• Tidak ada hasil yang ditemukan

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Latar Belakang Berdirinya

UNIVERSITAS

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN

NOMMENSEN

Foto gedung pertama

Elvis F. Purba

(3)

LATAR BELAKANG BERDIRINYA

UNIVERSITAS

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN

NOMMENSEN

Elvis F. Purba

(4)

LATAR BELAKANG BERDIRINYA UNIVERSITAS

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN

NOMMENSEN

Edisi Pertama,

Cetakan Pertama, 2009

Hak Cipta 2009 pada

Penulis

Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau

seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara

elektronik

maupun

mekanik,

termasuk

memfotocopi,

merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa seizin

tertulis dari penulis.

Cover, desain, setting & layout oleh

Elvis F. Purba

Penerbit:

(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena kasih dan rahmatNya sehingga tulisan ringkas ini dapat diselesaikan. Sudah sejak lama penulis ingin mewujudkannya namun baru setahun ini dimulai mengerjakannya. Jauh sebelum itu penulis telah berusaha untuk mengumpulkan sejumlah informasi mengenai Universitas HKBP Nommensen baik dari berbagai dokumen tertulis maupun informasi dari para informan. Sehubungan dengan itu, telah pernah dilakukan wawancara dengan sejumlah mantan Rektor Universitas HKBP Nommensen, diantaranya Dr. Andar Lumbantobing, O.H.S. Purba, MA, MSc, dan Prof. Dr. Amudi Pasaribu, MSc untuk mengumpulkan sejumlah informasi penting perihal Universitas HKBP Nommensen. Pengalaman dalam penelitian dan penulisan laporan proyek penelitian Migrasi Batak Toba yang dibiayai Volkswagen Stiftung Jerman memberanikan saya untuk merampungkan dan mempublikasi tulisan yang cukup singkat ini, yang sengaja ditulis untuk Dies Natalis ke-55 Universitas HKBP Nommensen.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tulisan ini mungkin masih jauh dari lengkap karena hanya menyajikan tahap-tahap awal pembukaannya. Walaupun demikian, inilah awal sejarah dari 55 tahun usia Universitas HKBP Nommensen. Ibarat kata pepatah: “tiada gading yang tak retak” mungkin juga tulisan ini masih mengandung berbagai kekurangan baik dari segi isi, penyajian maupun penggunaan bahasa dan cara penulisan yang baik dan benar. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis terbuka untuk kritikan dan saran yang konstruktif dari para pembaca yang budiman demi penyempurnaan pada masa yang akan datang.

(8)

1. Bapak Drs. Oloan Simanjuntak, MM, yang saat ini menjabat Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas HKBP Nommensen, Medan, yang menggagasi pelaksanaan Perayaan 55 Tahun Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen pada Oktober 2009.

2. Rekan dosen dan pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen yang tidak dapat disebut satu persatu, yang memberikan dukungan moral untuk menyelesaikan tugas ini. 3. Para informan yang tidak dapat disebut satu persatu yang

memberikan masukan berharga sehingga diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh tentang sejarah awal pendirian Universitas HKBP Nommensen.

4. Last but not least, terutama buat isteri dan anak-anak penulis yang dengan caranya masing-masing turut mendukung demi penyelesaian tulisan ini.

Akhir kata kiranya tulisan sederhana ini ada manfaatnya, bukan hanya bagi penulis tetapi juga bagi para pembaca yang budiman, khususnya sivitas akademika Universitas HKBP Nommensen. Pro Deo et Patria, bagi Tuhan dan Ibu Pertiwi.

Medan, Oktober 2009

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

BAB 1 NOMMENSEN DAN PENDIDIKAN DI TANAH

BATAK: SUATU TINJAUAN RINGKAS 1

1.1 Nommensen Memasuki Tapanuli Bagian Utara 1 1.2. Visi Nommensen Tentang Pendidikan 3 1.3. Pendidikan di Tapanuli 4

BAB 2 IDE PEMBUKAAN UNIVERSITAS 11

2.1. Kerindukan Akan Pendidikan Tinggi 11 2.2. Keputusan Mendirikan Universitas Milik

Gereja 13

2.3. Pembentukan Panitia 17

BAB 3 PERSIAPAN PERESMIAN BERDIRINYA

UNIVERSITAS 19

3.1. Pekerjaan Panitia dan Pemilihan Nama

Universitas 19

3.2. Penetapan Tempat Universitas 23 3.3. Fakultas Yang Akan Dibuka 27

3.4. Fungsionaris 28

3.5. Peresmian Universitas 29

BAB 4 PENUTUP 33

4.1. Harapan Para Pendiri 33 4.2. Motto Universitas 33

DAFTAR PUSTAKA 35

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sekolah Swasta Pribumi di Sumatera 6

2. Perbandingan Sekolah Dasar dan Murid

Bumiputera di Keresidenan Tapanuli 7

(11)

LAMPIRAN

Halaman

1. Susunan Panitia Persiapan Pendirian Universitas Yang Ditetapkan Sinode Godang HKBP Tahun

1953 38

2. Panitia 59 yang Mempersiapkan Pendirian

(12)

BAB 1

NOMMENSEN DAN PENDIDIKAN

DI TANAH BATAK: SUATU TINJAUAN RINGKAS

1.1. Nommensen Memasuki Tapanuli Bagian Utara

Ingwer Ludwig Nommensen adalah salah seorang misionar yang memasuki daerah Tapanuli untuk menyebarkan Injil. Nommensen tiba di Barus pada tanggal 25 Juni 1862 yang diutus oleh Rheinische Missionsgessellschaft (RMG) Jerman (Pasaribu, 2005). Beliau memulai pekerjaannya di daerah Tapanuli bagian Selatan tetapi kemudian pindah dan memilih Rura Silindung sebagai basisnya. Dalam perjalanannya dari Bunga Bondar ke Silindung tanggal 7 Nopember 1863, Nommensen beristirahat sejenak di daerah antara Pansurnapitu dengan Lumban Baringin dan beliau tertegun memandang Rura Silindung yang indah permai itu dengan persawahan yang terbentang luas hingga ke Sipoholon. Dalam masa istirahat tersebut Nommensen berdoa dan memohon kepada Tuhan agar dia dapat melayani Tuhan dengan memberitakan Injil dan berita keselamatan bagi orang Batak. “Mangolu manang mate pe ahu sandok di tonga-tonga di bangso on ma ahu maringanan, laho pararathon Hatam, Amen” (Sihombing, 1961; Purba dan Purba, 1997; Pasaribu, 2005).

(13)

Keadaan di Tapanuli bagian utara sebelum dan pada awal masa kedatangan Nommensen diwarnai dengan masalah sosial dan masalah ekonomi. Kecurigaan dan permusuhan antar huta pun sangat tinggi bahkan hak-hak azasi manusia (HAM) kurang dihormati. Pelanggaran terhadap HAM agaknya lumrah terjadi dalam masyarakat Batak tradisional. Dalam bidang kesehatan pun sangat memprihatinkan dimana pengobatan tradisional tidak mujarab untuk mengatasi berbagai penyakit yang melanda masyarakat. Disamping itu kehidupan masyarakat masih terbelakang, banyak penduduk yang hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan. Di banyak desa, rentenir cukup mencekik masyarakat sehingga lama kelamaan semakin banyak rumah tangga yang terjerat utang. Hal demikian telah disaksikan oleh Burton dan Ward (1827) ketika mereka berkunjung ke Silindung tahun 1824. Ketika ada pertemuan dengan masyarakat setempat, mereka berdua mendapat tantangan dari seorang raja yang hadir dalam pertemuan tersebut yang menyatakan dengan tegas bahwa orang Batak bersedia menerima mereka asalkan dapat menunjukkan jalan untuk mencapaihamoraondanhasangapon.Ai molo dipatuduhon hamu tu hami dalan tu hamoraon dohot hasangapon, las do rohanami

manjanghon hamu”(Sihombing, 1961; Purba dan Purba, 1997).

Dari surat-surat Nommensen pun dapat diketahui bahwa setidaknya hingga awal abad ke-19, orang Batak ketika itu hidup dalam situasi yang kurang menyenangkan, diliputi kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan (lihat juga Purba dan Purba, 1997), yang tentunya berbeda dari apa yang dialami oleh beliau ketika berada di daerah asalnya, Jerman. Rumah-rumah penduduk sangat sederhana, kesehatan tidak terjamin, bahkan sebagian besar dengan makanan utamanya adalah ubi. Singkatnya, keadaan penduduk sebagian besar Tanah Batak ketika itu, menurut pandangan beliau, cukup memprihatikan. Keadaan demikian harus diberantas dan Nommensen berusaha untuk mengatasinya demi cinta kasihnya bagi orang Batak.

