• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATERM GESTATION WITH SHOULDER DYSTOCIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ATERM GESTATION WITH SHOULDER DYSTOCIA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Medula| Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 |1

KEHAMILAN ATERM DENGAN DISTOSIA BAHU

Harun Akbar, Arif Yudho Prabowo, Rodiani

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Distosia bahu merupakan suatu kegawatdaruratan obstetri yang jarang terjadi, namun sangat berbahaya bagi ibu dan janin. Distosia bahu adalah suatu kondisi kegawatdaruratan obstetri pada persalinan pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan setelah lahirnya kepala janin.Tingkat insidensi distosia bahu kurang lebih sebesar 0,6 hingga 1,4% dari seluruh persalinan pervaginam. distosia bahu masih menjadi tantangan bagi tenaga medis karena risiko terjadinya distosia bahu masih belum dapat diprediksi dengan baik. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin meliputi cedera pleksus brakialis 1-20%, fraktur os humerus dan klavikula, asfiksia, ensefalopati hingga kematian perinatal. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain berupa laserasi, perdarahan, dan stress psikologis.Seorang wanita 25 tahun, G2P1A0 hamil aterm datang dengan keluhan kepala bayi sudah berada di luar jalan lahirsejak 1 jam yang lalu, namun badan bayi tidak kunjung keluar.Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92x/menit, frekuensi napas 22x/menit, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 28cm, his

4x/10”/40’, denyut jantung janin (-) dan bagian terbawah janin (kepala) berada pada Hodge IV. Pasien ini didiagnosis G2P1A0 hamil aterm inpartu janin tunggal mati dengan distosia bahu. Manajemen obstetri berupa prinsip penanganan distosia bahu.

Kata kunci:distosia bahu, kematian perinatal, persalinan pervaginam

ATERM GESTATION WITH SHOULDER DYSTOCIA

Abstract

Shoulder dystocia is refer to a rare obstetric emergency, but harmful to maternal and fetal. Shoulder dystocia is a condition of obstetric emergency in vaginal delivery where the fetal shoulder fails spontaneously after birth of the head. Incidence of shoulder dystocia as 0,6% until 1,4% of all vaginal deliverie. Shoulder dystocia still be challenge for paramedics because Shoulder dystocia can’t be prediction. Complications of shoulder dystocia in fetal including brachial plexus injury 1-20% , humeral and clavicular fracture, asphyxia, encephalopathy even perinatal death.At the same time, complications that can acoour in the mother there are laceration, bleeding, and psychological stress. In this case, a 25 years old pregnant woman, G2P1A0 aterm gestation came with chief complaint fetal head was outside of vaginal from 1 hour ago, but the fetal body

didn’t came out soon. On physical examination: consciousness compos mentis. Blood pressure 130/80 mmHg, pulse 92 x/min, respieatory rate 22x/min, body temperature 36,8oC. At the obstetric examination obtained fundal height 82cm,

uterine contraction 4x/10”/40’, no found fetal heart rate, and the lowest fetal part (head) at Hodge IV. This patient was diagnosed G2P1A0 aterm gestation inpartu with perinatal death and shoulder dystocia. Obstetric management was belong to shoulder dystocia management principle.

Keywords:perinatal death, shoulder dystocia, vaginal deliveries

Korespondensi : Harun Akbar, alamat jl. Dahlia no. 18A, HP 081273557319, e-mail harun.shb10@gmail.com Pendahuluan

Distosia bahu merupakan kondisi

kegawatdaruratan obstetri pada persalinan pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan setelah lahirnya kepala.1 Distosia bahu masih menjadi penyebab penting cedera neonatal dan maternal dengan tingkat insidensi 0,6-1,4% dari persalinan pervaginam.2Penelitian di sejumlah rumah sakit pusat di Tiongkok menunjukkan bahwa tingkat insidensi distosia bahu mencapai 0.260 (116 kasus dari 44.580 persalinan normal).3

Kasus distosia bahu memang tidak umum terjadi namun membahayakan bagi ibu dan janin. Distosia bahu memiliki kaitan erat dengan terjadinya cedera pleksus brakialis. Cedera pleksus brakialis berkisar 1-20% dari seluruh

kasus distosia bahu. Seringkali cedera hanya bersifat sementara dan akan pulih dalam hitungan jam hingga bulan, namun ditemukan juga cedera permanen pada 3-10% kasus yang diduga terjadi akibat avulsi jaringan saraf.1

(2)

dibutuhkan penanganan yang segera setelah distosia bahu terdiagnosis. Dalam laporan kasus ini, akan dipaparkan sebuah kasus mengenai distosia bahu.

