KERANGKA TEORI
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajamen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam
mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi
secara produktif untuk tercapainya tujuan perusahaan.Sumber daya manusia di
perusahaan perlu dikelola secara professional agar terwujud keseimbangan antara
kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan.
Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama perusahaan agar dapat
berkembang secara produktif dan wajar. Perkembangan usaha dan organisasi
perusahaan sangatlah bergantung pada produktivitas tenaga kerja yang ada
diperusahaan.
Menurut Hasibuan (2004:244) mengatakan bahwa sumber daya manusia
adalah kemampuan terpadu dari daya piker dan fisik yang dimiliki manusia untuk
didayagunakan dalam menjalankan suatu organisasi atau urusan sehingga
berdayaguna atau berhasil. Sedangkan menurut Almasdi (2006:17) sumber daya
manusia adalah kekuatan daya piker dan karya manusia yang masih tersimpan
didalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk
Menurut Suma’mur (1986:8), Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan
tak diharapkan, tidak terduga karena didalamnya tidak terdapat unsur kesengajaan
serta tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan dapat menimbulkan kerugian
baik ringan maupun berat.
Pengertian kecelakaan kerja pada intinya kecelakaan kerja itu bersifat
tidak pasti, karena tidak dapat diprediksi kapan terjadinya, dimana tempatnya
serta besar atau kecilnya kerugian yang ditimbulkan. Sehingga orang sering
beranggapan bahwa kecelakaan itu berhubungan dengan nasib seseorang. Padahal
kecelakaan itu sebenarnya selalu didahului oleh gejala-gejala yang menandakan
akan adanya suatu kecelakaan tersebut.
Ada enam fungsi operatif manajemen sumber daya manusia
(Mangkunegara, 2000:2) yaitu sebagai berikut:
1. Pengadaan tenaga kerja terdiri dari:
a. Perencanaan sumber daya manusia
b. Analisis Jabatan
c. Penarikan Pegawai
d. Penempatan Kerja
e. Orientasi Kerja
2. Pengembangan tenaga kerja mencakup:
1. Pedidikan dan Pelatihan
2. Pengembangan
3. Pembelian balas jasa mencakup:
a. Balas jasa langsung terdiri dari:
1. Gaji/Upah
2. Insentif
b. Balas jasa tidak langsung terdiri dari:
a. Keuntungan
b. Pelayanan/Kesejahteraan
3. Integrasi mencakup:
1. Kebutuhan karyawan
2. Motivasi kerja
3. Kepuasan kerja
4. Disiplin kerja
5. Partisipasi kerja
4. Pemeliharaan tenaga kerja mencakup:
a. Pemberhentian karyawan
2.1.2. Pengertian Keselamatan Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu
perlindungan keselamatan, perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja
secara aman melakukan kerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal
disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa atau mengganggu dirinya serta
Pengertian keselamatan kerja menurut Suma’mur (1986:1) yaitu
keselamatan kerja yang berkaitan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses
pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan.
Anwar Prabu dan Mangkunegara (2004:61), keselamatan kerja didefinisi
sebagai berikut “Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat
dari penderitaan kerusakan atau kerugian di tempat kerja”.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa keselamatan kerja adalah
keadaan dimana tenaga kerja merasa aman dan nyaman, dengan perlakuan yang
didapat dari lingkungan dan pengaruh pada kualitas kerja,apakah dia nyaman
dengan peralatan keselamatan kerja,peralatan yang dipergunakan,tata letak ruang
kerja dan beban kerja yang didapat.
Menurut dasar hukum peraturanperundang-undangan yang diatur dalam
undang-undang tentang keselamatan kerja No.1 Tahun 1970 meliputi seluruh
aspek pekerja yang berbahaya, dari segala tempat kerja, baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Sesuai dengan pengertian keselamatan kerja yang dikemukakan Moenir
(1983:203) maka faktor-faktor dari keselamatan kerja adalah:
1. Lingkungan Kerja Secara Fisik
Secara fisik, hal-hal yang perlu dilakukan perusahaan untuk meningkatkan
a. Penempatan benda atau barang sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan atau mencelakakan orang-orang yang berada di tempat
kerja atau sekitarnya. Penempatan dapat pula dilakukan dengan diberi
tanda-tanda, batas-batas, dan peringatan yang cukup.
b. Perlindungan pada pegawai/pekerja pengguna alat-alat kerja yang
dapat menyebabkan kecelakaan, dengan cara memberikan alat
perlindungan yang sesuai dan baik. Perlengkapan perlindungan
misalnya: masker, sarung tangan, tutup kepala, pakaian, dan lain-lain.
c. Penyediaan perlengkapan yang mampu untuk digunakan sebagai alat
pencegah, pertolongan, dan perlindungan. Perlengkapan pencegahan
misalnya: alat pencegahan kebakaran, pintu darurat, alat P3K , dan lain
sebagainya.