(14)

dan memasuki daerah yang asing baginya, sudah memutuskan untuk tetap tinggal di Tapanuli. Beliau mengalami banyak masalah dan tantangan, namun selalu berusaha untuk meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Selain menyebarkan Injil, beliau pun memberikan perhatiannya yang cukup dalam dibidang kesehatan dan pendidikan yang kelak memberikan manfaat ganda bagi masyarakat Batak.

1.2. Visi Nommensen Tentang Pendidikan

Sejarah telah mencatat bahwa kehadiran Nommensen di Tapanuli bagian Utara penuh dengan pergumulan hidup bahkan ancaman terhadap keselamatan jiwanya. Namun demikian beliau telah berketetapan hati agar tetap melayani orang Batak. Nommensen menembus dan merintis pelayanannya dengan memasukkan kekuatan Injil, pengetahuan, dan patriotisme sehingga benteng kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan secara lambat laun dapat diatasi. Keberhasilan Nommensen menyebarkan Injil di Tanah Batak didukung oleh upaya beliau untuk memajukan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, terutama melalui pendidikan dan kesehatan. Sehubungan dengan bidang pendidikan, beliau pernah berkata: “jikalau kita menabur kerohanian saja, tak mungkin kita menuai manusia seutuhnya”. Artinya, kalau gereja hanya terfokus dalam bidang kerohanian saja maka sangat kecil kemungkinannya untuk mencapai tujuan penginjilan. Gereja tidak dapat berdiri sendiri di tengah-tengah masyarakat yang terlantar secara materi. Oleh karena itu untuk mencapai manusia seutuhnya tiada jalan lain selain mencerdaskan warga masyarakat melalui pendidikan dan memperhatikan kesehatannya. Sejalan dengan itu, Nommensen selalu mendesak agar masyarakat dapat membangun gereja dan membangun sekolah.

(15)

sendiri kalau mereka sudah dapat membaca. Oleh karena itu pulalah pendidikan dipandang sebagai penggerak utama pengembangan agama Kristen di Tanah Batak dan bahkan merupakan basis kemajuan menyeluruh bagi Tanah Batak (Tideman, 1932; Simanjuntak, 1986; Aritonang, 1988). Tanpa pendidikan, agaknya Nommensen akan sulit, atau jika tidak mungkin, berhasil mengristenkan orang Batak lebih cepat. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang sering beliau ucapkan berkaitan dengan pendidikan, yakni sangat sulit menerangkan Injil kepada orang yang tidak berpendidikan (“ndang tarpatorang barita nauli i tu angka halak na oto”). Beliau menemui banyak sekali rintangan untuk menyebarkan Injil namun akhirnya dapat diatasi berkat pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat melalui pendidikan modern.

Keberhasilan Nommensen untuk menyebarkan Injil dan mengangkat derajat hidup masyarakat Batak menyebabkan beliau harus dianggap sebagai Rasul orang Batak. Nama beliau pulalah yang akhirnya dipilih dan ditetapkan untuk nama perguruan tinggi yang didirikan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sekitar tigapuluh enam tahun sesudah Nommensen wafat. Memeteraikan nama beliau bagi Universitas milik HKBP merupakan suatu penghormatan yang amat dalam dari orang Batak umumnya dan warga HKBP khususnya bagi beliau yang dianggap sangat berjasa.

1.3. Pendidikan di Tapanuli

(16)

dapat diperoleh seseorang murid dari gurunya atau datu untuk menyerang dan bertahan dari serangan musuh, menyembuhkan penyakit, meramal dan lain-lain (Simanjuntak, 1986; Purba dan Purba, 1997).

Sistem pendidikan asli pribumi yang terfokus pada pengetahuan praktis serupa itu mulai terdesak oleh pendidikan sistem modern yang berasal dari Barat yang diperkenalkan oleh RMG dan pemerintah kolonial (Aritonang, 1988). Pendidikan tersebut membuka cakrawala berpikir orang Batak menjadi lebih luas dan akibatnya perhatian mereka terhadap pertanian pun secara lambat laun semakin berkurang. Pertanian pun mulai ditinggalkan sedangkan jabatan dalam gereja mulai menjadi idaman bagi banyak orang walaupun mereka tidak memperoleh gaji dari sana. Mereka melihat bahwa jabatan tersebut dapat mengangkat status hingga tahap tertentu sesuai dengan pandangan masyarakat ketika itu (Lumbantobing, 1957; Aritonang, 1988).

Sejak permulaan abad ke-19 semakin terbuka berbagai kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan gaji dan pangkat yang tinggi di instansi Pemerintah, perkebunan dan instansi-instansi yang lain. Seiring dengan terbukanya kesempatan kerja yang beaneka, dibuka pulalah sekolah-sekolah yang menawarkan keahlian yang beraneka juga yang memberikan berbagai peluang bagi kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan. Kaum terdidik mengalihkan perhatiannya mencari pekerjaan karena dengan pendidikannya itu mereka hendak keluar dari lingkaran kemiskinan yang dideritanya. Jabatan dalam gereja, seperti guru huria dan guru bantu, yang pada mulanya sangat digemari dan diinginkan karena menurut mereka ada hubungannya dengan wibawa (sahala), lambat laun menjadi kehilangan daya tariknya (Lumbatobing, 1957; Aritonang, 1988). Mereka mencoba mencari pekerjaan di daerah lain di luar wilayah budaya sendiri, diantaranya ke daerah Sumatera Timur bahkan ada yang sampai ke pulau Jawa.

(17)

dialami. Sebagai contoh adalah pengalaman orang-orang Batak Toba yang sudah beragama Kristen ketika mereka mencari pekerjaan di daerah Sumatera Timur (Purba dan Purba, 1998). Tatkala mereka dihadang oleh faktor agama yang kadang-kadang menjadi penghambat untuk mendapatkan pekerjaan, akan tetapi semangat mereka untuk mengejar pangkat dan jabatan tidak kendur. Setiap orang yang berpendidikan berlomba-lomba menjadi pekerja kantoran atau pekerjaan lainnya, diluar bertani. Mereka memandang bahwa pendidikan menjadi satu jalur mobilitas sosial untuk mendapatkan pangkat (Castles, 1972). Para orang tua pun bersedia mengorbankan apa saja yang ada padanya untuk menyekolahkan anak-anaknya, baik di dalam maupun luar Tapanuli. Mereka menganggap bahwa seseorang dapat menambahsahala-nya melalui pendidikan (Lumbantobing, 1957; Aritonang, 1988).

Tabel 1. Sekolah Swasta Pribumi di Sumatera

No. Daerah T a h u n

1878 1888 1898 1908 1909 Subsidi 1.

(18)

sekolah dan banyaknya anggota masyarakat di Tapanuli yang memperoleh pendidikan. Sekolah-sekolah diupayakan berdiri dimana ada gereja atau dimana tinggal pendeta Jerman. Oleh karena itu masyarakat memandang dimana berdiri gereja dan tinggal pendeta Jerman di sanalah pusat kemajuan (pusat hamajuon). Sebagai basis pelayanannya, jumlah sekolah yang didirikan zending di Tapanuli jauh lebih banyak dibandingkan dengan sekolah yang didirikan oleh Pemerintah (perhatikan Tabel 1 dan 2).

Tabel 2. Perbandingan Sekolah Dasar dan Murid Bumiputera di Keresidenan Tapanuli

Tahun Zending (RMG) Pemerintah Kolonial Jlh Sekolah Jlh Murid Jlh Sekolah Jlh Murid 1870 Na : tidak tersedia data

a) Sejak tahun 1904 data statistik tentang sekolah dan murid Zending (RMG) di atas sudah mencakup yang berada di luar Keresidenan Tapanuli, tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga tidak terlalu mempengaruhi data di atas. Apabila diperhatikan jumlah sekolah dan/murid Zending (RMG) pada tahun 1920-an terlihat ada penurunan, itu disebabkan penciutan subsidi dan pengetatan persyaratan subsidi.

Sumber: Aritonang, 1987.

(19)

kesempatan memasuki pendidikan (Purba dan Purba, 1997). Secara lambat laun tetapi pasti, Tapanuli menjadi salah satu pusat

hamajuondi Indonesia, setidaknya hingga awal tahun 1950-an.

