• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIOLOGI KOMUNIKASIBAHASA DAN SIMBOL ME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SOSIOLOGI KOMUNIKASIBAHASA DAN SIMBOL ME"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA DAN SIMBOL MEDIA A. Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan menggunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.

Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sebuah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Bagi orang yang mengerti sistem bahasa Indonesia akan mengakui bahwa susunan “Ibu meng...seekor...di...” adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia yang benar sistemnya, meskipun ada sejumlah komponennya yang ditanggalkan. Tetapi susunan “Meng ibu se ikan goreng di dapur” bukanlah kalimat bahasa Indonesia yang benar karena tidak tersusun menurut sistem kalimat bahasa Indonesia. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat sistematis juga bersifat sistemis. Dengan sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sistemis, artinya sistem bahasa itu bukan merupakan sebab sistem tunggal, melainkan terdiri atas sejumlah subsistem, yakni sub-sistem fonologi, subsistem morfologi, sub-sistem sintaksis, dan sub-sistem leksikon.

1. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan aspek yang begitu penting dalam kehidupan bermasyarakat. Mengutip pengertian bahasa menurut pendapat Keraf yang menyatakan ada dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang menggunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer (Suyanto, 2011: 15).

Bahasa adalah keterampilan khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak- anak secara spontan, tanpa usaha sadar atau intruksi formal, dipakai tanpa memahami logika yang mendasarinya, secara kualitatif sama dalam diri setiap orang, dan berbeda dari kecakapan-kecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam memproses informasi atau berperilaku secara cerdas (Brown, 2008: 6).

(2)

Ada tiga pandangan tentang hakikat bahasa, seperti yang dikemukakan Jack C. Richard yaitu Pandangan struktural atau structural view, pandangan fungsional atau functional view dan pandangan interaksional atau interactional view. Tokoh struktural memandang bahasa sebagai suatu sistem yang secara struktural berkaitan dengan unsur-unsur yang digunakan untuk mengodifikasikan makna. Menurut pandangan ini biasanya target dan tujuan belajar bahasa adalah penguasaan akan unsur-unsur sistem bahasa (Nurhadi, 1995: 29).

Konsolidasi dari sejumlah kemungkinan definisi bahasa itu menghasilkan definisi gabungan berikut ini:

1) bahasa itu sistematis;

2) bahasa adalah seperangkat simbol manasuka;

3) simbol-simbol itu utamanya adalah vokal, tetapi bisa juga visual; 4) simbol mengonvesionalkan makna yang dirujuk;

5) bahasa dipakai untuk berkomunikasi;

6) Bahasa beroperasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara;

7) Bahasa pada dasarnya untuk manusia, walaupun bisa jadi tak hanya terbatas untuk manusia;

8) Bahasa dikuasai oleh semua orang dalam cara yang sama, bahasa dan pembelajaran bahasa sama-sama mempunyai karakteristik universal.

2. Fungsi Bahasa

Mengutip pendapat yang dikemukakan Felicia yang menyatakan bahwa pada saat berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa, suatu kelemahan yang tidak disadari (Suyanto, 2011: 18).

Menurut pendapat dari Ogden & Richard dalam Tarigan (1993: 62), yang mengemukakan adanya lima fungsi bahasa, yaitu:

1) Pelambangan acuan (symbolization of referenceI);

2) Pengekspresian sikap pada penyimak (the expression of attitude to listener);

3) Pengekspresian sikap pada pengacu (the expression of attitude to referent); 4) Penunjang acuan/referensi (support ofreference).

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

3. Aspek Bahasa

(3)

diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindra (Keraf, 1997: 1).

Berdasarkan pendapat Anderson dalam Tarigan (1993: 2) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar hakikat bahasa, yaitu:

1) Bahasa adalah suatu sistem;

2) Bahasa adalah vocal (bunyi ajaran);

3) Bahasa tersusun dari lambang-lambang manasuka; 4) Setiap bahasa bersifat unik; bersifat khas;

5) Bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan; 6) Bahasa adalah alat komunikasi;

7) Bahasa berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada; 8) Bahasa itu berubah-ubah.

4. Bahasa Lisan

Sesuai dengan fitrahnya umat manusia mempunyai kemampuan berbahasa lisan dalam pergaulan masyarakat. Oleh karena bahasa lisan dapat ditafsirkan mulai berkembang sejak ada kehidupan manusia. Bahasa lisan terus berkembang sesuai tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya.

Komunikasi lisan atau non-standar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa non-standar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian.