2. Lingkungan Sosial Psikologis
Sedangkan jaminan kecelakaan kerja secara psikologis dapat dilihat pada
aturan organisasi mengenai berbagai jaminan organisasi atas
pegawai/pekerja yang meliputi:
a. Perlakuan yang adil terhadap semua pegawai/pekerja tanpa
membedakan agama, suku, turunan, dan lingkungan sosial. Aturan
mengenai ketertiban organisasi atau pekerjaan hendaknya diperlakukan
secara merata terhadap pegawai tanpa pengecuali. Masalah-masalah
seperti itulah yang sering menjadi sebab utama kegagalan pegawai
dalam bekerja.
b. Perawatan dan pemeliharaan asuransi terhadap seluruh karyawan.
karyawan. Adanya asuransi jelas memberi ketenangan pegawai dalam
bekerja.
c. Masa depan pegawai terutama dalam keadaan tidak mampu lagi
melakukan pekerjaan akibat kecelakaan kerja, baik fisik maupun
mental. Bentuk jaminan masa depan ini dapat diwujudakan seperti
tunjangan pensiun, tunjangan cacat atau yang lainnya. Sehingga dapat
dijadikan modal usaha untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
d. Kepastian kedudukan dalam pekerjaan, hal ini merupakan salah satu
jaminan bahwa orang-orang dalam organisasi itu dilindungi
hak/kedudukannya oleh peraturan.
2.1.3. Syarat-syarat Keselamatan Kerja
Berdasarkan ruang lingkup yang telah ditetapka pada pasal 3
Undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja yang ditunjuk untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi peledakan.
d. Memberi kesempatan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran dan
kejadian kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan
f. Memberikan alat-alat perlindungan diri
g. Mencegah, mengendalikan dan menyebarnya luasnya suhu, kelembaban
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerapan yang cukup dan sesuai
j. Memberikan penyegaran udara yang baik
k. Mengatur suhu dan kelembaban yang bak
l. Memelihara kesehatan dan ketertiban secara baik
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya
n. Mengamankan dan memelihara semua jenis bangunan
o. Mengamankan dan memperlancar bongkar muat, perlakuan dan
penyimpangan barang
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. Menyesuaikan penyempurnaan pengamanan pada pekerja yang bahaya
kecelakaan kerja menjadi lebih tinggi
Dari uraian tersebut dapat diketahui, bahwa sasaran dari syarat-syarat
keselamatan kerja yang harus dipenuhi perusahaan adalah keselamatan dan
kesehatan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang merupakan suatu kegiatan
untuk mencegah kecelakaan, cacat, kematian dan kerugian sebagai akibat dari
kecelakaan kerja.
2.1.4. Tujuan Keselamatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja menurut pendapat Suma’mur (1986:1-2)
adalahsebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam . pekerjaan untuk
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dengan demikian, maka tujuan keselamatan kerja mengisyaratkan bahwa
kegiatan keselamatan kerja dengan usaha mengenal dan merumuskan kegiatan
pelaksanaan yang didukung dengan pengawasan agar di dapat hasil yang
memuaskan.
Dari uraian tersebut diatas, maka pada dasarnya usaha untuk memberikan
perlindungan keselamatan kerja pada karyawan dilakukan dua cara (Soeprihanto,
1996:48) yaitu:
1. Usaha preventif atau mencegah
Preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat
sumber-sumber bahaya yang terdapatdi tempat kerja sehingga dapat mengurangi atau
tidak menimbulkan bahaya bagi para karyawan.
Langkah-langkah pencegahan itu dapat dibedakan, yaitu:
a. Subsitusi (mengganti alat/sarana yang kurang/tidak berbahaya).
b. Isolasi (member isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya).
c. Pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya.
d. Pemakaian alat pelindung perorangan.
e. Petunjuk dan peringatan ditempat kerja.
2. Usaha represif atau kuratif
Kegiatan yang bersifat kuratif berarti mengatasi kejadian atau kecelakaan
yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya yang terdapat ditempat kerja. Pada
saat terjadi kecelakaan atau kejadian lainnya sangat dirasakan arti pentingnya
team kerja sama dalam rangka mengatasi dan menghadapinya. Selain itu,
persiapan alat atau sarana lainnya yang secara langsung didukung oleh pimpinan
organisasi perusahaan.