Kasus

Pasien wanita berusia25 tahun, dirujuk ke RS oleh bidan dengan keluhan kepala bayi sudah berada di luar jalan lahir. Awalnya pasien merasakan keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Setelah itu, pasien merasakan perutnya terasa mulas yang menjalar ke pinggang, hilang timbul dan semakin lama semakin sering dan kuat. 10 jam SMRS pasien pergi ke bidan dan dikatakan bahwa pasien akan melahirkan. 1 jam SMRS, pasien mulai dipimpin mengejan dan kepala bayi keluar. Namun, badan bayi tidak kunjung keluar sehingga pasien dirujuk ke RS. Saat berada dalam perjalanan ke RS, pasien mengatakan gerakan janin sudah tidak terasa lagi.

Pasien melakukan antenatal care (ANC) di bidan secara teratur setiap bulan selama kehamilan. Riwayat trauma atau demam tinggi selama hamil (-). Riwayat bayi besar pada kehamilan sebelumnya (-), riwayat diabetes melitus selama atau sebelum hamil (-),riwayat keputihan (-), riwayat minum obat-obatan selama hamil (-).

Riwayat menarche pada usia 12 tahun, haid teratur, menoragi (-), dismenorea (-). Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua. Pada kehamilan pertama, anak perempuan lahir aterm melalui persalinan pervaginam spontan tanpa penyulit dengan berat badan lahir 3.100 gram dan keadaan sehat pada tahun 2010.

Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis. Tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,8oC. Kesangizi obesitas dengan IMT 32 kg/m2. Pada status generalis dalam batas normal.Pada pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm. Pada pemeriksaan Leopold 1 teraba satu bagian besar, bulat, tidak melenting. Leopold 2 teraba bagian keras memanjang di tengah. Leopold 3 teraba bagian keras dan tidak dapat digoyangkan. Leopold 4: kedua tangan divergen. His

4x/10”/40’. Denyut jantung janin(-). Pada

pemeriksaan dalam ditemukan kepala janin tampak di depan vulva dengan posisiter bawah janin berada pada Hodge IV.

Pasien ini di diagnosis G2P1A0 hamil aterm inpartu janin tunggal mati dengan distosia bahu. Penatalaksanaan yang diberikan mengikuti prinsip penanganan distosia bahu. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam (ibu) dan

ad malam (fetus).

Pembahasan

Distosia bahu didefinisikan sebagai persalinan presentasi kepala pervaginam yang membutuhkan manuver obstetrik tambahan untuk melahirkan fetus setelah kepala lahir dan traksi gagal. Diagnosis objektif dari waktu persalinan kepala-tubuh yang memanjang dapat ditegakkan apabila lebih dari 60 detik, namun waktu ini juga tidak rutin digunakan. Distosia bahu terjadi ketika baik bahu fetus anterior atau posterior (jarang), mengalami impaksi pada simfisis pubis atau promontorium sakral ibu1,5

Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan kepala bayi sudah berada di luar jalan lahir. Pasien sudah dipimpin mengejan sejak 1 jam SMRS dan kepala bayi keluar. Namun, badan bayi tidak kunjung lahir dan pasien dirujuk ke RS. Sebelum atau selama hamil, pasien mengatakan tidak pernah mengalami diabetes. Riwayat bayi besar pada kehamilan sebelumnya tidak ada. Pasien juga mengatakan bahwa gerakan janin sudah tidak dirasakan sejak dalam perjalanan ke RS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pasien mengalami obesitas sejak sebelum hamil hingga saat persalinan ini.IMT pasien 32 kg/m2. Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan bagian terbawah janin (kepala) berada pada Hodge IV dan DJJ tidak ditemukan. His 4x/10”/40’.

