IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN PERTUMBUHAN
PENDUDUK MELALUI PROGRAM PENDEWASAAN USIA
PERKAWINAN
A. Latar Belakang
Jumlah penduduk dunia saat ini terus tumbuh, pada tahun 2011 menembus angka tujuh miliar. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan memprihatinkan bangsa seluruh dunia, sehingga 189 negara anggota PBB termasuk indonesia berkomitmen melaksanakan Millennium Development Goals (Mdg’s). Untuk mewujudkan hal itu perlu membangunan kependudukan melalui program KB yang bertujuan menekan angka kelahiran secara serius guna mecegah terjadinya ledakan pendudukan yang berdampak pada pembangunan secara keseluruhan.
Pada awalnya program Keluarga Berencana Nasional adalah upaya pengaturan kelahiran dalam rangka peningkatan kesejahteraan ibu dan anak. Kemudian dalam perkembangannya sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dinyatakan bahwa program Keluarga Berencana Nasional ditujukan untuk melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Menurut Undang- undang Nomor 10 Tahun 1992 tersebut dikatakan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya kepedulian dan peran serta masyarakat melalui : Pendewasaan Usia Perkawinan, Pengaturan Kelahiran, Pembinaan Ketahanan Keluarga, dan Peningkatan Kesejahteraan Keluarga.
nasional. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Indonesia saat ini menghadapi persoalan kependudukan dan KB yang cukup berat untuk mencapai target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2010-2014. Persoalan tersebut antara lain tingginya angka kelahiran total (TFR) masih tetap pada angka 2,6 anak per wanita yang berarti tidak ada penurunan dalam kurun 10 tahun terakhir. Angka fertilitas pada usia remaja juga masih tinggi ditandai dengan ASFR 15-19 tahun sebesar 48 per 1000 wanita. Lalu tingkat kesertaan ber-KB relatif konstan dibanding 5 tahun lalu yaitu 57,9 persen.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jatim menyatakan sebanyak 16,84 persen pada wanita atau remaja yang usia dibawah 20 tahun yang menikah dini dari 18.792 pernikahan di bulan Januari 2013, rendahnya usia perkawinan pertama menjadikan masalah tersendiri bagi remaja, pemerintah dan masyarakat. Jika dilihat jumlah remaja di Indonesia kurang lebih 28 persen atau 64 juta dari total jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Di kabupaten pamekasan, menurut laporan Badan Pemberdayaan Perempuan dan keluarga berencana (BPPKB) tahun 2013, tercatat sebanyak 1314 atau sekitar 12 % yang menikah di bawah usia 20 tahun, dan dari laporan tersebut menunjukan kecamatan tlanakan memiliki persentase tertinggi yakni sekitar 51,43%.
Dalam program pengendalian pertumbuhan penduduk tidak hanya melihat dari aspek keikutsertaan masyarakat dalam program KB yakni dengan alat kontrasepsi tetapi pengendalian pertumbuhan penduduk telah membidik generasi muda. Salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan kependudukan adalah Program Keluarga Berencana yang bertujuan mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).
Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Melalui Program Pendewasaan Usia Perkawinan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalahan yang hendak diajukan dalam penulisan ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimana implementasi kebijakan pengendalian pertumbuhan penduduk melalui program pendewasaan usia perkawinan Di Kabupaten Pamekasan ?
2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi program pendewasaan usia perkawinan ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dirumuskan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan tentang pengendalian pertumbuhan penduduk melalui program pendewasaan usia perkawinan di Kabupaten Pamekasan
2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program pendewasaan usia perkawinan
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1) Manfaat Teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
2) Manfaat Praktis
I. KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian terdahulu
Dari beberapa kajian pustaka yang penulis ketahui ada beberapa penelitian yang bisa diidentikkan dengan tulisan ditulis. Pertama, Penelitian yang berjudul Kebijakan Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Dalam Peningkatan Kualitas Program Keluarga Berencana Nasional di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan yang ditulis oleh Drs. Hamdan Nasution, M.Si. penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan akan pemenuhan hak – hak reproduksi sudah dapat terpenuhi secara maksimal, sehingga menjadi indicator dalam peningkatan kualitas program KB. Kedua, Penelitian yang berjudul Fenomena Pernikahan Usia Dini di Masyarakat Madura, Yang ditulis oleh Hairi pada tahun 2009, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui factor – factor apa saja yang menyebabkan fenomena pernikahan usia dini.
