• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN WISATA PEDESAAN BERBASIS BU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN WISATA PEDESAAN BERBASIS BU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN WISATA PEDESAAN BERBASIS BUDAYA YANG

BERKELANJUTAN DI DESA WISATA SROWOLAN, SLEMAN

Aditha Agung Prakoso

Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) Yogyakarta Jl. Laksda Adisucipto Km. 5 Yogyakarta 55281 Indonesia

E-mail : aaprakoso@gmail.com

ABSTRACT

Lately, tourism development initiates trends of tourism of specific interest/alternative tourism focusing on back to nature and interacting with local people. This concept can be accommodated by village tourism as alternate attraction on tourism. Developing village tourism, potency of urbanization can be reduced as village tourism can create economy activity at village level. The case of Srowolan Village Tourism of District of Sleman relies its economy activity on tourism. Productivity of local potency including potencies of villages will be accelerated by utilizing village’s resources. Therefore, it can be an effective instrument in accelerating the development of socio cultural and economy aspects of villagers by applying sustainability concept. Therefore, it is required to have development strategy and integrated strategy in order to develop cultural based sustainable village tourism implemented in Srowolan Village Tourism.

Keywords : Village Tourism, Culture Tourism, Communuty Based, Sustainable

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata sebagai salah satu sektor dalam pembangunan Indonesia, merupakan sektor yang sangat dinamis didalam menangkap berbagai kecenderungan perkembangan global. Hal ini terlihat dari terjadinya pergeseran orientasi motivasi kunjungan wisatawan dari mass tourism kepada suatu bentuk kunjungan individual/kelompok kecil yang berminat pada kehidupan keseharian. Disamping itu, pariwisata adalah suatu sektor yang dinamis dan sangat tanggap terhadap berbagai kecenderungan dan perkembangan nilai kehidupan. Desa wisata merupakan salah satu jawaban dari perkembangan kecenderungan pasar, dimana orientasi pilihan wisatawan pada hotel besar dan modern telah bergeser pada pilihan-pilihan tipe akomodasi atau juga produk yang berskala kecil, tetapi unik. Melalui desa wisata, diharapkan terjadi permerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata yang berkesinambungan.

(2)

potensi desa sehingga mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh wisatawan.

Salah satu potensi yang dapat dikembangkan adalah potensi budaya yang melekat pada desa tersebut secara turun temurun, baik aktifitas sehari-hari, kesenian, kuliner, mata pencaharian, kerajinan dan lain-lain. Hal ini dapat menjadi dasar pijak dalam membentuk suatu konsep wisata pedesaan yang berbasis budaya dari kawasan tersebut, yang tentunya dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Namun konsep pengembangan wisata pedesaan berbasis budaya tersebut masih banyak menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi internal maupun eksternal, hal inilah yang menarik untuk dibahas bersama bagaimana pengembangan ke depan wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan yang tidak hanya menarik bagi wisatawan, namun juga sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal yang di suatu kawasan. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada desa wisata Srowolan sebagai salah satu desa yang berbasis budaya dalam pengembangan kepariwisataannya

1.2 Perumusan Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana strategi pengembangan wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan di desa wisata Srowolan yang tidak hanya menarik bagi wisatawan, namun juga sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal?

2. TINJAUAN PUSTAKA

Buku referensi yang mendukung dalam menyelesaikan penelitian ini cukup banyak, namun beberapa hal yang dapat menjadi referensi teori adalah sebagai berikut:

2.1 Aspek Pembangunan Kepariwisataan

Dalam pasal 7 UU no 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa:

Pembangunan kepariwisataan meliputi: a. Industri Pariwisata

b. Destinasi Pariwisata c. Pemasaran, dan

d. Kelembagaan Kepariwisataan Di jabarkan lebih detil lagi dalam PP no 50 tahun 2011 tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, seperti gambar di bawah ini:

3. PEMASARAN 4. KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN kredibilitas bisnis. Dan

tanggung jawab thd destinasi pariwisata yang

berdaya siang

Komponen Pembangunan Kepariwisataan

Pengembangan Destinasi Pariwisata (Perwilayahan, Daya Tarik, Aksesibilitas, Fasilitas, Pemberdayaan Masyarakat, Investasi), Pemasaran Pariwisata, Industri Pariwisata, dan Kelembagaan Kepariwisataan (Organisasi, SDM).

2.2 Konsep Wisata Budaya

Dalam beberapa literatur, disebutkan bebrapa definisi dari wisata budaya. Dari the 1976 ICOMOS Charter on Cultural Tourism menyebutkan bahwa:

(3)

Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya. Pariwisata jenis ini dibedakan dari minat-minat khusus lain, seperti wisata alam, dan wisata petualangan.

