• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Ekstradisi Westerling 1950 Antara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kasus Ekstradisi Westerling 1950 Antara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PENGGANTI UTS

KASUS EKSTRADISI WESTERLING

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Pengganti UTS

Mata Kuliah Hukum Humaniter

SWITTRI DEWI TAMBUN 170210110025

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

KASUS EKSTRADISI WESTERLING

I. Sekilas Kasus Westerling

Raymond Pierre Paul Westerling adalah seorang komandan pasukan khusus Belanda yaitu Depot Speciale Troepen (DST).1 Dalam kasus ini, Ia bersama pasukannya telah

melakukan pembantaian terhadap ribuan warga Indonesia, terutama didaerah Sulawesi Selatan. Pembantaian tersebut terjadi pada bulan Desember 1946 – Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan). Tahun 1947, delegasi Republik Republik Indonesia Serikat menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB, korban pembantaian Sulawesi Selatan mencapai 40.000 jiwa yang dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan.2 Kasus pelanggaran HAM tersebut kemudian tersebar di berbagai media di dunia. Westerling berulang kali bersembunyi dan berusaha untuk berpindah-pindah tempat agar dia tidak ditangkap dan diadili oleh Indonesia karena telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

Pada 9 Februari 1950, Moh. Hatta menyatakan, bahwa apabila pihak Belanda berhasil menangkap Westerling, pihak RIS akan mengajukan tuntutan agar Westerling diserahkan kepada pihak Republik Indonesia Serikat. Pihak Belanda berusaha untuk melindungi Westerling dan menyembunyikannya. Pada tanggal 22 Februari, Westerling mengenakan seragam Sersan KNIL, yang kemudian dibantu oleh Mayor Van der Veen dibawa menuju Pelabuhan Tanjung Priok untuk kemudian diterbangkan menuju Singapura dengan menggunakan pesawat catalina. Pada 26 Februari1950, Westerling digerebeg dan ditangkap oleh polisi Inggris kemudian dijebloskan ke penjara Changi. Kemudian Indonesia mengajukan permintaan ekstradisi kepada Singapura agar Westerling diserahkan kepada Indonesia. Pada saat itu Republik Indonesia Serikat merupakan bekas negara jajahan Belanda dan Inggris merupakan negara koloni Inggris dan otoritas Inggris yang berkuasa di Singapura.

1Batara. R Hutagalung. 2012. Teror Westerling di Republik Indonesia dalam Dalam

Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. LKIS :

Yogyakarta.

2 THE national archives. 2013. Singapore: extradition of Captain R P P Westerling.

(3)

II. Teori Ekstradisi : ReviewExtradition Treaties

Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangkakriminal ditahan oleh pemerintah suatu negara dan diserahkan kepada pemerintahan asing untuk menjalani persidangan. Menurut J.G. Starke, ekstradisi merupakan proses dimana berdasarkan perjanjian atau atas dasar resiprositas suatu negara menyerahkan kepada negara lain atas permintaannya seseorang yang dituduh atau dihukum karena melakukan tindak kejahatan yang dilakukan terhadap hukum negara yang mengajukan permintaan, negara yang meminta ekstradisi memiliki kompetensi untuk mengadili tertuduh pelaku tindak pidana tersebut.3 Suatu negara tidak memiliki suatu kewajiban untuk menyerahkan tersangka kriminal kepada negara asing, karena suatu prinsip negara berdaulat bahwa setiap negara memiliki otoritas hukum atas orang yang berada dalam batas negaranya. Untuk itu, perlu diadakan perjanjian ekstradisi yang sudah banyak dilakukan oleh negara-negara. Contohnya adalah Amerika Serikat telah menjalin 60 perjanjian ekstradisi, 20 diantaranya dengan negara-negara Uni Eropa. Berikut ini merupakan keterangan mengenai ekstradisi :

a. Ekstradisi dilakukan jika kejahatan yang dilakukan oleh kriminal terdapat dalam daftar kejahatan yang sudah disetujui dalam perjanjian ekstradisi. Daftar pelanggaran dalam perjanjian bervariasi dan cenderung bersifat usang karena terdapat bentuk penyimpangan baru. Dalam perjanjian, terdakwa tidak diadili karena pelanggaran, selain dari permintaan dalam ekstradisinya. b. Terdapat konsep umum mengenai ‘double criminality’, dimana tindak

