• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTETIKA BATIK PEDESAAN DI BEKONANG SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ESTETIKA BATIK PEDESAAN DI BEKONANG SUKOHARJO"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Amin Sulistiyowati

Akademi Seni dan Desain Indonesia Surakarta Email : aku@asdi.ac.id

ABSTRAK

Batik mengalami perluasan daerah, keberadaan batik juga ditemukan di daerah Bekonang. Pola batik Bekonang terinspirasi dari lingkungan alam sebagai sumber ide pembuatannya. Inspirasi ide tersebut tampil dalam bentuk flora dan fauna. Terdapat beberapa unsur yang menjadi cirikhas pada batik Bekonang. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan batik Bekonang, bagaimana jenis dan fungsi batik Bekonang, dan bagaimana batik Bekonang ditinjau dari estetika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan keberadan batik Bekonang, mengetahui jenis dan fungsinya, serta menganalisis batik Bekonang dari segi estetikanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan estetika Wilfried van Damme untuk menganalisa karya seni batik dengan karakter kedaerahanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, keberadaan batik Bekonang dipengaruhi oleh pola keraton. Pada awalnya pola batik Bekonang hanya berupa pola batik klasik keraton tetapi pada perkembangannya muncul pola batik petani. Kedua, batik Bekonang terbagi menjadi tiga jenis menurut periode perkembangan yaitu batik kreasi, batik gabungan, dan batik sugesti alam. Memiliki tiga jenis menurut tekniknya yaitu batik tulis Bekonang, batik cap/stempel Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Dari hasil varian tersebut batik Bekonang dapat difungsikan sebagai bahan pembuat produk lain, seperti pelangkap busana pengantin dan asesoris. Ketiga, ditinjau dari estetika batik Bekonang terdapat pada visual, tekstur, dan aroma seperti malam.

(2)

A. KEBERADAAN BATIK BEKONANG

Bekonang merupakan desa yang terletak di timur sungai Bengawan Solo yang memiliki sentra industri gamelan, pembuatan genting, pembuatan CIU/ alkohol dan salah satu yang menarik di Bekonang adalah industri batik.

Masyarakat Bekonang memiliki profesi sebagai petani yang memiliki keahlian lain berupa membatik dengan menuangkan ide berupa pola dalam selembar kain batik, yaitu pola pedesaan dan pola keraton serta mengkombinasikan. Pola kehidupan masyarakat yang mengandalkan hasil dari pertanian ini mereka masih mampu mempertahankan keberadaan batik Bekonang yang awalnya bisa membatik karena faktor keturunan. Masyarakat membatik saat tidak bekerja di sawah, hasil batiknya tidak sehalus batik Keraton tetapi mereka mampu membuat pola yang sama dan mampu menafsirkan. Penambahan–penambahan pola bersumber dari para pembatik terinspirasi dengan lingkungan sekitar. Penambahan yang dituangkan ini tidak lepas dari segi keindahan dimana para pengrajin tidak asal menempelkan pola, tetapi mereka juga memikirkan komposisi untuk mencapai nikmat indah.

Pola pedesaan berupa pola yang terinspirasi dari lingkungan sekitar, berupa hewan-hewan yang berada di sawah misalkan kupu-kupu, burung kecil, belalang, tanaman, jagung, daun-daun yang merambat. Batik Bekonang memiliki kekhasan yang terlihat dari jenis betik, fungsi batik, maupun sajian visualnya.

Karya-karya yang dihasilkan pada suatu daerah memiliki nilai khusus sebagai ciri khasnya. Gerbrands menggunakan istilah etno-estetis sehingga penelitian ini masuk dalam nilai estetika (Van Damme, 1991: 171). Etno-estetika1 memiliki tujuan membahas mengenai karya suatu daerah dengan konteks sejarah, makna dan bentuk, para pengrajin/ pencipta individual yang bersangkutan (Van Damme, 1991: 172). Estetika yang dimaksud adalah memasukkan bakat dalam penyusunan disain yang tidak jauh dari unsur-unsur kedaerahan. Karya disain kedaerahan dapat menunjukan bentuk khusus.