Ada 12 unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, yaitu: 1. Bahasa (language)

2. Masyarakat (traditions) 3. Kerajinan tangan (handicraft)

4. Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits)

5. Musik dan kesenian (art and music) 6. Sejarah suatu tempat (history of the

region)

7. Cara Kerja dan Teknolgi (work and technology)

8. Agama (religion) yang dinyatakan dalam cerita atau sesuatu yang dapat disaksikan.

9. Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata (architectural characteristic in the area)

10.Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes)

11.Sistem pendidikan (educational system) 12.Aktivitas pada waktu senggang (leisure

activities)

Objek-objek tersebut tidak jarang dikemas khusus bagi penyajian untuk wisatawan, dengan maksud agar menjadi lebih menarik. Dalam hal inilah seringkali terdapat kesenjangan selera antara kalangan seni dan kalangan industri pariwisata. Kompromi-kompromi sering harus diambil. Kalangan seni mengatakan bahwa pengemasan khusus objek-objek tersebut untuk turis akan menghilangkan keaslian dari suatu budaya, sedangkan kalangan pariwisata mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah salah asalkan tidak menghilangkan substansi atau inti dari suatu karya seni

Daya Tarik Wisata Budaya adalah daya tarik wisata berupa hasil olah cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai makhluk budaya. (PP Nomor 50 tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional)

Daya Tarik Wisata budaya selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:

A. Daya Tarik Wisata budaya yang bersifat berwujud (tangible), yang berupa antara lain:

1) Cagar budaya, yang meliputi: a. benda cagar budaya adalah

benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia, contoh: keris, gamelan, dan sebagainya

b. bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

c. struktur cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

d. situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

e. kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki 2 (dua) situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

(4)

yang khas, contoh: Kampung kotagede dan sebagainya.

3) Museum, contoh: Museum Perjuangan, Museum Ulen Sentalu, dan sebagainya.

B. Daya Tarik Wisata bersifat tidak berwujud (intangible), yang berupa antara lain:

1) kehidupan adat dan tradisi masyarakat dan aktifitas budaya masyarakat yang khas di suatu area/tempat, contoh: sekaten, bekakak, dan sebagainya.

2) Kesenian, meliputi seni rupa dan seni pertunjukan

2.3 Pembangunan Pariwisata

Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah menjadi agenda global dalam setiap proses pembangunan. Oleh karenanya, seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah dalam berbagai sektor pembangunan harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan baik dalam setiap kebijakan maupun rencana pembangunan yang akan dilaksanakan, tentu saja termasuk di dalamnya pembangunan sektor kepariwisataan.

Konsep pembangunan berkelanjutan dimunculkan pertama kali oleh World Commission on Environment and Development Report pada tahun 1987 dengan mendefinisikan Sustainble Development sebagai ‘meeting the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs’. Berdasarkan definisi tersebut, World Tourism Organization (WTO), telah menerapkannya pada sektor-sektor kepariwisataan dengan mendefinisikan Sustainable Tourism Development menjadi:

“Sustainable tourism development meets the needs of present tourists and host regions while protecting and enhancing opportunity for the future. It is envisaged as leading to management of all resources in such a way that economic, social, and aesthethic needs can be fulfilled while

maintaining cultural integrity, essential ecological processes, and biological diversity, and life support system.”

Definisi tersebut diadopsi oleh banyak negara di seluruh belahan dunia dalam berbagai macam variasi, misalnya definisi dari Organization of East Carribean States (OECS) adalah sebagai berikut:

“The optimal use of natural and cultural resources for national development on an equitabel and self-sustaining basis to provide a unique visitor experience and an improved quality of life through partnership among government, the private sector and communities.”

Definisi-definisi tersebut belum dapat membuat konsep keberlanjutan mudah diimplementasikan pada industri pariwisata. Pada tahun 1989, British Columbia, Canada (Rees, 1989 dalam Gunn, 1994) mencoba memformulasikan definisi Sustainable Development yang cukup relevan dengan perencanaan pariwisata yaitu,

“Sustainable development is positive socioeconomic change that does not undermine the ecological and social systems upon which communities and society are dependent. Its successful implementation requires integrated policy, planning, and social learning processes; its political viability depends on the full support of the people it affects through their governments, their social institutions, and their private activities.”

Definisi tersebut mengungkapkan kunci-kunci implementasi pembangunan pariwisata harus memenuhi paling tidak tiga kisi – kisi sebagai berikut :

1. “positive socioeconomic change” yang artinya perubahan harus membawa keadaan sosial dan ekonomi menjadi lebih baik.

2. “does not undermine the ecological and social systems” yang artinya menghindari penggunaan sumber daya alam dan buatan secara gegabah dan tanpa perhitungan.

(5)

berkelanjutan bergantung pada integrasi antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini juga merupakan jantung dari perencanaan, prinsip, dan praktek kepariwisataan.

Kunci-kunci tersebut juga telah diadopsi di Indonesia seperti yang disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika, dan berkeadilan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokratisasi, hak asasi manusia, dan isu lain yang lebih luas cakupannya.