2.1.5. Pengertian Kesehatan Kerja
Program kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu
diperhatikan oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan
yang baik akan menguntungkan para karyawan secara material, karena karyawan
akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan,
sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih lama.
Menurut Moenir (1983:207) yang dimaksud kesehatan kerja adalah
“suatuusaha dan keadaan yang memungkinkan seseorang mempertahankan
kondisi kesehatannya dalam pekerjaan”.
Menurut Mathis dan Jackson (2002:245) pengertian kesehatan kerja adalah
“Merupakan kondisi yang merujuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum. Individu yang sehat adalah individu yang bebas dari penyakit,
cidera serta masalah mental dan emosi yang bias menggangu aktifitas manusia
normal secara umum”.
Program kesehatan fisik yang dibuat oleh perusahaan sebaiknya terdiri
dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen (Ranupandojo dan
Husnan,2002:263) berikut ini:
a. Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima
bekerja.
b. Pemeriksaan keseluruhan para karyawan kunci (key personal) secara
c. Pemeriksaan kesehatan secara sukarela untuk semua karyawan secara
periodik.
d. Tersedianya peralatan dan staff media yang cukup.
e. Pemberian perhatian yang sistematis yang preventif masalah ketegangan.
f. Pemeriksaan sistematik dan periodik terhadap persyaratan-persyaratan
sanitasi yang baik.
Selain melindungi karyawan dari kemungkinan terkena penyakit atau
keracunan, usaha menjaga kesehatan fisik juga perlu memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan karyawan memperoleh ketegangan atau tekanan
selama mereka bekerja.
Dalam bekerja diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan
kerja, adapun usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja (Mangkunegara,
2000:162) adalah sebagai berikut:
a. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna
ruangan kerja, penerangan yang cukup, dan mencegah kebisingan.
b. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
c. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.
2.1.6. Syarat-syarat Kesehatan Kerja
Perusahaan perlu memperhatikan kesehatan karyawan untuk memberikan
kondisi kerja yang lebih sehat, serta menjadi lebih bertanggung jawab atas
kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi-organisasi yang mempunyai
tingkat kecelakaan yang tingggi.
1. Keadaan dan Kondisi Karyawan
Keadaan dan kondisi karyawan adalah keadaan yang dialami oleh
karyawan pada saat bekerja yang mendukung aktivitas dalam bekerja.
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lingkungan yang lebih luas dari tempat yang
mendukung aktivitas karyawan dalam bekerja.
3. Perlindungan Karyawan
Perlindungan karyawan merupakan fasilitas yang diberikan untuk
menunjang kesejahteraan karyawan.
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER/MEN/1996, dalam
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja wajib
melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan kesehatan, serta menjamin komitmen terhadap
penerapan sistem kesehatan kerja.
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, sasaran, penerapan
kesehatan kerja.
c. Menerapkan kebijakan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan
untuk mencapai kebijakan tujuan dan sasaran keselamatan kerja.
d. Mengukur, memantau, mengevaluasi kinerja kesehatan kerja serta
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen
kesehatan kerja secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
Menurut Manullang (1990:87), adapun faktor-faktor dari kesehatan kerja
yang meliputi:
1. Lingkungan kerja secara medis
Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat dilihat dari sikap
perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut:
a. Kebersihan lingkungan kerja
b. Suhu udara dan ventilasi ditempat kerja
c. Sistem pembuangan sampah dan limbah industri
2. Sarana kesehatan tenaga kerja
Upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dari tenaga
kerjanya. Hal ini dapat dilihat dari:
a. Penyediaan air bersih
b. Sarana olah raga dan kesempatan rekreasi
c. Sarana kamar mandi dan wc
d. Pemeliharaan Kesehatan tenaga kerja
Upaya dari perusahaan untuk menjaga kesehatan dari tenaga kerja. Hal ini
dapat dilihat dari:
a. Pemberian makanan yang bergizi
b. Pelayanan kesehatan tenaga kerja
c. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja adalah suatu usaha dan
aturan-aturan untuk menjaga kondisi perburuhan dari kejadian atau keadaan yang
merugikan kesehatan dan kesusilaan, baik keadaan yang sempurna fisik, mental
2.1.7. Tujuan Kesehatan Kerja
Tujuan kesehatan kerja menurut Manullang (1990:87) adalah:
a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial.
b. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
c. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan
tenaga kerja.
d. Meningkatkan produktifitas kerja.
2.1.8. Pengertian Produktifitas Kerja
Produktifitas kerja merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya
kaitan output dengan input yang dibutuhkan seorang tenaga kerja untuk
menghasilkan produk. Pengukuran Produktifitas dilakukan dengan melihat jumlah
output yang dihasilkan oleh setiap karyawan selama sebulan. Seorang karyawan
dapat dikatakan produktif apabila ia mampu menghasilkan jumlah produk yang
lebih banyak dibandingkan dengan karyawan lain dalam waktu yang sama.