Fenomena kebudayaan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Bekonang sebagai kawasan industri batik menarik untuk diteliti karena wujud yang ditampilkan merupakan karya kedaerahan. Batik dalam penelitian ini merupakan batik yang berada di daerah Bekonang.

Dalam penelitian ini peneliti mendiskripsikan mengenai keberadaan batik Bekonang, jenis dan fungsi batik Bekonang, dan batik Bekonang yang ditinjau dari estetikanya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi batik Bekonang diawali dari kemunculan, kejayaan batik Bekonang dengan melewati beberapa proses hingga mengalami kemunduruan serta batik Bekonang berjaya kembali. Kondisi tersebut berhubungan dengan masyrakat

1Pada tahun 1967, Gerbrands menulis: “istilah ethno

(3)

Bekonang. Penelitian ini mengkaji pola batik Bekonang serta fungsinya dalam masyarakat desa Bekonang. Selain itu, penelitian ini menganalisis estetika yang digunakan dalam batik Bekonang.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai batik Bekonang, serta melalui penelitian ini keberadaan batik Bekonang bisa diakui oleh masyarakat luas. meningkatkan derajat sosial masyarakat Bekonang dari sektor industri batik sebagai penunjang kemajuaan perekonomian. Selain itu mampu memperkenalkan batik Bekonang dengan citra prodaknya sehingga lebih dapat dikenal dipasar dalam lingkup yang lebih luas.

Penelitian ini diawali dengan melakukan prariset sebelum melakukan riset sesuai proposal penelitian. Prariset yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain meninjau lokasi yang akan menjadi tempat penelitian, para pembatik yang masih aktif, melihat karya-karya batik yang sudah siap dipasarkan. Prariset yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain mengumpulkan karya batik Bekonang, mengumpulkan sumber-sumber pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian, melakukan wawancara dengan para pembatik dan pengusaha batik serta para informan koperasi batik Sukowati yang berada di Desa Bekonang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Wilfred Van Damme dalam “Some Notes on

Defining Aesthetics in the Antropological Literature” (1991) menyatakan bahwa konsep estetika yang digunakan dalam pembuatan desain, kelokalan dari etnis dapat dilihat dari aroma, rasa, tekstur, iklim. Bisa diartikan dalam mengkonsepsikan pola batik ini tidak lepas dari wujud kebudayaan dan kondisi alam sekitar.

Batik Desa Bekonang yang diteliti menggunakan sample meliputi batik kreasi, batik gabungan, dan batik sugesti alam. Wilayah Bekonang merupakan daerah yang strategis untuk perindustrian batik. Masyarakat Bekonang rata-rata berprofesi sebagai petani sawah. Disela profesinya tersebut, membatik merupakan alternatif selingan pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat Bekonang. Karya batik yang dihasilkan di Bekonang dari periode1960-an hingga 1990-an terus mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut, tampak pada perubahan penggunaan pola Keraton menjadi pola petani. Pola petani merupakan pola kreasi yang dibuat oleh para pembatik Bekonang dengan alam sekitar sebagai sumber inspirasinya.

Pada tahun 1960-an, pola batik Bekonang masih mengadopsi pola batik Keraton. Tahun 1970-an, Bekonang berhasil menggabungkan pola batik Keraton dan pola batik petani. Tahun 1980-an, Bekonang masih menggunakan pola petani dengan penggunaan teknik baru yaitu granit. Tahun 1990-an hingga sekarang batik Bekonang terus mengembangkan pola petani dengan mengombinasikan warna dari alam dan sintetis. Dalam perkembangannya, batik Bekonang juga mengalami masa pasang surut. Masa kemrosotan terjadi mulai periode 1960-an, kemudian kembali Berjaya mulai periode 1970an.

(4)

dan malam. Dengan kompensasi, hasil dari batik yang diproduksi dipasarkan melalui koperasi tersebut. Para pembatik di Bekonang masih di dominasi oleh kaum perempuan atau ibu-ibu rumah tangga.

