• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : Accuracy, Chronic Kidney Disease Bibliography : 15 (2001-2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Keywords : Accuracy, Chronic Kidney Disease Bibliography : 15 (2001-2014)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

AKURASI KODE DIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASE BERDASARKAN ICD-10

PASIEN RAWAT INAP DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN

Dwi Utari1, Astri Sri Wariyanti2

STIKes Mitra Husada Karanganyar utaridw23@gmail.com1,

astri_new89@yahoo.com2

ABSTRACT

Accuracy is the establishment of appropriate disease code, complete and in accordance with ICD-10. Based on the preliminary survey that researchers do, there are 6 document accurate patient medical records or 40% and 9 inaccurate documents or records as much as 60% of the 15 documents. This is due to an error coding combination with hyperten- sion diagnosis and coding of previous disease history. The purpose of this study to determine the accuracy of diagnosis codes Chronic Kidney Disease patients hospitalized in dr. Sayidiman Magetan. This type of research is descriptive and retrospective approach. The population in this study is a document medical records of hospitalized patients of Chronic Kidney Disease number 154 2015. The sampling technique systematic sampling, with a sample of 51 documents. The re- search instrument used observation and interview guides. Collecting data through observation and interviews. Data pro- cessing techniques, namely the collection, editing, classification, tabulation, narrative. Data analysis using descriptive. The results showed that the document is accurate as many as 21 documents (41,18%) and is not accurate as many as 30 documents (58,82%). Inaccuracies due to coding errors combined with a diagnosis of Hypertension, regular HD post code, using memory and sometimes open the ICD-10 volume 3. Conclusions from this research is the use of memory en- coding/rote, sometimes opening the ICD-10 volumes 3 and did not open the ICD-10 volumes of research 1. Suggestions are preferably reform Procedure and officers must consider the supporting information.

Keywords : Accuracy, Chronic Kidney Disease

Bibliography : 15 (2001-2014)

ABSTRAK

(2)

ICD-10 volume 3 dan tidak membuka ICD-10 volume 1. Saran penelitian ini adalah sebaiknya melakukan pembaharuan Prosedur Tetap dan petugas harus memperhatikan informasi penunjang.

Kata Kunci : Akurasi, Chronic Kidney Disease Kepustakaan : 15 (2001-2014)

PENDAHULUAN

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 269/Menkes/ Per/III/2008 tentang rekam medis pasal 5 ayat 1 menyebutkan dokter, dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Salah satu isi rekam medis yaitu diagnosis sebagai dasar pengodean oleh perekam medis. Perekam medis sesuai kompetensinya dalam Permenkes RI Nomor 55 tahun

2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, akan menentukan kode diagnosis pasien secara akurat.

Proses pengodean diagnosis pasien rawat inap harus selalu dimulai dari pengkajian (review) teliti rekam medis pasien sehingga memperoleh gambaran yang jelas secara menyeluruh dari dokumentasi rekam medis tentang masalah dan asuhan yang diterima pasien. Pengode menyeleksi kondisi dan prosedur yang harus dikode dari rekam medis yang tersedia. Setelah diagnosis dan prosedur ditentukan baru dipilihkan kode International Statistical Classification of Diseases, and Related Health Problem Tenth Revision (ICD-10) (Kasim, 2014).

Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal progesif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta if.komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). Gangguan gagal ginjal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi sebagai penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine. Cairan dan natrium dapat meningkatkan Edema, CHF, dan Hypertensi (Salam, 2006).

Hasil penelitian Maya (2014) tentang Kelengkapan Informasi Penunjang Dalam Keakuratan Kode Diagnosis

Utama Chronic Renal FailurePasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri Tahun 2013 bahwa keakuratan pada dokumen lengkap sebanyak 5 dan ketidakakuratan sebanyak 10. Keakuratan pada dokumen tidak lengkap sebanyak 40 dan ketidakakuratan sebanyak 22. Dapat disimpulkan bahwa ketidaklengkapan dokumen rekam medis dapat mempengaruhi keakuratan kode diagnosis.

Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan terdapat 6 dokumen rekam medis pasien yang akurat atau 40% dan tidak akurat 9 dokumen rekam medis atau sebanyak 60% dari 15 dokumen. Hal ini disebabkan adanya kesalahan pengodean kombinasi dengan diagnosis Hypertensi dan pengodean dari riwayat penyakit terdahulu. Dari latar belakang tersebut, maka

peneliti merasa tertarik membahas tentang “Akurasi

Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Sayidiman

Magetan”.

METODE

(3)

edit (editting), klasifikasi (classification), tabulasi (tabulating), dan memaparkan (narasi). Analisis data menggunakan analisis deskriptif.

HASIL

1. Tata Cara Pengodean Diagnosis Chronic

Kidney Disease Pasien Rawat Inap di RSUD dr.

Sayidiman Magetan

Tata cara pengodean/kodefikasi suatu penyakit tergantung pada diagnosis yang ditulis oleh dokter penanggungjawab pasien. Keseragaman penggunaan dan pemahaman terhadap terminologi medis dalam penulisan diagnosis pada dokumen rekam medis dapat mempengaruhi akurasi kode yang dihasilkan. Istilah Chronic Kidney Disease, Chronic Renal Failure, maupun End-stage Renal Disease di RSUD dr. Sayidiman Magetan dalam pengodean adalah N18. Berdasarkan observasi dan wawancara tatacara pengodean diagnosis dokumen rekam medis pasien rawat inap JKN dan umum dilakukan oleh petugas coding yang sama.

Berikut tata cara pengodean diagnosis Chronic Kidney Disease pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan :

a. Dokumen rekam medis pasien rawat inap setelah selesai perawatan diserahkan ke Assembling.

b. Apabila telah lengkap maka di koding menggunakan ICD-10 tahun 2005.

c. Petugas coding membaca diagnosis pada lembar Resume. Apabila diagnosis Chronic Kidney Disease dan Hypertensi maka langsung dikode I12.0, tanpa menetukan leadterm dan mencari pada ICD-10 volume 3.

d. Apabila diagnosis selain Chronic Kidney Disease dan Hypertensi maka petugas coding mencari leadterm sesuai diagnosis dan membuka ICD-10 volume 3.

e. Kemudian hasil pengodean ditulis pada lembar Ringkasan Masuk dan Keluar, dientry ke SIMRS, di Indeksing secara manual, baru dikembalikan ke bagian Filing.

2. Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease

Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan

Dari hasil observasi terhadap 51 dokumen rekam medis pasien rawat diperoleh akurasi kode diagnosis Chronic Kidney Disease atau ketepatan pemilihan dan pemberian kode berdasarkan ICD-10 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease

Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan

Dari Gambar 4.1 di atas dapat disimpulkan keakuratan kode diagnosis Chronic Kidney Disease pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan terdapat 21 dokumen akurat (41,18%) dan tidak akurat sejumlah 30 dokumen (58,82%).

Berikut merupakan contoh dokumen rekam medis yang akurat dan tidak akurat :

a. Dokumen rekam medis akurat : NO. RM : C Diagnosis : CKD st. 5

Informasi Penunjang : Lemah, sesak; 210/110; Post

HD, CKD st. 5; BUN: 164,5

SC: 32,75 Kode pada DRM : N18.0 Kode ICD-10 : N18.0

b. Dokumen rekam medis tidak akurat: NO. RM : A

(4)

Anemia Imbalance Elektrolit

Hyperglicemia Masa proyeksi Paravertebral dextra

Informasi Penunjang`: Sesak nafas, batuk, pusing;

140/90;

Transfusi PRC 2

kode dibawah diagnosa, berkas rawat inap ditulis pada kolom ICD, untuk berkas rekam medis IRD ditulis disamping diagnosa kerja.