Produktifitas mengandung pengertian filosofis, defenisi kerja dan
operasional. Menurut Arfida BR (2003:36), secara filosofis produktifitas
merupakan pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin dan kehidupan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan
sikap mental demikian akan mendorong manusia untuk tidak merasa puas, tetapi
terus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja. Faktor-faktor
1. Manusia
Faktor manusia mencakup beberapa aspek antara lain kuantitas, tingkat
keahlian, latar belakang kebudayaan dan pendidikan, kemampuan, sikap,
minat, struktur pekerjaan, umur, jenis kelamin.
2. Modal
Faktor modal meliputi aspek modal tetap, teknologi, dan bahan baku.
3. Metode (proses)
Faktor metode meliputi tata ruang tugas, penanganan bahan baku penolong
dan mesin, perencanaan dan pengawasan produksi, pemeliharaan melalui
pencegahan, teknologi yang memakai cara alternatif.
4. Faktor produksi
Meliputi kuantitas, kualitas, ruangan produksi, struktur campuran,
spesialisasi produksi.
5. Faktor lingkungan organisasi
Meliputi organisasi dan perencanaan, kebijaksanaan personalia, system
manajemen, gaya kepemimpinan, kondisi kerja, ukuran perusahaan, iklim
kerja, system intensif.
6. Faktor lingkungan Negara
Meliputi struktur sosial politik, struktur industri, pengesahan, tujuan
pengembangan jangka panjang dan lain-lain.
7. Faktor lingkungan internasional
Meliputi kondisi perdagangan dunia, masalah-masalah perdagangan
8. Umpan balik
Umpan balik menunjukkan bagaimana masyarakat menilai kuantitas dan
kualitas produksi berapa banyak uang yang harus dibayarkan untuk
masukan-masukan utamanya (tenaga kerja dan modal) dimana masyarakat
menawarkan pada perusahaan.
Secara definisi kerja, produktifitas merupakan perbandingan antara hasil
yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang
dipergunakan persatuan waktu. Menurut Sukamto Reksohadiprojo, (1997:14)
pengukuran produktifitas dapat dilakukan secara langsung, misalnya dengan jam /
orang, tiap ton hasil atau kilowatt listrik.
2.1.9. Syarat-syarat Produktifitas Kerja
Menurut John Soeprihanto (1996:6) hal-hal yang dapat mempengaruhi
tingkat produktifitas karyawan antara lain:
1. Hasil dari kinerja karyawan
Adalah perilaku karyawan yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberikan kontribusi pada perusahaan.
2. Hasil produksi
Adalah sesuatu yaang dihasilkan oleh perusahaan baik berupa barang
ataupun jasa.
3. Target perusahaan
Merupakan sasaran yang harus dicapai perusahaan .
Produktifitas kerja pada hakekatnya adalah suatu sikap mental yang
kreatif mencari metode untuk meningkatkan taraf hidup diwaktu yang akan
datang.
Produktifitas kerja mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang
dapat dicapai dengan peran tenaga kerja yang bersangkutan persatuan waktu.
Secara matematis, jika hasil kerja atau output = O. Secara matematis, jika hasil
kerja atau output = O. Secara matematis, jika hasil kerja atau output = O dan peran
tenaga kerja atau input = I, maka produktivitas kerja = (O/I) x 100%. Seorang
tenaga kerja dinilai produkivitas jika yang bersangkutan mampu menghasilkan
output lebih banyak dalam satuan waktu tertentu. Jika produktifitas kerja hanya
dikaitkan dengan waktu saja, maka jelas kiranya bahwa produktifitas kerja sangat
tergantung pada segi keterampilan dan keahlian tenaga kerja secara fisk.
Mangkunegara (2004:67) mendefinisikan produktifitas kerja sebagai hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Penilaian produktifitas kerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor
untuk mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Perusahaan
yang telah melakukan penilaian produktifitas kerja, berarti suatu organisasi telah
memanfaatkan secara baik sumber daya manusia didalam perusahaan tersebut.
Untuk keperluan penilaian produktifitas kerja tersebut, diperlukan
2.1.10.Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja dan Usaha-Usaha Dalam Meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan kerja
Sebelum menguraikan usaha-usaha dalam meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja maka akan diuraikan mengenai penyebab terjadinya kecelakaan
kerja , yaitu sebagai berikut:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhatikan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yg tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan udara
1. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang
kotor, berdebu dan tidak enak).
2. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan penerangan
1. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
2. Ruang kerja kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian peralatan
1. Pengamanan peralatan kerja yang sudah using atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
5. Kondisi fisik dan mental pegawai
1. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil.
2. Emosi Pegawai tidak tidak stabil, kepribadian pegawai rapuh, cara
sikap pegawai ceroboh, kurang cermat dan kurang pengetahuan dalam
penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa
resiko bahaya.
Usaha-usaha yang diperlukan dalam meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja menurut Dessler (1997:316) yaitu sebagai berikut:
a. Mengurangi kondisi yang tidak aman.
Mengurangi kondisi yang tidak aman merupakan lini pertama dalam
mengurangi kondisi fisik yang tidak aman.
b. Mengurangi tindakan yang tidak aman melalui seleksi dan
penempatanMengurangi tindakan-tindakan yang tidak aman melalui
pendekatan-pendekatan dasar kedua, yaitu dengan jalan melakukan
penyaringan orang yang mudah mendapat kecelakaan sebelum melakukan
pekerjaan.
c. Mengurangi tindakan tidak aman melalui propaganda
Propaganda seperti poster-poster seperti keselamatan kerja dapat
membantu mengurangi tindakan-tindakan yang tidak aman.
d. Mengurangi tindakan-tindakan tidak aman melalui pelatihan
Pelatihan dan keselamatan kerja dapat mengurangi kecelakaan. Pelatihan
tersebut kususnya cocok untuk para karyawan baru.
e. Mengurangi tindakan tidak aman melalui dorongan positif
Program keselamatan kerja yang didasarkan pada dorongan positif dapat
memperbaiki keselamatan ditempat kerja, hal tersebut akibat dari peran
serta perusahaan yang selalu berusaha atau tanggap terhadap keadaan atau
f. Mengurangi tindakan yang tidak aman melalui komitmen manajemen
puncak.
Salah satu temuan yang paling konsisten dalam literature adalah program
perusahaan yang berhasil menurut komitmen manajemen yang kuat
terhadap keamanan.
2.2. Kinerja Karyawan
2.2.1. Pengertian Kinerja Karyawan
Mangkunegara dan Anwar Prabu (2000:67) mengatakan kinerja adalah
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. Sedangkan menurut Dharma (1993:212) “Kinerja adalah sesuatu
yang dikerjakan atau produk atau jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang
atau kelompok orang”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa kinerja
merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Kinerja dapat
digunakan sebagai ukuran hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang telah
dicapai oleh seorang karyawan atau pegawai dalam rangka melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya.
2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan Jhon H. Jackson (2006:113) menyatakan
bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana individu yang ada
1. Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut
2. Tingkat usaha yang dicurahkan
3. Dukungan organisasi
Menurut model mitra-lawyer(dalam Moeheriono, 2009:61) kinerja
individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Harapan mengenai imbalan
2. Dorongan
3. Kemampuan
4. Kebutuhan dan sifat
5. Persepsi atas tugas
6. Imbalan eksternal dan internal
7. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja
Menurut Moeheriono (2009:94) keberhasilan suatu kinerja akan sangat
tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan
pekerjaan, antara lain kejelasan peran (role clarity), tingkat kompetensi
(competencies), keadaan lingkungan (environment) dan faktor lainnya
seperti nilai (value), budaya (culture), kesukaan (preference), imbalan dan
pengakuan (rewards and recognition).
2.2.3. Pengukuran Kinerja
Menurut Dharma (1993:46) menyatakan bahwa criteria dalam pengukuran
kinerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Kuantitas
kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah yang dihasilkan, sehingga untuk
mengetahui tinggi rendahnya prestasi kerja karyawan tersebut
dibandingkan dengan standar kuantitas yang ditetapkan oleh perusahaan.
2. Kualitas
Berkaitan dengan mutu yang dihasilkan (baik atau buruknya). Ukuran
kualitas yang mencerminkan “tingkat kepuasan” yaitu seberapa baik
penyelesaian dari suatu perusahaan walaupun standar kualitas sulit diukur
atau ditentukan tapi hal ini penting sebagai acuan pencapaian sasaran
penyelesaian suatu pekerjaan.
3. Ketepatan waktu
Berkaitan dengan sesuai tidaknya dengan waktu yang telah direncanakan.