B. Implementasi Kebijakan Publik
Proses pelaksanaan kebijakan (Policy Implementation) merupakan proses yang panjang dan meluas guna tercapainya tujuan kebijakan tersebut. Pemahaman implementasi kebijakan yang baik jangan hanya menyoroti lembaga – lembaga administrasi atau badan – badan yang bertanggung jawab atas suatu program berikut pelaksanaanya terhadap kelompok sasaran, tetapi juga perlu memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi dan social yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku yang terlibat dalam program yang pada akhirnya membawa dampak pada program tersebut (dalam Abdul Wahab, 2008, h.184-185).
dalam bentuk undang – undang, namun dapat pula berbentuk perintah – perintah atau keputusan – keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.
Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut: Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam Wahab (2006:64).
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.
C.
Pemilihan Model Implementasi KebijakanMelalui Program Pendewasaan usia perkawinan sangat tergantung pada:
1. Masalah yang digarap atau diintervensi
2. Kemampuan kebijakan menstrukturkan proses implementasi secara tepat
3. Faktor – faktor di luar perundangan yang mempengaruhi implemetasi
Mengutip dari Nugroho (2009,h. 664) yang mengatakan, bahwa teori yang komprehensif tentang teori – teori implementasi, pada dasarnya metodenya adalah skpetis, dan mengemukakan bahwa antara satu teori dengan teori lainnya saling mengungguli. Hasil persaingan terkini adalah model yang Top – Down semakin tergeser oleh Bottom – Up dengan berkembangnya demokrasi. Karena itu model yang sintesis adalah model yang bersifat Bottom – Up dan jaringan.
Tidak ada model yang terbaik dalam implementasi kebijakan, setiap jenis kebijakan public memerlukan model implementasi kebijakan yang berlainan. Ada kebijakan public yang perlu diimplementasikan secraa Top-Down seprti anti terorisme. Kebijakan – kebijakan bersifat Top – Downer berkaitan dengan keselamatan Negara. Sementara itu, ada jenis kebijakan yang efektif dengan model mekanisme paksa. Tidak ada pilihan model terbaik yang kita miliki adalah pilihan – pilihan model yang harus kita pilih secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan kebijakannya sendiri. Namun ada hal yang penting yakni, implementasi nalysiskebijakan haruslah menampilkan keefektifan kebijakan itu sendiri ( Nugroho, 2009. H.646).
– hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi. Akibatnya, implementasi yang efektif sukar untuk dipenuhi. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Kerangka Analysis Implementasi (A Framework For Implementation Analysis) yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan paul A. Sabatier (1983) Peran penting dari analisis implementasi kebijakan negara ialah menidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu: 1. Mudah tidaknya masalah dikendalikan
2. Kemampuan kebijakan menstrukturkan proses implementasi 3. Variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi implementasi
D.
Konsep Tentang Pertumbuhan PendudukPertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi
sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu
dalam sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting
dalam masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah penduduk pada
khususnya. Karena di samping berpengaruh terhadap jumlah dan
komposisi penduduk juga akan berpengaruh terhadap kondisi sosial
ekonomi suatu daerah atau negara maupun dunia.
Faktor – faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Ada
beberapa hal yang dapat memepengaruhi laju pertumbuhan penduduk
yang ada di sekitar kita, diantaranya:
a) Tingkat kelahiran yang cukup tinggi
Dalam hal ini salah satu faktor yang dapat mengakibatkan angka
dalam mengatur jarak kelahiran anak, padahal dalam hal ini
pemerintah sudah menyarankan kepada masyarakat agar mengatur
jaraknya yaitu dengan memanfaatkan alat kontrasepsi yang telah
disediakan oleh pemerintah.
b) Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap program yang
dikeluarkan oleh pemerintah khususnnya yang berkaitan dengan laju
pertumbuhan penduduk.