Sekolah-sekolah yang didirikan oleh RMG dan Pemerintah kolonial Belanda, bagaimanapun memberikan jalan terbaik bagi sebagian orang Batak untuk mengembangkan dirinya. Masyarakat mau bersekolah karena dengan berpendidikan, mereka dapat mencapai cita-cita dan tujuan hidupnya sehingga status dan harga dirinya bisa meningkat. Kenyataan ini menyebabkan masyarakat bukan hanya mendambakan pendidikan dasar tetapi juga pendidikan lanjutan hingga pendidikan yang lebih tinggi. Animo masyarakat untuk mencapai pendidikan yang setinggi-tingginya mendorong Pemerintah kolonial mendirikan sekolah yang lebih tinggi pula, diantaranya MULO dan HIK. Menurut sensus 1930, dari seluruh keresidenan yang ada di Indonesia, Tapanuli menduduki urutan kedua dalam hal banyaknya penduduk yang sudah melek huruf. Selain merupakan jawaban terhadap hasrat masyarakat, pengadaan pendidikan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terdidik di berbagai instansi dan perusahaan-perusahaan asing, yang ketika itu sudah semakin marak di sejumlah daerah. Daerah Sumatera Timur pun menjadi salah satu daerah tujuan tenaga terdidik untuk mencari pekerjaan.

(20)

Jenis-jenis pendidikan keterampilan/kejuruan berkembang tahun-tahun berikutnya. Kecenderungan yang baru mengikuti nilai-nilai profesi atau pekerjaan yang serasi dengan pendidikan tersebut. Terdapat kecenderungan bahwa orang Batak Toba yang mendapat pendidikan meninggalkan kegiatan tradisional (bertani) dan menjadi “pekerja halus” yang pada umumnya memberikan pendapatan yang lebih besar dan status yang lebih tinggi, sebagaimana yang mereka idam-idamkan sesuai dengan nilai-nilai filosofis mereka. Para orang tua menghendaki menantunya seorang GAIB (Gouvernements Ambtenaar voor Inlandsch Bestuur atau pejabat Pemerintah untuk orang-orang Bumiputera) atau seorang tamatan HIK (Hollands Inlandse Kweekschool), yang menggambarkan adanya pergeseran penilaian terhadap pendidikan yang dicapai dan pekerjaan yang didapat seseorang.

Dampak pendidikan benar-benar menumbuhkan fanatisme yang luar biasa bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya, termasuk keluar Tapanuli. Kendatipun para orang tua harus meneteskan air mata ketika memberangkatkan anak-anaknya melanjutkan pendidikan ke luar daerah, terutama kalau ke pulau Jawa, namun hal itu menjadi pemberi semangat bagi anak-anak mereka. Bahkan Dr. Verwiebe, seorang Jerman dan mantan Ephorus HKBP pernah mengemukakan bahwa pemuda-pemuda Batak yang berangkat ke pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikannya harus mendapat ijazah terlebih dahulu untuk mencapai kekayaan sebelum mereka berumah tangga (Pedersen, 1970; Purba dan Purba, 1997). Sampai akhir kolonial, kelompok-kelompok terdidik Batak Toba sebagai “white collar” telah menyebar ke berbagai penjuru, seperti ke pulau Bangka, Jawa, Kalimantan, Sulawesi bahkan ke Singapura. Dan salah satu produk pendidikan Zending yang lebih tersohor bahkan sudah hampir tersebar di seluruh pelosok Nusantara ketika itu adalah guru (Aritonang, 1988).

(21)

Pemerintahan, agaknya telah merubah dasar dan manifestasi kemampuan berkuasa,sahala harajaon, kepada kemampuan untuk dihormati, sahala hasangapon. Oleh karena itulah tepat apa yang dikemukakan oleh Castles (1972) yang menyatakan bahwa masyarakat sudah memandang pendidikan merupakan suatu jalur mobilitas sosial untuk mendapatkan pangkat.

Sementara itu kesempatan yang terbatas di wilayah budaya sendiri untuk mendapatkan pekerjaan menyebabkan kaum terdidik yang belajar di daerah lain enggan kembali ke kampung halamannya. Terbukanya pusat-pusat pendidikan baru di daerah lain, terutama sejak dekade 1950-an, menyebabkan Tapanuli lama kelamaan kehilangan manusia-manusia potensilnya. Demikian juga dengan pemindahan sekolah dari Tapanuli, misalnya Sekolah Menengah Theologia dari Sipoholon ke Pematang Siantar pada awal pembukaan Universitas HKBP Nommensen turut mempercepat proses pengurasan tersebut.

Hamajuon telah menunjang kedudukan sosial penduduk sekaligus berdampak positif terhadap kekayaan materi dan

hasangapon yang akhirnya menjadi gerakan hamajuon bagi masyarakat Batak. Hamajuon telah menjadi guiding principle

(Keuning, 1958) dan sebagai golden plough (Bruner, 1961) di kalangan Batak, khususnya Batak Toba. Pendidikan dianggap sebagai salah satu faktor yang mampu mengatasi kemiskinan bahkan merupakan langkah paling strategis untuk meraihhamoraon

danhasangapon. Setidaknya ada 3 nilai filosofi yang selalu melekat dalam hati dan sanubari orang Batak, yaitu hagabeon, hamoraon,

dan hasangapon (3H). Setiap orang atau setiap keluarga Batak (Toba), baik yang bertempat tinggal di bona pasogit atau di

(22)

BAB 2

IDE PEMBUKAAN UNIVERSITAS

2.1. Kerinduan Akan Pendidikan Tinggi

Jauh sebelum ada perguruan tinggi di Sumatera bagian utara, seseorang yang menyatakan dirinya sebagai pemerduli (pencinta) bagi bangsa Batak (sahalak parholong ni roha di bangso Batak)

telah mengungkapkan arti pentingnya suatu Universitas bagi bangsa Batak pada tahun 1918. Dengan pernyataan yang dapat diterima pikiran, beliau mengatakan: “ai aha ma bangso Batak mortimbanghon angka bangso na asing anggo so adong univer-sitet“ (terjemahan bebas: apakah kelebihan bangsa Batak dari bangsa lain jika tidak memiliki Universitas). Pernyataanparholong ni roha tersebut, yang sesungguhnya beliau adalah orang asing, pada dasarnya menggambarkan visinya tentang arti penting pembukaan perguruan tinggi di tengah-tengah bangsa Batak. Beliau mengharapkan bahwa perguruan tinggi tersebutlah yang akan menghasilkan calon-calon pemimpin bangsa yang bijaksana dan cendikia (asa lam tamak parrohaon dohot pamingkirion ni na deba, nanaeng gabe partogi di bangso). Apa yang dikemukakan

parholong ni roha itu ditulis dan dapat dibaca oleh banyak orang karena dimuat dalam satu majalah yang tersebar luas, khususnya di kalangan orang Batak yang menganut agama Kristen, yaitu Majalah Immanuel yang diterbitkan oleh Gereja Batak. Tulisan tersebut terbit sekitar dua bulan sebelum I.L. Nommensen wafat.

(23)

ditujukan bagi warga HKBP tetapi juga bagi yang bukan HKBP. Sementara itu perguruan tinggi belum ada yang berdiri di pulau Sumatera sehingga penduduk Sumatera Utara umumnya dan Batak Toba khususnya harus melanjutkan pendidikannya ke pulau Jawa atau keluar negeri bila ingin memasuki perguruan tinggi.

Seiring dengan gerakan hamajuon di kalangan orang Batak menyebabkan jumlah pemuda Batak yang mengecap pendidikan dasar dan menengah semakin banyak pula, baik yang belajar di Tapanuli maupun di luar Tapanuli. Sebelum dekade 1950-an banyak diantara mereka yang ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, akan tetapi harus ke pulau Jawa karena pada saat itu semua perguruan tinggi yang ada di Indonesia terpusat di sana. Selain pertimbangan jarak yang relatif jauh dan hubungan transportasi dan komunikasi yang belum memadai, tentulah pertimbangan dana sangat mempengaruhi keputusan orang tua untuk mengirimkan anak-anaknya belajar ke pulau Jawa ketika itu.

Pada masa kolonial Belanda, kemungkinan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan, apalagi pendidikan tinggi sangatlah terbatas. Ketika itu jumlah sekolah lanjutan atas dapat dibilang dengan jari karena adanya pembatasan yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Ketika itu di kota Medan, misalnya, hanya ada satu sekolah lanjutan atas yaitu HBS dan bahkan satu-satunya di pulau Sumatera. Sementara itu di pulau Jawa sudah ada pendidikan tinggi seperti Medische Hoge School (Kedokteran) dan Rechts Hoge School (Hukum) di Jakarta dan Technische Hoge School (Teknik) di Bandung dan beberapa pendidikan tinggi lainnya yang bersifat akademis.