Merupakan ukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu
penyelesaian suatu kegiatan. Dalam hal ini penetapan standar waktu
biasanya ditentukan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
2.2.4. Penilaian Kinerja, Manfaat, Tujuan, dan Fungsinya
Kinerja karyawan merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam
perusahan atau organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan
harus dilakukan perusahaan atau organisasi untuk meningkatkannya. Salah satu
diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Rivai (2005:18) “Penilaian
kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang
dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah
ditentukkan perusahaan. Dan Rivai (2005:19) menyimpulkan bahwa penilaian
a. Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah
memberikan hasil kerja yang sudah memadai dan melaksanakan aktifitas
kerja sesuai dengan standar kerja.
b. Salah satu cara untuk menentukan penilaian kerja dengan melakukan
penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan.
c. Alat yang baik untuk menganalisa kinerja karyawan dan membuat
rekomendasi perbaikan.
Dari beberapa definisi diatas, maka penilaian kinerja merupakan kajian
sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang
dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan.
Menurut Rivai dan Basri (2005:55) manfaat penilaian kerja yaitu:
1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka
d. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif
e. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar
f. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan
membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal
mungkin.
g. Adanya kesempatanuntuk berkomunikasi ke atas
h. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi
i. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan
j. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu
untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut
k. Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan
l. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun,
dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita
karyawan
m. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan
2. Manfaat bagi Penilai
a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecendrungan
kinerja karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya.
b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang
pekerjaan individu dan departemen yang lengkap.
c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik
untuk pekeraan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya.
d. Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi.
e. Peningkatan kepuasan kerja.
f. Pemahaman yang lebih terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa
grogi, harapan dan aspirasi mereka.
g. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilaian dengan
memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka
dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan.
h. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para
karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan
i. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu
dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran
perusahaan.
j. Kesempatan bagi manajer untuk menjelaskan kepada karyawan apa
yang sebenarnya diinginkan perusahaan dari para karyawan sehingga
para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan
Berjaya sesuai harapan dari manajer.
k. Sebagai media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau
hubungan antar pribadi karyawan dengan manajer.
l. Dapat sebagai sarana meningkatkan motivasi bagi karyawan dengan
lebih memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi.
m. Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai
kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi
target atau menyusun prioritas baru.
n. Bias mengidentifikasi kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas
karyawan.
3. Manfaat bagi Perusahaan
a. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena:
1. Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan
nilai budaya perusahaan.
2. Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas.
3. Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk
memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan
keterampilan karyaawan.
b. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang
dilakukan oleh masing-masing karyawan.
c. Meningkatkan kualitas komunikasi
d. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
e. Meningkatkna keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan
perusahaan.
f. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang
dilakukan oleh karyawan.
g. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan.
h. Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan.
i. Kemampuan mengenali setiap permasalahan.
j. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh
perusahaan.
k. Kejelasan dan ketepatan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diperlukan karyawan, sehingga perusahaan dapat tampil prima.
l. Budaya perusahaan menjadi mapan.
m. Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan
perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih
mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih
n. Penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana yang paling utama
dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Tujuan dan fungsi manajemen kinerja menurut Moeheriono (2009:113)
adalah sebagai berikut:
1. Kinerja karyawan bias dikelola secara efektif agar kinerja karyawan selalu
meningkat.
2. Terjadi proses komunikasi timbal balik antara penilai dan yang dinilai
sehingga dapat mengeliminasi berbagai kemungkinan konflik yang akan
timbul.
3. Terjadi serangkaian proses perencanaan, pembibingan, pendokumentasian,
reviu kinerja terintegrasi.
4. Mendorong motivasi dan meningkatkan komitmen karyawan untuk lebih
maju.
5. Timbulnya inputdalam perencanaan pergantian jabatan.
6. Memberikan masukan kepada perusahaan perihal kinerja seluruh
karyawan sebagai dasar untuk menentukan strategi perusahaan.
2.3. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Produktifitas Karyawan
Program keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh
perusahaan diharapkan dapat mempertinggi derajat kesehatan dan keselamatan
karyawan. Apabila masalah keselamatan dan kesehatan ini tidak diperhatikan,
akan dapat menjadi masalah bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri. Bagi
Semakin maju suatu masyarakat, semakin banyak problem-problem yang
dihadapi oleh anggota-anggota masyarakat tersebut. Perubahan sosial dan
ekonomi membawa pengaruh terhadap masyarakat. Dan karyawan sebagai
anggota masyarakat ikut pula terpengaruh terhadap perubahan ini. Dengan
demikian banyak problem yang harus dihadapi dan ini membawa pengaruh
terhadap kondisi mental serta kesehatan karyawan. Padahal kondisi mental yang
buruk akan ditunjukkan dari tingginya perputaran tenaga kerja, buruknya
hubungan antara bawahan atau dengan rekan-rekan kerja.
