aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 149
PENGEMBANGAN DAYA SENI PADA ANAK USIA DINI
Muhiyatul Huliyah
Dosen Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Email: [email protected]
Abstract
The development level of children’s brains, since birth to age 4 years old attain 50%. Therefore, at the first 4 years old is usually called golden age period. Because children can absorb every stimulus quickly into their brain. Children are able to remember much information like vocabulary mastery, tone, sounds and etc. Thus, at age 8 years old children have had level of brain development around 80%. One of effort can be done to develop children’s brains is through art. Because basically human being is an aesthetic creature, creature who has feeling and ability to vivify a beauty. Likewise early childhood, they also have ability to vivify and respond everything that experienced with feeling and their own way in accordance with their development level. The ability is not directly had by children as immediate ability which van be employed, but it acquired through learning process and influence from environment. For children, learning art is considered as a playing activity and playing is a pleased activity for children. Art can develop a variety of children’s ability. By art to make easy children to learn for another subjects, because art can improve imagination. A creative teacher will has many ways to support children’s learning which integrated in a curriculum through some activities where children are able to create art work or enjoy someone’s art work.
Keywords: Development of Art Capacity, Early Childhood Development
Abstrak
untuk bidang studi lain, karena seni dapat meningkatkan imajinasi. Guru yang kreatif akan memperoleh cara untuk mendukung pembelajaran anak-anak yang terintegrasi dalam kurikulum melalui kegiatan di mana anak-anak mampu membuat hasil karya seni ataupun menikmati hasil karya seni orang lain.
Kata Kunci: PengembanganDaya Seni, AUD
Pendahuluan
Sejak usia dini anak memiliki potensi yang sangat besar. Menurut Prof. Dr. Utami
Munandar, potensi perkembangan otak seorang anak pada usia 6 bulan sudah mencapai
sekitar 50% dari keseluruhan potensi orang dewasa. Pada masa ini anak mengalami
perkembangan otak yang sangat cepat. Tingkat perkembangan otak anak, sejak lahir sampai
usia 4 tahun mencapai 50%, oleh karena itu pada masa empat tahun pertama ini sering
disebut juga sebagai golden age (masa keemasan). Karena anak mampu menyerap dengan
cepat setiap rangsangan yang masuk. Anak akan mampu menghapal banyak sekali informasi
seperti pembendaharaan kata, nada, bunyi-bunyian dan sebagainya sehingga usia 8 tahun
anak telah memiliki tingkat perkembangan otak sekitar 80%.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan otak anak adalah melalui
seni. Karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk estetik, makhluk yang mempunyai
perasaan dan kemampuan untuk menghayati keindahan. Demikian juga dengan anak usia dini mempunyai kemampuan menghayati dan merespon berbagai hal yang dialaminya dengan
perasaan dan caranya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Kemampuan tersebut
tidak langsung dimiliki anak sebagai kemampuan yang langsung bisa digunakan, melainkan
diperoleh melalui belajar dan pengaruh dari lingkungan.
Setiap orang mempunyai naluri seni, walaupun kadarnya berbeda-beda. Dalam
kehidupan, seni digunakan sebagai alat dan penunjang untuk menyempurnakan pekerjaannya.
Seni dapat digunakan sebagai alat terapi, mengungkapkan perasaan dan berkomunikasi. Jiwa
seni seseorang hadir sejak ia dilahirkan walaupun kualitas dari jiwa seni setiap orang tidak
sama.
Atas dasar pemaparan tersebut maka upaya mengembangkan kemampuan daya seni
pada anak usia dini harus dilakukan. Pembelajaran pada anak usia dini harus memberikan kesempatan penuh untuk mengembangkan kemampuan manusia sebagai makhluk estetik dan
mengekspresikannya melalui berbagai cara dan media yang kreatif.
Manfaat Pendidikan Seni untuk Anak Usia Dini
Anak-anak usia satu tahun sudah dapat mengembangkan imajinasinya. Ia mulai
mencoret-coret apa saja, mempelajari dan menyerap segala yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Setiap benda yang dimainkannya berfungsi sesuai dengan imajinasi anak. Dalam
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 151
belum bisa membedakan makna berpikir dengan merasakan, semua menyatu dalam kegiatan refleksi. Kegiatan seni bagi anak merupakan perilaku wajar, dikerjakan setiap hari dengan
kapasitas yang bervariasi. Kegiatan seni memiliki banyak manfaat untuk anak, yaitu: a) seni
sebagai bahasa visual, artinya seni berfungsi sebagai alat mengutarakan pendapat, dan
ungkapan perasaan: duka dan sedih, senang dan gembira, keinginan dan harapan masa yang
akan datang, serta mencatat peristiwa yang pernah dialami; b) seni membantu pertumbuhan
mental, artinya seni dapat digunakan untuk melatih pikiran, imajinasi, penalaran, perasaan,
keindahan, sosial, agama, maupun toleransi yang bersifat apresiatif; c) seni membantu
memudahkan anak ketika belajar bidang studi lain, karena pendidikan seni mengasah visual
intelegensi, sehingga mudah mengungkap hal yang visual. Misalnya ketika anak belajar
sejarah, imajinasinya akan memvisualkan secara komprehensif suasana masa lalu; 4) seni
sebagai media bermain, artinya kegiatan seni bagi anak itu serasa bermain dan bermain
merupakan kegiatan menyenangkan.
