• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tension-Type Headache (TTH) 2.1.1. Definisi - Perbedaan Angka Kejadian Tension-Type Headache Pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis dengan Orang Yang Sehat (Normal) di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tension-Type Headache (TTH) 2.1.1. Definisi - Perbedaan Angka Kejadian Tension-Type Headache Pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis dengan Orang Yang Sehat (Normal) di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tension-Type Headache (TTH)

2.1.1. Definisi

(TTH) adalah sakit kepala yang terasa seperti tekanan atau ketegangan di dalam dan disekitar kepala. Nyeri kepala karena tegang yang menimbulkan nyeri akibat kontraksi menetap otot- otot kulit kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita di sekitar kepala dan nyeri tekan didaerah oksipitoservikalis (Hartwig dan Wilson, 2006).

2.1.2. Klasifikasi

Menurut International Headache Society Classification, TTH terbagi atas 3 yaitu: 1. Episodik tension-type headache, 2. Chronik-tension type Headache, dan 3. Headache of the tension type not fulfilling above criteria (International Headache

Society, 1988).

Klasifikasi tension-type headache

2.1.2.1. Infrequent episodic tension-type headache

Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam <1 hari/bulan (atau <12 hari/ tahun), nyeri kepala berakhir dalam 30 menit – 7 hari bilateral, menekan mengikat, tidak berdenyut, mild atau moderate, tidak ada mual/ muntah, mungkin ada fonofobia/ fotofobia, sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit nyeri kepala lain.

2.1.2.2.Frequent episodic tension-type headache

(2)

moderate, tidak ada mual/ muntah, mungkin ada fonopobia/ fotopobia, sama sekali

tidak ada hubungannya dengan penyakit nyeri kepala lain.

2.1.2.3.Chronic tension-type headache

Nyeri kepala yang berasal dari ETTH yang timbul >15 hari/bulannya dalam waktu > 3 bulan (atau >180 hari/tahun).

2.1.2.4.Probable tension-type headache

Dijumpai memenuhi kriteria TTH akan tetapi kurang satu kriteria untuk TTH bercampur dengan salah satu kriteria probable migrane. Nyeri kepala berlangsung >15 hari/bulan selama > 3 bulan (atau > 180 hari/tahun), nyeri kepala berlangsung selama sekian jam atau terus menerus kontinyu, bilateral, rasa menekan/mengikat, intensitas mild or moderate, tidak ada severe nausea atau vomiting, mungkin ada fotopobia/ fonopobia, tidak ada hubungannya dengan penyakit kepala lainnya, paling

tidak masa 2 bulan terakhir. 2.1.3. Etiologi

Tension (keteganggan) dan stress. Tiredness (Kelelahan).

Ansietas (kecemasan).

 Lama membaca, mengetik atau konsentrasi (eye strain)  Posture yang buruk.

 Jejas pada leher dan spine.  Tekanan darah yang tinggi.

Physical dan stress emotional (Emergency department factsheet, 2008).

2.1.4. Patogenesis

(3)

gangguan kecemasan (ansietas) di jumpain adanya deficit kadar serotonin, dan nor-adrenalin di otaknya. Serotonin dan nor-nor-adrenalin adalah neurotransmitter yang berperan dalam proses nyeri maupun depresi, yang mengurus mood. Adanya deficit kadar serotonin, sehingga terjadi vasokontriksi pada pembuluh darah dan membawanya ke ambang nyeri kepala (pain threshold). Serotonin didegradasi oleh kerja enzymatic monoamine oxidase dan dikeluarkan melalui urin berbentuk 5-hydroxyindoleacetic acid (Mumenthaler dan Mattle, 2004).

TTH dapat disebabkan karena stress, alkohol,dan hormonal yang akan menstimulasi simpatis nervous system sehingga terjadi peningkatan nor-epinefrine yang di sebarkan ke spindles muscle dan menyebabkan vasokontriksi . Nor-epinefrine juga di sebarkan ke pembuluh darah sehingga terstimulus cervical simpatis ganglia dan merasa nyeri disekitar leher (Wesley, 2001).

2.1.5. Diagnosis

Mengingat diagnosis nyeri kepala sebahagian besar didasarkan atas keluhan, maka anamnesis memegang peranan penting. Dalam praktek sehari- hari, jenis nyeri kepala yang paling sering adalah nyeri kepala tipe tegang atau sering disebut tension-type headache (TTH). Dari anamnesis, biasanya gejala terjadinya TTH terjadi setiap

hari dan terjadi dalam 10 kali serangan dalam satu hari. Durasi atau lamanya TTH tersebut dapat terjadi selama antara 30 menit sampai dengan 7 hari. Nyerinya dapat bersifat unilateral atau bilateral, dan pada TTH tidak adanya pulsating pain serta intensitas TTH biasanya bersifat ringan. Pada TTH pun terdapat adanya mual, muntah dan kelaian visual seperti adanya fonofobia dan fotofobia (Shevel, 2006).