Sementara itu, menurut United Nations Environment Programme on Tourism, sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang mempertemukan kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap mempertimbangkan, melindungi, dan mempertinggi potensi asset untuk masa yang akan datang. Hal ini juga berarti pengembangan yang mempertimbangkan potensi masa yang akan datang dalam segala sektor, termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang akan dipenuhi, yang didukung oleh sistem integrasi kebudayaan, proses ekologi yang esensial, keragaman biologi, dan life support.

“Pembangunan pariwisata harus

didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat

didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap

masyarakat.” (Piagam Pariwisata

Berkelanjutan, 1995).

Dengan demikian secara ringkas, konsep pengembangan pariwisata secara berkelanjutan tersebut pada intinya menekankan pada 4 (empat) prinsip, sebagai berikut :

a. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable)

b. Diterima secara sosial & budaya(socially and culturally acceptable)

c. Layak secara ekonomi (economically viable)

d. Memanfaatkan teknologi yang pantas diterapkan (technologically appropriate)

Pendekatan Sustainable Development

Prinsip environmentally sustainable yang menekankan bahwa proses pembangunan kepariwisataan harus tanggap dan memperhatikan upaya-upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan (baik alam maupun budaya), dan mampu mencegah dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekologi.

(6)

masyarakat, dan bahwa dampak pembangunan tidak boleh merusak tatanan dan nilai-nilai sosial-budaya sebagai jati diri masyarakat.

Prinsip economically viable yang menekankan bahwa proses pembangunan harus layak secara ekonomi dan menguntungkan. Oleh karenanya, pembangunan harus dilaksanakan secara efisien agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan baik bagi pembangunan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

Prinsip technologically appropriate yang menekankan bahwa proses pembangunan secara teknis dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan memanfaatkan sebesar-besar sumber daya lokal, dan dapat diadopsi masyarakat setempat secara mudah untuk proses pengelolaan yang berorientasi jangka panjang.

Tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan yang didasarkan atas prinsip-prinsip tersebut, akan bermuara pada 5 (lima) sasaran sebagai berikut (Fennel, 1999):

a. Terbangunnya pemahaman dan kesadaran yang semakin tinggi bahwa pariwisata dapat berkontribusi secara signifikan bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi

b. Meningkatnya keseimbangan dalam pembangunan

c. Meningkatnya kualitas hidup bagi masyarakat setempat

d. Meningkatnya kualitas pengalaman bagi pengunjung dan wisatawan

e. Meningkatnya dan menjaga kelestarian dan kualitas lingkungan bagi generasi yang akan datang

Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui Prinsip – prinsip sebagai berikut :

a. Kualitas Pengalaman Berwisata (Quality of Experience), melingkupi rasa keingintahuan, keunikan dan imajinasi wisatawan (konsumen).

b. Kualitas Sumber Daya (Quality of Resources), melingkupi keutuhan alam

lingkungan, pengelolaan kapasitas dan pemeliharaan sumber daya wisata itu sendiri

c. Kualitas Masyarakat Lokal (Quality of Local People), melingkupi keterlibatan masyarakat lokal, dampak sosial masyarakat dan kelangsungan kehidupan perekonomian masyarakat disekitar kawasan.

Prinsip-prinsip dalam Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan

Sumber : World Tourism Organization, 2004

3. CARA PENELITIAN

3.1 Penentuan Sampel

Cara penentuan sampel nonramdom sampling purpovise sample, yaitu penentuan sampel tanpa diacak, dengan cara langsung mengarah pada sampel kunci, yaitu pemerintah daerah (dinas pariwisata Sleman), tour operator dan pengelola desa wisata Srowolan. Karena mereka berperan langsung dalam pengembangan desa wisata/ wisata pedesaan. (Got, 2010)

3.2 Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data adalah:

a. Observasi, yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung di kawasan desa wisata Srowolan, Sleman dengan meneliti secara langsung daya tarik budaya yang mendukung keberadaan potensinya sebagai desa wisata berbasis budaya.

(7)

Sleman, tour operator dan pengelola desa wisata.

c. Studi Kepustakaan, yaitu membaca buku-buku yang berhubungan dengan pengembangan wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan. Sekaligus mencari data sekunder di internet mengenai pengembangan wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan (Got, 2010).

3.3 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mengunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui internet.

Metode analisis data yang akan digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini mengambil data penelitian dari hasil survei dan wawancara langsung pada pemangku kepentingan di desa wisata Srowolan.

Penelitian deskriptif bermaksud memberikan gambaran suatu gejala sosial tertentu, sudah ada informasi mengenai gejala sosial seperti yang dimaksudkan dalam suatu permasalahan penelitian namun belum memadai. Penelitian deskriptif menjawab pertanyaan apa dengan penjelasan yang lebih terperinci mengenai gejala sosial seperti yang dimaksudkan dalam suatu permasalahan penelitian yang bersangkutan (Malo dan Trisnoningtias, 1986).

Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang dialami dalam kehidupan sehari-hari dalam pengembangan wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan di desa wisata Srowolan, yang implikasinya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat lokalnya. Penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif sehingga merupakan rinci dari suatu fenomena pengembangan kepariwisataan yang diteliti.