Seni dan Pengembangan Kognitif (Kemampuan Berpikir)
Untuk anak usia dini, membuat satu karya seni adalah merupakan kegiatan eksplorasi
sensorik. Kamii dan DeVrie menyarankan agar bahan yang digunakan untuk mengeksplorasi
pada kegiatan seni sangat penting karena melalui eksplorasi itulah anak-anak membangun
pengetahuannya tentang benda-benda yang ada di sekitar mereka.1 Kegiatan ini juga membantu anak-anak untuk belajar mengambil keputusan sendiri dan melakukan evaluasi diri
sejak dini. Klein menjelaskan ada empat keputusan yang harus diambil anak saat mem buat
sebauh hasil karya seni halnya seorang seniman. Pertama, mereka harus memutuskan akan
membuat apa untuk karya seni mereka. Kedua, memilih media, jadwal kegiatan, dan
perspektif yang akan diambil oleh penikmat seni itu sendiri. Ketiga, anak-anak memutuskan dan mengelola berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan hasil karya seni
mereka. Dan keempat, bagaimana mereka akan mengevaluasi hasil karya seni mereka.
Biasanya anak-anak mengevaluasi karya seni mereka dengan memikirkan apa yang mereka
sukai dan disukai orang lain.2
Pertumbuhan dan perkembangan anak-anak berada pada masa periode emas, dengan
adanya simbol-simbol pada kegiatan seni akan membuat perkembangan indera anak lebih
cepat. Anak-anak mulai mencari simbol-simbol untuk mewakili benda-benda nyata, peristiwa
yang dialami, dan ekspresi perasaan dalam karya seni mereka. Menggambar khususnya,
menjadi sebuah kegiatan yang memungkinkan mereka untuk melambangkan apa yang
mereka ketahui dan rasakan. Inilah yang dibutuhkan anak-anak yang kemampuan kosa
Seni dan Pengembangan Motorik
Pada saat membuat karya seni, anak juga menggunakan beberapa otot besar dan
kecil.4 Gerakan-gerakan motorik kasar diperlukan untuk membangun koordinasi dan kekuatan ketika melukis atau menggambar di kanvas atau di atas kertas besar di lantai.
Gerakan jari, tangan, dan pergelangan tangan saat memotong dengan gunting, membuat
prakarya dari tanah liat, menggambar atau melukis dengan permukaan yang lebih kecil dapat
mengembangkan dan mengontrol keterampilan motorik halus. Dengan adanya kesempatan
berulang dalam menggunakan alat dan media ketika praktik membuat karya seni, akan
menumbuhkan rasa percaya diri. Hal ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
menulis dan motorik halus.
Membuat karya seni juga membantu anak mengembangkan koordinasi mata dan
tangannya.5 Pada waktu anak-anak memilih membuat suatu hasil karya, misalnya membentuk kolase, perlu ketelitian dalam memilih dan menempatkan benda-benda apa saja yang bagus dan cocok untuk diikutsertakan dalam pembentukan kolase tersebut. Dengan begitu anak
belajar untuk mengkoordinasikan apa yang mereka lihat dengan gerakan tangan dan jari
mereka, agar terbentuk satu karya yang indah. Koordinasi mata-tangan berguna bagi anak
dalam bermacam-macam kegiatan, termasuk dalam menulis huruf dan kata-kata atau
membuat kalimat dalam penulisan.
Karakteristik Seni pada Anak Usia Dini
Melukis bagi anak merupakan kegiatan berimajinasi yang dituangkan pada bidang
datar. Bagi anak menggambar ataupun melukis itu sama, untuk itu hasil karya antara
menggambar dan melukis anak sulit dibedakan. Namun tidak untuk orang dewasa,
menggambar adalah menuangkan bentuk benda alam atau yang lain kebidang datar sesuai dengan apa adanya, sedangkan melukis adalah mengekspresikan objek yang sebelumnya
diolah oleh pikiran estetisnya kemudian diungkapkan pada bidang datar.
Karakteristik lukisan anak pada umumnya (1) heroism, lukisan biasanya
menggambarkan kepahlawanan dan kepatriotan. (2) Dekoratif, ditandai dengan munculnya
bentuk-bentuk konstruktif berupa banyak garis dan apabila menggunakan warna cenderung
dengan warna mencolok yang memiliki nuansa sedikit gaya komik dan romantisme. Ketika
asyik menggambar biasanya diiringi dengan bercerita sehingga ketika gambar tersebut selesai
mirip dengan jalan cerita yang diungkapkannya saat menggambar. (3) Anak juga sering
menggambarkan wajah seseorang yang merupakan tokoh idolanya atau tokoh yang tidak
asing dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Bagi anak melukis merupakan kebutuhan kedua setelah makan dan minum. Melukis
sama dengan menggambar karena proses berkarya anak belum stabil. Sedangkan tema lukisan anak bermacam-macam, mulai dari tema lingkungan disekitar anak, tema yang
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 153
depan, dan cerita kepahlawanan. Walaupun demikian lukisan anak bersifat variatif, antara anak yang satu dengan lainnya berbeda. Pada umumnya lukisan pada anak juga di pengaruhi
oleh karakteristik perkembangan anak. Gambar anak dapat dikategorisasikan menjadi: (a)
masa coret-coret pada usia 2-4 tahun, ditandai dengan gambar yang masih belum stabil.