E.
Pendewasaan Usia PerkawinanPermasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah mengamanatkan perlunya pengenddalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduuk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan kependudukan adalah Program Keluarga Berencana yang bertujuan mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).
Pendewasaan Usia Perkawinan Dan Hak-hak Reproduksi Bagi Remaja Indonesia bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, ditinjau dari aspek kesehatan, ekonomi, psikologi dan agama. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia perkawinan yang lebih dewasa sehingga berdampak pada penurunan Total Fertility Rate (TFR).
Jenis metode penulisan yang digunakan adalah metode kepustakaan, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan judul penelitian ini secara kualitatif maupun kuantitatif. Kualitatif untuk menganalisis keterkaitan jumlah penduduk dengan permasalahan lingkungan yang ada. Sedangkan kuantitatif untuk menggambarkan tren jumlah penduduk. Selain itu, peneliti juga melakukan browsing internet untuk mendukung teori dan data yang peneliti gunakan.
A. Sumber Data
Sumber Data Primer
Sumber primer adalah hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil, dalam hal ini sumber data primer yang digunakan adalah Penelitian tentang Kebijakan Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Dalam Peningkatan Kualitas Program Keluarga Berencana Nasional yang ditulis oleh Drs. Hamdan Nasution, M.Si. dan selanjuntya sumber data primer yang kedua adalah buku Kebijakan, Program Dan Kegiatan Deputi keluarga berencana & kesehatan reproduksi.
Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh seorang penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataan yang dideskripsikan, Dengan kata lain penulis tersebut bukan penemu teori. Adapun sumber data sekunder yang menjadi pendukung adalah :
1. Abdul Wahab, Solichin. (1997). Analisis Kebijaksanaan (Dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara) edisi kedua, Bumi Aksara. Jakarta.
2. Subroto, Prija. 2003 Pilihan Cara Kb : Quality Of Care, Working For Clients Rights. Jakarta : PKBI
4. Wolton, Dominique. Teori Komunikasi. Yogyakarta : kreasi wacana, 2007
5.
http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasi-kebijakanhttp://www.pkbipamekasan.com/2013/02/laporan-penelitian.html
6.
http://ntt.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/
B. Teknik Pengumpulan DataKarena penelitian ini merupakan penelitian library research, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data literer yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berkesinambungan (koheren) dengan objek pembahasan yang diteliti. Data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan dan diolah dengan cara:
Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari data-data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna dan koherensi makna antara yang satu dengan yang lain. Organizing yakni menyusun data-data yang diperoleh dengan
kerangka yang sudah ditentukan.
Penemuan hasil penelitian, yakni melakukan analisis lanjutan terhadap hasil penyusunan data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan (inferensi) tertentu yang merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah.
III. ANALISIS DAN SINTESIS
A.
ANALISIS1. Implementasi Kebijakan pengendalian pertumbuhan penduduk
melebihi dari proyeksi sebesar 234,2 juta jiwa. Begitu pula terjadi peningkatan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) periode tahun 2000-2010 sebesar 1,49% dari 1,45% pada periode tahun 1990-2000. Padahal Kepala BPS Rusman Hermawan pernah mengatakan pada Desember 2009 dalam rangka persiapan SP 2010, bahwa potensi pertumbuhan penduduk tiap tahun dilihat sejak 2000-2009 sebesar 1,34 persen. Dengan jumlah penduduk yang besar tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke empat dunia setelah cina, india, dan amerika serikat. Terkait dengan jumlah penduduk Presiden SBY pada saat pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI mengatakan: “Jumlah penduduk yang semakin besar ini, tentu membawa tantangan bagi kita untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk,”. Jika laju pertumbuhan tidak dapat dikendalikan, dikhawatirkan terjadi berbagai masalah sosial terkait dengan penduduk yang besar.
kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan program keluarga berencana.” Masalah kedua adalah sebaran penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, Pulau Jawa masih menjadi wilayah terpadat di Indonesia, yaitu lebih dari separuh (57,5%) jumlah penduduk Indonesia menetap di pulau tersebut padahal luasnya hanya 6,8 persen dari total wilayah Indonesia.
