PENGARUH TEKNIK MANAJEMEN STRESS TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRESS PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
PUSPAKARMA MATARAM
1I Made Eka Santosa, 2M. Ikhsan, 1Ida Bagus Yoga Pratama 1Staf Pengajar STIKES Mataram, 2 PSTW Puspakarma
ABSTRAK
Lansia yang tinggal di Panti memiliki latar belakang kehidupan dan alasan yang berbeda-beda. Latar belakang, alasan, dan kondisi yang saat ini di panti masing-masing memberikan sumbangan sebagai stresor atau sumber stres dialami para lansia panti. Tindakan dalam mengatasi atau menurunkan stres salah satunya degan cara memberikan pemahaman pada lansia dalam mengontrol tingkat stres dengan memberikan teknik manajemen stres. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Puspakarma Mataram.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Pra Eksperimen dengan desain one group pretest-posttest design (pra-pasca tes dalam satu kelompok). Sampel yang dipakai adalah 26 lansia yang mengalami stres mengikuti teknik manajemen stres. Penelitian ini dilakukan selama 14 hari. Subjek penelitian mempunyai tingkat stres dengan kategori ringan dan sedang. Analisis statistik yang digunakan adalah dengan uji Paired T-Tets dengan taraf kemaknaan 5 %.
Hasil Uji Paired T-Test terhadap 26 responden didapatkan perubahan pada lansia yang mengalami stres yaitu dengan nilai t-hitung = 14,387 dan nilai t-tabel = 1,70814 dengan nilai rata-rata Pre-test = 20,34 dan nilai rata-rata Post-Test = 16,57 sehingga dapat di interprestasi bahwa (t-hitung > t-tabel) yang artinya terdapat penurunan tingkat stres yang bermakna pada lansia yang mengalami stres.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah teknik manajemen stres berpengaruh terhadap penurunan tingkat stres pada lansia yang mengalami stres. Adapun saran dari peneliti adalah diharapkan pada lansia untuk memilih teknik manajemen stres yang tepat dalam hal mengurangi atau mengatasi tingkat stres guna untuk meningkatkan kesehatan psikologis pada lansia di panti Sosial Tresna Werdha Puspakarma Mataram.
Kata kunci : Lansia, Teknik manajemen Stres, Tingkat Stres
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan (Aging process)
merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami
oleh setiap orang.Proses penuaan
sudah mulai berlangsung sejak
seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan
otot, susunan saraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh mati sedikit demi
sedikit (Mubarak,2009).
Salah satu hasil pembangunan
kesehatan di Indonesia adalah
meningkatnya angka harapan hidup
(life expectancy). Dilihat dari sisi ini pembangunan kesehatan di Indonesia
sudah cukup berhasil, karena angka
harapan hidup bangsa kita telah
meningkat secara bermakna. Namun,
disisi lain dengan meningkatnya angka
harapan hidup ini membawa beban
bagi masyarakat, karena populasi
penduduk usia lanjut meningkat. Hal
ini berarti kelompok resiko dalam
masyarakat kita menjadi lebih tinggi.
Meningkatnya populasi lansia ini
bukan hanya fenomena di Indonesia
saja tetapi juga merupakan fenomena
Global. (Notoatmodjo,2011).
Jumlah populasi lanjut usia
diseluruh dunia diperkirakan lebih dari
25,07%. Menurut Badan Kesehatan
Dunia WHO bahwa populasi lansia di
Indonesia pada tahun 2025 mendatang
akan mengalami peningkatan jumlah
warga lansia sebesar 41,4% yang
merupakan sebuah peningkatan
tertinggi di dunia. Jumlah penduduk
lansia di Indonesia mencapai angka
13.729.992 (BPS, 2014). Begitu pula
di Provinsi Nusa Tengara Barat (NTB)
penduduk lansia terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2013
sebanyak 333.113 jiwa, meningkat
pada tahun 2014 menjadi 338.650
(PUSDATIN Kemenkes RI, 2013).
Peningkatan jumlah lanjut usia yang
tinggi tersebut berpotensi
menimbulkan berbagai macam
permasalahan baik dari aspek sosial,
ekonomi, budaya, maupun kesehatan
(Nugroho, 2000).
Menurut Stieglitz (dalam Nugroho,
2008), ada empat penyakit yang erat
hubungannya dengan proses menua,
yakni gangguan sirkulasi darah
(hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pembuluh darah di otak,
ginjal dan lain-lain), gangguan
metabolisme hormonal (diabetes
mellitus, klimakterium, dan
ketidakseimbangan tiroid), gangguan
pada persendian (osteoartritis,
osteoporosis, low back pain,
osteomalasia, reumatoid artritis, gout
arthritis, ataupun penyakit kolagen
lainnya), serta berbagai macam
neoplasma.
Berbagai permasalahan kesehatan
yang terjadi pada lansia serta
ketidakmampuan lansia untuk
mengatasi masalah kesehatan tersebut
berpotensi menimbulkan gangguan
psikologi berupa stres (Alimul, 2006).
Secara umum orang yang mengalami
stres merasakan perasaan khawatir,
tekanan, letih, ketakutan, depresi,
cemas dan marah. Setiap orang bisa
mengalami stres, sesekali stres dalam
kehidupan merupakan ‘bumbu’ hidup
dinamis, akan tetapi apabila terjadi
stres yang sering dengan fluktuasi yang
besar, maka sudah perlu mendapat
perhatian khusus, artinya sudah perlu
lebih serius menanganinya.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan peneliti pada tanggal
28 dan 29 April 2016 di Panti Sosial
Tresna Werdha “Puspakarma”
Mataram, terdapat 76 lansia yang
menghuni Panti Sosial Tresna Werda
dan setelah melakukan survei ternyata
kebanyakan lansia mengeluh pusing,
badan mudah capek, mengalami
gangguan tidur dan ada yang mengeluh
mudah tersinggung, rata-rata lansia
mengalami stress ringan dan stress
sedang dilihat dari surve yang
dilakukan. Calon Peneliti juga
melakukan pengukuran secara
langsung menggunakan Skala DASS
42 kepada 37 lansia yang menghuni di
Panti Sosial Tresna Werdha
“Puspakarma” Mataram untuk
mengetahui status psikologi lansia itu
sendiri dan dari 37 lansia didapatkan
25 lansia yang mengalami stres dengan
tingkat stres : ringan ada 15 orang,
sedang 10 orang, biasanya mereka
hanya mengatasinya dengan tidur.