4. PEMBAHASAN

4.1 Wisata Pedesaan sebagai Salah Satu

Bentuk Kegiatan Wisata Alternatif

Bentuk-bentuk kegiatan wisata alternatif perlu menjadi perhatian penting dalam pengembangan daya tarik wisata di Indonesia, khususnya terkait dengan keragaman budaya dan keunikan alam. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka pengembangan wisata pedesaan (village tourism) atau desa wisata (tourism village) sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan kepariwisataan.

Melalui pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata, maka suatu destinasi pariwisata akan memiliki keragaman atau diversifikasi produk yang akan membuka peluang kunjungan ulang bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke daerah atau destinasi tersebut. Pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata juga dianggap mampu meminimalkan potensi urbanisasi masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dikarenakan mampu menciptakan aktifitas ekonomi di wilayah pedesaan yang berbasis pada kegiatan pariwisata (ekonomi pariwisata). Daya produktif potensi lokal termasuk didalamnya adalah potensi-potensi wilayah pedesaan akan dapat didorong untuk tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh desa, sehingga akan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Lebih lanjut, akan dapat didorong berbagai upaya untuk melestarikan dan memberdayakan potensi keunikan berupa budaya lokal dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di masyarakat yang cenderung mengalami ancaman kepunahan akibat arus globalisasi yang sangat gencar dan telah memasuki wilayah pedesaan.

(8)

akan lingkungan, serta nilai manfaat pariwisata bagi masyarakat, maka dalam konteks pengembangan kepariwisataan muncul konsep wisata alternatif (alternative tourism) sebagai bentuk penyeimbang atas dominannya perkembangan wisata massal (mass tourism) dalam ranah pengembangan produk kepariwisataan.

Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism) yangberbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai kekuatan daya tarik wisata.

Lebih dari satu dekade terakhir, pengembangan wisata pedesaan dan desa wisata berjalan begitu pesat dan menyebar di hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia, terlebih dengan adanya dorongan program PNPM Mandiri Pariwisata, banyak desa wisata baru bermunculan dipelbagai daerah yang mencoba untuk menangkap peluang perkembangan kepariwisataan serta minat pasar untuk mencari destinasi wisata alternatif diluar destinasi-destinasi populer yang sudah banyak dikenal dalam konteks wisata massal (mass tourism) dan wisata konvensional.

4.2 Perkembangan Wisata Pedesaan di

Sleman

Perkembangan kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta akhir-akhir ini menunjukkan grafik yang meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan angka kunjungan wisatawan domestik dan asing di DIY seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Kunjungan Wisatawan 2005-2013 di DIY

Sumber : BPS DIY, 2014

Hal ini ditanggapi positif oleh desa-desa di Sleman yang mulai mengembangkan desa mereka sebagai desa wisata. Menurut Pemda Sleman, sejauh ini perkembangan perkembangan desa wisata di Sleman cukup baik. Total terdapat 38 desa wisata yang tersebar di wilayah Kabupaten Sleman. Desa wisata tersebut dibagi dalam tiga kategori, yakni tumbuh 16 desa wisata, berkembang 12 desa wisata, dan mandiri 10 desa wisata (tribunnews.com)

Peta Sebaran Desa Wisata di Sleman Sumber : Dinas Pariwisata Daerah Istimewa

Yogyakarta

4.3 Desa Wisata Budaya Srowolan

(9)

dan sejarah, baik berupa kesenian, arsitektur dan aktifitas masyarakatnya.

Desa wisata Srowolan merupakan gabungan dari padukuhan Srowolan, Karanggeneng dan Kadilobo, Desa Purwobinangun Kecamatan Pakem,Kabupaten Sleman dengan luas sekitar 30 ha.

Selain memiliki daya tarik wisata budaya, desa wisata Srowolan juga mempunyai potensi daya tarik alam.

a. Daya Tarik Wisata Budaya

Masyarakat ingin mengenalkan wisata dengan nilai sejarah yaitu pasar Srowolan sebagai icon kepariwisataan karena pasar ini selain merupakan pasar kuno juga jadi saksi bisu perjuangan masyarakat melawan tentara Belanda pada tahun 1948.

Selain dari Pasar dan Gudang Garam terdapat juga rumah kuno berukuran 10 x 12 m berbentuk Sinom yang merupakan bekas kecamatan Pakem Lama yang berada di sebelah timur pasar. Rumah kuno ini dahulu merupakan pusat Kecamatan.

Selain Bangunan bersejarah, di lokasi ini juga terdapat rumah yang dahulu ditinggali oleh Sayuti Melik, penulis naskah Proklamasi Kemerdekaan yang berada di dusun Kadisobo untuk mengenang kembali sejarah perjuangan bangsa pada waktu itu untuk memperoleh kemerdekaan.