B. JENIS DAN FUNGSI BATIK DESA BEKONANG

Badan dari artikel harus tersusun dalam satu kolom. Dokumen ini dipersiapkan dalam format yang harus digunakan oleh setiap penulis dalam artikelnya. Untuk menjaga mutu penampilan jurnal, setiap artikel yang dikirim harus sesuai dengan spesifikasi berikut ini:

Batik daerah Bekonang menurut periode perkembangan dibagi menjadi tiga pola kreasi, pola gabungan, dan pola sugesti alam. Pola kreasi merupakan pola yang masih mengacu pada pakem keraton. Pola gabungan merupakan pola yang terdiri dari pola keraton sebagai alas dan pola petanen sebagai selingan. Pola sugesti alam merupakan pola yang penggamabarannya sesuai dengan ide dasar alam sekitar.

Menurut teknik dan proses pembuatannya, batik Bekonang terdiri dari tiga jenis, yaitu batik tulis, batik cap, dan batik kombinasi. Batik tulis merupakan batik yang teknik pembuatannya menggunakan canting manual. Batik cap merupakan batik yang dalam pembuatannya menggunakan teknik cap atau stempel. Sedangkan, batik kombinasi merupakan batik yang pembuatannya menggabungkan dua buah teknik, yaitu canting manual dan cap atau stempel.

Ketiga jenis batik Bekonang tersebut membutuhkan bahan yang sama, yaitu kain mori bertekstur halus. Kain mori yang sering digunakan sebagai bahan pembuat batik Bekonang adalah jenis kain mori primissima dan prima.

Alat yang digunakan untuk membuat batik Bekonang ada dua, yaitu canting dan cap atau stempel. Canting merupakan alat yang digunakan dalam proses pembuatan batik tulis, sedangkan cap atau stempel yang terbuat dari tembaga digunakan untuk memproduksi batik dengan teknik cap. Hasil yang didapatkan dari kedua alat ini berbeda. Jika pada penggunaan canting, didapatkan hasil batik yang tidak rapi, maka pada penggunaan cap, hasil batik yang didapatkan lebih berpola rapi. Namun, dalam segi harga jual batik tulis lebih unggul dari pada batik cap atau kombinasi. Di Bekonang, jenis batik masih didominasi oleh jenis batik tulis dari pada batik cap atau kombinasi.

(5)

Pada tahun 1960-an, Batik Bekonang masih mengadopsi pola batik keraton. Pada tahun 1975-an, batik Bekonang mulai menggunakan pola selingan. Setelah tahun 1980-1975-an, batik Bekonang menggunakan pola hewan dan tumbuhan. Sumber ide pembuatan pola batik Bekonang adalah lingkungan alam sekitar Bekonang.

Batik Bekonang memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai busana, sebagai aksesoris, dan sebagai pelengkapan dalam upacara. Sebagai busana, batik Bekonang terus mengalami perkembangan. Batik Bekonang yang dulunya hanya dijadikan sebagai kain jarik, sekarang telah berkembang sebagai busana sehari-hari. Batik Bekonang sebagai aksesoris, mulai digunakan sekitar tahun 1990-an, yaitu penggunaan kain jarik sebagai scraf atau tas.

Gambar 3 Batik Bekonang (Dok. Batik Bekonang tahun1975-an dengan warna khas

Bekonang Koleksi “Timlo.net” , repro foto, 2014)

Gambar 2 Alat cap

(6)

C. ESTETIKA BATIK DESA BEKONANG

Estetika batik Bekonang dapat terlihat dari unsur visual, rabaan, aroma, dan naratif. Unsur visual pada batik Bekonang terdiri dari motif, pola, warna, dan komposisi. Motif pada batik Bekonang berupa hewan, tumbuhan, dan bangunan. Pola batik Bekonang berupa pola geometris dan non geometris. Warna pada batik Bekonang yang tergolong pola kreasi tahun 1960-an sampai 1970-an menggunakan warna sogan, hitam dan biru tua. Sementara pada pola gabungan tahun 1980-an hingga 1990-an menggunakan warna modern, seperti: merah, kuning, hijau, biru, ungu dan orange.

Penggunaan bahan mori primissima dan prima pada keempat periode ini, menghasilkan unsur rabaan atau unsur tekstural halus. Unsur tekstural halus berasal dari adanya benang pakan dan lungsi pada kain mori yang memiliki kerapatan tenunan tinggi. Unsur aroma pada empat periode ini memiliki kesamaan, yaitu aroma dari malam yang merupakan bahan perintang pada proses pembatikan.