Bahasa lisan dapat disimpulkan bahwa bahasa lisan diwujudkan dalam bentuk berbicara dan berkomunikasi antara satu orang dengan orang yang lain. Orang yang hidup dalam masyarakat akan saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, mereka saling membutuhkan dan perlu saling membantu dalam berbagai bentuknya. Orang menyadari, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang dapat hidup sendiri tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Sementara itu, sarana yang diperlukan adalah berbicara, saling berhubungan dan berkomunikasi, yang diantaranya dengan menggunakan bahasa yang mereka miliki dan mengerti. Manusia saling bertegur sapa, bertutur dan berbicara. Bahasa lisan dapat ditekankan dengan gaya, cara, intonasi-intonasi atau ekspresi tertentu sehingga lebih dapat dimengerti dan dihayati oleh lawan bicaranya atau pendengarannya (Sutarno, 2008: 79).

Bahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi yang unik dijumpai pada manusia yang menggunakan kata-kata yang diturunkan dari kosakata yang besar (kurang lebih 10.000) bersama-sama dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau menggunakan organ mulut. Kata-kata yang terucap tersambung menjadi untaian frase dan kalimat yang dikelompokkan secara sintaktis. Kosakata dan sintaks yang digunakan, bersama-sama dengan bunyi bahasa yang digunakannya membentuk jati diri bahasa tersebut sebagai bahasa alami

(4)

Penggunaan ragam bahasa lisan mempunyai keuntungan, yaitu karena bahasa ragam lisan digunakan dengan hadirnya peserta bicara, maka apa yang kurang jelas dapat langsung ditanyakan kepada pembicara. Hal ini menunjukan bahwa peranan penggunaan bahasa ragam lisan itu penting.

Berkaitan dengan ini, Pateda (1987: 63) mengemukakan ada empat alasan mengapa bahasa lisan itu penting dalam komunikasi, yaitu:

1) Faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakannya;

2) Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakan.

3) Dapat disesuaikan dengan situasi, artinya meskipun gelap orang masih bisa berkomunikasi; dan

4) Faktor efisiensi, karena dengan bahasa lisan banyak yang dapat diungkapkan dalam waktu yang relatif singkat dan tenaga yang sedikit. Sebaliknya, berbeda halnya dengan penggunaan ragam bahasa tulisan. Apa yang tidak jelas dalam bahasa tulisan tidak dapat ditolong oleh situasi seperti bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, apabila terjadi kesalahan, pada saat itu pula dapat dikoreksi, sedangkan dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Menjelaskan pula perbedaan bahasa lisan dan tulisan. Bahasa lisan lebih bebas bentuknya daripada bahasa tulisan karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur, sedangkan dalam bahasa tulisan, situasi harus dinyatakan dengan kalimat-kalimat. Disamping itu, bahasa lisan yang digunakan dalam tuturan dibantu pengertiannya, jika bahasa tutur itu kurang jelas oleh situasi, oleh gerak-gerak pembicara, dan oleh mimiknya. Dalam bahasa tulisan, alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada. Itulah sebabnya, bahasa tulis harus disusun lebih sempurna.

Dalam penggunaan bahasa lisan, saran-saran suprasegmental memberi sumbangan yang berarti terhadap keberhasilan suatu komunikasi. Saran suprasegmental itu, antara lain gejala intonasi yang berupa aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, dan keras lembutnya suara. Penggunaan bahasa lisan, meskipun kalimat yang diucapkan oleh seorang pembicara tidak lengkap, kita dapat menangkap maknanya dengan melihat lagu kalimatnya serta gerak-gerik tangan, mata dan anggota badan lainnya.

Sejumlah ahli telah melakukan studi bahasa lisan. Gambaran karakteristik bahasa lisan sebagaimana telah diungkapkan oleh para ahli yang dimaksud sebagai berikut:

(5)

sering urutan frasa-frasa sederhana, (b) bahasa lisan secara khusus memuat lebih sedikit kalimat subordinat, dan (c) dalam percakapan lisan, kalimat-kalimat pendek dapat diobservasi, dan biasanya berbentuk kalimat deklaratif aktif.

2) Dalam bahasa tulisan terdapat seperangkat penanda metabahasa untuk menandai hubungan antar klausa (bahwa, ketika), juga, seperti, di samping itu, biarpun, selain itu, yang disebut logical connector. Dalam bahasa lisan, penggunaan susunan kalimat dihubungkan oleh dan tetapi, lalu, serta agak jarang jika.

3) Kalimat bahasa tulisan secara umum berstruktur Subjek–Predikat, sedangkan dalam bahasa lisan umumnya berstruktur topik komentar.

4) Dalam tuturan formal, peristiwa konstruksi pasif relatif jarang terjadi.

5) Dalam obrolan akrab, penutur dapat mempercayakan petunjuk pandangan untuk membantu suatu acuan.