Kesenian yang ada di Desa wisata Perjuangan Pasar Srowolan antara lain seni tari, seni suara dan seni. Kesenian tersebut dapat menjadi alternatif bagi pengunjung apabila ingin menikmati kesenian yang terdapat di Desa Wisat srowolan. Tradisi Pertanian juga masih dilakukan di Desa wisata ini. Beberapa kegiatan tradisi pertanian yang masih dilaksanakan diantaranya angler, tedun dan wiwit. Pada hari-hari tertentu di kawasan pasar Srowolan juga menjual

kuliner khas, yaitu Opor Bebek, Sayur Lompong dan Salak Pondoh.

Selain itu terdapat juga upacara adat/keagamaan yang masih ada yaitu ruwatan atau membuang sukerto, nyadran/ngirim leluhur, bersih desa/wujud syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah serta midang atau melaksanakan nadar atas cita-citanya yang berhasil.

Kerajinan yang ditonjolkan dari desa wisata ini antara lain tunggak bambu berupa kentongan dan bebek-bebekan sedang industri kecil berupa pembuatan tempe dan slondok.

b. Daya Tarik Wisata Alam

Di desa wisata Srowolan, terdapat kolam pemancingan seluas 2 hektar yang keberadaannya menyebar di Dusun Srowolan Karanggeneng dan Kadilobo dengan fasilitas warung makan spesial air tawar. Terdapat juga embung yang dapat dimanfaatkan sebagai wisata tirta.

Srowolan juga mempunyai hamparan sawah dan kebun salak yang dapat menjadi daya tarik tersendiri, selain dapat melakukan kegiatan persawahan juga dapat melakukan wisata petik salak.

(10)

c. Daya Tarik Wisata Buatan

Terdapat beberapa wisata buatan yang disediakan oleh desa wisata Srowolan, antara lain:

a. Area outbound b. Kolam pemancingan c. Embung (wisata air)

4.4 Pengembangan Desa Wisata

Srowolan Berbasis Budaya yang Berkelanjutan

Pengembangan suatu kawasan wisata tidaklah lepas dari komponen pembentuk atau aspek-aspek pembangunan kepariwisataan. Dalam hal ini beberapa aspek dalam pembangunan kepariwisataan dapat digunakan dalam mengidentifikasi perencanaan pengembangan wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan di desa wisata Srowolan. Beberapa aspek yang dapat dipergunakan antara lain:

a. Daya Tarik Wisata b. Aksesibilitas c. Fasilitas

d. Pemberdayaan Masyarakat e. Pemasaran

f. Kelembagaan

Sehingga identifikasi perencanaan pengembangan desa wisata Srowolan sebagai wisata pedesaan yang berbasis budaya yang berkelanjutan adalah sebagai berikut:

A. Daya Tarik Wisata

a. Daya Tarik Wisata Tangible

Daya tarik wisata desa wisata Srowolan yang termasuk dalam daya tarik wisata budaya yang berwujud, banyak didominasi oleh bangunan cagar budaya, antara lain:

a. Pasar Perjuangan Srowolan b. Gudang Garam

c. Rumah Kuno

d. Rumah Tinggal Sayuti Melik

e. Sekolah Kasultanan

b. Daya Tarik Wisata Intangible

Daya tarik wisata desa wisata Srowolan yang termasuk dalam daya tarik wisata budaya yang tidak berwujud, yang berupa ada istiadat dan kesenian, antara lain:

a. Aktifitas bercocok tanam (pertanian dan perkebunan)

b. Seni tari dan karawitan

c. Tradisi pertanian, seperti angler, tedun dan wiwit

d. Upacara adat, seperti sukerto, nyadran, bersih desa

e. Even tahunan, seperti kirab merti f. Makanan khas, opor bebek, sayur

lompong dan salak pondoh

B. Aksesibilitas

Jarak tempuh dari pusat Pemerintahan Kecamatan Pakem sepanjang 4 Km ditempuh selama 10 menit.8 km menuju kota Kabupaten Sleman dengan jarak tempuh 15 menit. 20 km menuju kota propinsi dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit dengan kendaraan bermotor. Hal lain yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

a. Akses jalan, diantaranya: jalan tanah sepanjang 1100 m, jalan conblock sepanjang 600 m, jalan aspal sepanjang 3550 m, namun belum di lalui oleh angkutan umum.

b. Srowolan belum terjangkau layanan mobil angkutan umum.

c. aksesibilitas masih terbatas dalam pengelolaan infrastruktur, seperti: kondisi jalan dan rambu-rambu penanda.

