Gerakan Safawiyah dapat bangkit kembali dibawah kepemimpinan Isma’il I, setelah ia berhasil melepaskan diri dari kekuatan dan penekanan Rustam, pengganti Ya’kub. Semula ia menyusun kekuatan di Ghilan, tetapi karena mendapat tantangan dari Ali Berg Chakarlu, sultan Turki Usmani, maka ia menarik diri ke Astara daerah Laut Caspia di sinilah ia membangun kekuatan secara lebih efektif (Carl Brockelmann, 1974, 320).

(7)

Pendoktrinan yang dilakukan oleh Ismail I tersebut sungguh cukup efektif dalam membangun militansi dan perjuangan para pendukungnya, sehingga memberikan hasil sebagaimana yang diharapkannya. Pada tahun 1501 M, kekuatan militer AK Koyunlu dan Turki Usmani yang selalu menghambat ambisi gerakan Safawiyah dapat teratasi dan pada saat inilah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawi dan ia sekaligus sebagai raja pertamanya, yang berpusat di Tabriz (Carl Brockelmann,1977,329).

Ismail I berkuasa selama 23 tahun yakni antara tahun 1501-1524 M. Pada permulaan pemerintahannya ia berhasil menumpas sisa Ak Koyunlu dan melakukan ekspansi ke Khurasan propinsi Caspia di Nazandaran, Gurgun, Yazd, Diyan Bakar, Baghdad dan wilayah Barat Daya. Hanya dengan masa 10 tahun ia telah menguasai seluruh wilayah Persia dan wilayah Bulan Sabit Subur (yang dimaksud dengan bulan sabit subur adalah meliputi Mesir, Palestina, Yordania, Syiria dan Libanon. Kawasan tersebut termasuk yang paling bergolak terutama setelah Perang Dunia II dengan berdirinya negara yahudi Israel 1948 M. (Ali Mufradi,1997,141).

Setelah syah Ismail meninggal dunia tahun 1524 M. Ada tiga raja yang naik tahta sebelum Abbas I, yakni Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587 M). Masa ketiga raja ini merupakan masa yang tidak terlalu menggembirakan dalam perkembangan kerajaan. Namun, masa syah Tahmasp I, sudah mulai adanya produksi jubah, perhiasan, sutera, pengolahan logam dan keramik.

C. ฀emajuan ฀erajaan Safawi

(8)

pemerintahan syah Ismail I (1501-1524 M) dan syah Abbas I (1588-1628 M). Ini dapat dilihat pada keterangan berikut ini:

1. Bidang Poli฀ik dan Mili฀er

Sebagai raja (syah) pertama yang berkuasa, Syah Ismail berupaya membangun kerangka dasar kerajaan Safawi. Ia membentuk birokrasi pemerintahan dengan mengangkat kepala-kepala suku yang turut berjuang menjadi wakil untuk mengatur pemerintahan, memimpin militer dan mengepalai agama (Ira M. Lapidus,11993,289).

Pemberian wewenang kepada kepala-kepala suku, dimaksudkan untuk membina dan mempertahankan solidaritas dan ashhabiyah. Ini dilakukannya, karena mereka telah membantu Ismail I dalam memperluas kekuasaan.

Keputusan terpenting yang dikeluarkan Ismail I adalah penetapan ideologi resmi kerajaan, yakni Syi’isme. Pemerintah Safawi bersipat teokrasi. Syah Ismail I berupaya menerapkan ajaran kedua belas imam Syi’ah. Ia berupaya memasukkan rakyat yang kebanyakan menganut aliran sunni ke dalam aliran syi’ah. Syah Ismail I juga berperan sebagai pemimpin sufi. Para pengikutnya adalah pasukan Qizilbash –bentukan Juneid- yang merupakan pasukan inti kerajaan. Dengan demikian peraturan kerajaan mencerminkan nilai-nilai kesufian. Dan inilah awal mula perkembangan aliran sufi (Akbar S. Ahmad, 1992,76).

Abbas I, setelah kerajaan ini mengalami kemunduran pada masa raja-raja setelah Ismail I, berupaya membangun kembali kekuatan politik dan militer kerajaan safawi dengan menempuh beberapa langkah yaitu:

a. Mengadakan perdamian dengan Turki Usmani yang disertai dengan persyaratan, bahwa ia menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan.

(9)

c. Memindahkan pusat pemerintahan ke Isfahan, yang sebelumnya berada di Qazwin. d. Merenovasi militer dengan merekrut para tawanan perang yang terdiri dari bangsa

Georgia, Armenia dan Circassia. Syah Abbas I menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash terhadap kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang diberi nama Ghulam. Disamping usaha-usaha tersebut ia memakai politik luar negeri yang terbuka, sehingga terwujud hubungan diplomatik dengan Eropa, dan dilakukan kerjasama dan kontak dagang. Ia juga mewujudkan keamanan dalam negeri, sehingga memungkinkan untuk mencapai kemajuan di segala bidang dan pertahanan di dalam negeri semakin kuat.