Batik Bekonang pada pola kreasi tahun 1960-an masih mengacu pada batik keraton, terdapat pola Sido Mukti, Kakrasana, Babon angrem, dan Ceplok Cakar. Unsur naratif pada pola Sido Mukti menceritakan adanya ketenangan dan kemulyaan dalam hidup. Pola Kakrasana menceritakan adanya kobaran semangat untuk menciptakan kehidupan damai dan sejahtera. Pola Babon Angrem menceritakan tentang kesabaran. Ceplok Cakar menceritakan tentang proses kehidupan.

Gambar 4 Aksesoris Tas Pola Batik Bekonang

(7)

Gambar 6 Pola Kreasi

Pola Sido Mukti, Batik Bekonang tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 1 Komposisi Pola Kreasi

Pola Sido Mukti

Gambar 7 Pola Kreasi

Pola Semen Kakrasana, Batik Bekonang tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 2 Komposisi Pola Kreasi

(8)

Gambar 8 Pola Kreasi

Pola Babon Angrem, Batik Bekonang tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 3 Komposisi Pola Kreasi

Pola Babon Angrem

Gambar 9 Pola Kreasi

Pola Ceplok Cakar, Batik Bekonang tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 4 Komposisi Pola Kreasi

Pola Babon Angrem

(9)

Gambar 10Pola Gabungan

Pola Kopi Pecah dan buketan burung, Batik Bekonang tahun 1970-an, koleksi “Adi

Busana”. (Foto Amin, 2013).

Bagan 5 Komposisi Pola Gabungan

Pola Kopi Pecah dan Buketan Burung

Gambar 11 Pola Gabungan

Pola Kawung dan Buketan Burung, Batik Bekonang tahun 1970-an

(Foto Amin, 2013).

Bagan 6 Komposisi Pola Gabungan

Pola Kawung dan Buketan Burung

Bagian alas pola Biji kopi

Ranting

Burung

Daun

Bagian alas pola

kawung

(10)

Gambar 12 Pola Gabungan

Pola Kirno dan Buketan Burung, Batik Bekonang tahun 1970-an

(Foto Amin, 2013).

Bagan 7 Komposisi Pola Gabungan

Pola Kirno dan Buketan Burung

Gambar 13 Pola Gabungan

Pola Usus dan Buketan Burung, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Adi Busana” (Foto Amin, 2013).

Bagan 8 Komposisi Pola Gabungan

Pola Usus dan Buketan Burung

(11)

Gambar 14 Pola Petanen/Sugesti Alam

Pola Kupu-kupu, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Supriyati”. (Foto Amin, 2014)

Bagan 9 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam Pola Kupu-kupu

Gambar 15 Pola Petanen/ Sugesti Alam

(12)

Bagan 10 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam Batik Bunga

Gambar 16 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Godong Rambat, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Supriyati”. (Foto Amin, 2014).

(13)

Gambar 17 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Kembang Pete, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Adi Busana”. (Foto Amin, 2013).

Bagan 12 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam Pola Kembang Pete

D. SIMPULAN

Batik merupakan ungkapan rasa yang tergambar pada sehelai kain dengan menggunakan perintang malam. Di daerah Bekonang memiliki sentra industri yang beragam, salah satunya adalah batik. Batik Bekonang merupakan hasil karya masyarakat sekitar yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ide pembuatan batiknya. Alam Bekonang mampu menghasilkan karya-karya batik dengan ciri khasnya, seperti pola petani yang visualnya berisi sulur sebagai peniru bentuk tanaman sawah. Hal ini disebabkan karena Bekonang merupakan daerah agraris yang masih banyak dijumpai sawah. Oleh sebab itu, sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai seorang petani. Namun, keberadaan batik di Bekonang mampu menyerap masyarakat sekitar untuk mau membatik di sela waktu senggangnya.

(14)

Pola batik Bekonang pada prosesnya menggunakan kain mori berkualitas dengan tenunan lungsi dan pakan rapat. Penggunaan pewarna kain mori batik Bekonang pada periode 1960-an dan 1970-an di dominasi dengan penggunaan pewarna sintetis. Namun pada perkembangannya di tahun 1980-an sampai 1990-an selain pewarna sintetis, juga banyak menggunakan pewarna alam.