e. Setelah diberi kode ICD di entry dalam komputer sesuai dengan klasifikasi penyakit.

f. Berkas dokumen Rekam Medis diserahkan ke petugas Filing.

kantong, CRF, Berdasarkan pernyataan petugas coding pada DM wawancara bahwa dalam menentukan kode Nephropathy, menggunakan hafalan/ingatan dan sering kali tidak CKD, Post HD membuka ICD-10 volume 3, selain itu petugas juga rutin; Hb:7 BUN: tidak mengcrossscheck ke ICD-10 volume 1. Akan 127,4 SC: 8,54 tetapi dalam beberapa kode diagnosis yang belum UA: 11,5;Tertulis sering dijumpai/belum hafal petugas membuka ICD-HD pada Resume 10 volume 3 untuk mencari kode sesuai leadterm. Kode pada DRM : N18.0 Berdasarkan observasi petugas tidak melihat D64.9 informasi penunjang pada dokumen rekam medis E87.8 pasien yang dapat mempengaruhi akurasi kode, R73.9 hal ini sesuai dengan Protap RSUD dr. Sayidiman R19.0 Magetan tentang Pemberian Kode Penyakit karena Kode ICD-10 : Z49.1 pada Protap tidak tertulis bahwa setiap pengodean

N18.0 harus membuka lembar rekam medis lainnya.

PEMBAHASAN

1. Tata cara pengodean Chronic Kidney Disease pasien rawat inap RSUD dr. Sayidiman Magetan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tata cara pengodean Chronic Kidney Disease pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan belum sesuai dengan Protap Pelayanan Rekam Medis No. Dokumen 445/68/403.211/2009 tentang Pemberian Kode Penyakit (ICD-10) berikut ini :

a. Menerima berkas Rekam Medis rawat jalan, rawat darurat, atau rawat inap dari petugas analisa dan diberi ICD-10 dengan melihat alfabet sesuai dengan diagnose di buku ICD-10 volume III.

b. Membaca diagnosa dan memberi kode penyakit sesuai dalam buku ICD-10 volume III.

c. Agar pemberian kode penyakit lebih tepat, dapat juga membuka buku ICD-10 volume I.

d. Untuk berkas rekam medis rawat jalan penulisan

Pada Protap poin ketiga (c) tertulis bahwa agar pemberian kode penyakit lebih tepat, dapat juga membuka buku ICD-10 volume 1. Hal ini juga belum sesuai dengan sembilan langkah dasar dalam menentukan kode menurut Kasim dan Erkadius dalam Hatta (2014).

(5)

failure, renal, chronic, with hypertensive I12.0 sudah menunjukkan bahwa kode yang dihasilkan sudah merupakan kode kombinasi.

Diagnosis Chronic Kidney Disease sering dijumpai pada pasien yang melakukan HD rutin sehingga pasien hanya membutuhkan One Day Care (rawat sehari) di rumah sakit tersebut. Kode yang dihasilkan antara pasien dengan pelayanan HD pertama kali dengan HD rutin berbeda, apabila petugas coding tidak membaca informasi pada lembar Perjalanan Penyakit, Instruksi Dokter, maupun Resume maka petugas tidak mengetahui bahwa pasien tersebut post HD atau telah menjalani beberapa kali HD rutin. Sehingga dalam kedatangannya ke suatu fasilitas pelayanan kesehatan pasien hanya akan membutuhkan One Day Care untuk HD rutin. Oleh karena itu membaca informasi penunjang pada lembar rekam medis lainnya sangat dibutuhkan agar kode yang dihasilkan tepat dan akurat. Hal ini tidak sesuai menurut teori Hatta (2014) bahwa pengodean harus selalu dimulai dari pengajian (review) teliti rekam medis pasien dan penting bagi pengode memperoleh gambaran jelas secara menyeluruh dari dokumentasi rekam medis tentang masalah dan asuhan yang diterima pasiennya.