Pemeriksaan tambahan pada TTH adalah pemeriksaan umum seperti tekanan darah, fungsi cirkulasi, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan neurologi (pemeriksaan saraf cranial, dan intracranial particular), serta pemeriksaan lainnya, seperti pemeriksaan mental status (Mumenthaler & Mattle, 2004).

(4)

2.2. Karakteristik Stres

Pada tabel dibawah ternyata persoalan kesehatan yaitu sakit pada diri sendiri menempati posisi yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan stress pada seseorang. Pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis termasuk kedalam kesehatan pribadi didalam table life scale, sehingga sering merasa stress pada diri mereka.

2.2.1. Hubungan Penyakit Ginjal Kronik dengan Tension-type Headache

(5)

2.3.Penyakit Ginjal Kronik (PGK)

2.3. 1. Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

Penyakit ginjal kronik adalah suatu penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif (Callaghan, 2007).

Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sehingga kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Wilson, 2006).

Jadi, penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai penurunan fungsi ginjal yang lambat, irreversibel, serta kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal, sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialysis dan transplantasi ginjal.

Tabel 2.2. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (PGK)

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural dan fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

- Kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

(6)

Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan National Kidney Foundation (Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative/ KDOQI), yang mana derajat (stage)

gagal ginjal kronik berdasarkan estimasi GFR (glomerular filtration rate). Tabel 2.3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Derajat (stage) GFR (ml/mn/1,73m2)

0 >90 dengan factor resiko ke gagal ginjal kronik

1 ≥ 90 dengan kerusakan ginjal (persisten proteinuria,

abnormal sedimen urin, abnormal darah dan urin, abnormal dari imaging)

2 60-89 GFR ringan

3 30-59 GFR sedang

4 15-29 GFR berat

5 <15 gagal ginjal atau dialysis

NKF (KDOQI), 2002

2.3.2 Patogenesis

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons), sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaftasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi , sklerosis dan

progresifitas tersebut. Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap gagal ginjal kronik yaitu albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. (Suwitra, 2004).

(7)

perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR biasanya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Stadium ketiga dan stadium akhir gagal ginjal progresif disebut penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml permenit atau kurang (Wilson, 2006).

2.3.3. Diagnosis

Pemeriksaan Laboratorium (Urinalisis), PH urin, protein, Hemoglobin, glukosa, ketones, bilirubun, nitrit, dan leukosit esterase. Yang dicari berupa kristal- kristal, cells, cast, dan organism infection. Pemeriksaan nilai glomerular filtrating rate (GFR) dengan cara menggunakan rumus Kockcroft-Gault yaitu C = U * V/ P. dimana C adalah Clearance (ml/mnt/1,73m2), U dan P adalah konsentrasi urine dan plasma (mg/dl), dan V adalah aliran urin rate (ml/menit). Pemeriksaan biokimiawi darah meliputi hemoglobin, kadar asam urat, kalemia, natremia, kloremia, fosfatemia, kalsemia, asidosis metabolik. Pemeriksaan tambahan seperti radionuclide studies, ultrasonografi, intravenous urography, CT scan, MRI, arteriography dan venography, renal biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal (Current medical diagnosis, 2011).

2.3.4. Hemodialisis

(8)

2.4 Definisi Orang Sehat (Normal)

Menurut pandang Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization- WHO), batasan sehat adalah” suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental, dan social secara penuh dan bukan semata- mata berupa tidak adanya penyakit atau keadaan lemah tertentu (Baihaqi, 2007).

Pandangan sehat menurut Depkes RI UU No. 23, 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara social dan ekonomi. Ciri –ciri kesehatan menurut Depkes RI yaitu: kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan kesehatan mental (jiwa), yang mencakup komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual (Depkes 2010).

Ciri- Ciri Sehat menurut Depkes:

1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, sedih, dan sebagainya. 3. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa

syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu diluar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.

4. Kesehatan social terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, social, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

Gambar

Tabel 2.1. Life Event Scale

Referensi

Dokumen terkait

Analis regresi sederhana adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan antara variabel dependen (Y) dengan variabel Independen (X)

Dapatkah anak menendang bola kecil (sebesar bola tenis) Gerak kasar ke depan tanpa berpegangan pada apapun? Mendorong tidak ikut dinilai. Bila diberi pensil, apakah anak

Masalah keperawatan yang timbul pada klien antara lain: defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen; nyeri berhubungan adanya trauma abdomen

Teknik ini digunakan untuk mencari data-data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian, dalam kaitannya untuk melengkapi data primer.. HASIL DAN

Dilihat dari data yang disajikan pada Tabel 3, pada awal penelitian (sebelum pemulihan) tampak bahwa rata- rata berat badan dan tinggi badan balita yang mendapat tepung

Religiusitas sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri di sekolah memiliki peran penting dalam penyesuaian diri remaja sebagai siswa dalam

[r]

Hubungan Tingkat Keparahan Gangguan Sendi Temporomandibula Disc Displacement With Reduction Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Gigi dan Mulut Mahasiswa