6) Penutur dapat menjaring ekspresi lawan bicara. 7) Penutur sering mengulangi beberapa bentuk kalimat.

8) Penutur sering menghasilkan sejumlah pengisi (filter), misalkan, baiklah, saya pikir, engkau tahu, tentu.

D. Teori Tentang Simbol

Teori tentang simbol berasal dari Yunani kata symboion dari syimballo (menarik kesimpulan berarti memberi kesan). Simbol atau lambang sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu pesan, menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut.

Pengertian simbol tidak akan lepas dari ingatan manusia secara tidak langsung manusia pasti mengetahui apa yang di sebut simbol, terkadang simbol diartikan sebagai suatu lambang yang digunakan sebagai penyampai pesan atau keyakinan yang telah dianut dan memiliki makna tertentu, Arti simbol juga sering terbatas pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih setandar yang disepakati atau dipakai anggota masyarakat tersebut.

Adapun dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan tentang simbol, begitu pula dengan kehidupan manusia tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil kebudayaan. Akan tetapi setiap hari orang melihat, mempergunakan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan tersebut.

Karena kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia selaku anggota masyarakat maka yang jelas tidak ada manusia yang tidak memiliki kebudayaan dan juga sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, jadi masyarakat mempunyai peran sebagai wadah dan pendukung dari suatu kebudayaan.

(6)

keyakinanyang telah dianut. Simbol bagi masyarakat Jawa justru telah menjadi sebuah simulasi yang sangat terbuka, sebagai sarana atau hal-hal yang menjadi tempat esentialnya sehingga kebenaran esential itu menjadi kabur.

Arti simbol sering terbatas pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih setandar yang disepakati atau dipakai anggota masyarakat tersebut.

Adapun dalam sejarah pemikiran, istilah simbol memiliki dua arti yang sangat berbeda dalam pemikiran dan praktek keagamaan, simbol dapat dianggap sebagai gambaran kelihatan dari realitas transenden, dalam sistem pemikiran logis dan ilmiah.

Seperti salah satu tokoh yang berbicara tentang simbol yaitu Herbert Blumer (1962) dia seorang tokoh moderen dari teori interaksionisme simbolik ini menjelaskan, menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. cirihasnya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakanya. Bukan sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain.

Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas ‘’makna’’ yang diberikan terhadap tindakan orang lain tersebut. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.

Teori Blummer berasumsi dalam tiga premis utama yaitu:

1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2) Makna itu diperoleh dari hasil interaksi social yang dilakukan dengan orang lain.

3) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi social sedang berlangsung.

E. Fungsi Simbol

Manusia sebagai mahluk yang mengenal simbol, menggunakan simbol untuk mengungkapkan siapa dirinya. Karena manusia dalam menjalani hidupnya tidak mungkin sendirian melainkan secara berkelompok atau disebut dengan masyarakat, karena antara yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota masyarakat dalam melakukan interaksinya seringkali menggunakan simbol dalam memahami interaksinya.

Adapun fungsi simbol adalah :

1) Simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan membolehkan mereka memberi nama, membuat katagori, dan mengingat objek-objek yang mereka temukan dimana saja. Dalam hal ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting

(7)

3) Simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir. Dalam arti ini, berfikir dapat dianggap sebagai interaksi simbolik dengan diri sendiri.

4) Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk mecahkan persoalan manusia. sedangkan manusia bisa berfikir dengan menggunakan simbol- simbol sebelum melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan sesuatu.

5) Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari segi waktu, tempat dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbol-simbol manusia bisa membayangkan bagaimana hidup dimasa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain.

6) Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan kenyataan-kenyataan metafisis seperti surga dan neraka.

7) Simbol-simbol memungkinkan manusia agar tidak diperbudak oleh lingkungannya. Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat.

F. Komunikasi sebagai Aktivitas Simbolik

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang atau simbol. Pesan atau message merupakan seperangkat simbol yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber ataukomunikator. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Riswandi, 2009:25). Lambang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1) Sembarangan, mana suka, dan sewenang-wenang. Artinya, apa saja bisa dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata, isyarat anggota tubuh, tempat tinggal, jabatan, hewan, peristiwa, gedung, bungi, waktu, dan sebagainya bisa dijadikan lambang.

2) Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna, akan tetapi manusialah yang memberinya makna. Makna sebenarnya dari lambang ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri.

3) Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, atau dari suatu konteks ke konteks yang lain. Lambang atau simbol terbagi atas dua, yakni verbal dan nonverbal. Simbol verbal ialah bahasa atau kata-kata. Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur, sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Terdapat tiga fungsi bahasa yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif, yakni: (a) untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita, (b) untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia, (c) untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara, 2011:101).