(24)

dan dialog dengan agama-agama lain pun dibutuhkan sumber daya manusia yang tamat dari perguruan tinggi agar wawasannya menjadi lebih luas sehingga akan terhindar dari sikap eksklusivisme. Selain itu, gereja-gereja juga semakin menyadari bahwa berbagai kemungkinan yang beraneka ragam dapat merusak warga masyarakat sehingga HKBP berusaha untuk mempertinggi mutu dan jenjang pendidikan yang didirikannya.

Perkembangan sarana dan prasarana pendidikan di berbagai daerah, baik yang dibiayai oleh Pemerintah maupun oleh pihak swasta mendorong HKBP untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sekolah-sekolah yang didirikannya agar dapat melayani warga gereja, bangsa dan negara. Sesudah Indonesia merdeka, sekolah-sekolah yang diasuh oleh HKBP semakin besar jumlahnya, semakin beraneka ragamnya, dan semakin tinggi tingkatannya. Perkembangan dalam masalah-masalah ekonomi, politik, dan sosial pun merupakan dorongan untuk meningkatkan mutu pendidikan HKBP mulai dari sekolah dasar hingga pendidikan lanjutan. Universitas HKBP Nommensen adalah perkembangan logis dari jaringan persekolahan yang diasuh Huria Kristen Batak Protestan.

2.2. Keputusan Mendirikan Universitas Milik Gereja

(25)

Orphaned Missions (CYCOM) yaitu satu komisi dari National Lutheran Council (NLC) di Amerika Serikat, untuk meminta bantuan yang akan disalurkan bagi orang Batak. Keberhasilan para misionar RMG yang bekerja di Cina Selatan mendapat bantuan dari CYCOM, mendorong Zending Belanda mendesak CYCOM agar memberikan bantuannya juga kepada HKBP (Pedersen, 1970).

Kendatipun HKBP baru menjadi anggota LWF tahun 1952, namun HKBP telah mendapat bantuan LWF untuk membuka kembali Seminari Sipoholon tahun 1950. Namun tidak demikian halnya dengan CYCOM terkait dengan rencana HKBP untuk mendirikan Universitas. Panitia Executive CYCOM ternyata kurang tertarik atau kurang antusias akan berita tentang Universitas yang bakal didirikan itu. Lebih dari itu, yang paling mengagetkan lagi adalah kecemasan mereka yang dinyatakan secara tertulis kepada Dr. Arne Bendtz, wakil LWF di Sumatera ketika itu. Diberitahukan juga supaya perbincangan, apalagi memberi harapan akan bantuan dari LWF untuk Universitas yang sudah didesasdesuskan itu sebaiknya dihindari dan dihalang-halangi. Sekretaris CYCOM juga kemudian mendengar berita itu pada Mei 1954 bahwa HKBP bermaksud membuka Universitas Nommensen pada Oktober tahun itu juga. Oleh karena cemas atas desas-desus bahwa LWF telah menjanjikan sebuah Universitas kepada HKBP, maka segera diadakan konsultasi dengan wakil-wakil Dewan Zending Belanda dan dalam konsultasi kedua yang diadakan di Chicago selama Sidang Raya Dewan Gereja-Gereja Sedunia (Pedersen, 1970).

(26)

sumbangan dua juta dolar dan hal itu sudah mendapat pertimbangan yang baik sebagai imbangan terhadap pengaruh komunisme. Tatkala HKBP tetap menyatakan keinginannya yang kuat untuk membuka Universitas, muncul juga sikap pesimis seperti yang dilontarkan oleh Baron van Tuyll. Beliau menyebutkan bahwa HKBP tidak akan sanggup membangun sebuah Universitas sekaligus membantu Universitas Kristen dan Sekolah Theologia yang ada di Jakarta (Pedersen, 1970).

Kendatipun demikian utusan HKBP tetap menyatakan keinginannya yang kuat untuk terus membantu institut (Sekolah Theologia) Jakarta walaupun masyarakat Batak diliputi sedikit kecemasan bahwa mahasiswa-mahasiswanya tidak mendapat perhatian yang cukup di Jakarta. Atas dasar keinginan yang begitu dalam dan kuat dari utusan HKBP serta dukungan Dr. Arne Benzt, komisi itu akhirnya mengakui perlunya suatu perguruan tinggi Kristen di Sumatera sehingga sangat penting untuk melaksanakan rencana yang demikian. Sementara itu ijin dari Pemerintah masih mungkin dapat diperoleh dan kebutuhan untuk bekerjasama secara erat dalam usaha berat ini dengan Dewan Gereja Indonesia (DGI) dan Universitas Kristen di Jakarta masih dapat ditingkatkan.

(27)

Pada tahun awal beroperasinya kedua Universitas tersebut, fakultas yang dibuka masih sangat terbatas sekali. Hingga tahun 1955, misalnya, USU hanya mengasuh dua fakultas, yaitu Fakultas Kedokteran yang dibuka pada awal berdirinya dan ditambah dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat pada tahun 1954. Dan hingga di-negeri-kan pada Nopember 1957 hanya menambah 2 fakultas lagi, yaitu Fakultas Pertanian dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Demikian juga halnya dengan UISU hanya membuka dua fakultas, yaitu Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat serta Fakultas Agama Islam, yang kedua-duanya dibuka bersamaan dengan berdirinya Universitas tersebut (Masjikuri dan Kutoyo, 1981). Jumlah fakultas yang dibuka kedua Universitas tersebut sangat terbatas sehingga belum mampu menjawab semua keinginan warga masyarakat yang hendak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Kehadiran kedua perguruan tinggi tersebut, bagaimanapun, membangkitkan semangat masyarakat Batak yang beragama Kristen untuk segera mendirikan Universitas.

(28)

2.3. Pembentukan Panitia

Untuk melaksanakan keputusan tersebut, Sinode menugaskan Pucuk Pimpinan HKBP membentuk satu panitia yang bekerja untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Sinode Godang memberi kuasa bagiKerkbestuur(Parhalado Pusat) untuk memilih anggota-anggota, yaitu yang menjadi Panitia Persiapan Pendirian Universitas. Parhalado Pusat sangat hati-hati untuk memilih anggota-anggota Panitia itu. Anggota jemaat HKBP yang berhasil dan yang dapat memberikan waktu dan pikirannya, merekalah yang dipilih menjadi anggota-anggota panitia tersebut dan Ephorus HKBP Dr. Justin Sihombing ditetapkan sebagai ketuanya. Ternyata yang menjadi anggota-anggota panitia yang terpilih bukan hanya orang Batak jemaat HKBP tetapi ada juga orang asing (Lihat Lampiran 2). Hal ini membuktikan bahwa pekerjaan tersebut bukanlah hal ringan melainkan pekerjaan berat yang perlu ditangani oleh banyak orang. Perlu sinergi untuk melaksanakan pekerjaan yang mulia ini supaya dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Setelah bekerja selama satu tahun, panitia melaporkan hasil kerjanya pada Sinode Godang HKBP tahun 1953 yang berisikan persiapan-persiapan pendahuluan pendirian Universitas telah rampung. Selanjutnya Sinode Godang 1953 memutuskan dan menugaskan mereka untuk bekerja menyiapkan hal-hal yang berhubungan dengan pembukaannya, yakni mengenai lokasi Universitas, gedung-gedung perkuliahan, perpustakaan, dan perumahan dosen.

(29)

salah satu alasan penting mengapa HKBP mendirikan Universitas HKBP Nommensen.