Temanya belum jelas dan kadangkala gambarnya masih berbentuk seperti manusia tulang, (b)
masa prabagan usia 4-7 tahun, masih seperti manusia tulang, namun sebagian sudah
menggambarkan adanya pakaian, bentuk rambut, serta property lainnya. (c) masa bagan usia
7-9 tahun, anak sudah mampu membedakan dengan jelas jenis kelamin dalam gambarnya.
Namun belum menunjukkan konsep tema yang matang terhadap bentuk gambar. Pada usia
tertentu anak masih bersifat stereotype. (d) masa realisme awal usia 9-11 tahun, pada usia ini
anak mampu mengungkapkan persepektif, namun belum sempurna. Hal ini disebabkan masih
kuatnya sifat egois. dan (e) masa realisme semu, anak mampu mengemukakan detail gambar
sesuai dengan posisi; gambar potret dan gambar manusia mulai dilakukan dengan mengidentifikasi karakter jenis kelamin, namun anak kesulitan menggambar perspektif.
Pembelajaran Seni Anak Usia Dini
Pembelajaran seni dan kreativitas menekankan pada aspek eksplorasi, ekspresi,
apresiasi.6
Eksplorasi
Pengembangan kemampuan bereksplorasi pada anak Taman Kanak-kanak dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut: a) agar anak dapat melakukan observasi dan mengeksplorasi
alam semesta dan diri manusia; b) agar anak dapat mengeksplorasi elemen-elemen dari seni
dan musik; c) agar anak dapat mengeksplorasi tubuh mereka apakah sanggup dalam
mengerjakan sesuatu.
Pengembangan kemampuan bereksplorasi dapat dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada anak untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: a) melihat lingkungan dan
bagian-bagiannya; b) menggambar objek tertentu berdasarkan observasi yang dilakukannya;
c) memperhatikan dan menggunakan jenis garis, warna, bentuk, dan bagian-bagian untuk
membuat gambar; d) mengatur tinggi/rendah, cepat/lambat, keras/pelan pada vokal
pebicaraan atau lagu; e) menyadari akan perasaan hati dan ide yang digambarkan melalui
objek, gambar, dan musik; f) mengeksplorasi suara dengan instrument yang berbeda dan
benda-benda yang lain; g) menunjukkan ketertarikannya pada bunyi musik instrumental; h)
tanggap terhadap ritme, melodi, bunyi, dan bentuk musik melalui gerak yang kreatif, seperti
tari dan drama.
Ekspresi
menggunakan jenis media seni, instrumen musik dan gerak; b) agar anak mengalami peningkatan rasa percaya diri dalam mengekspresikan kreasi mereka sendiri.
Pengembangan kemampuan berekspresi dapat dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada anak untuk melakukan tindakan-tindakan antara lain sebagai berikut: a)
mengekspresikan apa yang mereka lihat, pikirkan, dan rasakan tentang ragam seni; b)
membangun pemahaman dan pengalaman mereka dari dunia mereka melalui seni; c)
mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menggambar; d) menggunakan
materi lunak untuk model dan objek gambar; e) bernyanyi lagu sederhana; dan f)
mengeksplorasi jenis gerak tubuh dan ekspresi dengan drama.
Apresiasi
Kemampuan apresiasi harus dikembangkan pula dengan tujuan agar anak dapat
menilai dan menghargai pengalaman berkesenian dan karya seni. Kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan berkenaaan dengan pencapaian tujuan tersebut antara lain menyajikan berbagai hasil karya dan pertunjukkan kesenian kepada anak disertai dengan
penjelasan-penjelasan.
Pendidikan anak usia dini memerlukan pengelolaan sesuai karakteristik anak dan
situasi sosial yang kondusif untuk tercapainya keberhasilan belajar anak. Sifat pembelajaran
yang kooperatif pada kelompok kecil maupun besar, bertangung jawab, belajar menunggu
giliran, bekerja tanpa mengganggu teman, membereskan alat, mengambil keputusan, memilih
kegiatan, kesemuanya terjadi tanpa tekanan dan berjalan alamiah.
Anak belajar mematuhi aturan yang dibuat bersama dalam kelas, disiplin waktu, cara
mendapatkan perhatian guru, cara guru meminta perhatian anak. Anak mengatur manajemen
kelas dengan mengatur bahan dan kegiatan kelompok. Ada yang bekerja di meja, di lantai,
dengan beragam instruksi untuk banyak kelompok, mengikuti kemajuan setiap anak, fleksibel, statis atau dinamis, kondisi anak saat tidak produktif atau sangat produktif. Hal ini
penting untuk tumbuh kembang EQ anak-anak.7
Guru yang mampu mengelola kelas dengan efektif akan membantu anak lebih
berhasil. Selain itu juga pelaksanaan perencanaan pembelajaran harus dibuat sesuai dengan
perkembangan anak. Karena kemampuan tiap anak tidak sama maka buatlah pengelompokan
sesuai dengan kemampuan anak. Guru harus mengetahui perkembangan anak agar dapat
memberikan kegiatan sesuai kebutuhan anak. Perkembangan anak meliputi: satu; emosi dan
sosial, dua; motorik kasar dan halus, tiga; pengamatan dan ingatan, empat; penglihatan dan
pendengaran serta lima; mengekspresikan dan menerima bahasa.