(8)

Knapp (1978), penggunaan simbol-simbol nonverbal dalam berkomunikasi memiliki beberapa fungsi (Cangara, 2011: 106), yakni:

(a) untuk meyakinkan apa yang diucapkan (repetition), (b) untuk menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kat-kata (substitution), (c) menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity), dan (d) menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.

Simbol nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk (Cangara, 2011:107-115), antara lain:

1) Kinesics, yakni kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan. 2) Gerakan mata, yakni isyarat yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan mata. c.

Sentuhan, yakni isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan.

3) Paralanguage, yakni isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan.

4) Diam, yakni isyarat yang tidak semata-mata mengandung arti bersikap negatif, tetapi bisa juga melambangan sikap positif.

5) Postur tubuh, yakni isyarat yang dapat melambangkan karakter seseorang. 6) Kedekatan dan ruang, yakni isyarat yang dapat melambangkan hubungan

Antara dua objek berdasarkan kedekatan dan ruang di antara mereka.

1) Artifak dan visualisasi, yakni hasil kerajinan manusia (seni), baik yang melekat pada diri manusia maupun yang ditujukan untuk kepentingan umum. Artifak juga menunjukkan status atau identitas diri seseorang atau suatu bangsa. 2) Warna, yakni isyarat yang dapat memberi arti terhadap suatu objek.

Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna, seperti pada bendera nasional, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama (Riswandi, 2009:71), yaitu:

1) Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

2) Ruang, waktu, dan diam.

Menurut Hartako & Rahmanto (1998), pada simbol dapat dibedakan atas tiga bagian (Sobur, 2009:157), yaitu:

1) Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang kematian.

2) Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu (misalnya keris dalam kebudayaan Jawa).

3) Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang.

G. Pemaknaan Simbol

(9)

pemberian dan penafsiran pesan. Sebelum mengirim pesan, komunikator mengolah dan menkoding pesannya sedemikian rupa, sehingga pesan tersebut memenuhi tujuan komunikasi. Begitu juga komunikan, ia akan mencoba menafsirkan pesan-pesan yang diterimanya dan memahami maknanya.

Astrid S. Sutanto (1978) dalam Arifin (2010:25) mengatakan bahwa komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna. Pesan merupakan seperangkat lambang atau simbol yang memiliki makna tertentu. Makna inilah yang harus dimengerti oleh setiap pelaku komunikasi. Simbol-simbol yang digunakan oleh manusia selain sudah ada yang diterima menurut konvensi internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas, alfabet latin, simbol matematika, juga terdapat simbol-simbol lokal yang hanya bisa dipahami oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Sehingga, pemberian makna pada simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu masyarakat (Cangara, 2011:101).

Clifford Geertz (dalam Sobur, 2009:178) memaparkan hubungan antara makna dan budaya sebagai berikut:

1) Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan, dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini.

2) Makna dapat dibedakan atas makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif ialah makna yang biasa ditemukan di dalam kamus, bersifat umum atau universal. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, yang dapat digunakan untuk menyampaikan hal-hal faktual. Makna denotatif tidak mengalami penambahan-penambahan makna, karena itulah makna denotatif lebih bersifat publik. Sedangkan makna konotatif ialah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, perasaan, yang ditimbulkan oleh kata atau simbol tersebut

Makna konotatif merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi (Kriyantono, 2006:270). Sumardjo & Saini (1994) mengatakan bahwa makna konotatif sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu lingkungan tekstual dan lingkungan budaya (Sobur, 2009:266).

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, adakah indikator kebenaran tersebut boleh dijadikan sebagai indikator kesahan data untuk diguna pakai dalam penyelidikan yang berkaitan dengan Islam.. Kertas

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, BBKSDA Jawa Timur selaku UPT yang menangani langsung lembaga konser- vasi telah mengadakan pembinaan yang disambut baik oleh pihak

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan

Tujuan pertemuan adalah untuk membahas langkah-langkah yang pasti dalam pembentukan trust fund (dana perwalian). Per- temuan juga bertujuan mendengar masukan dari

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum atau selanjutnya disebut UU Bantuan Hukum menyebutkan bahwa bantuan hukum

Experinces Terhadap Store Attitude Pada Speciality Store “Stroberi” Tunjungan Plaza Surabaya”, karena ingin mengetahui bagaimana konsumen di Surabaya dalam perilaku

Produksi panas dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan yang telah atau sedang dikonsumsi, pengaruh panas tubuh sendiri, misalnya pada keadaan demam (Suma’mur P.K.,

tegangan dari saluran itu pada faktor-daya tertentu yang dinyatakan de.. Iam prosen (perserahrs) tertradap nilai tegangan penerJma pada