Batik daerah Bekonang menurut periode perkembangan dibagi menjadi tiga pola kreasi, pola gabungan, dan pola sugesti alam. Pola kreasi merupakan pola yang masih mengacu pada pakem keraton. Pola gabungan merupakan pola yang terdiri dari pola keraton sebagai alas dan pola petanen sebagai selingan. Pola sugesti alam merupakan pola yang penggamabarannya sesuai dengan ide dasar alam sekitar.

Batik Bekonang memiliki tiga varian menurut teknik pembuatannya, yaitu batik tulis Bekonang, batik cap Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Batik tulis Bekonang merupakan batik yang menggunakan teknik manual lukis dengan menggunakan canting. Batik cap Bekonang merupakan batik yang menggunakan teknik stempel/ cap. Sementara, batik kombinasi Bekonang merupakan batik dengan gabungan teknik canting manual dan cap/stempel. Hasil dari varian batik Bekonang tersebut dapat difungsikan sebagai bahan untuk membuat berbagai macam barang kebutuhan, seperti: busana dan ragamnya, aksesoris untuk wanita, dan kelengkapan upacara pernikahan.

Keindahan visual batik Bekonang terlihat pada penggunaan motif, pola, warna, dan komposisi. Pola pada batik Bekonang berupa hewan, tumbuhan, dan bangunan. Pola batik Bekonang berupa pola geometris dan non geometris. Warna pada batik Bekonang periode 1960-an sampai periode 1970-an menggunakan warna sogan, hitam dan biru tua. Sementara pada periode 1980-an hingga 1990-an menggunakan warna modern, seperti: merah, kuning, hijau, biru, ungu dan orange. Komposisi yang digunakan pada periode 1960-an adalah simetris terpusat; periode 1970-an adalah asimetris; periode 1980-an dan 1990-an adalah asimetris dan simetris.

Ditinjau dari estetika, Batik Bekonang memiliki sensasi keindahan yang terlihat pada visual, tekstur dan aroma. Batik Bekonang memiliki tekstur kain mori yang halus dikarenakan penggunaan jenis kain yang berkualitas, yaitu kain mori primissima. Kain tersebut memiliki sifat dan karakter yang sesuai untuk dijadikan bahan baku pembuatan batik Bekonang. Kain mori primissima memiliki daya resap pewarna yang kuat dan dalam proses pencantingan atau pengecapannya tidak mengalami banyak kendala.

Keindahan lain batik Bekonang terlihat pada unsur aroma. Aroma yang ditimbulkan pada batik Bekonang berasal dari malam. Malam merupakan bahan dasar utama pembuat batik yang berasal dari gajih hewan, damar mata kucing (pohon damar), gondorukem, lilin paraffin, malam tawon, gajih binatang.

(15)

kesedihan. Periode 1980-an dan periode 1990-an unsur naratif menceritakan adanya kehidupan tumbuhan dan hewan yang ada di alam desa Bekonang, serta menceritakan adanya ketergantungan antar sesama makhluk hidup.

KEPUSTAKAAN

Beardsley, Monroe C dan Herbert M. Schueller, “Aesthetic Inquiry: essays on Art Criticsm and the Philosophy of Art”, “The Use of Works Art”, 1967.

Dharsono, Budaya Nusantara: Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka terhadap Pohon Hayat pada Batik. Bandung: Rekayasa Sains, 2007.

Dharsono dan Sunarmi, Estetika Seni Rupa Nusantara. Surakarta: ISI Press, 2007. __________ dan Soedarmono, Estetika Seni Rupa Nusantara. Surakarta: ISI Press, 2007. Djumena, Nian S., Ungkapan Seheali Batik: Djambatan, 1986.

__________, Batik Dan Mitra: Djambatan, 1990.

Doellah, Santosa, Batik: Pengaruh Jaman dan Lingkungannya. Surakarta: Danar Hadi, 2002. Hamzuri, Batik Klasik. Jakarta : Djambatan, 1981.

Holloway, Immy. Basic Concepts Of Cualitative Research. Oxfoard: Blackwell, 1997. Haryono, Timbul, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam prespektif arkeologi seni, 2008.