Dalam setiap perkembangannya, ada anak yang perkembangannya sangat cepat,
sedang dan ada juga yang lamban. Berikan tugas yang berbeda pada setiap anak sesuai
kemampuanya. Pada anak yang sudah mahir, persiapkan benda untuk kegiatan menjiplak, kemudian gunting, tempel dan warnai, dan anak harus menyelesaikanya. Pada anak dengan
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 155
benda yang sudah disediakan biarkan anak memilih untuk menyelesaikan atau tidak tugas yang diberikan. Sementara anak dengan kemampuan yang kurang persiapkan kertas yang
hanya diberi garis lurus yang perlu ia gunting. Tetapi pujian harus sama diberikan kepada
mereka. Dengan demikian anak merasa berhasil sesuai tingkat kemampuannya.8
Waktu yang anak butuhkan akan sangat bervariasi. Tidak ada jenjang pendidikan
yang sangat kompleks seperti pendidikan anak usia dini. Semuanya dilakukan dengan santai
dan tanpa tekanan. Lama waktu belajar anak di sekolah bervariasi antara dua setengah sampai
tiga setengah jam tiap hari. Untuk kelompok bermain dapat diadakan tiga hari dalam
seminggu. Jadwal di TK sebaiknya antara TK A dan TK B dibuat berlainan, karena mereka
berbeda usia berbeda pula perkembangannya. Jika anak di TK A dipaksakan mengikuti
program yang sama dengan TK B, maka anak akan sangat tertekan dan dapat berakibat tidak
menyukai sekolah.
Maka hendaknya jadwal dibuat luwes dan fleksibel supaya anak-anak lebih bebas memilih kegiatan yang diminati dan mampu mengendalikan emosi sehingga memudahkan
anak menyesuaikan diri dengan sekolah. Pada waktu meminta perhatian anak sebaiknya guru
menggunakan tanda yang tidak terlalu keras, tetapi cukup memberi tanda minta perhatian.
Materi pembelajaran untuk pengembangan seni terdiri dari bermacam-macam alat
permainan edukatif, misalnya: pasir, air, bangunan berbagai karya seni dan materi kreatifitas
lainnya. Materi dikembangkan sesuai kebutuhan anak, dengan demikian interaksi antara guru
-materi- anak dapat maksimal. Keluwesan ini dapat membuat anak merasa mampu mengatasi
masalah.9
Menurut Sternber, kualitas emosional itu penting bagi keberhasilan berseni, kualitas
yang dimaksud adalah kemampuan mengenali perasaannya sendiri ketika perasaan atau
emosi itu muncul, dan mampu mengenali emosinya sendiri. Jika memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan akan mampu mengambil keputusan-keputusan secara mantap.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan sesorang untuk mengendalikan
perasaannya sendiri secara wajar sehingga tidak mempengaruhi prilakunya.10
Menurut Pitcer kemampuan berhubungan sosial sama artinya dengan kemampuan
mengelola emosi orang lain.11 Dengan seni akan membantu anak-anak untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan perkembangan terhadap
emosional mereka. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman,
pandai bergaul. Melalui belajar kelompok dituntut untuk bekerjasama, mengerti orang lain.
Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain
untuk memanusiakan dirinya. Menurut Goleman mengatakan bahwa idealnya seseorang
dapat menguasai ketrampilan kognitif sekaligus ketrampilan sosial emosional.12 Melalui
bukunya yang terkenal “Emotional Intelligences (EQ)”, memberikan gambaran spektrum
kecerdasan, dengan demikian anak bukan hanya cakap dalam bidang masing-masing tetapi
Perkembangan Kognitif tidak datang dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum seharusnya disusun berdasarkan taraf perkembangan anak. Serta
harus dapat memberikan pengalaman pendidikan yang lebih spesifik, misalnya melalui
pendidikan seni di sekolah.
Beberapa kegiatan yang biasa dilakukan anak pada saat pembelajaran dalam
mengembangkan daya seni, yaitu:
Menggambar
Kegiatan coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak
sangat menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang
diberikan anak akan termotivasi membuat gambar. Kegiatan menggambar merupakan salah
satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaanya. Dengan kata
lain, gambar merupakan salah satu cara manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau
perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa. Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak
menggambar:
Tahap pertama, mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 1-2
tahun. Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan
yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut. Tahap kedua,
juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai
menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka
berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.Tahap ketiga, pada
anak usia 3 ½ – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah mahir
menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun sudah lebih terkendali. Tujuan
menggambar bagi anak: 1) mengembangkan kebiasaan pada anak untuk mengekspresikan diri; 2) mengembangkan daya kreativitas; 3) mengembangkan kemampuan berbahasa; 4)
mengembangkan citra diri anak.
Finger Painting (Lukisan Jari)
Kegiatan melukis dengan jari tangan atau biasa dikenal dengan nama finger painting
memiliki tujuan sebagai berikut: a) dapat melatih motorik halus pada anak yang melibatkan
gerak otot-otot kecil dan kematangan syaraf; b) mengenal konsep warna primer (merah,
kuning, biru). Dari warna-warna yang terang kita dapat mengetahui kondisi emosi anak,
kegembiraan dan kondisi-kondisi emosi mereka; c) mengenalkan konsep pencampuran warna
primer, sehingga menjadi warna yang sekunder dan tersier; d) mengandalkan estetika
keindahan warna; e) melatih imajinasi dan kreatifitas anak.