2. Implementasi kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Melalui Program pendewasaan Usia Perkawinan, kemudian dianalisis dengan ;
1) Mudah Tidaknya Masalah Dikendalikan
Masalah Pernikahan Dini Di Kabupaten Pamekasan menjadi Permaslahan Yang Tetap Menjadi Perhatian Pemerintah, Hal Ini Terlihat Dari Laporan Pernikahan Berdasarkan Umur Istri Kabupaten Pamekasan Tahun 2013, Dengan Persentase Umur Yang Menikah Di Bawah Umur <20 Tahun Sebanyak 12 %. Menurut BPPKB factor – factor penyebab tingginya angka pernikahan ini di bawah usia <20 Tahun, antara lain :
1. Faktor Pendidikan.
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri. Disini, terasa makna dari wajib belajar 9 tahun. Jika asumsi kita anak masuk sekolah pada usia 6 tahun, maka saat wajib belajar 9 tahun terlewati, anak tersebut sudah berusia 15 tahun. Di harapkan dengan wajib belajar 9 tahun , maka akan punya dampak yang cukup signifikan terhadap laju angka pernikahan dini.
2. Faktor sosial budaya
dalam struktur masyarakat turun temurun seperti tradisi pernikahan bukan hal yang mudah. Di kabupaten pamekasan budaya menikah di usia dini sangat dipengaruhi oleh budaya. Budaya “ Memberi Pagar” menjadi salah satu contoh budaya yang menjadi factor tingginya pernikahan dini.
2) Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses
implementasi secara tepat
Dalam masyarakat Madura Program ini mengalami pertentangan dengan konsep pemahaman tentang pernikahan yang merujuk pada hasil penelitian yang berjudul Fenomena Pernikahan dini di Masyarakat Muslim Madura. Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan pengumpulan datanya dilakukan dengan melalui teknik wawancara, observasi. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yaitu bahwa pernikahan di usia muda di Desa Bajur Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor agama, faktor tradisi, faktor orang tua dan bahkan memang ada faktor dari anak itu sendiri yang berkeinginan untuk menikah. Dengan adanya pernikahan di usia muda seringkali memunculkan suasana kehidupan keluarga yang tidak mengalami kebahagiaan, sebagian besar dari pasangan yang melakukan pernikahan di usia muda memutuskan untuk melakukan perceraian dengan alasan ketidak cocokan dengan pasangan tersebut, ketidak harmonisan dalam rumah tangga, dan kesulitan pemenuhan dalam segala kebutuhan rumah tangga (Hairi, 2009).
menjadi gambaran bahwa proses advokasi sebelum memnjalankan program ini sangat diperlukan agar komunikasi yang disampaikan kepada masyarakat dapat diterima dengan baik.
3) Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses
implementasi
Terbatasnya Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana
Keberadaan petugas PLKB sangat mempengaruhi prose imlpementasi program ini. Jumlah Penyuluh Keluarga Berencana semakin berkurang karena purna tugas atau pensiun. Sampai dengan bulan Agustus 2013 Penuyuluh KB di Kabupaten Pamekasan sebanyak 66 orang dengan ratio dibanding desa 1: 6. Sementara beban tugas yang harus dilaksanakan semakin berat seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah yang mengamanatkan Urusan KBKS, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi tanggung jawab Badan Pemberdayaan Perempuan Perempuan dan KB. Jadi selain harus menjalankan 4 pilar program KB juga harus bertanggung jawab terhadap suksesnya program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Padahal dalam indikator Standar Pelayanan Minimal bidang KBKS angka ideal untuk ratio PKB per desa adalah 1:2.