(11)

untuk mengakses jalan di desa wisata Srowolan.

e. Ada beberapa jalan masuk untuk menuju desa wisata Srowolan, antara lain: jalan Palagan Tentara Pelajar Utara dan Selatan, jalan Turi – Pakem dan jalan Magelang. Diantara beberapa jalan masuk tersebut, kondisi jalan Palagan Tentara Pelajar Selatan merupakan jalan yang paling sering dilewati oleh wisatawan, selain kondisi jalannya yang cukup baik, namun juga mempunyai jarak yang cukup dekat dari jalan utama (Jalan Palagan Tentara Pelajar) menuju desa wisata Srowolan.

f. Mempunyai potensi moda transportasi lokal, yaitu sepeda dan gerobak sapi sebagai moda sekaligus daya tarik

C. Fasilitas

Beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari fasilitas pariwisata yang ada di desa wisata Srowolan, antara lain:

a. Sarana akomodasi berupa penginapan atau home stay siap huni sejumlah 159 kamar dan dapat menampung 318 wisatawan, yang tersebar di Dusun Srowolan, Kadilobo dan Karanggeneng b. Belum ada pusat cinderamata, pusat

oleh-oleh yang ada di kawasan Desa Wisata Srowolan.

c. Lingkungan desa wisata Srowolan masih sangat alami dengan atmosfer pedesaan yang sangat kental, sehingga pada waktu malam hari kondisi lingkungan desa masih minim penerangan, seperti lampu jalan ataupun lampu di pemukiman.

d. Desa wisata Srowolan mempunyai beberapa rumah makan yang layak untuk menampung wisatawan, antara lain: Rumah makan dan pemancingan“Mina Raharja”; Rumah makan, pemancingan dan outbound “Banyu Sumilir”; Rumah makan “Shaba”

e. Sarana utilitas di desa wisata Srowolan, yaitu meliputi: air bersih serta jaringan sanitasi dan drainase. Di desa wisata Srowolan, persediaan air bersih cukup

melimpah hal ini disebabkan oleh adanya sumur yang dapat menyediakan air bersih untuk satu RT, air dari sumur ini disalurkan dengan adanya pompa air. Pompa air tersebut diperoleh dari dana yang dikumpulkan secara swadaya oleh penduduk setempat.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Identifikasi pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di desa wisata Srowolan, adalah sebagai berikut:

a. Pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Srowolan cukup mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat lokal, hal ini terbukti dengan adanya organisasi pengurus desa wisata Srowolan

b. Pengelolaan desa wisata juga sebagian besar dilakukan oleh masyarakat lokal itu sendiri, dengan beberapa bantuan dari tenaga profesional, misalnya dalam kegiatan outbound sebagai instruktur atau pemandu wisata

c. Rumah-rumah penduduk juga banyak yang difungsikan menjadi homestay, sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari pariwisata

d. Hal ini masih perlu ditingkatkan terutama kualitas homestay dan kualitas masyarakat sebagai tuan rumah

E. Pemasaran

Kegiatan penyebarluasan informasi serta pemasaran dan promosi kepada calon wisatawan sudah dilakukan oleh desa wisata Srowolan, beberapa hal yang telah dilakukan adalah:

a. Sudah terdapat biro perjalanan yang secara khusus menawarkan desa wisata sebagai suatu paket wisata, seperti Tourista Tour yang menawarkan desa-desa wisata di DIY termasuk desa-desa wisata Srowolan, seperti yang dapat dilihat dari situs interne http://www.bhutours.com/desawisata b. informasi tentang desa wisata Srowolan

(12)

c. Brosur wisata merupakan sumber informasi yang paling banyak diakses wisatawan sebagai salah satu media promosi, sedangkan brosur wisata tidak bisa diperoleh setiap saat karena hanya bisa diperoleh wisatawan saat berkunjung ke suatu destinasi wisata dimana akses dan jumlahnya terbatas.

F. Kelembagaan

Dalam aspek kelembagaan, Srowolan telah mempunyai organisasi yang secara khusus sebagai pengelola desa wisata Srowolan, hal lain yang dapat dijabarkan, adalah sebagai berikut:

a. Organisasi pengelola ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK dan Karang Taruna dari dusun Srowolan, dusun Kadilobo dan dusun Karanggeneng. Organisasi tersebut belum secara khusus mengadakan pertemuan, pertemuan diadakan saat akan mengadakan kegiatan atau komunikasi untuk membicarakan masalah dalam lingkup desa wisata Srowolan.

b. Dalam pengembangannya sebagai desa wisata, Srowolan telah bekerjasama dengan berbagai pihak dalam hal peningkatan kualitas sumber daya masyarakat dan pemasaran desa wisata Srowolan. Kerjasama yang pernah dilakukan misalnya dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, universitas-universitas dan pecinta alam untuk mengadakan pelatihan dan Kuliah Kerja Nyata. Kerjasama dengan biro perjalanan wisata dan instansi-instansi dalam memasarkan desa wisata Srowolan.

c. Pengelola desa wisata Srowolan telah bekerjasama dengan pihak lain, misalnya Disparda Sleman, universitas-universitas, tour operator, pecinta alam dan instansi-instansi dalam pengembangan SDM dan usaha untuk menarik serta mempromosikan desa wisata Srowolan.

d. Pelatihan dan peningkatan SDM masyarakat desa wisata Srowolan

belum dapat memberi manfaat secara langsung kepada masyarakat karena belum adanya ketertarikan dan keseriusan untuk mengikuti pelatihan tersebut.