Hal ini mendukung diagnosis distosia bahu dimana tubuh bayi tidak kunjung lahir setelah kepala lahir walaupun kontraksi his baik. Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:6

1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir.6

2. Turtle sign adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti kura-kura yang menarik kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini

terjadi akibat bahu depan bayi

(3)

Medula| Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 |3

Faktor risiko utama dari distosia bahu meliputi faktor antepartum dan intrapartum. Faktor antepartum meliputi usia ibu, riwayat distosia bahu sebelumnya, diabetes atau obesitas pada ibu sebelum hamil, makrosomia, diabetes gestasional dan peningkatan berat badan berlebih selama hamil.Usia ibu lebih dari 35 tahun, IMT lebih dari 30 kg/m2, dan peningkatan BB lebih dari 20 kg selama hamil merupakan faktor antepartum yang rutin

ditemukan.Faktor intrapartum meliputi

disproporsi sefalopelvik relatif, persalinan macet dan persalinan dengan bantuan alat.1,3,7

Pengukuran antropometrik fetal dengan USG belum dapat mencegah risiko terjadinya distosia bahu. Namun, diduga ukuran diameter abdomen (abdominal diameter/AD) - diameter biparietal (biparietal diameter/BPD) ≥26 mm

diduga dapat menjadi faktor penting dalam

deteksi distosia bahu. Meskipun makrosomia merupakan faktor risiko distosia bahu yang telah diketahui, namun justru mayoritas kasus distosia bahu terjadi pada bayi yang non-makrosomi. Batas berat lahir yang diprediksi dapat mengalami distosia bahu adalah >3800-4200 g.8

Pasien ini memiliki faktor risiko gaya hidup ibu yaitu obesitas. Obesitas maternal dapat memiliki kaitan dengan makrosomia melalui mekanisme peningkatan resistensi (ibu bukan diabetes mellitus) yang menyebabkan peningkatan glukosa fetus dan kadar insulin. Lipase plasenta memetabolisme trigliserida dalam darah ibu, dan mentransfer asam lemak bebas sebagai nutrisi untuk pertumbuhan janin. Kadar trigliserida yang meningkat pada ibu obesitas berhubungan dengan pertumbuhan janin berlebihan melalui peningkatan asam lemak bebas.9,10

Tabel 1. Faktor risiko distosia bahu.1,4,7

Antepartum Intrapartum

• Riwayat distosia bahu sebelumnya • Usia ibu>35 tahun

• Makrosomia

• Diabetes (melitus atau gestasional) • IMT >30kg/m2

• Disporporsi sefalopelvik relatif • Induksi persalinan

• Kehamilan post-term

• Kala I persalinan memanjang • Secondary arrest

• Kala II persalinan memanjang • Augmentasi oksitosin

• Persalinan pervaginam yang ditolong dengan instrumen (forceps atau vakum)

Pada kasus ini telah terjadi komplikasi, yaitu kematian bayi yang ditegakkan dengan tidak ditemukannya denyut jantung janin. Komplikasi distosia bahu dapat terjadi pada ibu maupun janin (Tabel 2). Komplikasi pada janin yang berkaitan dengan distosia bahu meliputi cedera pleksus brakialis, fraktur os humerus dan klavikula, ensefalopati hipoksik-iskemik dan bahkan kematian perinatal.11

Meskipun jarang, kematian perinatal dilaporkan terjadi pada 0,4-0,5% kasus distosia bahu. Kematian perinatal didefinisikan sebagai tingkat kematian fetus dan neonatus per 1.000 kelahiran hidup. Kematian terjadi akibat kerusakan sistem saraf pusat akibat hipoksik akut atau trauma fetus sebagai komplikasi dari persalinan dengan distosia bahu.12,13