kejahatan yang dilakukan secara hukum merupakan tindak kriminal dikedua negara tersebut. Beberapa perjanjian menerapkan aturan mengai hal tersebut, beberapa perjanjian juga menetapkannya hanya pada pelanggaran yang spesifik. Kriminalitas ganda tersebut terkadang menimbulkan masalah ketika hukum dari negara lain bersifat aneh dan tidak sama.

c. Terdapat prinsip bahwa kejahatan politik tidak termasuk subjek ekstradisi. Prinsip ini menjadi dilema dalam beberapa kasus, misalnya ketika seorang

3 J. G.Starke. 2004. An Introduction to International Law. ed. 7. London:

(4)

pembunuh atau pencuri yang merupakan buronan, tetapi ia juga adalah orang penting dari partai revolusioner.

d. Beberapa negara dalam konstitusinya mengatur bahwa negara tersebut tidak akan melakukan ekstradisi terhadap warga negaranya sendiri. Misalnya, Amerika yang dalam hal ini memiliki variasi dalam perjanjiannya dengan negara lain. Dengan Brazil, mengurangi kewajiban untuk mengekstradisi warga negaranya, dengan Swedia yaitu dengan menyerahkannya kepada keputusan pada lembaga eksekutif apakah dia diekstradisi dan dengan Israel yang menyatakan bahwa ekstradisi dapat ditolak jika mempertimbangkan bahwa buronan adalah warga negaranya.

e. Menurut pendekatan tradisional, ekstradisi hanya boleh dilakukan jika tindak kejahatan yang dilakukan dalam teritori negara yang menuntut. Beberapa perjanjian menerapkan sanksi ekstradisi dalam beberapa kasus jika hukum kedua negara mengizinkan penerapan sanksi pidana meskipun hal tersebut menyangkut permasalahan ekstrateritorial.

Dalam hal ini akan dibahas mengenai kasus ekstradisi dari Raymond Pierre Paul Westerling, seorang komandan pasukan berkewarganegaraan Belanda yang telah melakukan pembantaian terhadap ribuan orang Indonesia. Westerling melarikan diri ke Singapura, Indonesia lalu meminta untuk mengekstradisi westerling dari Singapura agar Westerling dapat diadili oleh Indonesia.

III. Pernyataan Republik Indonesia Serikat

(5)

telah melarikan diri ke Singapura karena dianggap telah melakukan kejahatan yaitu pembantaian terhadap ribuan warga Indonesia.

IV. Pernyataan Hakim Singapura

Seorang hakim yang merupakan pemerintah cabang eksekutif Singapura bernama Evans J membuat pernyataan mengenai kasus ekstradisi Westerling :

Pernyataan pertama Evans J

Tidak ada perjanjian langsung yang mengikat antara Republik Indonesia Serikat dan Inggris mengenai ekstradisi, tidak ada juga order of council mengenai tindakan Republik Indonesia Serikat berkenaan dengan perjanjian tersebut. Argumen tersebut didasarkan antisipasi terhasdap kasus yang dibuat dan berdasarkan status Republik Indonesia Serikat sebagai bekas jajahan Belanda dan merupakan ‘successor’ dari negara Belanda. Penasihat menyatakan bahwa jika tidak ada perjanjian khusus ekstradisi, maka tindakan RIS tersebut tidak dapat diterima.