4.5 Penerapan Pariwisata Berkelanjutan

di Srowolan

Penerapan sustainable tourism development salah satunya adalah dengan mengoptimalkan potensi keragaman budaya dan keindahan alam yang dimiliki masyarakat setempat melalui kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif dalam rangka melestarikan kekayaan alam dan budaya serta memberikan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Forum Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan di Bidang Kepariwisataan, Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa kegiatan pariwisata dapat dikelola melalui pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam bidang pariwisata yang secara spesifik mencakup:

a. Mengembangkan kesadaran dan menguatkan jejaring para pihak dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan melalui pembangunan sosial ekonomi dan pengurangan kemiskinan dengan memfasilitasi kesempatan berusaha bagi masyarakat melalui kegiatan pariwisata; b. Meminimalkan dampak negatif sosial budaya dan lingkungan dari pengembangan pariwisata sekaligus meningkatkan peran pariwisata dalam konservasi alam dan pelestarian warisan budaya.

Hal inilah yang coba diterapkan dalam kegiatan pariwisata di desa wisata Srowolan. Baik dari aspek daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas, kelembagaan masyarakat, pemasaran dan kelembagaannya. Dari hal ini maka diidentifikasi beberapa hal penerapan prinsip keberlanjutan di desa wisata Srowolan.

(13)

satu keunggulannya. Hamparan sawah, kebun salak dan lansekap desa dikembangkan menjadi daya tarik wisata yang mampu menarik wisatawan. Sawah dimanfaatkan sebagai ajang pendidikan dan aktifitas budaya bercocok tanam bagi wisatawan. Kebun salak dimanfaatkan sebagai area petik dan budidaya salak serta lansekap desa yang menjadi area trekking dan bersepeda bagi wisatawan. Pengembangan daya tarik ini bersifat small scale dengan pengembangan yang kecil dan tidak bersifat merusak atau merubah secara besar-besaran kondisi lingkungan yang masih sangat alami.

b. Prinsip socially and culturally acceptable, pengembangan kepariwisataan di desa wisata Srowolan berangkat dari keinginan langsung warga masyarakat 3 dusun (Srowolan, Kadilobo dan Karanggeneng) yang secara langsung mempelopori, mengelola dan melaksanakan kegiatan pariwisata yang ada di kawasan tersebut. Sekaligus mengangkat potensi alam dan budaya asli yang berkembang di desa wisata Srowolan itu sendiri. c. Prinsip economically viable, dengan

konsep dari, oleh dan untuk masyarakat desa wisata Srowolan, pengembangan desa wisata Srowolan menitik beratkan pada kesejahteraan dan manfaat ekonomi langsung untuk warga lokal. Hal ini dibuktikan oleh beberapa alasan, antara lain:

1) Pengelola desa wisata terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK dan Karang Taruna dari dusun Srowolan, dusun Kadilobo dan dusun Karanggeneng

2) Pemandu wisata dan instruktur outbound langsung dari warga desa wisata Srowolan

3) Homestay memanfaatkan rumah warga sekaligus melibatkan warga dalam konsumsi wisatawan

d. Prinsip technologically appropriate, dalam pengembangannya sebagai sebuah desa wisata budaya, desa wisata Srowolan mengalami beberapa pembangunan fasilitas. Beberapa diantaranya adalah:

1) Area outbound 2) Area pemancingan 3) Rumah makan 4) Panggung kesenian

Fasilitas tersebut dibangun dengan material alam yang ada di desa tersebut, misalnya bambu dan rumbiya serta pembangunan bersifat soft dan small scale.

Selain sebagai fasilitas pendukung kepariwisataan, pembangunan juga dilakukan untuk mendukung pengembangan wisata budaya. Yaitu dengan mewadahi kesenian asli dari Srowolan (Jathilan, Karawitan dll)

5. KESIMPULAN

Pengembangan desa wisata srowolan sebagai wisata pedesaan berbasis budaya yang berkelanjutan, diharapkan menjadi salah satu konsep pengembangan yang tidak hanya dapat menjadi generator peningkatan ekonomi masyarakat lokal dengan kegiatan kepariwisataannya tetapi juga dapat menjadi alat untuk tetap menjaga kelestarian alam dan budaya di desa wisata Srowolan.

(14)

a. Terdapat Kualitas Pengalaman Berwisata (Quality of Experience), b. Terdapat Kualitas Sumber Daya

(Quality of Resources), dan

c. Terdapat Kualitas Masyarakat Lokal (Quality of Local People).

Oleh sebab itu beberapa rekomendasi strategi pengembangan yang dapat diterapkan di desa wisata Srowolan untuk lebih meningkatkan kegiatan kepariwisataan budaya yang berkelanjutan adalah:

5.1 Daya Tarik Wisata

Strategi yang dapat diterapkan, antara lain:

1) Mengembangkan paket wisata berdasarkan potensi dan karakter 2) Meningkatkan inovasi terhadap

daya tarik yang ada

3) Beautification daya Tarik wisata di desa wisata Srowolan (penanaman vegetasi, jalur pedestrian dll) dengan material alami (bambu, kayu, rumbiya dll)

4) Mengembangkan kerjasama dengan desa wisata lain dalam bentuk paket wisata.