Setiap manajer harus menyadari bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan
sangat tergantung pada pekerjanya, khususnya semangat kerja dari para
bawahannya. Produktifitas kerja kelompok memberi peluang kepada orang-orang
yang bekerja untuk mengambil bagian yang maksimal dalam perusahaan yang
bersangkutan.
Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari
masalah-masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Maka untuk
mencapai tujuan perusahaan, setiap peusahaan harus memelihara karyawan adalah
melalui pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan adanya
program keselamatan dan kesehatan kerja, konflik-konflik antara karyawan
dengan perusahaan tentang jaminan keselamatan karyawan dapat diatasi, karena
karyawan beranggapan bahwa perusahaan akan memikirkan keselamatan mereka
saat bekerja.
Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja terhadap
produktifitas karyawan menjadi penting untuk dikaji, karena kedua factor tersebut
misi perusahaan. Mengingat hal itu, setiap perusahaan perlu menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja yang secara komprehensif mengupayakan
pencegahan dan penyakit kerja, sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan
kecelakaan serta penyakit kerja dan dapat meningkatkan produktifitas kerja
karyawan.
2.4. Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Hasil
1 Rina Verawaty
(2006)
Pengaruh Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
Terhadap Produktifitas
Kerja Karyawan Bagian
Produksi pada PT. Albasi
Parahyangan di Banja
Ciamis.
Terdapat hubungan yang
signifikan pada tingkat
sedang antara kesehatan
dan keselamatan kerja
terhadap produktifitas
kerja karyawan sebesar
0,54. Dengan besarnya
pengaruh kesehatan dan
keselamatan kerja terhadap
produktifitas kerja
karyawan sebesar 29,16%.
2 Wahyu Ratna
Sulistyarini
(2006)
Pengaruh Program
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap
Produktifitas Kerja
Terdapat hubungan yang
sedang antara program
keselamatan dan kesehatan
Karyawan Pada CV.
Sahabat di Klaten.
produktifitas kerja
karyawan sebesar 0,62.
Hal ini berarti koefisien
positif dengan signifikasi
sebesar 38,97%.
Sebagaimana proses yang
berkesinambungan
program keselamatan dan
kesehatan kerja harus
mengedepankan
kebutuhan dan keinginan
karyawan agar semakin
memperbaiki kualitas
kinerjanya.
3 Nia Indriasari
(2008)
Pengaruh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi
pada karyawan bagian
produksi PT. Surabaya
Agung Industri Pulp dan
Kertas
Diketahui bahwa secara
simultan dari kedua
variabel bebas dalam
keselamatan dan kesehatan
kerja mempunyai
pengaruh yang sangat
signifikan. Besar
kontribusi secara simultan
dari kedua variabel bebas
ini menunjukkan bahwa
kinerja karyawan
dipengaruhi oleh kedua
variabel bebas. Sedangkan
sisanya sebesar 63,7%
dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak dipakai
atau diteliti dalam
penelitian ini. Secara
parsial kedua variabel
bebas dalam keselamatan
dan kesehatan kerja
mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan terhadap
variabel terikat yaitu
kinerja karyawan.
Kesehatan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi
pada PT. Bentoel Prima
Malang)
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
terhadap hubungan yang
signifikan antara program
keselamatan dan kesehatan
kerja karyawan terhadap
kinerja karyawan sebesar
lainnya dijelaskan oleh
faaktor-faktor lain diluar
variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.
5 Suherlis
Setiawati
(2011)
Pengaruh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap
Produktifitas Kerja
Karyawan (Studi pada
karyawan bagian pabrik
PT. PG. Kebon Agung
Malang
Variabel program
keselamatan dan kesehatan
kerja berpengaruh secara
bersama-sama terhadap
variabel dependen. Hal
tersebut dibuktikan dengan
hasil perhitungan yang
menyatakan nilai F hitung
7,485 yaitu lebih besar
dari nilai F tabel 4,17
maka Ho ditolak berarti
ada pengaruh yang
signifikan dari engaruh
keselamatan dan kesehatan
kerja secara bersama-sama
terhadap produktifitas
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan saat ini
adalah: Objek penelitian yang diambil berbeda. Penelitian saat ini di PT. Sampali
Plasindo Industri Jalan pasar II Dusun III N0.97 Desa Tanjung Selamat Percut Sei
Tuan.
2.5. Kerangka Konseptual
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (X)
Sebuah perusahaan yang sehat dan baik adalah perusahaan yang selalu
memperhatikan kondisi karyawan, baik itu kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja karyawan dalam
perusahaan. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja berpengaruh terhadap produktifitas kerja karyawan.