Pernyataan kedua Evans J

Evans J juga menyatakan bahwa RIS adalah negara yang baru merdeka dan berdaulat setelah Belanda telah memberikan suksesi. Sehingga, kasus dari kedua negara tersebut tidak dapat mempengaruhi pihak ketiga. Pernyataan tersebut dibuat sebagai respon dari pernyataan jaksa agung yang mengatakan bahwa RIS mempunyai hak-hak dan kewajiban yang didapatkan dari kerajaan Belanda berdasarkan perjanjian perjanjian ekstradisi antara Ingris dan Belanda pada 1898 bernama The Anglo Netherland Extradition Treaty, perjanjian tersebut berlaku dan dapat diaplikasikan antara RIS dan Inggris. Evans J juga mencantumkan beberapa kasus yang sama, seperti kasus Sultan Johor, Tungku Abubakar dengan perusahaan duff development dari pemerintahan Kelantan. Kasus yang kedua antara Engelke Musmann dan Gagara, serta kasus lainnya. Kasus tersebut pada intinya menyimpulkan tentang kadaulatan negara asing dijunjung tinggi.

(6)

ekstradisi, dalam hal ini acts terhadap Indonesia. Pengadilan, pada awalnya menerima pernyataan yang menyatakan bahwa Indonesiatelah menggantikan Belanda sehubungan dengan perjanjian Anglo Netherland Extradition Treaty 1898. Tetapi selanjutnya, pengadilan memegang prinsip bahwa ketiadaan order in council merupakan sesuatu yang fatal dalamproses ekstradisi, pengadilan tidak mempunyai yurisdiksi untuk mengesahkan penyerahan terdakwa,

Pernyataan ketiga Evans J

Dalam hal ini berhubungan dengan aplikasi dari larangan yang ditujukan kepada hakim distrik dan hakim utama untukmelanjutkan proses ekstradisi atas nama Republik Indonesia Serikat pada penyerahan dari Raymond Paul Pierre Westerling dalam tindak kejahatan yang telah dilakukan di pulau Jawa.

Ekstradisi melibatkan dua negara, pertama negara yang meminta ekstradisi dan kedua negara dari terdakwa. Sebelum hal tersebut dapat diterapkan, kedua negara tersebut terlebih dahulu harus setuju untuksaling ekstradisi. Selain tidak adanya perjanjian,tidak ada pula order in council dari Republik Indonesia Serikat. Jadi,penasihat berpendapat benar bahwa permasalahan ini tidak dapat disahkan. Ia juga menyatakan bahwa Republik Indonesia Serikat merupakan negara yang baru merdeka dan berdaulat dan bahwa Belanda telah memberikan suksesi kepada Indonesia, tetapi tindakan dari kedua negara tersebut tidak dapat mempengaruhi pihak ketiga.

Pernyataan Mr Massey

Mr. Massey menekankan pada aspek ‘order of council’, dengan menyoroti paragraf Netherlands Act : ‘Mulai saat ini dan setelah tanggal 14 Maret 1989, Acts tersebut akan berlaku dan diaplikasikan pada kasus-kasus Belanda, berkenann dengan perjanjian yang telah dibuat dengan Ratu Belanda.”

Pernyataan Sir Roland Brandell

(7)

harus mempunyai alasan-alasan yang di nyatakan, bukan untuk perjanjian, tetapi pada order of council. Order of council merupakan instrumen hukum biasa yang diartikan oleh pengadilan. Negara, dalam kasus ini yang hukum dapat diaplikasikan adalah Belanda, bukan negara lain. Bukan Republik Indonesia Serikat, dan bukan Belanda dan negara suksesornya (kedua-duanya) baik secara bersamaan maupun bergantian.

V. Kesimpulan

Berdasarkan pernyataan para hakim dan ahli Singapura yang menyatakan bahwa Republik Indonesia Serikat tidak memiliki perjanjian ekstradisi langsung dengan Inggris, ditambah lagi dengan tidak adanya order in council maka permintaan Indonesia untuk mengekstradisi Westerling dari Singapura ditolak oleh pengadilan di Singapura. Republik Indonesia Serikat juga sebagai negara yang baru merdeka dan berdaulat mmeskipun telah mendapatkan suksesi dari Belanda, kedua negara tidak dapat melibatkan pihak ketiga. Perjanjian The Anglo Netherland Extradition Treaty antara Inggris dan Belanda, tidak berlaku bagi Indonesia meskipun Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda. Westerling yang notabene juga memiliki kewarganegaraan Belanda juga menyebabkan Indonesia tidak dapat mengadilinya sesuai dengan hukum yurisdiksi Indonesia. Sehingga, alasan tersebut menguatkan bahwa permintaan ekstradisi Westerling ditolak oleh Singapura sehingga Indonesia gagal mendapatkan Westerling untuk diadili oleh pemerintahan Indonesia meskipun Ia sudah melakukan pembunuhan sewenang-wenang terhadap ribuan warga Indonesia.