Distosia bahu menyebabkan hipoksia dan asidosis akut yang memicu kematian perinatal. pH arteri akan menurun 0,011 per menit dan risiko terjadinya asidosis berat (pH <7) tergangtung pada lamanya jarak waktu yang

diperlukan untuk lahirnya kepala dan tubuh. Interval <5 menit yang dibutuhkan untuk melahirkan tubuh setelah lahirnya kepala memiliki risiko 5,9% terjadinya asidosis,

sedangkan interval ≥5 menit memiliki risiko

sebesar 23,5%.14 Pada kasus ini, kepala bayi tidak dapat dilahirkan dan telah terjepit selama 1 jam. Hal ini menyebabkan hipoksia yang menjadi faktor penyebab kematian bayi.

(4)

Tabel 2. Komplikasi distosia bahu.1,4,13

Ibu Fetus

• Perdarahan post partum • Laserasi derajat III-IV

• Pemisahan simfisis (akibat simfisiotomi), dengan atau tanpa neuropati femoral transien

• Fistula rekto-vaginal

• Fraktur klavikula dan humerus

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dengan dilakukannya prinsip penanganan distosia bahu. Terdapat beberapa singkatan untuk mengingat prinsip ini, seperti BE CALM ataupun HELPERR. Singkatan BE CALM berasal dari ACOG Optimizing Obstetric Protocols, yaitu:16

Breathe. Do not push

Elevate the legs into McRoberts position

Call for help

Apply suprapubic pressure (do not use fundal pressure)

enLarge the vaginal opening. Cut an episiotomy if more room is needed for maneuvers

Maneuvers deliver the posterior arm or perform rotational maneuvers

Sedangkan, singkatan HELPERR berasal dari AAFP ALSO course syllabus, yaitu:17

Help. Call for help

Evaluate for episiotomy

Legs. McRobert’s position Pressure. Suprapubic pressure

Enter maneuvers. Perform rotational maneuvers

Remove the posterior arm

Roll the patient onto all fours

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists pada tahun 2012 mengeluarkan pedoman manajemen distosia bahu sesuai dengan algoritma yang ditunjukkan pada gambar 1.5 Terdapat beberapa lini dari maneuver yang dapat digunakan. Manuver lini pertama atau manipulasi eksternal umumnya digunakan sebagai pengelolaan awal dari distosia bahu. Manuver McRoberts dan penekanan suprapubik termasuk dalam metode lini pertama. Jika tidak berhasil, maka dapat digunakan manuver lini kedua atau manipulasi internal seperti manuver

Rubin, manuver Woods corkscrew dan

melahirkan lengan posterior.18

Manuver McRoberts dilakukan dengan cara memfleksikan dan abduksi tungkai,

memposisikan paha ibu pada abdomen.

Manuver ini akan memperlebar sudut

lumbosakral, merotasi pelvis maternal ke kepala ibu dan menambah diameter anterior-posterior relatif pada pelvis. Manuver ini merupakan intervensi yang efektif, dengan tingkat keberhasilan 90%.Selain itu, maneuver McRoberts memiliki tingkat kejadian komplikasi yang rendah dan merupakan maneuver yang paling minimal invasif.5

Apabila dengan maneuver McRoberts dan traksi aksial yang rutin dilakukan pada persalinan normal juga tidak membantu, maka

dapat diberikan tambahan penekanan

suprapubik. Penekanan dilakukan dengan cara menekan simfisis pubis ibu ke arah bawah dan lateral untuk mengurangi diameter bisakromial fetus serta merotasi bahu anterior bayi ke diameter oblik pelvis yang lebih luas.1,5