Tahun 2016 adalah era berlangsungnya sistem Jaminan Kesehatan Nasional dimana sistem pembayaran sudah menggunakan sistem casemix INA-CBG’s yaitu setiap biaya suatu jenis penyakit, perawatan, tindakan, dan pengobatannya sudah ditentukan. Akurasi kode penyakit maupun tindakan tentunya sangat berpengaruh dengan penagihan biaya ke BPJS dari sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, menurut petugas coding pada wawancara tidak mengetahui perbedaan nilai/ besaran klaim untuk diagnosis Chronic Kidney Disease stage 5 dengan HD rutin Z49.1 dengan Chronic Kidney Disease stage 5 dengan HD pertama kali N18.0. Berdasarkan Hatta (2014) akurasi dan integritas dari data yang terkode mempengaruhi beberapa aktivitas, diantaranya penagihan biaya rawat, analisis statistis dan finansial, manajemen kasus dan analisis casemix, riset, serta pemasaran dan pengalokasian sumber daya.

2. Akurasi kode diagnosis Chronic Kidney Disease berdasarkan ICD-10 pasien rawat inap RSUD dr. Sayidiman Magetan

Keakuratan kode diagnosis Chronic Kidney Diseasesesuai Gambar 4.1 yaitu 27 dokumen akurat (41,18%) dari 51 sampel. Sedangkan dokumen rekam medis tidak akurat sejumlah 58,82% (30 dokumen), angka yang cukup tinggi melebihi 50%. Akurasi kode diagnosis yang dihasilkan seorang coder dipengaruhi beberapa faktor diantaranya tata cara pengodean dan lengkapnya informasi penunjang yang ada dalam suatu dokumen rekam medis, serta sarana dan prasarana.

Berdasarkan observasi dari 51 dokumen rekam medis petugas menggunakan ingatan dan hafalan beberapa kode sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam proses pengodean. Hal ini mengakibatkan ketidakakuratan kode kombinasi diagnosis Chronic Kidney Disease dengan Hypertensi sejumlah 11 dokumen (64,71 %). Pada wawancara kode diagnosis Chronic Kidney Disease disertai Hypertensi yaitu I12.0. Namun setelah melakukan observasi masih dijumpai 6 dokumen rekam medis dengan diagnosis yang sama akurasinya 35,29 %. Perbedaan ini disebabkan karena petugas coding mengakui kurangnya ketelitian dalam pengodean pada wawancara.

(6)

ketentuan dalam ICD-10 akan membuat coder dapat menentukan kode dengan lebih akurat. Petugas coding pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan sering mengikuti seminar tentang coding selain itu untuk tuntutan profesi memenuhi 25 SKP dalam penjelasannya pada wawancara.

Chronic Kidney Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan adanya penurununan fungsi ginjal progesif ditandai dengan uremia yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan Hemodialysis atau HD. Dari 30 (58,82 %) ketidakakuratan terdapat 18 dokumen rekam medis tidak akurat karena dilakukannya tindakan HD secara rutin, seperti pada sampel berikut ini :

NO. RM : F Diagnosis : CKD st. 5

HT emergency Anemia

Informasi Penunjang : Sesek, ampeg; 200/120; Post HD, CKD st. 5, PRC 2 kali; Hb: kode sekunder. Ketidakakuratan tersebut terjadi karena petugas coding tidak membaca informasi pada lembar Perjalanan Penyakit bahwa telah dilakukan HD sebelumnya secara rutin sehingga alasan pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan HD dengan rawat inap sehari atau One Day Care bukan karena kondisi/penyakit Chronic Kidney Disease sebagai alasan untuk mendapatkan perawatandi sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Berbeda dengan pasien Chronic Kidney Disease yang sedang menjalani perawatan karena penyakit tersebut dan pada masa perawatan dokter menginstruksikan bahwa harus dilakukan HD pada pasien tersebut.