Ada beberapa metode atau cara dalam kegiatan finger painting: 1) menggunakan
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 157
Melukis
Melukis pada anak tidak hanya menyenangkan tetapi juga memperoleh berbagai
pengalaman. Belajar melukis dapat diberikan pada anak usia 4-6 tahun atau usia TK. Media
yang digunakan untuk melukis pada anak usia 4-6 tahun biasanya cat air, cat minyak, finger
painting, dan lain-lain.
Ketika belajar melukis, anak-anak biasanya belajar sambil bercakap-cakap dengan
temannya. Percakapan pertama mereka kebanyakan adalah tentang warna-warna yang mereka
gunakan untuk melukis. Sambil bereksperimen dengan mencampurkan warna-warna
anak-anak itu bermain, bermain dalam kegiatan seni ini dilakukan dengan cara yang santai dan
penuh semangat. Kegiatan ini akan membuat mereka mengekspresikan hal yang bersifat
pribadi dalam lukisan. Berbeda dengan anak usia 7 dan 8 tahun, ciri khas usia ini adalah
mereka melukis dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hidup
mereka sendiri. Anak-anak membuat lukisan tentang suasana hati, baik yang muram, sendu atau bersemangat dan lucu. Biasanya suasana hati mereka disampaikan oleh warna. Warna
digunakan untuk membantu dan melengkapi lukisan dalam mengungkapkan ide-idenya.
Kolase
Kolase dalam pengertian yang paling sederhana adalah penyusunan berbagai macam
bahan pada sehelai kertas yang diatur. Anak-anak di kelas biasanya memilih dan mengatur
potongan bentuk dari kertas, kain, bahan-bahan berstektur, kemudian meletakkannya di
tempat yang mereka suka. Sebagai bagian dari pengalaman mereka dapat membuat keputusan
sendiri tentang penggunaan warna, ukuran dan bentuk. Ada beberapa macam kolase yaitu: 1)
kolase dengan kertas dan kain; dan 2) kolase dengan tekstur.
Mencetak
Mencetak dapat dilakukan anak diberbagai usia, dimulai dari anak berusia 5 tahun. Kadang-kadang seorang anak akan menemukan idenya sendiri. Alat cetak yang paling
sederhana dapat dibuat dari bahan Styrofoam. Bahan ini selain murah juga tidak berbahaya
bagi anak.
Menjiplak
Sebelum anak melakukan kegiatan mencetak, guru dapat memerintahkan anak
didiknya untuk melakukan kegiatan menjiplak pada cetakan yang akan dibuat. Koin-koin
biasanya adalah favorit anak. Koin adalah bahan yang sederhana dan mudah sekali didapat.
Mereka dapat dengan mudah membuat banyak jiplakan yang berbeda dari obyek-obyek yang
ditemukan di sekolah. Ini merupakan cara yang bagus untuk membuat anak-anak peka pada
dunia sekitar mereka.
Membentuk
Kegiatan membentuk dapat dimaksudkan sebagai mengubah, membangun dan mewujudkan. Membentuk dalam kaitan kegiatan seni rupa adalah terjemahan dari kata dalam
dipergunakan untuk kegiatan membentuk adalah bahan-bahan lunak seperti tanah liat, plastisin, lilin, playdog dan sejenisnya. Tetapi dalam pengembangannya, selama tidak
mengingkari maksud dari arti kata membentuk tadi, dapat dipergunakan bahan-bahan lain
seperti kertas, karton atau bahan-bahan lembaran yang sekiranya dapat dibentuk.
Tanah liat adalah bahan yang tidak akan pernah membuat anak merasa cukup. Mereka
tidak bosan dengan bahan yang lengket, basah dan dapat dibentuk sesuai keinginan mereka.
Anak-anak akan menghabiskan hari mereka dengan tanah liat. Mereka suka menyentuh tanah
liat, untuk merasakan sensualitasnya.
Perkembangan Daya Seni Anak
Setiap anak dengan usia yang sama tetapi akan bervariasi
perkembangannya. Tahapan perkembangan menggambar sebagaimana telah diidentifikasi
oleh Siti Aisyah adalah sebagai berikut:13
Mencoret (scribble). Pada tahap ini anak berlatih mencoret-coret dan menjelajah
hubungan antara tanda-tanda di kertas dan media gambar lainnya. Secara garis besar
karakteristik tahapan mencoret adalah sebagai berikut: 1) dilakukan oleh anak yang berusia
18 bulan sampai 3 tahun; 2) anak-anak membuat coretan acak dan menjelajah peralatan
dengan cara bermaian yang menyenangkan; 3) pada coretan pertama masih belum
terkoordinasi dan kemudian pada coretan-coretan selanjutnya mengalami kemajuan menjadi
semakin terkoordinasi; 4) anak-anak mencoba memegang pensil dengan tangan kanan atau
kiri; 5) anak mampu menunjukkan objek-objek yang telah digambarnya dan menyebutkan itu
gambar apa saja; 6) anak belajar mengatakan tentang tanda-tanda, warna, dan sebagainya
berdasarkan apa yang telah digambarnya.