Honggopuro, Kalinggo, K.R.T., Batik Sebagi Busana Dalam Tatanan DanTuntunan. Surakarta: Yayasan Peduli keraton, 2002.

Holt, Claire, Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia. Terj. R.M. Soedarsono. Bandung: Art Line, 2000. Irma, et.al., Kamus Mode Indonesia. Gramedia: Jakarta, 2011.

Jasper, J.E. dan M. Pringadi, Seni Kerajinan Pribumi Hindia Beland. III Seni Bathik, Dicetak dengan Ijin Pemerintah dan Diedarkan di Gravenhage oleh De Boek dPan Kunstdrukkerij V/N Mouton & CO, 1916. Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Djambatan, 1997.

________________. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1974.

Samroni, Imam, et al. Daerah Istimewa Surakarta: Wacana Pembentukan Propinsi Daerah Istimewa Surakarta Ditinjau Dari Prespektif Historis, Sosiologis, Filosofis Dan Yuridis. Yogyakarta: Pura pustaka. 2010. Setiadi, Elly M.,et al., Ilmu Sosial Budaya. Jakarta: Kencana, 2013.

Susanto, Sewan S.K., Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, 1973. Susanto, Mike, Diksi Rupa. Jogjakarta: Kanisius, 2002.

Daftar Jurnal

Van Damme, Wilfred, “Some Notes On Defining Aesthetics In The Antropological Literature” , 1991. Narasumber

Adnan, Koesnaryatmo (47), Ketua Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554. Banto, Ahmad (77), Pengrajin Batik. Tegalan, Sayangan, Kelurahan Wonorejo Polokarto. Dharsono (66), Guru Besar Seni Rupa Institut Seni Indonesia Surakarta.

HS, Harsono (63), Sekretaris Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554.

Maymunah, Sri Rahayu (54), Pengusaha Batik Bekonang. Mayor Ahmadi no.111 Bekonang Kec. Mojo laban. Sunarto (75), Bendahara Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554.

Supriyati (35), Pengrajin Batik. Dawung rt.03 rw.01 Ds. Godok, Kec. Polokarto. Sukiyem (50), Pengrajin Batik. Tegalan, Sayangan, Kelurahan Wonorejo Polokarto.

DAFTAR SUMBER LAIN

batikwarisanbudaya.blogspot.com rizqy_agung.com

Gambar

Gambar 1 Canting (Foto Amin, 2014)
Gambar 2  Alat cap
Gambar 4 Aksesoris Tas Pola Batik Bekonang (Koleksi Owen’s Joe, repro foto 2014)
Gambar 6  Pola Kreasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Senin tanggal Sembilan belas bulan Januari tahun Dua ribu lima belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini selaku POKJA ULP Pembangunan Gedung

Adapun di duga sedikitnya elemen kondisi fisik yang berhubungan dalam lompat jangkit yaitu Daya ledak (explosive.. power).Berdasarkan dari latar belakang di atas maka

Terima kasih saya ucapkan kepada pengunjung laman web Majlis Perbandaran Nilai sebagai sebuah Pihak  Berkuasa Tempatan yang diberi kuasa di bawah Akta Kerajaan Tempatan 1976 (Akta

Mulai dari jurnalisme dalam televisi, kajian di balik tayangan-tayangan televisi, hingga persoalan literasi media yang hingga kini masih menjadi problem yang cukup

Alasan yang mendasari tidak berpengaruhnya net profit margin terhadap praktik perataan laba bisa disebabkan karena beberapa hal antara lain perusahaan sampel dalam

Kerang kapah di Kota Tarakan dibedakan menjadi tiga jenis sesuai dengan habitat dan lingkungannya, yaitu jenis Meretrix meretrix dan Meretrix lyrata dapat ditemukan di sekitar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan belajar di dalam pada pokok bahasan Mendeskripsikan Faktor Faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas Sosial serta

Skripsi yang berjudul : Pembelajaran PAI dikalangan Anak Jalanan pada SMP Kelas Khusus Pasar Lima Banjarmasin, ditulis oleh MUHAMMAD ARIFIN telah di ujikan dalam Sidang Tim