Setelah kondisi politik dan militer benar-benar mantap. Abbas I mulai mengadakan ekspansi, memperluas kekuasannya. Pertama sekali, pada tahun 1598 M, ia menyerang kekuatan Uzbekistan dan menguasi Herat, Marv dan Balk. Kemudian pada saat Turki Usmani dibawah kekuasaan Muhammad III tahun 1602 Abbas I dapat menguasi Tabriz, Sirwan serta Baghdad dan pada tahun 1605-1606 M, menguasi kota-kota Nahriwan, Eriwan, Hanja dan Tifis. Selanjutnya atas bantuan kapal-kapal Inggris, tahun 1622 M, Abbas I dapat merebut kepulauan Hurmuz dari tangan Portugis dan merubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Hurmuz atau Bandar Abbas. Dengan keberhasilan Abbas ini, maka kerajaan safawi memasuki masa kejayaannya, karena itu Abbas I diberi gelar Abbas The Great atau Abbas yang Agung (Ciryl Glasse,1989, 141).

2. Bidang ekonomi

(10)

beludru, satin, dan taff. Kemudian mendatangkan orang-orang China untuk membangun pabrik porselin yang sebelumnya di import dari China, sehingga kerajaan Safawi dapat memproduksi sendiri (Ira M. Lapidus,1993,290-294). Pelabuhan Abbas merupakan salah satu jalur perdagangan antara Barat dan Timur, disamping itu Abbas I juga membangun sejumlah toko pusat perdagangan (Caravansari) untuk menunjang kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

3. Bidang Sarana Fisik dan Seni

Abbas I setelah berhasil menata politik, militer dan perekonomian ia juga mempokuskan pembangunan sarana fisik dan seni arsitek yang megah. Di kota Isfahan terdapat bangunan masjid yang sangat besar, istana cihil sutun, jembatan panjang yang melewati Zende Rud dan empat buah taman yang luas. Di sekitar kota Madyan Yopi terdapat alun-alun yang sangat besar. Dan hampir diseluruh kota tersebut terdapat gedung-gedung megah. Misal masjid Syekh Lutf Allah, masjid kerajaan, istana Ali Qafu atau bangunan maha mulia, yang menjadi markas pemerintahan, monumen lengkung (gapura) sebagai jalan menuju pasar amal kerajaan, yang di dalamnya terdapat sejumlah toko, masjid, penginapan dan akademik. Selain itu kerajaan safawi juga mengembangkan seni sastra (sya’ir) dan seni lukis yang mulai dirintis sejak masa Ismail I. Dalam bidang seni sastra terdapat sejumlah penyair ternama, di antaranya Hilali al-As฀aabady serta Nawawiy.

Sedangkan dalam bidang seni lukis Ismail I mentransper lukisan aliran ketimuran dari Herat ke Tibriz. Salah seorang pelukis yang terkenal bernama Bahzad, yang kemudian dipercayakan sebagai direktur perpustakaan kerajaan dan pengawas ruangan kerja produksi manuskrip-manuskrip (Ira M. Lapidus,1993,290-294).

Ketika Abbas I meninggal di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 118 perguruan, 1802 penginapan dan 173 pemandian umum (K. Ali,1997,356).

(11)

Persia adalah salah satu bangsa yang telah melahirkan peradaban tinggi, yang gilang-gemilang, di antaranya yang telah di rintis oleh kerajaan Safawi ini, dalam keberhasilannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Dari pertemuan-pertemuan ilmiah di istana kerajaan, muncul beberapa ilmuan dan pemikir, yang paling terkenal di antaranya; Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad menguasai filsafat, sejarah, teologi, dan pernah mengadakan observasi sejumlah besar ilmu pengetahuan kontemporer dan Sadr al-Din ash-Shirazi menguasai filsafat dari seluk beluk metafisika.

D. ฀eruntuhan ฀erajaan Safawi

Setelah berakhirnya kekuasaan Abbas I, kerajaan safawi secara berturut-turut diperintah oleh Shafi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1666 M), Sulaiman (1667-1692 M), Husein (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1732-1736 M). Pada masa pemerintahan raja-raja ini, kondisi politik kerajaan Safawi mengalami penurunan dan berakibat pada kehancurannya. Hal ini disebabkan oleh keperibadian, sikap dan tindakan mereka yang kurang mendukung serta adanya serangan dari kerajaan Turki Usmani, Mughal dan Rusia.

Ada dua faktor -interen dan eksteren- penyebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi yaitu:

Per฀ama, faktor interen:

a. Kerusakan moral yang melanda sebagian penguasa kerajaan safawi disebabkan oleh minuman dan candu narkotika.

b. Pasukan Ghulam yang telah dibentuk oleh Syah Abbas I tidak memiliki semangat berperang lagi sebagaimana halnya pasukan Qizilbash. Hal ini disebabkan pasukan Ghulam tidak disiapkan secara terlatih dan tidak dibekali pendidikan rohani secara mantap.

c. Timbulnya konplik interen dalam perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana (Carl Brockelmann,1974,320).