Tahap Pra-skematik (Pre-schematic Stage). Pada tahap ini anak mampu menjelajah
hubungan antara menggambar, berpikir, dan kenyataan. Secara garis besar karakteristik tahap
pra-skematik adalah sebagai berikut: 1) dilakukan oleh anak yang berusia 4 – 7 tahun; 2)
anak, dalam memilih warna, tidak berdasarkan kenyataan tetapi berdasarkan warna
kesukaannya; 3) anak menggambar orang dalam format yang sederhana dengan menonjolkan
ciri utama, misalnya mata dan rambut; 4) gambar orang yang dibuat anak seperti kecebong,
kepala berukuran besar, badan kecil kurus dan tangan yang panjang; 5) objek yang digambar
mengambang, tidak digambar sesuatu di mana objek tadi berada, misalnya tanah, lantai,
meja, dan seterusnya; 6) anak menggambar “dengansinar X”, seolah-olah isi rumah terlihat
semua dari luar meskipun ada dindingnya. Misalnya gambar rumah terlihat pula isinya
seperti meja-kursi, almari, tempat tidur, dan seterusnya.
Tahap Skematik (Schematic Stage). Terdapat kemajuan besar pada tahap ini. Dalam
menggambar anak menampilkan garis, warna, dan ruang untuk memperjelas objek yang digambarnya. Karakteristik tahap skematik adalah sebagai berikut: 1) dilakukan oleh anak
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 159
saja pada saat dia menggambar gelas, ia akan menggambar dengan pola yang sama untuk kesempatan yang berbeda; 3) warna yang pilih adalah warna yang realistis, sesuai dengan
warna objek yang digambarnya; 4) anak sering menggunakan warna pilihan sebagai dasar
pada peniruan pikiran dengan warna yang tepat pada suatu benda seperti biru untuk warna
langit dan hijau untuk warna rumput; 5) ketika menggambar pemandangan, anak mengawali
dengan membuat garis langit dan garis tanah (batas cakrawala); 6) bila anak menggambar
orang, gambar tersebut sudah proporsional (ukuran kepala, badan, tangan, dan seterusnya.
kelihatan serasi) dan rinci; 7) anak mulai memahami hubungan antara seni dengan dunia
mereka; 8) anak dapat bercerita yang panjang dari apa yang digambarnya.
Metode Pengembangan Daya Seni Anak Usia Dini
Kegiatan seni pada anak membantu mengembangkan berbagai aspek perkembangan,
untuk itu guru harus paham dan memiliki kemampuan seni, sehingga dapat memberikan contoh karya seni yang bernilai bagi anak didiknya. Guru kreatif dapat mendorong
pengembangan rasa estetika dalam diri anak-anak dan melibatkannya langsung untuk praktik
menjadi tujuan dari metode pengembangan daya seni anak sejak usia dini. Metode
pengembangan daya seni anak usia dini disesuaikan dengan karakteristik tahap
perkembangan anak dan dapat diintegrasikan dalam kurikulum secara keseluruhan. Metode
pengembangan daya seni tersebut harus mencakup: 1) penggunaan reproduksi yang
mengekspos karya seni kepada anak-anak; 2) kunjungan ke museum-museum lokal untuk
memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mengapresiasi seni; 3) penyediaan akses ke
sentra seni dimana anak-anak dapat memilih sendiri topik dan media yang akan digunakan; 4)
penampilan karya seni/hasil kerja anak-anak di dalam sebuah galeri kelas/sekolah; dan 5)
melibatkan keluarga dalam program pengembangan seni.
Untuk mengintegrasikan program pendidikan seni ke dalam kurikulum harus
disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak, guru ataupun orang tua harus menyadari
bahwa anak-anak mengekspresikan ide mereka melalui seni, sama seperti yang mereka
lakukan ketika menulis.
Guru yang kreatif akan memperoleh cara untuk mendukung pembelajaran anak-anak
yang terintegrasi dalam kurikulum melalui kegiatan di mana anak-anak membuat karya seni
dan menikmati karya seni orang lain. Unsur-unsur berikut menjadi dasar dari program seni
untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum sesuai dengan tahapan perkembangan untuk anak
usia dini.
Menggunakan Produk Hasil Karya Seni Masterpiece
Poster dan karya seni yang sederhana dapat dibeli di museum seni yang terkenal atau melalui katalog milik sekolah/guru. Dengan biaya lebih murah karya seni dapat diperoleh
dengan banyak cara untuk dapat mendukung pembelajaran anak-anak di dalam kelas dan tetap sesuai kurikulum.
Hasil karya seni dapat diperoleh di mana saja. Guru dapat menggunakan poster atau
iklan, gambar yang menunjukkan jenis kelamin di pintu toilet sekolah atau tempat lain
sebagai hasil karya seni. Dan papan buletin/mading dapat digunakan untuk menampilkan
hasil karya seni tersebut dengan menyesuaikan tema. Baik dalam pusat-pusat belajar atau
tempat-tempat diskusi, karya seni tidak akan menggantikan penggunaan benda nyata atau
foto sebagai alat bantu visual, tapi akan memberikan satu cara lain kepada anak-anak untuk
melihat dan berpikir tentang konsep yang sedang mereka pelajari. Gambar hasil karya pelukis
atau pematung terkenal misalnya dapat membantu anak-anak untuk membuat adanya
hubungan "antara realitas dan interpretasi seni seseorang”.14
Perjalanan ke Museum
Mengajak anak-anak ke sebuah Museum seni dapat menjadi satu pengalaman yang menantang untuk orang dewasa. Sebenarnya Museum dirancang untuk orang dewasa yang
terlibat dalam merefleksikan sesuatu benda seni, bukan untuk anak-anak yang aktif yang
ingin mengekspresikan diri. Namun Museum baik untuk anak usia dini untuk mengenal karya
seni orang lain dan mengapresiasinya. Dengan sedikit persiapan kunjungan ke Museum bisa
dilakukan dan dapat dijadikan pengalaman yang menyenangkan bagi semua, orang dewasa
maupun anak-anak. Banyak museum menjadwalkan waktu khusus bagi wisata anak-anak dan
kunjungan keluarga. Selama masa ini, staf Museum dan pengunjung lainnya mengharapkan
anak-anak untuk mengunjungi, dan mengadakan wisata khusus dan biasanya akan tersedia
pemandu dari pihak Museum. Jika anak-anak akan berpartisipasi dalam tur yang
direncanakan khusus untuk mereka, maka guru harus memilih beberapa benda seni yang
menjadi fokus perhatian selama kunjungan. Karya seni/Artwork seniman dan dipamerkan di Museum dapat ditampilkan dalam kelas atau objek yang berkaitan dengan satu unit yang
menggambarkan satu tema tertentu akan sangat menarik bagi anak-anak bila dijelaskan
terlebih dahulu.