Manuver internal atau posisi “all-four” dapat digunakan jika menuver McRoberts dan penekanan suprapubik gagal. Manuver rotasi internal awalnya diperkenalkan oleh Woods dan Rubin. Rotasi dilakukan dengan mendorong bagian anterior atau posterior dari bahu posterior sebanyak 180 derajat dari posisi semula. Manuver ini berguna untuk merotasi bahu ke diameter oblik yang lebih luas. Apabila dengan mendorong bagian posterior bahu posterior saja tidak dapat membantu, maka dapat juga dilakukan pendorongan bagian

posterior dari bahu anterior secara

bersamaan.1,5,19

Manuver Jacquemier atau melahirkan

lengan posterior juga dapat mengurangi

diameter bahu fetus. Pergelangan tangan fetus ditarik dan lengan posterior secara perlahan dikeluarkan dalam sebuah garis lurus. Persalinan lengan posterior ini berkaitan dengan fraktur

humerus dengan isidensi 2 hingga 12,7%.5,19

Teknik “all-four” atau Manuver Gaskindiperkenalkan oleh Ina May Gaskin tahun 1976. Manuver ini digunakan untuk mengatasi distosia bahu dengan menempatkan ibu dalam posisi merangkak. Manuver ini memiliki tingkat

(5)

Medula| Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 |5 Metode lini ketiga untuk kasus distosia

bahu adalah maneuver Zavanelli. Pada manuver ini, kepala bayi didorong masuk kembali dan persalinan dilakukan melalui seksio sesarea. Manuver ini dilakukan pada kasus distosia bahu bilateral yang jarang, dimana terjadi impaksi kedua bahu pada inlet pelvis. Metode lainnya adalah simfisiotomi namun teknik ini berkaitan dengan morbiditas ibu yang tinggi dan klinis neonatal yang buruk. Karena kedua hal tersebut, sebaiknya teknik ini tidak digunakan pada tenaga medis yang tidak terlatih.18,19

Dahulu episiotomi rutin dianjurkan dalam penanganan distosia bahu, namun saat ini bukti-bukti menunjukkan bahwa episiotomi tidak mengurangi impaksi tulang bahu fetus terhadap pelvis ibu pada kasus distosia bahu. Namun, episiotomi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika tenaga kesehatan yang membantu persalinan membutuhkan ruang tambahan

untuk melakukan maneuver persalinan bahu posterior atau rotasi internal.5,20

Hingga kini risiko terjadinya distosia bahu masih belum dapat diprediksi dengan baik. Oleh karena itu, meskipun hampir separuh kasus distosia bahu terjadi pada bayi dengan berat <4.000 g, The American Congress of Obstetricians and Gynecologists telah menganjurkan untuk melakukan seksio sesarea untuk mencegah terjadinya distosia bahu pada janin dengan estimasi berat 4500 g pada pasien diabetes dan 5000 g pada pasien non diabetes.1,4

Perlu juga di pertimbangkan untuk melakukan seksiose sarea pada persalinan vaginal berisiko tinggi, seperti janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan bayi besar.21

(6)

Simpulan

Distosia bahu merupakan kondisi dimana tubuh bayi tidak lahir segera setelah kepala karena terjadi impaksi bahu bayi terhadap inlet pelvis ibu. Faktor risiko meliputi faktor

antepartum dan

intrapartum. Komplikasi dapat mengenai ibu dan bayi termasuk yang paling berat adalah kematian perinatal seperti dalam kasus. Prinsip penanganan sesuai dengan pedoman distosia bahu.

Daftar Pustaka

1. Hill MG, Cohen WR. Shoulder dystocia: prediction and management. Womens Health [internet]. 2016 [diakses tanggal 5 Agustus 2017];12(2): 251–261. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/269 01875

2. The American College of jurnal Obstetrician and Gynecologists. Clinical management

guidelines for

obstetrician-gynecologists.Washington: The American College of Obstetrician and Gynecologists; 2002.

3. Wang X, He Y, Zhong M, Wang Z, Fan S, Liu Z, et al. Multicenter analysis of risk factors and clinical characteristics of shoulder dystocia. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi. 2015;50(1):12-6.

4. Politi S, D’Emidio L, Cignini P, Giorlandino M, Giorlandino C. Shoulder dystocia: an Evidence-Based approach. Journal of Prenatal Medicine. 2010;4(3):35-42.

5. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Shoulder dystocia. London: Royal College of Obstetricians and Gynaecologists;2012.