(12)

a. Keadaan raja yang kurang berpendidikan, tidak memahami kondisi kehidupan masyarakat secara mendalam dan larut dalam kemegahan hidup di istana.

b. Menurunnya perhatian raja-raja terhadap pembangunan militer, administrasi pemerintahan dan ekonomi.

c. Bangkitnya pemimpin-pemimpin kepala suku dan beberapa golongan yang mengurangi otoritas pemerintah pusat.

Kedua, faktor Eksteren. Shafi Mirza yang merupakan cucu Abbas I dalam menjalankan pemerintahannya lebih banyak berdiam di istana dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar-pembesar dan sekte-sekte yang ada. Dengan kelemahannya ini, ia tidak mampu secara maksimal menghadapi serangan Mughal yang dapat menguasai Qandahar; serta Turki Usmani menguasai Baghdad dan mematahkan perlawanan orang-orang kristen Georgia, Shafi Mirza adalah seorang raja yang kecanduan minuman keras hingga membawanya pada kematian. (Ira M. Lapidus,1993,326).

(13)

dapat menguasai Kirman, tahun 1722 M menguasai Isfahan dan memaksa Husein menyerahkan jabatan tanpa syarat. Dengan demikian Mir Mahmud menerima mahkota kerajaan safawi. Seiring dengan itu, Turki Usmani dan Rusia melakukan penyerangan ke Iran, tahun 1724, yang kemudian mereka sepakat membagi wilayah transcaucasia. Usmani mendapat wilayah Armenia dan sebagian Azerbaijan, sedangkan Rusia memperoleh propinsi Jilan di daerah laut Caspia, Mazandaran dan Astarabat. Dengan demikian runtuhlah pendirian kerajaan Safawi yang pernah mencapai masa keemasannya pada masa Abbas I. Setelah kerajaan Safawi runtuh lahirlah Dinasti Hajar 1904-1971 dan Dinasti Fahlevi 1976-1979, pada masa Dinasti Fahlevi inilah terjadinya revolusi Iran.

E. Penutup

(14)

DAFTAR PUSTA฀A

Ahmed, Akbar S., Discopering Islam Making Sense of Muslim His฀ory and Socie฀y,

terj., Nuning Ram, Jakarta: Erlangga, 1992

Ali, Syed Amir, The Spiri฀ of Islam, Delhi: Idarah al-Adabiyah tt.

Ali, K., Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), judul asli “A S฀udy of Islamic His฀ory”, Jakarta: Raja Grafindo, 1997

Brockelmann, Carl, His฀ory of The Islamic Peoples, London: Routledge dan Kegan Paul, 1982

---, Tarikh al-Su’ub al-Islamiyah, Beirut: Dâr al-Ilmi, 1974

Firdaus dan Desmaniar, Negara Adikuasa Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2000

Glasse, Ciryl, The Concise Encyclopedia of Islam, London: Stacy Internasional, 1989

Harun, Maidir, dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2001

Holt, P.M. dan Bernand Lewis, The Cembridge His฀ory of Islam, Combridege at The University Press, 1977

Lapidus, Ira M., A His฀ori of Islamic Socie฀ies, terj. Sejarah Sosial Uma฀ Islam),

Combridge University Press, 1993, bagian ke- 1 dan 2

Mufradi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 1994

Yu’nis, Husaini, A’lam al-Islamy,Mesir: Dâr al-Ma’arif, 1973

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diketahui bahwa untuk siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan auditorial terdapat perbedaan hasil belajar sejarah siswa antara yang

Neurofibromatosis-1 (NF-1) adalah penyakit genetik yang memiliki gejala khas berupa lesi Café-au-lait multipel dan tumor neuroektodermal yang dapat muncul dalam jumlah

Adobe Flash merupakan sarana untuk merancang animasi, Flash juga memiliki sarana image editing program, kebanyakan dari sarana yang tersedia pada flash adalah untuk

Untuk hasil evaluasi dari blueprint enterprise dan implementasi sistem, perusahaan mencoba melakukan implementasi blueprint arsitektur data dan proses bisnis berupa dokumen

Beberapa pendekatan yang dijelaskan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen dan mengkonfirmasi adanya hernia pada pemeriksaan fisik, termasuk imobilisasi ekstremitas

1 Penyediaan Jasa Kantor Penyediaan jasa surat menyurat, jasa kebersihan kantor, alat tulis kantor, barang cetakan dan penggandaan, komponen instalasi listrik,

Persepsi tentang Pernikahan Dini Responden yang Anak Perempuannya Melakukan Pernikahan Dini di Desa Baosan Kidul dan Desa Cepoko Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo pada

[r]