Mereka akan memiliki konteks untuk dipikirkan dan nantinya mereka juga akan
membahas apa yang mereka lihat. Karena rentang perhatian/konsentrasi anak-anak sangat
singkat, maka dianjurkan kunjungan ke Museum seharusnya dilakukan tidak terlalu lama.
Tiga puluh menit cukup untuk anak-anak melihat-lihat hasil karya seni yang sudah dipilih
sebelumnya oleh guru, dengan demikian anak tidak akan merasa lelah atau frustrasi dengan
berbagai aturan yang ada di Museum. Jika masih ada ada pameran karya seni dari para
seniman lainnya di ruang lain bisa dilakukan kunjungan berikutnya dilain hari, agar
anak-anak tidak terlalu lelah.
Pusat Seni / Art Center
Pusat seni/Art Center harus dimiliki sekolah, agar anak mendapatkan kesempatan
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahISSN 2541-5549 161
sebuah tema untuk karya seni anak, namun diminta untuk tidak memberikan arahan maupun bantuan terlalu banyak yang mengganggu proses kreatif anak. Seperti orang dewasa,
anak yang tidak dapat mengikuti arahan guru juga akan frustasi, karena pada umumnya
anak-anak tidak memiliki motorik halus memadai dan keterampilan persepsi visual yang cukup
untuk meniru upaya orang dewasa. Sebaliknya, guru dapat mendorong anak untuk merancang
dan menyelesaikan proyek-proyek mereka sendiri dengan menekankan bahwa tema yang
sama dapat diulang berkali-kali, karena anak-anak senang mengeksplorasi ide-ide dan
keterampilan praktik. Terbuka kesempatan buat anak untuk memilih bahan yang akan
digunakan seperti cat, krayon, spidol, gunting, lem, tanah liat dan lain-lain. Selain itu
adanya dukungan berbagai macam kertas tebal, tipis, berwarna dan sebagainya untuk
kegiatan yang berpusat pada anak. Meskipun memiliki banyak pilihan anak-anak dibiasakan
untuk membuat pilihan dari dua atau tiga pilihan yang ada, karena ini merupakan cara terbaik
bagi anak-anak untuk mempraktikkan pengambilan keputusan. Lowenfeld dan Brittain juga "mengingatkan" para guru untuk tidak mengubah bahan atau memperkenalkan bahan baru ke
pusat seni /Art Centre tersebut terlalu sering.15 Anak-anak memerlukan waktu untuk melatih dan mengembangkan keterampilan dengan bahan yang ada sebelumnya, jika mereka
menggunakannya untuk mengekspresikan ide dan perasaan mereka.
Akhirnya, perlu dicatat disini bahwa proses kreatif membutuhkan waktu. Meskipun
beberapa anak akan menyelesaikan karya mereka dalam waktu singkat, anak yang lain akan
membutuhkan jangka waktu lebih lama untuk merancang dan membuat proyek-proyek
mereka. Desain dari pusat seni /art center dan jadwal kelas harus mendorong anak-anak untuk
kembali ke proyek mereka dan bekerja sampai mereka memutuskan kapan proyek itu harus
selesai.16
Menampilkan Hasil Karya Seni Anak di Galeri Kelas/Sekolah
Sebuah galeri seni anak-anak di kelas sangat dibutuhkan sebagai tempat
untuk memajang karya seni anak dan menunjukkan hasil pekerjaan anak-anak itu sendiri
yang bisa dinikmati pengunjung kelas. Sebuah papan buletin besar atau majalah dinding
menyediakan latar bagi galeri. Anak-anak harus bertanggung jawab dalam pemasangan hasil
karya mereka dan memilih penempatannya dalam galeri. Label, termasuk judul untuk nama,
karya seniman, menengah, dan tahun penciptaan, dapat ditentukan dan akan memberikan
pengalaman yang bermakna bila ditulis dengan huruf cetak. Anak-anak juga dapat dijadikan
sebagai tutor dan sekaligus dosen seni atau pemandu kepada pengunjung yang datang pada
pagelaran seni di galeri tersebut.