Berbeda dari semua lembaga HKBP lainnya, Universitas diharapkan, diidam-idamkan dan dicita-citakan oleh para pendiri agar Universitas HKBP Nommensen dapat menjadi “tangki pemikir” bagi warga HKBP khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya (Purba, 1989). Dalam dokumen “Angka Hatorangan Taringot tu Universiteit Nommensen” disebutkan juga bahwa adalah kekurangan besar apabila orang Kristen Batak tidak memiliki Universitas. Memang benar bahwa Universitas milik gereja ini didirikan agar menjadi tempat menyamaikan para pemimpin yang bijaksana dan cendikia bagi bangsa kita, dan membantu mereka yang kurang mampu menyekolahkan putra-putri mereka ke perguruan-perguruan tinggi yang ada di Pulau Jawa. Dan dari salah satu dokumen yang dikeluarkan oleh panitia disebutkan bahwa Universitas HKBP Nommensen didirikan adalah: “Asa parsamean ni angka partogi na bisuk dohot na malo do Universiteit on di bangsonta, dohot mangurupi angka na hurang di sibahenon pasikolahon angka ianakkonnasida tu parsikolaan na timbo na

(30)

BAB 3

PERSIAPAN PERESMIAN BERDIRINYA UNIVERSITAS

3.1. Pekerjaan Panitia dan Pemilihan Nama Universitas

Mendirikan Universitas milik gereja, sebagaimana disebutkan di atas, telah diputuskan pada Sinode Godang HKBP tahun 1952. Untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Universitas adalah satu pekerjaan yang sulit namun mulia. Dalam Sinode Godang tahun 1953 kembali dibicarakan rencana tersebut. Setelah dipikirkan secara matang, maka Sinode Godang memberikan kuasa kepada Parhalado Pusat HKBP untuk membentuk satu panitia yang memikirkan dan mempersiapkan rencana itu. Ketika itulah ditetapkan panitia yang dinamakanPanitia Persiapan Universiteit H.K.B.P.yang diketuai oleh Ephorus HKBP Dr. Justin Sihombing (lihat Lampiran 1). Panitia tersebut diresmikan pada awal tahun 1954 dan mereka pertama kali mengadakan rapat pada Pebruari tahun itu. Mengingat banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan dan waktu yang sudah begitu singkat, maka panitia membentuk seksi-seksi supaya pekerjaan mereka menjadi efektif. Kepanitian dibagi atas: (1) pengurus harian, (2) seksi keuangan, (3) seksi bangunan, (4) seksi teknik, (5) seksi ojahan (statuten), (6) seksi penerangan, (7) seksi humas, dan lain-lain yang dianggap perlu (Brosure, 1954).

(31)

ditentukan berdasarkan besarnya kontribusi mereka terhadap Universitas. Peserta rapat menyepakati juga bahwa yang akan menjalankan Universitas itu akan diputuskan dalam Sinode Godang tahun 1954.

Sebelum Universitas resmi berdiri, Panitia Persiapan Pendirian Universitas harus menetapkan nama bagi Universitas. Apabila dipikirkan sepintas lalu, memang tidak sulit untuk menentukan namanya. Akan tetapi pemilihan dan penentuan nama tersebut menjadi satu pergumulan tersendiri juga bagi panitia karena sesungguhnya dalam nama tersebut harus terangkum berbagai maksud atau cita-cita. Dari nama yang akan dipilih dan ditetapkan dikehendaki dan diharapkan suatu identitas, yaitu kekristenan yang bukan hanya berjangka pendek akan tetapi sekaligus menjadi cita-cita untuk mewujudkan semakin kokohnya kekristenan serta memungkinkan Injil semakin menyebar. Selain itu, nama yang akan dipilih tidak mengandung unsur yang dapat menimbulkan pengelompokan bagi sesama jemaat Kristen. Oleh karena pertimbangan sedemikian, panitia merenungkannya dengan sungguh-sungguh (mangaririt) nama Universitas yang akan diresmikan itu. Panitia menyadari bahwa bila nama Universitas adalah “Universitas HKBP” berarti nama tersebut akan menjadi batasan bagi sesama. Sehubungan dengan itulah diadakan rapat khusus untuk menentukan nama Universitas dengan tetap berpedoman pada pandangan dan cita-cita yang telah disebut di atas.

Terdapat sejumlah nama yang diusulkan oleh peserta rapat ketika itu. Masing-masing peserta memberikan alasan dan tafsiran terhadap nama yang mereka ajukan. Dilihat dari usulan nama-nama yang diajukan, masing-masing nama mempunyai corak tertentu. Ada yang bercorak kekristenan, kemisionaran, kenasionalan, kedaerahan, dan bahkan kesukuan. Nama-nama yang diajukan antara lain adalah (Siagian, 1973; Kenang-kenangan…, 1979):

(32)

tetapi jika ditafsirkan secara sempit maka kata “merdeka” dapat ditafsirkan sebagai kemerdekaan bagi orang Kristen. 2. Universitas Si Singamangaraja. Nama ini diusulkan

untuk mengingat dan menghormati kepahlawanan Raja Si Singamangaraja XII yang rela mengorbankan jiwa raganya untuk mengusir penjajah Belanda dari Tanah Batak demi bangsa dan negara Indonesia.

3. Universitas Toba. Nama ini diusulkan untuk mengingatkan bahwa daerah Toba adalah pusat dan asal-usul suku Batak. Selain itu, kata “Toba” akan mengingatkan kita akan nama salah satu suku dan sekaligus geografisnya.

4. Universitas Horas. Pengajuan nama ini mengingatkan kita akan maksud yang terkandung dalam kata “horas”, yakni sejahtera, damai, makmur, sehat, kuat, dan bahagia. Walaupun kata “horas” semakin lama semakin populer di kalangan masyarakat, namun kata itu adalah bahasa daerah (Batak Toba), sehingga dianggap juga sebagai pembatas. 5. Universitas Sumatera. Usulan nama ini timbul sebagai

lampiasan kemarahan kepada pihak penjajah yang tidak mendirikan perguruan tinggi di pulau Sumatera pada masa yang lalu.

6. Universitas Paulus. Nama ini diajukan untuk mengingatkan kita akan nama seorang rasul yakni Paulus dengan maksud agar sifat ke-misionar-annya dapat berkembang terus dan mempunyai sifat lebih universal. 7. Universitas Kristen Batak. Nama ini diajukan untuk

mengingatkan kita akan keberhasilan RMG menyebarkan Injil bagi orang Batak dan yang telah berhasil mengristenkan sebagian besar orang Batak. Namun nama ini juga mengandung ketidakjelasan apabila dilihat dari segi kepemilikan Universitas.

(33)

metode-metodenya telah berhasil meningkatkan bidang sosial dan ekonomi masyarakat Batak umumnya dan Batak Toba khususnya.

Dari antara nama-nama yang diajukan tersebut dipilih dan ditetapkanlah satu nama yang dianggap sangat tepat, yang dapat merangkum maksud dan cita-cita yang disebutkan di atas, yaitu “Universiteit Nommensen”. Sesungguhnya pilihan terhadap nama tersebut didasari fakta bahwa Dr. I.L. Nommensen adalah hamba Tuhan (parhitean ni Debata) yang menyebarkan Injil di Tanah Batak. Nommensen bekerja di Tanah Batak untuk memberitakan berita keselamatan dan telah berhasil mengristenkan masyarakat Batak. Keberhasilan tersebut sudah melahirkan satu organisasi gereja, yakni Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan merupakan salah satu organisasi gereja terbesar di Indonesia. Dengan demikian, semua orang yang mengetahui sejarah, apabila mendengar nama Nommensen, maka akan teringat dengan “Kristen” dan sekaligus dengan “Batak”. Berdasarkan latar belakang pemikiran sedemikianlah, peserta rapat memutuskan nama yang indah bagi Universitas dan mereka sangat mengharapkan bahwa perguruan tinggi yang akan didirikan itu kelak akan mengalami kemajuan baik dalam jumlah fakultas, mahasiswa dan tetap menjaga kualitas, yang berguna bagi bangsa dan negara Indonesia.

(34)

Kendatipun panitia sudah memilih satu nama bagi Universitas yang segera akan didirikan itu, namun harus diajukan kepada peserta Sinode Godang HKBP tahun 1954 supaya diputuskan. Setelah memperhatikan usulan dari Ephorus HKBP dan pengajuan dari Parhalado Pusat, maka Sinode Godang menetapkan nama Universitas sebagaimana yang diajukan kepada sinodisten. Nama yang ditetapkan dalam Sinode adalah:Universitas Huria Kristen Batak Protestan Nommensen. Nama inilah yang tetap bertahan pada Perguruan Tinggi milik HKBP itu yang telah mencapai usia lebih dari setengah abad pada saat ini.

3.2. Penetapan Tempat Universitas

Selain memergumulkan nama, panitia pun bergumul juga ketika akan menentukan tempat domisili Universitas. Tentulah ada sejumlah pertimbangan sebelum memutuskan tempat, diantaranya situasi lokasi, fasilitas yang tersedia pada masa itu, dan harapan pada masa yang akan datang. Setidaknya terdapat 6 usulan tempat bagi Universitas yang akan didirikan itu. Nama-nama tersebut datang dari jemaat maupun dari anggota panitia. Nama-nama tempat yang diusulkan (Siagian, 1973; Kenang-kenangan…, 1979) adalah:

1. Seminari Sipoholon. Usulan ini diajukan dengan alasan bahwa Seminari Sipoholon merupakan pusat pendidikan HKBP sehingga selayaknyalah HKBP mendirikan Universitas di sana. Selain relatif dekat dengan Tarutung, alumninya juga sudah diberdayakan oleh gereja-gereja dan masyarakat.