5.2 Aksesibilitas

Strategi yang dapat diterapkan, antara lain:

1) Mengembangkan aksesibilitas menuju dan di dalam kawasan desa wisata (kualitas dan kuantitas jalan dan signage)

2) Mengoptimalkan alat transportasi lokal pada seluruh kegiatan kepariwisataan

3) Mengembangkan daya tarik berbasis aksesibilitas/ transportasi lokal (sepeda, gerobak sapi)

5.3 Fasilitas

Strategi yang dapat diterapkan, antara lain:

1) Memanfaatkan komoditi lokal dalam pembangunan fasilitas kepariwisataan dengan tetap

berprinsip pada konsep keberlanjutan

2) Mengembangkan fasilitas dan sarana prasarana pendukung wisata (shelter, gazebo, transit area)

3) Meningkatkan fasilitas dan kebersihan rumah yang difungsikan sebagai homestay

4) Mengembangkan fasilitas kios souvenir asli karya masyarakat lokal Srowolan.

5.4 Pemberdayaan Masyarakat

Strategi yang dapat diterapkan, antara lain:

1) Memberikan pelatihan kepada kelompok masyarakat dengan berbagai macam keterampilan sesuai dengan karakter dan potensi produk yang dimiliki desa

2) Melibatkan masyarakat lokal Srowolan yang telah terlatih dalan segala kegiatan kepariwisataan di Srowolan

3) Mengadakan workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola desa wisata tingkat Kabupaten

5.5 Pemasaran

Strategi yang dapat diterapkan, antara lain:

1) Menyusun paket wisata dan melakukan promosi dan pemasaran (fam trip, roadshow, penyebaran bahan promosi)

2) Membangun sistem promosi dan pemasaran melalui (brosur, leaflet, proposal, website statis, papan/ peta petunjuk dan informasi di tempat yang strategis)

3) Membangun kerjasama dan jaringan dengan berbagai pihak (ASITA, PHRI, BPW, dll)

(15)

5.6 Kelembagaan

Strategi yang dapat diterapkan, antara lain:

1) Memperkuat kelembagaan dan manajemen dengan kelengkapan lainnya yang diperlukan untuk pelayanan

2) Mengembangkan Jaringan kerjasama Desa Wisata di tingkat regional/ nasional

3) Meningkatkan kompetensi dengan melakukan pelatihan secara rutin dengan yang materi yang lebih tinggi

4) Melakukan program magang bagi pengelola desa wisata di daya tarik wisata yang lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA

Bater, J. et al. (2001). Planning for Local Level: Sustainable Tourism Development, Canadian Universities Consortium: Urban Environmental Management Project Training & Technology Transfer Program, Canadian International Development Agency (CIDA).

Daldjoeni, N. (1998). Geografi Kota dan Desa. Bandung : Penerbit Alumni ITB.

Fennel, David A. (1999). Ecotourism: an introduction. Routledge.

Got, Nicolaus. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Kepel Press.

Gunn, Clare A. (1994). Tourism Planning: Basics, Concepts, Cases. Washington DC.

Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold

International Council on Monuments and Sites. (1976). The ICOMOS International Cultural Tourism Charter. ICOMOS International Cultural Tourism Committee

Malo, Manasse dan Trisnoningtias, Sri. 1986. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Ilmu Sosial Universitas Indonesia.

PP Nomor 50 tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian hasil analisis mendukung hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ada kecenderungan atribut produk wisata yang meliputi daya tarik wisata, fasilitas dan kemudahan

a) Aspek daya tarik destinasi; merupakan atribut daerah tujuan wisata yang berupa apasaja yang dapat menarik wisatawan dan setiap destinasi pasti memiliki daya tarik,

Pengembangan daya tarik/atraksi wisata adalah menciptakan potensi wisata memiliki nilai daya tarik yang merangsang kedatangan wisatawan dan atau atraksi wisata untuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aksesibilitas, perkembangan aksesibilitas serta keseimbangan aksesibilitas menuju lokasi obyek dan daya tarik wisata

Klaster 2 hanya Desa Wisata Blue Lagoon yang memiliki potensi pada komponen obyek daya tarik wisata, kelembagaan, dan fasilitas pendukung.. Kelemahan klaster 2

Obyek wisata Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) dengan fasilitas yang ada memiliki daya tarik utama sebagai tempat konservasi satwa.Dengan daya tarik yang dimiliki

Upaya pembaharuan untuk mengembangkan destinasi wisata merupakan hal penting sebagai daya tarik wisatawan Pelaksanaan peremajaan desa wisata dilakukan melalui : 1 meningkatkan

2017 RENCANA PENATAAN FASILITAS WISATA RENCANA PENATAAN FASILITAS WISATA RENCANA PENATAAN FASILITAS WISATA RENCANA PENATAAN FASILITAS WISATA UNTUK MENINGKATKAN DAYA TARIK WISATA PADA