6. Shylla M, Abida A. Review article: Shoulder dystocia. JK Science Journal of Medical Education Research. 2010;12(4):1-4.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

8. Burkhardt T, Schmidt M, Kurmana J, Zimmermann R, Schaffer L. Evaluation of fetal anthropometric measures to predict the risk for shoulder dystocia. Ultrasound Obstetrics Gynecology. 2014;43(1):77-82. 9. Gaudet L. Macrosomia and Related Adverse

Pregnancy Outcomes: The Role of Maternal

Obesity [tesis]. Canada: Faculty of Medicine University of Iowa; 2012.

10. Anggarini FD. Hubungan Antara Berat Badan Ibu Hamil dan Makrosomia [skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013.

11. Spain JE, Frey HA, Tuuli MG, Colvin R, Macones GA, Cahill AG. Neonatal Morbidity

Associated with Shoulder Dystocia

Maneuvers. American journal of Obstetrics Gynecology. 2015;212(3): 353.e1–353.e5. 12. Westgate J. Interpretation of umbilical cord

gas results in cases of shoulder dystocia. British Journal of Obstetrics and Gynecology. 2011;118:1273–4.

13. Dajani NK, Magann EF. Complications of shoulder dystocia. Semin Perinatol. 2014;38(4):201-4.

14. Leung TY, Stuart O, Shaota DS, SuenSS, Lau TK, Lao TT. Head-to-body delivery interval and risk off acidosis and hypoxic ischaemic encephalopathy in shoulderdystocia: a retrospective review. British Journal of

Obstetrics and Gynecology.

2011;118(4):474–9.

15. Steer, P J. Shoulder Dystocia and Erb's palsy: Is the accoucheur always guilty of negligence?. British Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2014;121(1):43

16. Hoffman MK, Bailit JL, Branch DW, Burkman RT, Van Veldhusien P, Lu L, et al. A comparison of obstetric maneuvers for the acute management of shoulder dystocia. Obstetrics Gynaecology. 2011;117(6):1272-8.

17. Inglis SR, Feier N, Chetiyaar JB, Naylor MH, Sumersille M, Cervellione KL, et al. Effects of shoulder dystocia training on the incidence of brachial plexus injury. American journal

of Obstetrics Gynecology.

2011;204(4):322e1-e6.

Stitely ML, Gherman RB. Shoulder dystocia:

Management anddocumentation. Semin

Perinatol. 2014;38(4):194-200.

(7)

Medula| Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 |7

20. Cunningham FG, et.al. Williams Obstetrics, 23rd ed. Connecticut: AppletonandLange.

Gambar

Tabel 1. Faktor risiko distosia bahu.1,4,7
Tabel 2. Komplikasi distosia bahu.1,4,13
Gambar 1. Algoritma Penanganan Distosia Bahu.5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan contoh di atas makna harf jar ila / / adalah kesudahan yang berkaitan dengan diri orang, Karena dhamir /ka/ yang terdapat pada kata menunjukkan makna kata

Secara umum dapat dikemukakan bahwa pemberian boron dengan dosis yang semakin ditingkatkan memberikan persentase daya berkecambah yang semakin meningkat dari 49,27%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi WOM judi online di kalangan remaja adalah sebagai berikut: melihat teman bermain, kesaksian teman-teman

Membaca adalah salah satu keterampilan bahasa yang hampir dominan dalam proses belajar mengajar. Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting sehingga kita harus

İspanyolcadaki çok yaygın olan, algılayan, kelimesini tercih etmek, İngilizcedeki, sezen, kelimesindeki zorunluluk anlamından dolayıdır. Bu günlükteki Yorumlama Bilimi

Pada tabel tersebut juga terlihat jumlah likes yang paling sering diterima oleh post Three O Six berjumlah antara 101 sampai 125 likes per post, dan tema yang paling banyak

Khusus guru BP/BK di sepuluh SMP Sampel di kota Bengkulu terdapat 14 orang guru BP/BK, 12 orang diantaranya berpendidikan S1 BP/BK, 2 orang lainnya bependidikan bidang

Koordinasi dalam penyusunan perencanaan pemulangan TKI dari titik debarkasi sampai ke daerah asal dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Balai