2. Tarutung. Nama ini diajukan dengan alasan bahwa Tarutung merupakan tempat kedudukan Pusat HKBP sehingga wajar bila Universitas didirikan di sana.

(35)

4. Parapat. Kota wisata ini memiliki panorama yang indah dan hawanya yang sejuk. Selain itu daerah ini berada antara Tarutung dan kota Medan.

5. Medan. Walaupun relatif jauh dari tempat kedudukan Pusat HKBP akan tetapi tenaga pengajar lebih mudah dicari. Sebagai ibu kota provinsi, di kota ini mahasiswa dapat berhadapan langsung dengan kemajuan-kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan.

6. Pematang Siantar.Kota ini merupakan pintu gerbang dari dan ke seluruh penjuru. Letaknya tidak terasing dan malahan menjadi pintu gerbang masuk ke Tanah Batak. Selain itu, alamnya yang sejuk dan tidak berapa jauh dari kota Medan.

Sesungguhnya rencana asli adalah untuk memperluas kampus Sipoholon menjadi Universitas, dan bukan untuk mendirikan Universitas yang baru (Pedersen, 1970). Akan tetapi keputusan yang diambil kemudian ialah mendirikan Universitas sehingga perlu ditetapkan satu tempat dimana Universitas akan ditempatkan. Panitia mengupayakan agar tercapai musyawarah untuk mufakat dalam pemilihan tempat dari sejumlah nama yang disebutkan di atas. Oleh karena kata sepakat tidak tercapai di kalangan panitia, tentu dengan alasan masing-masing, sehingga akhirnya penentuan tempat harus dilakukan dengan cara voting (Siagian, 1973; Kenang-kenangan…, 1979). Berdasarkan hasil voting, terpilih dan ditetapkanlah Pematang Siantar menjadi lokasi atau tempat berdirinya Universitas.

Kendatipun bukan kota Medan yang terpilih menjadi lokasi Universitas dimana sudah ada UISU dan USU, namun setidaknya terdapat sejumlah pemikiran dan pertimbangan lain dari panitia sehingga akhirnya memilih dan menetapkan Pematang Siantar menjadi domisili Universitas. Pertimbangan tersebut adalah:

(36)

2. Apabila ada penambahan cabang-cabangnya (Fakultas-fakultas lain dan mungkin kampus) maka dapat didirikan di kota-kota yang dianggap sesuai dengan perkembangan Universitas.

3. Berhasilnya HKBP membeli kompleks Rumah Sakit Siantar Estate lengkap dengan perumahan dokter, kantor-kantor, barak-barak dan bangunan lainnya yang berada di atas tanah seluas 25 ha. Ruangan-ruangan itulah yang kelak direnovasi, diantaranya menjadi ruang kuliah, asrama, dan lain-lain.

Perlu juga diketahui bahwa sebelum berhasil membeli kompleks Rumah Sakit Siantar Estate yang ada di Pantoan Pematang Siantar, Panitia Persiapan Pendirian Universitas telah membentuk suatu seksi khusus yang bertugas untuk mencari tempat lokasi hingga melakukan persiapan pembeliannya. Secara kebetulan, ketika itu, diketahui bahwa sebidang tanah dengan sejumlah rumah-rumah besar didalamnya akan dijual karena masa konsesinya telah berakhir, yang sebelum perang adalah milik Perkebunan Harrison & Crossfield. Dikirimkanlah satu delegasi resmi ke Jakarta, yaitu M.L. Siagian, untuk menghubungi Bank Industri Negara di Jakarta sebagai pemegang kuasa atas tanah dan bangunan kompleks Rumah Sakit tersebut. Delegasi berhasil melakukan negosiasi dengan pembayaran satu juta rupiah untuk 25 ha tanah dan sejumlah rumah di kompleks tersebut.

(37)

harapan akan dapat diselesaikan pada akhir September atau paling lambat awal Oktober 1954 (Angka Hatorangan…, 1954; Brosure, 1954) agar pembukaan Universitas dapat diresmikan pada awal Oktober.

Tabel 3. Dana yang Harus Disediakan Segera

No. Keterangan Jumlah Dana (Rp)

1. Pembayaran 25 ha tanah kompleks RS Siantar Esatate

1.000.000 2. Renovasi 11 buah rumah besar 600.000 3. Biaya Persiapan 150.000 4. Gaji staf pengajar pada tahun pertama 100.000 4. Membeli buku, peralatan fakultas,

kantor, asrama, dan perumahan dosen

tetap 1.650.000

J u m l a h 3.500.000 Sumber:Angka Hatorangan…,1954

Sebagai pendiri Universitas, HKBP hingga saat itu ternyata masih mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu menyediakan dana sebanyak itu dalam jangka waktu sesingkat mungkin, terutama untuk membayar tanah yang sudah disepakati tersebut. Oleh karena pelunasannya harus segera dilaksanakan, maka atas inisyatif Ephorus HKBP, Dr. Justin Sihombing, dilakukan peminjaman uang sebanyak satu juta rupiah dari Dr. J.K. Panggabean (Direktur PT. Piola di Jakarta ketika itu) untuk sementara waktu guna membayar 25 ha tanah kompleks RS Siantar Estate. Pembelian tanah tersebut dilakukan HKBP yang diwakili oleh M.L. Siagian sebagaimana tercantum dalam Akte Notaris T.W. Voskuyl No. 109 tanggal 29 Juli 1954 di Medan dengan harga Rp. 1.000.000,- dengan luas 25 ha. Untuk menutupi pinjaman tersebut maka HKBP mengumpulkan dana dari jemaat HKBP dan sumbangan dari para donator termasuk dari LWF.

(38)

pendirian Universitas dan memberitahukan jumlah uang masuk dari para donator di surat kabar lokal sekaligus untuk mengingatkan masyarakat Batak, terutama warga gereja, untuk memberi partisipasinya bagi pekerjaan besar itu. Di Jakarta pun terbentuk Panitia oleh warga Jakarta yang dikordinir oleh Mr. Djaidin Purba, Mr. A.M. Tambunan, J.K. Panggabean dan kawan-kawannya. Demikian juga di Rantau Prapat yang dibentuk oleh Batara Sangti, B. Hutajulu, R. Silitonga, Sjahwin Simatupang dan kawan-kawan mereka (Brosure, 1954).

Hingga minggu kedua Agustus 1954 jumlah dana yang terkumpul dan masuk kepada Panitia masih sedikit. Oleh karena itu dalam rapat umum panitia yang dilaksanakan di Parapat tanggal 13 Agustus direncanakan untuk meminjam dari setiap resort dan anggota jemaat termasuk dari anggota Panitia. Sejak 15 Agustus 1954 telah dilaksanakan usaha kampanye umum kepada seluruh jemaat HKBP yang diharapkan akan menjadi suatu “gerakan massal” guna mengumpulkan dana sumbangan (guguan) dari seluruh jemaat HKBP. Besarnya guguan dibuat secara bertingkat, misalnya Rp. 250,- Rp. 200,- Rp. 150,- Rp. 75,- Rp. 50,-, Rp. 25,-dan Rp. 12,50. Itulah besarnya tingkatan partisipasi (guguan)yang diharapkan panitia akan dapat diperoleh dari setiap keluarga jemaat HKBP.Dalam “Brosure” yang dikeluarkanoleh Sekretariat Panitia Persiapan Universiteit Nommensen pada Agustus 1954 disebutkan juga bahwa pegawai-pegawai kepolisian yang ada di wilayah Samosir telah menyampaikan sumbangannya, masing-masing sebesar satu bulan gaji pokok mereka untuk karya besar itu.

3.3. Fakultas yang Akan Dibuka

(39)

Kristen dan Fakultas Ekonomi yang akan menghasilkan pemimpin dalam bidang ekonomi. Selanjutnya Fakultas Pertanian yang akan menghasilkan sarjana yang menjadi pimpinan dalam pertanian modern serta Fakultas Sastra dan Filsafat yang akan menghasilkan sarjana-sarjana dibidang pengajaran dan filsafat. Selain kelima fakultas tersebut, sebenarnya dalam benak Panitia pun telah terpikirkan juga akan pentingya membuka Fakultas Kedokteran yang akan menghasilkan dokter yang dapat melayani masyarakat.