Pada kerangka pemikiran tersebut dapat dijabarkan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja (X) berpengaruh terhadap produktifitas kerja karyawan (Y).
2.6. Hipotesis
Menurut Azuar Juliandi (2013:122) hipotesis merupakan dugaan,
kesimpulan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah
dirumuskan didalam rumusan masalah sebelumnya. Adapun jenis hipotesis yang
dikemukakan penulis adalah hipotesis asosiatif. Hipotesis asosiatif adalah
rumusan sementara yang berusaha menjawab permasalahan penelitian yang Keselamatan dan
Keselamatan Kerja (X)
bersifat menghubungkan variabel yang satu dengan yang lain (Supriyanto,
2009:91). Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Sampali Plasindo
Industri.
Ha : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Sampali Plasindo
Industri.
2.7. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37). Untuk memberikan batasan yang
jelas tentang penelitian yang akan dilakukan, maka penulis mendefinisikan
konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Pengembangan sumber daya manusia adalah proses untuk
meningkatkan berbagai kemampuan, baik kemampuan teoritis dan
umum, maupun teknis dan operasional karyawan PT. Sampali Plasindo
Industri melalui pelatihan untuk mempersiapkan suatu tanggung jawab
dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Kinerja karyawan adalah hasil kerja, prestasi yang dapat dicapai
seorang atau sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu pada PT.
Sampali Plasindo Industri dalam hal efektifitas, efisiensi, kualitas,
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai
tujuan organisasi.
3. Pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja
karyawan adalah untuk memperbaiki, meningkatkan pengetahuan
pegawai dari segi kemampuan teoritis dan kemampuan teknis melalui
pendidikan dan pelatihan, sehingga akan meningkatkan hasil kerja
karyawan dalam hal kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, dan
kehadiran.
2.8. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana
mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui
indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel-variabel
tersebut (Singarimbun, 1995:46).
Penelitian ini menguji dua variable yaitu variable keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai variabel bebas dan variabel produktifitas sebagai variabel
terikat. Kedua variabel tersebut dioperasionalisasikan kedalam bentuk konsep
yang dapat diukur sebagai berikut:
1. Keselamatan dan kesehatan kerja mengacu pada kondisi psikologis fisik
dan psikologis pekerja yang merupakan hasil dari lingkungan yang
diberikan oleh perusahaan. Jika suatu perusahaan melakukan pengukuran
keamanan dan kesehatan yang efektif, maka semakin sedikit pegawai yang
akan mengalami dampak penyakit jangka pendek atau jangka panjang
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif dapat dilihat
dari 5 dimensi (Jackson, Schuler & Werner, 2011:289):
a. Mengukur dan mengawasi. Dalam rangka upaya meningkatkan
keselamatan dan kesehatan kerja, maka suatu pencegahan kecelakaan
serta penyakit akibat kerja harus dimulai dari mengukur,
mengidentifikasi bahaya atau resiko yang dapat muncul dalam
lingkungan kerja.
b. Pencegahan kecelakaan. Merancang lingkungan kerja dengan baik
merupakan salah satu upaya terbaik untuk mencegah dan
meningkatkan keselamatan kerja.
c. Pencegahan penyakit. Penyakit kerja dapat lebih merugikan dan
berbahaya dari pada kecelakaan kerja. Karena penyakit sering kali
membutuhkan waktu lama untuk berkembang, kondisi kerja yang
berbahaya bisa tidak terdeteksi selama beberapa tahun.
d. Manajemen tekanan. Program manajemen dalam memberikan program
yang dirancang untuk membantu pegawai dalam menghadapi tekanan
terkait dengan pekerjaan merupakan strategi untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan kerja.
e. Program kesehatan. Perusahaan-perusahaan semakin berfokus untuk
menjaga pegawainya tetap sehat.
2. Produktifitas kerja merupakan pengukuran output yang berupa barang atau
jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa karyawan, modal,
materi atau bahan baku dan peralatan. Alat ukur produktifitas yang
(2009:5). Faktor-faktor yanag digunakan dalam pengukuran produktifitas
dapat dilihat dari 3 (tiga) dimensi:
a. Kuantitas kerja adalah suatu hasil yang dapat dicapai oleh karyawan
dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar yang ada atau
ditetapkan oleh perusahaan.
b. Kualitas kerja adalah suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu
dari suatu produk yang dihasilkan karyawan. Dalam hal ini merupakan
suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya
secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan.
c. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada
awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil
output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.
Dimensi-dimensi yang digunakan dalam operasional konsep ini diambil
dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui penilaian obyektif karyawan bagian produksi terhadap program
keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Sampali Plasindo Industri, sehingga