3. Faktor – Factor Yang Mempengaruhi Program Pendewasaan Usia Perkawinan
Program Pendewasaan Usia Perkawinan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
2. Pengembangan resources/opportunities, yaitu jaringan dan dukungan yang dapat diberikan kepada remaja dan program PUP oleh semua stakeholders terkait (orang tua, teman, sekolah, organisasi remaja, Pemerintah, media massa, dan sebagainya)
3. Pemberian pelayanan kedua/second chance kepada remaja yang telah menjadi korban triad KRR, agar bisa sembuh dan kembali hidup normal. Program PUP dengan peningkatan dan pengembangan ketiga faktor tersebut akan menghasilkan Tegar Remaja (TR).
satu pemicu terjadinya nikah di bawah umur justru akibat dari kemajuan zaman dan teknologi media informasi. Apapun pemantiknya, nikah di bawah umur adalah fenomena sosial budaya yang tidak masuk akal karena pelaku sekaligus korban, sesuai peraturan perundangan masih dalam kategori usia anak-anak. Laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan Juni 2012 saja untuk usia kawin pertama penduduk wanita kurang dari usia 20 tahun di seluruh Jawa Timur mencapai 6.847 orang atau 19,88 persen dari seluruh perkawinan pertama penduduk wanita di semua usia sebesar 34.443 orang. Jumlah tertinggi angka perkawinan pertama penduduk wanita usia yang sama adalah yang terjadi di Kabupaten Malang yakni dengan 887 perempuan atau 29,09 persen dari total pernikahan 3.049. Sementara prosentase tertinggi dibanding seluruh jumlah pernikahan pada usia tersebut di tempatnya adalah Kabupaten Bondowoso sebesar 196 atau 49,75 persen dari total pernikahan 394 orang.
anak. Sementara perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang terjadi pria yang belum mencapai usia 19 tahun dan wanita di bawah 16 tahun (pasal 7 ayat 1). Anehnya UU tersebut mensahkan apabila mendapat dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita (pasal 7 ayat 2). Dengan kata lain perkawinan di bawah umur bisa dilegalkan sekalipun terjadi pada usia anak-anak di bawah 18 tahun (pasal 1 ayat 1 UU nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak). Dalam arti, negara mengizinkan perkawinan yang melanggar hak asasi anak (UU No. 39/1999 Bagian Kesepuluh tentang Hak Anak pasal 52 s/d pasal 66). Perkawinan pada anak-anak adalah melembagakan tindakan merenggut kebebasan masa anak-anak atau remaja untuk memperoleh haknya. Tepatnya hak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 1 ayat 2 UU No 23 Tahun 2002). Sekaligus melestarikan pelanggaran hak untuk mendapatkan pendidikan, berpikir dan berekspresi, hak untuk menyatakan pendapat dan didengar pendapatnya, hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan teman sebaya, bermain, berekspresi, dan berkreasi. Juga merenggut hak mendapat perlindungan. Anak-anak sebagai korban sekaligus pelaku seringkali terkurung pelbagai justifikasi perkawinan bawah umur yang bisa datang dari orangtua, hakim pengadilan agama, tokoh agama, tokoh masyarakat adat, dan tak jarang juga atas inisiatif pelaku sendiri.
menutup aib keluarga. Seringkali keadaan ini disokong oleh pejabat kantor urusan agama, yang menyakini bila tak segera dinikahkan pasangan-pasangan seperti itu cenderung menafikan norma agama dan perzinahan merajalela. Selain tentu saja, di pelbagai daerah telah mentradisi bentuk perjodohan oleh orangtuanya. Biasanya mereka berpegang mitos umum bila anak telah lepas masa menstruasi di usia 12 tahun, maka sudah waktunya untuk menikah. Diantara beberapa kenyataan tersebut, yang paling populer adalah keyakinan yang dianut dari pelbagai tafsir hadist nabi oleh tokoh-tokoh agama. Berdalih meneladani sunah rasul, maka perkawinan di bawah umur tersebut kerap kali masih terjadi
Lebih dari itu, tampaknya data yang dilansir Badan Pemberdayaan Perempuan Jawa Timur pada tahun 2013 cukup mencengangkan. Di beberapa kabupaten di Jawa Timur terungkap angka pernikahan pertama penduduk perempuan bawah umur 17 tahun memperlihatkan di atas 50 persen dari total pernikahan di daerahnya. Seperti Kabupaten Jember mencapai 56 persen, Bondowoso 73, 9 persen, Probolinggo 71,5 persen, Lamongan 52, 5 persen, Sampang 63,8 persen, Pamekasan 59,2 persen, dan Kabupaten Sumenep 60 persen. Sementara secara nasional data BPS memperlihatkan hampir 47 persen perempuan pernah menikan saat usia mereka di bawah 18 tahun; 13,4 persen perempuan sudah menikah pada usia 10-15 tahun; 33,4 persen menikah usia 16-18 tahun.