Panitia sangat menyadari bahwa banyak tantangan yang bakal dihadapi nanti apabila Universitas telah diresmikan. Oleh karena itu panitia hanya berharap akan membuka 3 dari 5 fakultas pada awal peresmian berdirinya Universitas HKBP Nommensen. Ketiga fakultas dimaksud adalah Fakultas Theologia, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ekonomi. Dalam peresmiannya tanggal 7 Oktober 1954, ketiga fakultas tersebutlah yang dibuka yang berarti mempunyai tanggal lahir yang sama dengan tanggal lahir Universitas HKBP Nommensen. Diharapkan ketiga fakultas itu akan dapat bertahan dan semakin berkembang dikemudian hari. Walaupun Fakultas Hukum sudah ada di UISU dan USU, namun dianggap tidak menjadi saingan karena lokasi Universitas HKBP Nommensen berada di Pematang Siantar sehingga diharapkan akan dapat bertahan dan berjalan dengan baik.

Dua fakultas lainnya, yaitu Fakultas Pertanian baru dibuka tahun 1980-an sedangkan Fakultas Sastra dan Filsafat hingga saat ini belum dibuka. Sementara itu pendirian Fakultas Kedokteran baru wujud setelah usia Universitas lebih dari setengah abad. Penerimaan mahasiswa untuk fakultas yang disebut terakhir ini baru berlangsung sejak tahun ajaran 2009/2010 dan peletakan batu pertama untuk pembangunan gedungnya diadakan pada hari Jumat, 9 Oktober 2009 yang lalu.

3.4. Fungsionaris

(40)

Universitas haruslah orang Batak. Bahkan lebih dari itu, diharapkan juga bahwa mereka yang sudah mencapai gelar doktorlah yang akan menjadi Rektor Universitas HKBP Nommensen, terutama yang sudah meraih gelar Doktor Theologia atau Doktor Falsafah (Angka Hatorangan…, 1954). Apa yang dipikirkan oleh Panitia diharapkan akan menjadi keputusan yang berlaku secara permanen di Universitas HKBP Nommensen. Memang ketika itu sudah ada beberapa orang yang telah mencapai gelar doktor namun sudah sempat bekerja di tempat lain. Sementara itu beberapa orang lagi belum selesai karena mereka sedang studi untuk menggondol gelar PhD, yang semuanya belajar di luar negeri.

Oleh karena keterbatasan jumlah doktor ketika itu di kalangan orang Batak, maka dalam rapat Panitia tanggal 13 Agustus tahun 1954 ditetapkan personil yang akan mengelola Universitas. Oleh karena Universitas ini didirikan bangsa Indonesia dan beragama Kristen Protestan, maka yang menjadi Rektor Universitas (ketika itu dinamakan Presiden Universitas) dan Dekan Fakultas adalah orang Indonesia (suku Batak) dan beragama Kristen Protestan. Dalam rapat tersebut ditetapkan siapa yang akan menjadi fungsionaris Universitas dan Fakultas. Dalam rapat diputuskan bahwa yang menjadi Pelaksana Presiden (Acting Presiden) adalah Ds. T. Sihombing dan sekaligus menjabat Dekan Fakultas Theologia. Dekan Fakultas Ekonomi adalah Mr. A. Hutauruk, dan sebagai Dekan Fakultas Hukum adalah Mr. J. Purba. Sementara itu Presiden Dewan Kuratorium akan dijabat F. Pasaribu (ketika itu menjabat Walikota Pematang Siantar) (Brosure, 1954).

3.5. Peresmian Universitas

(41)

untuk membuka 3 fakultas, yaitu Fakultas Theologia, Ekonomi, dan Hukum. Selain itu, rapat juga memutuskan tanggal pembukaan atau peresmian Universitas, yaitu tanggal 7 Oktober 1954 (tepat hari Kamis) bertepatan pula dengan Jubileum HKBP yang ke-93 di Pantoan Pematang Siantar (Brosure, 1954). Untuk mempersiapkan peresmian itu ditetapkan Dr. J.F. Nainggolan sebagai Ketua Panitianya.

Peresmian Universitas HKBP Nommensen dilakukan oleh Ephorus Dr. Justin Sihombing dengan teks: “Marhite-hite goar ni Debata Ama, AnakNa Tuhan Yesus Kristus dohot Tondi Porbadia, hubungka ma Universitas Huria Kristen Batak Protestan

Nommensen on” (dalam bahasa Indonesia : Dalam nama Allah Bapa, anakNya Tuhan Yesus Kristus dan persekutuan Rohul Kudus, saya buka Universitas Huria Kristen Batak Protestan Nommensen ini dengan resmi). Dalam peresmian ini Ephorus HKBP berpedoman pada Alkitab yang tertulis dalam Job. 28 ayat 28, yaitu:“Ida ma biar mida Jahowa ido hapistaran, jala sumurut

sian hajahaton ido parbinotoan” (dalam bahasa Indonesia: Sesungguhnya takut akan Tuhan itulah hikmat dan menjauhi kejahatan itulah akal budi, Ayub 28 ayat 28) (Siagian, 1973; Kenang-kenangan..., 1979). Kampus yang baru didirikan itu belakangan hari beralamat di Jalan Sangnaualuh (d/h Jln Asahan) No. 4A Pematang Siantar.

(42)

Briston, Wakil LWF, dan jemaat HKBP Pematang Siantar (Siagian, 1973; Kenang-kenangan..., 1979).

(43)

Dr. N. Arne Bendtz

(44)

BAB 4

PENUTUP

4.1. Harapan Para Pendiri

Pada tahap awal berdirinya Universitas HKBP Nommensen di Pematang Siantar boleh dikatakan bahwa situasi kampus masih memprihatinkan, dimana betapa sangat sederhananya gedung-gedung yang ada. Ruang-ruang kuliah serba darurat dan dengan tenaga-tenaga pengajar yang serba kurang. Selain itu perpustakaan pun sangat miskin akan buku-buku.

Walaupun demikian, patut diacungkan jempol bagi HKBP yang turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara dengan mendirikan sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Jadi, selamat bagi Universitas HKBP Nommensen karena resmi berdiri, semoga dapat menjalankan misinya, Tuhan memberkati.

Sadar akan banyaknya kendala atau hambatan yang sedang dan yang bakal dihadapi, para pendiri Universitas HKBP Nommensen menyerahkan segala sesuatunya ke tangan pengasihan Tuhan mulai dari awal hingga masa depan Universitas. “Hupasahat hami do

ulaon on, nuaeng dohot tu djoloan on tu Asi ni roha ni Tuhanta”. Demikianlah pengharapan para Panitia Pendiri Universitas HKBP Nommensen akan masa depan Universitas.

4.2.

Motto Universitas

(45)

inilah yang seyogianya menjadi dasar bagi Pimpinan Universitas bekerja sehingga dapat mencapai apa yang dicita-citakan oleh para pendiri Universitas.

Berdasarkan motto yang disebutkan di atas, berarti Universitas HKBP Nommensen yang didirikan HKBP pada tahun 1954 bukan hanya untuk HKBP, melainkan untuk Tuhan (Pro Deo) dan untuk Ibu Pertiwi (Pro Patria). Dengan kata-kata lain, HKBP hanyalah pendiri Universitas HKBP Nommensen, pemiliknya adalah Tuhan dan Ibu Pertiwi. Apabila dikaitkan dengan apa yang dituliskan dalam dokumen terbitan Agustus 1954 terkait dengan rencana pendirian Universitas, maka kata Pro Deo dalam motto tersebut dapat ditafsirkan bahwa Universitas harus: “memberi perhatian khusus kepada golongan miskin dan lemah” sesuai dengan yang tertulis dalam Injil Matius Pasal 25 ayat 40. Universitas ini perlu memberi perhatian atau pelayanan khusus kepada golongan ekonomi lemah dengan maksud membantu mereka membebaskan diri dari kemiskinan. Melaksanakan hal demikian adalah salah satu dari tugas-tugas Universitas HKBP Nommensen sebagai lembaga yang berasaskan kekristenan dan berlatarbelakang gereja. Berpadanan dengan itu, berbuat untuk Ibu Pertiwi (Pro Patria)

dapat ditafsirkan dengan “mengejar kecemerlangan” yang berarti berperan sebagai terang dan garam dunia.

Bagaimanapun, para pendiri mengharapkan agar Universitas menjadi garam dan terang dunia. Sebagai “garam” maka Universitas tidak boleh hanya melayani golongan berada,the have,

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Jan S.Sejarah Pendidikan di Tanah Batak. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1988.