Melibatkan Keluarga dalam Mengembangkan Seni anak Usia Dini
Membuat keluarga terlibat dalam pengembangan seni anak di kelas menjadi tanggung
jawab bagi guru anak usia dini. Menjelaskan kepada keluarga tentang manfaat seni dalam kurikulum dan kegiatan pembelajaran anak akan mendorong keluarga mendukung
Mengajak keluarga berkunjung ke Museum atau pada kegiatan seni di sekolah kemudian berikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan berdiskusi antara anak dan orang
tuanya.Guru dapat menyarankan kegiatan seni untuk dilakukan bersama antara anak dan
orang tua di rumahnya. Kegiatan ini bersifat opsional dan guru bertugas menyediakan
bahan-bahan yang mungkin diperlukan berikut penjelasan atau petunjuk kegiatanya. Merek
menyarankan adanya buku kegiatan seni yang menghubungkan antara anak dan orang tua
yang memang memiliki tingkat keterampilan berbeda agar merasa nyaman dalam
mengerjakan kegiatan seni bersama anak-anak mereka di rumah nantinya.17 Sebagai contoh, setelah membaca buku ceritamisalnya, anak-anak dan orang tua mungkin dapat bekerja sama
untuk menciptakan sebuah kolase yang menggambarkan cerita dalam buku cerita yang dibaca
untuk dikerjakan bersama-sama antara orang tua dan anak dengan menggunakan bahan-bahan
yang dapat ditemukan di rumah dan atau disediakan oleh guru.
Selain itu "Kotak Seniman" (tempat penyimpanan perlengkapan seni) untuk digunakan anak-anak di rumah adalah cara lain untuk melibatkan keluarga dalam kegiatan
seni di kelas. Empat sampai lima kotak, masing-masing berisi satu media seperti cat dan
tanah liat kertas atau model, disediakan untuk anak dan dimainkan bersama-sama keluarga.
Tujuan adanya “kotak seniman” berfungsi untuk mendorong penggunaan bahan kreatif di
rumah sama seperti yang digunakan di sekolah.
Penutup
Setiap orang mempunyai naluri seni, walaupun kadarnya berbeda-beda. Dalam
kehidupan, seni digunakan sebagai alat dan penunjang untuk menyempurnakan pekerjaannya.
Seni dapat digunakan sebagai alat terapi, mengungkapkan perasaan dan berkomunikasi. Jiwa
seni seseorang hadir sejak ia dilahirkan walaupun kualitas dari jiwa seni setiap orang tidak sama.
Kegiatan seni pada anak membantu mengembangkan berbagai aspek perkembangan,
untuk itu guru harus paham dan memiliki kemampuan seni, sehingga dapat memberikan
contoh karya seni yang bernilai bagi anak didiknya. Guru kreatif dapat mendorong
pengembangan rasa estetika dalam diri anak-anak dan melibatkannya langsung untuk praktik
menjadi tujuan dari metode pengembangan daya seni anak sejak usia dini. Metode
pengembangan daya seni anak usia dini disesuaikan dengan karakteristik tahap
perkembangan anak dan dapat diintegrasikan dalam kurikulum secara keseluruhan
Catatan Akhir
1
Kamii dan DeVries, 1993.
2
Feeney & Moravcik, 1987.
3
de la Roche, 1996.
4
aṣ
-
ṣ
ibyan
M. HuliyahDirektoran Pembinaan TK dan SD, 2007, p.5-6.
7
Dighe, Calomiris, & Van Zutphen, 1998, p.5.
15
Aisyah, Siti dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Universitas Terbuka, 2007.
Brand, S. “Making Parent Involvement a Reality: Helping Teachers Develop Partnerships with Parents.”Young Children 51.2 (1996): 76-81.
De la Roche, E. “Snowflakes: Developing Meaningful Art Experiences for Young Children.”
Young Children 51.2 (1996): 82-83.
Dighe, J., Calomiris, Z., & Van Zutphen, C. “Nurturing the Language of Art In Children.”
Young Children 53.1 (1998): 4-9.
Direktorat Pembinaan TK dan SD. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Bahasa di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Kemendiknas, 2007.
Direktorat Pembinaan TK dan SD. Pedoman Pembelajaran Seni di Taman Kanak-kanak.
Jakarta: Kemendiknas, 2010.
Edwards, L.C., & Nabors, M.L. “The Creative Arts Process: What it is and What it is Not.” Dimensions 48.3 (1993): 77-81.
Feeney, S., & Moravcik, E. “A Thing of Beauty: Aesthetic Development in Young Children.”
Young Children 42.6 (1987): 7-15.
Froebel, F. The Education of Man (W.N. Hailmann, Trans.). Clifton, NJ: A.M. Kelley, 1974. (Original Work Published 1826.)
Kamii, C., & DeVries, R. Physical knowledge in preschool education. New York: Teachers College Press, 1993.
Klein, B. The hidden dimensions of art. In J.D. Quisenberry, E.A. Eddowes, & S.L. Robinson (Eds.). Readings from Childhood Education. Wheaton, MD: Association of Childhood Education International, (1991): 84-89.
Koster, J.B. Growing Artists: Teaching Art to Young Children. Albany, NY: Delmar, 1997.
Lowenfeld, V., & Brittain, W.L. Creative and Mental Growth. New York: Macmillan, 1975.
Pane, Eli Tohonan Tua. “Implementasi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini.” (2009). Tersedia pada: http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/. Diakses pada tanggal 5 Juni 2011.
Sautter, R.C. An Arts Education Reform Strategy. Phi Delta Kappan 75.6 (1994): 433-440.