Pada 21 Agustus 1950, Westerling keluar dari penjara Changi dan meninggalkan Singapura sebagai orang bebas. Dengan menumpang pesawat Australia Quantas dan ditemani oleh Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, Mr. R. van der Gaag, seorang pendukung Westerling.4 Setelah keluar dari tahanan, Westerling sering diminta berbicara dalam berbagai pertemuan. Ia kemudian menulis buku mengenai otobiografinya, yaitu Memoires yang terbit tahun 1952, dan De Eenling yang terbit tahun 1982.5 Edisi bahasa Inggris berjudul Challenge to Terror sangat laku dijual dan menjadi panduan untuk counter insurgency dalam literatur strategi pertempuran bagi

4 TROVE. The Sidney Morning Herald. 1950. Westerling Arrested in Singapore ; Extradition Sought. Tersedia dari : http://trove.nla.gov.au/ndp/del/article/18143596

[Diakses 15 April 2014]

(8)

negara-negara Eropa untuk menindas pemberontakan di negara-negara jajahan mereka di Asia dan Afrika.6 Westerling pun meninggal pada tahun 1987 tanpa pernah diadili dan merasakan hukuman akibat kejahatan kemanusiaan yang telah diperbuat olehnya yaitu pembantaian terhadap ribuan warga Indonesia.

Seharusnya, Indonesia pada saat itu dapat menggunakan alasan bahwa Westerling adalah pelaku kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat yang sifatnya universal dimana ia telah melakukan genosida terhadap ribuan orang Indonesia, sehingga negara manapun yang menangkap dan menemukan dia harus menghukum atau memberikannya kembali kepada Indonesia. Akan tetapi Indonesia pada saat itu tidak menggunakan alasan tersebut, sehingga permintaan Indonesia ditolak karena alasan yang tidak kuat.

6 TROVE. The Sidney Morning Herald. 1950. Request For Extradition of Westerling.

(9)

Daftar Pustaka Sumber Buku

Hutagalung, Batara. R. 2012. Teror Westerling di Republik Indonesia dalam Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Indonesia. LKIS : Yogyakarta.

Starke, J. G. 2004. An Introduction to International Law. ed. 7. London: Butterworths.

Sumber Surat Kabar

TROVE. The Sidney Morning Herald. 1950. Request For Extradition of Westerling. Tersedia dari : http://trove.nla.gov.au/ndp/del/article/47832424 [Diakses 15 April 2014]

TROVE. The Sidney Morning Herald. 1950. Westerling Arrested in Singapore ;

Extradition Sought. Tersedia dari :

http://trove.nla.gov.au/ndp/del/article/18143596 [Diakses 15 April 2014]

Sumber Internet

Referensi

Dokumen terkait

Dengan saling memberi tanda damai kita membaharui komitmen untuk menjalani hidup baru yang membuat pengakuan kita kepada Tuhan dan seorang dengan yang lain menjadi titik balik

[r]

Untuk membantu dalam pemecahan masalah tersebut perlu adanya sistem informasi yang baru agar setiap pekerjaan yang menyangkut pengolahannya dapat dikurangi tingkat

Hubungan antara perilaku merokok dengan prestasi belajar pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau yang dilihat dari hasil uji statistik menunjukkan

Hal ini dibuktikan menerusi dapatan temubual berfokus yang menjelaskan bahawa sungguhpun guru permulaan diberi pendedahan dan latihan dalam bidang unit berunifom di IPG, namun

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 45 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek pada tahun 2008 sampai 2010 dengan pengungkapan tanggung

Penelitian ini menggunakan tiga jenis meranti, yaitu ( Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula ), dengan tujuan untuk i) mempelajari perbedaan

Abdul Manap Kota Jambi akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang sebagai berikut:..