Bruner, Edward M., “Urbanization and Etnich Identity in North Sumatra”. American Antrophologist. Vol. 63, No. 3, 1961 : 508-521.

Burton and Ward, “ Report of a Jurney in to The Batak Country in the Interior of Sumatra in the Year 1824”.Transaction of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland. Vol. 1. London, 1827 : 485–513.

Castles, Lance, The Political Life of Sumatran Recydency : Tapanuli 1915-1942.Dissertation, Yale University, 1972.

Departmen van Landbouw Nijverheid enn Handel, Volkstelling 1930.Band IV, Batavia, 1935.

Hariandja, G.A., “Universiteit Nommensen”. Pearadja, 9 -7- ’54 (Mimeo).

Hutauruk, J.R., Kemandirian Gereja: Penelitian Historis-Sistematis tentang Kemandirian Gereja di Sumatera Utara Dalam kancah Pergolakan Kolonialisme dan Gerakan Kebangsaan di Indonesia, 1899-1942. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Keuning, J.,The Toba Batak, Formerly and Now.(Translated by Claire Holt). Ithaca : Cornell University Press, 1958.

(47)

Masjkuri dan Kutoyo, Sutrisno (Ed),Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Utara. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981.

Panitia Persiapan Universiteit “Nommensen” Huria Kristen Batak Protestant, Angka Hatorangan Taringot tu : Universiteit

“Nommensen” P. Siantar.3 Agustus 1954.

Panitia Jubileum 25 Tahun Universitas HKBP Nommensen,

Kenang-Kenangan Jubileum 25 Tahun Universitas HKBP Nommensen, 7 Oktober 1954 7 Oktober 1979. Medan, 1979.

Pasaribu, Amudi, Garis-Garis Besar Arah dan Tujuan Pengembangan Universitas HKBP Nommensen. Medan: Universitas HKBP Nommensen, 1984.

----,Meningkatkan Kedewasaan Untuk Menyongsong Masa Depan (Laporan Rektor pada Perayaan Hari Jadi XXXI Universitas HKBP Nommensen, 7 Oktober 1985).Pematang Siantar : Universitas HKBP Nommensen, 1985.

---“Menyambut Hari Jadi (Dies Natalis) ke-42 Universitas HKBP Nommensen” dalam Warta Nommensen Edisi I Tahun XIV. Medan : Universitas HKBP Nommensen, 1997 : 4-11.

Pasaribu, Patar M.,Dr. Ingwer Lodwijk Nommensen Apostel di Tanah Batak.Medan : Universitas HKBP Nommensen, 2005.

Pedersen, Paul Bodholdt,Batak Blood and Protestant Soul : The Development of National Batak Churches in North Sumatra. Michigan : William B. Bertsman Publishing Company, 1970.

(48)

Migration in Medan North Sumatra. The Graduate College of the University of Illinois at Urbana Champaign, 1983.

Purba, O.H.S., Universitas HKBP Nommensen Menuju Kecemerlangan (Synopsis),1989 (mimeo).

Purba, O.H.S. dan Purba, Elvis F.,Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak), Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba. Medan : Monora, 1997.

---,Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara : Suatu Deskripsi. Medan : Monora, 1998.

Sahalak Parholong Roha di Bangso Batak, “Universiteit di Tano Batak”.Immanuel.Laguboti, 1918 : 43-44.

Sekretariat Panitia Persiapan Universiteit “Nommensen”, Brosure

Universiteit “Nommensen” di Pantoan Pematang Siantar.

Pearadja-Tarutung, Agustus 1954.

Siagian, M.L., Risalah - Dies Natalis Universitas HKBP Nommensen, 7 Oktober 1954-1973.Medan, 1973

Sihombing, J. Saratus Taon Huria Kristen Batak Protestan.

Medan : Philemon & Liberty, 1961.

Simandjuntak, B.A. “Kemajuan Pendidikan dan Cita Kemerdekaan di Tanah Batak” dalam B.A. Simandjuntak (Ed), Pemikiran Tentang Batak. Medan : Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, 1986 : 320-332.

(49)

Lampiran 1.

Susunan Panitia Persiapan Pendirian Universitas yang Ditetapkan Sinode Godang HKBP Tahun 1953

1. Ketua : Ephorus HKBP Dr. Justin Sihombing 2. Ketua Pelaksana : S. Sarumpaet (Ketua Dewan Pendidikan

Pengajaran HKBP/Kepala Kantor Urusan Agama Masehi Tapanuli)

3. Sekretaris : A.V. Siahaan (Patih, Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Utara)

4. Anggota :

a. Ketua Seksi Pembelian Tanah :

Ds. K. Sitompul (Sekretaris Jenderal HKBP) b. Ketua Seksi Tempat Pendirian Universitas :

M.L. Siagian (Anggota Parhalado Pusat HKBP, Kepala Kejaksaan Kabupaten Simalungun)

c. Ketua Seksi Kuangan :

M. Purba (Bupati Kabupaten Tapanuli Utara) d. Bendahara :

J.P.G. Lumban Tobing (Kepala Keuangan Kantor Kabupaten Tapanuli Utara)

e. Ketua Seksi Penerangan :

Pdt. Gustaf Adolf Hariandja (Praeses HKBP Distrik Silindung, dengan anggota : semua Praeses HKBP) f. Ketua Seksi Tenaga dan Perlengkapan :

Ds. T.S. Sihombing (Direktur Seminarium Sipoholon) Kol. Maludin Simbolon (Panglima TT I di Medan)

(50)

Lampiran 2.

Panitia 59 yang Mempersiapkan Pendirian Universitas HKBP Nommensen

1. Damanik, D 2. Damanik, F 3. Hutabarat, M.B. 4. Hutabarat, T.H. 5. Hutasoit, M. 6. Hutauruk, M. Mr. 7. Hariandja, G.A., Pdt 8. L. Tobing, L., Dr 9. L. Tobing, D.W. 10. L. Tobing, M.

11. L. Tobing-Simorangkir H./Ny.Dr 12. L. Tobing, F. Dr.

13. L. Tobing, J.P.G. 14. Mulia St.G., Mr., Dr. 15. Naibaho, A. Pdt. 16. Nainggolan, F.J., Dr. 17. Nainggolan, S.C., Dr. 18. Pohan, V.I.

19. Panggabean, P., Pdt. 20. Panggabean, J.K. Dr. 21. Purba, Dj., Mr 22. Purba, M.

(51)

33. Sirait, H. 34. Sinaga, D., Pdt. 35. Sinaga, P. 36. Sihombing, J, Dr. 37. Sihombing, T.S., Pdt. 38. Sihombing, F., Dr. 39. Sihombing, F., Pdt. 40. Siregar, B.

41. Siregar, M. 42. Siregar, J.H.

43. Simarangkir, J.C., Mr. 44. Situmorang, H.F. 45. Simatupang, K., Pd. 46. Sitompul, P.

47. Sitompul, K. Ds. 48. Simandjuntak, C. Pd. 49. Simandjuntak, R. 50. Simbolon, M. Kol. 51. Sarumpaet, P.T., Ds 52. Sarumpaet, S.T. 53. Tambun, J.

(52)

Gambar

Tabel 2.  Perbandingan Sekolah Dasar dan Murid Bumiputeradi Keresidenan Tapanuli
Tabel 3. Dana yang Harus Disediakan Segera

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian di SMK Negeri 5 dapat penulis simpulkan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an yang dilakukan oleh Bapak AN yaitu menuliskan di

Adapun analisis dalam aplikasi zeolit dari blotong dan lempung untuk mengadsorpsi logam berat kromium dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengaktivasian,

Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam untuk menjadikan wahyu Allah yaitu al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad sebagai dasar atau asas yang harus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan bertanya mahasiswa calon guru SD STKIP Al Hikmah masih rendah, hal ini ditunjukkan dari jenis pertanyaan mahasiswa

Intelejensia buatan adalah salah satu bidang dari ilmu komputer yang bertujuan untuk membuat program yang membuat komputer nampak, secara luas, menunjukkan apa yang

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik tanah desa Karangrejo yaitu kadar air (w), batas cair (LL), batas plastis (PL) dan berat jenis (Gs),

Kalau kita hanya berpegang pada kehendak baik, Ialu sikap apa yang harus kita ambil jika kita dihadapkan pada suatu pilihan : terus mengembangkan teknologi demi kehidupan manusis

Satu tinjauan literatur yang telah dilakukan untuk mengevaluasi malaria yang berhubungan dengan lingkungan di 6 (enam) daerah di Indonesia, bahwa lingkungan fisik yang penting