B. SINTESIS
Sintesis merupakan bentuk lain dari kegiatan atau metode berpikir. Secara sederhana, Russel menyatakan bahwa sintesa logik berarti menentukan makna pernyataan atas dasar empirik. Meskipun demikian, kebenaran proposisi Russel perlu dianalisis dengan membedah pengertian yang dikemukakan.
mengendalikan pertumbuhan penduduk dari sisi kuantitas tetapi kulaitas dan memperkecil angka kematian ibu dan anak. Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan angka perkawinan di bawah umur ini antara lain melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) melalui berbagai kegiatan yang berbasis masyarakat dan pentingnya Education Of Sex atau Pengetahuan tentang KRR pada usia sekolah atau remaja.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KesimpulanPendewasaan Usia Perkawinan bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, ditinjau dari aspek kesehatan, ekonomi, psikologi dan agama. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia perkawinan yang lebih dewasa sehingga berdampak pada penurunan Total Fertility Rate (TFR).
Dalam implementasi kebijakan program pendewasaan usia perkawinan ada beberapa hal yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut dilihat dari mudah tidaknya masalah diimplementasikan antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu Faktor pendidikan dan factor social budaya, kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi secara tepat, serta variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi. Program Pendewasaan Usia Perkawinan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Peningkatan assets/ capabilities remaja, yaitu segala sesuatu yang positif yang terdapat pada diri remaja (pengetahuan, sikap, perilaku, hobi, minat dan sebagainya)
sekolah, organisasi remaja, Pemerintah, media massa, dan sebagainya)
3. Pemberian pelayanan kedua/second chance kepada remaja yang telah menjadi korban triad KRR, agar bisa sembuh dan kembali hidup normal. Program PUP dengan peningkatan dan pengembangan ketiga faktor tersebut akan menghasilkan Tegar Remaja (TR).
Dalam masyarakat Madura khususnya di Kabupaten Pamekasan program ini bisa dikatakan tidak bisa dipahami secara mendalam oleh sebagian masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain Ekonomi,agama,tradisi dan orang tua.
B.
Saran1. Langkah yang harus dilakukan adalah mengadvokasi pemerintah daerah dengan menampilkan fakta-fakta mengenai permasalahan kependudukan dan memberi saran langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya.
2. Pembentukan Pusat Informasi Konseling Remaja di setiap daerah di Indonesia untuk mempermudah akses dalam mendapatkan informasi tentag remaja
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 2006. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
BKKBN Kabupaten Pamekasan. 2003, Buku Kinerja Pelayanan KB. Pamekasan : PKB – KR,
Deputi keluarga berencana & kesehatan reproduksi. 2005. Kebijakan, Program Dan Kegiatan. Jakarta : BKKBN.
Dewi, Ambarsari, 2002, Kebijakan Publik dan Partisipasi Perempuan, Pattiro, Jakarta
Edward III, George C, 1980, Implementing Public Policy, Congressional Quarterly Press, Washinton D.C.
Moleong, Lexy, 2000,Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung
Nazir, Moh, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Edward III, George C,. 1978. Understanding Public Policy. New Jersey: Prantice Hall
Subroto, Prija. 2003 Pilihan Cara Kb : Quality Of Care, Working For Clients Rights. Jakarta : PKBI
Winarno, Budi. 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.
Wolton, Dominique. Teori Komunikasi. Yogyakarta : kreasi wacana, 2007
http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasi-kebijakan
http://www.pkbipamekasan.com/2013/02/laporan-penelitian.html