(7)

diperlukan dalam penentuan kode dengan tepat. Berdasarkan wawancara dokumen rekam medis yang lengkap merupakan salah satu sarana yang menentukan dalam proses pengodean. Pada wawancara kepada petugas coding pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan dokumen rekam medis yang lengkap, ICD-10 tahun 2005, dan ICD-9- CM merupakan sarana dan prasarana yang harus ada dalam proses pengodean. Apabila dokumen rekam medis belum lengkap (ada beberapa lembar rekam medis yang belum terisi), maka akan dikembalikan ke ruangan/bangsal perawatan.

SIMPULAN

1. Tata cara pengodean diagnosis Chronic Kidney Disease dokumen rekam medis pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan menggunakan ingatan/hafalan dan petugas coding terkadang membuka ICD-10 volume 3, tetapi tidak membuka volume 1.

2. Akurasi kode diagnosis Chronic Kidney Disease dokumen rekam medis pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2015 yaitu 41,18 % (21 dokumen) dan tidak akurat 58,82 % (30 dokumen).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi II, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MenKes/ Per/III/2008 tentang Rekam Medis, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Hatta, G. 2014. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).

Kasim F dan Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di Indonesia. Dalam Hatta Gemala R (ed.), Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Disarana Pelayanan Kesehatan. Edisi Review 3. Jakarta : UI-Press.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Permenkes Nomor 55 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Jakarta : Kemenkes RI.

Kresnowati L dan Ernawati D. 2013. Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Akurasi Koding Diagnosis dan Prosedur Medis pada Dokumen Rekam Medis di Rumah Sakit Kota Semarang. Diakses: 5 April 2016. Http://dinus.ac.id/

w b sc / a s se t s/ d o k u me n/ p e n e lit ia n/ la p - kemajuan/LaporanKemajuan_6606077003_. pdf

Mansjoer A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3 jilid pertama. Jakarta : Media

Aesculapius.

Maya, R. 2014. Kelengkapan Informasi Penunjang Dalam Penentuan Keakuratan Kode Diagnosis Utama Chronic Renal Failure Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri Tahun 2013. [Karya Tulis Ilmiah]. Karanganyar: APIKES Mitra Husada.

Murti, B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Edisi ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Salam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

(8)

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 30 Suyono, S. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Diakses:

14 Mei 2016. Http://sumbberilmu.blogspot. co.id/2012/12/askep-ckd-chronik-kidney- desease.html.

World Health Organization. 2005. International Statistical Classification dan Related Health

Problems Revision 5 volume 1 tabular list. Geneva : WHO.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Rangga Wardhana, 2009 tentang Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Di Jalan HR Bunyamin Purwokerto Kabupaten Banyumas, tujuan mengetahui

Dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana respon dan dampak terhadap kehidupan masyarakat akan keberadaan Bandara di Desa Pariksabungan.. Dalam menemukan data

1) Pada permukiman kumuh ringan, keberadaan kegiatan ekonomi yang berada disekitarnya turut mempengaruhi karakter yang dimiliki oleh permukiman tersebut,seperti misalnya dalam

Menurut Lazarus (dalam Sarafino, 2006) coping memiliki 2 fungsi utama, yaitu mengubah.. Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di

Hasil yang diperoleh berupa torsi motor induksi, yaitu untuk beban tertinggi dalam percobaan diperoleh nilai torsi sebesar 0,25 N.m untuk keadaan normal dan 0,29

Serangan Umum 1 Maret 1949 ialah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan

Pemasaran langsung adalah bentuk promosi dengan cara memasarkan barang/jasa secara langsung agar mendapat tanggapan secara langsung juga dari para konsumen.. Pemasaran

Meningkatnya nilai konsumsi masyarakat perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, menjadi penyumbang dari semakin banyaknya sampah yang harus dibuang. Sampah