Berdasarkan data yang didapatkan
diatas perlu adanya suatu solusi yang
tepat yang dapat memberikan suatu
gambaran yang tepat bagaimana cara
meminimalisir terjadinya stres atau
lebih tepatnya mengurangi kejadian
stres yang terjadi pada lansia.
Manajemen stress merupakan sesuatu
yang dapat mengurangi stress pada
lansia di mana dengan manajemen
stres kita dapat memberikan
pengetahuan dan kemampuan para
lansia bagaimana suatu gambaran yang
tepat untuk mengatasi stres yang di
alami.
Berdasarkan uraian di atas calon
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul pengaruh
tentang teknik manajemen stres
terhadap penurunan tingkat stres pada
lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Puspa Karma Mataram.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui skala stres pada lansia sebelum diberikan tentang teknik
manajemen stres.
b. Mengetahui skala stres pada lansia setelah diberikan tentang teknik
manajemen stres.
c. Menganalisis pengaruh teknik
manajemen stres pada lansia yang
berada di Panti Sosial Tresna Werdha
“Puspakarma” Mataram
METODE PENELITIAN Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas : objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik
M. IKHSAN
IDA BAGUS YOGA PRATAMA
tertentu yang di terapkan oleh peneliti
untuk di pelajari dan di tarik
kesimpulan(Sugiono 2010). Dalam
penelitian ini populasi yang digunakan
adalah semua kelayan lansia yang berada
di Panti Sosial Tresna Werdha
“Puspakarma” Mataram yang berjumlah
76 lansia.
Sampel
Sampel diambil dengan tehnik
purposive sampling. Sampel dalam
penelitian ini adalah lansia yang
mengalami gangguan psikologi berupa
stres, yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sebanyak 26 responden yang
mengalami gangguan psikologi berupa
stres ringan dan sedang, tidak dalam
perawatan intensif, dan bersedia menjadi
responden.
RANCANGAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh tentang teknik
manajemen stres terhadap skala stres pada
lansia. Atas dasar tujuan tersebut maka
peneliti menggunakan rancangan Pra Eksperimental dengan desain penelitian
one group pretest-posttest design (pra-pasca tes dalam satu kelompok).
Analisa data pada penelitian ini
menggunakan Uji t.
HASIL PENELITIAN
Penelitian di mulai dari tanggal 13-27
Agustus 2016, pre-test dilakukan pada
tanggal 15 Agustus 2016. Berdasarkan
hasil pengukuran tingkat stress dengan
menggunakan alat ukur Skala
Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Berdasarkan Tingkat Stress Sebelum dilakukan Teknik Manajemen Stres
No
Skala
Stres Kategori Frek (%)
1 15 – 18 Ringan 10 38,4 %
2 19 – 25 Sedang 16 61,5 %
Jumlah 26 100 %
Dari Tabel 1. di atas, menunjukkan
bahwa dari 26 responden terdapat 10
responden (38,4%) dengan tingkat stres
kategori ringan, 16 responden (61,5%)
dengan tingkat stres kategori sedang. Jadi
responden penelitian yang terbanyak pada
saat penelitian adalah lansia dengan
tingkat stres kategori sedang.
Setelah responden penelitian diberikan
teknik manajemen stres selama 3 kali
dalam seminggu, post-test dilakukan pada
tanggal 18 Agustus 2016, segera dilakukan
pengukuran tingkat stress dengan
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden penelitian berdasarkan tingkat stres sesudah diberikan teknik manajemen stres selama 3 kali dalam seminggu
No Skala
karakteristik tingkat stres pada 26
responden penelitian sesudah diberikan
teknik manajemen stres yaitu terdapat 8
responden (30,7%) dengan tingkat stres
kategori normal, 12 responden (46,1%)
dengan tingkat stres kategori ringan, 6
responden (23%) dengan tingkat stres
kategori sedang. Ini menunjukkan bahwa
terjadi penurunan tingkat stres setelah
diberikan teknik manajemen stres pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Puspakarma Mataram.
Dari Tabel 2. diatas menunjukkan dari
26 orang responden dapat diketahui bahwa
tingkat stres responden penelitian sesudah
diberikan teknik manajemen stres selama 3
kali dalam seminggu adalah responden
yang tingkat stres dengan kategori sedang
menurun dari 16 responden (61,5%)
menjadi 6 responden (23%). Sedangkan
terjadi peningkatan pada tingkat stres
dengan kategori ringan yaitu dari 10
responden (38,4%) menjadi 12 responden
(46,1%) dan terjadi peningkatan juga pada
responden yang tingkat stres dengan
kategori normal menjadi 8 responden
(30,7%).
Hasil Pengujian Hipotesis
Uji statistik pengaruh teknik
manajemen stres terhadap penurunan
tingkat stres pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha “Puspakarma” Mataram
menggunakan uji statistik PairedT-Test. Tabel 3. Tabel hasil uji statistik
t-1. Tingkat stres sebelum diberikan teknik manajemen stres
Berdasarkan hasil penelitian di panti
Sosial Tresna Werdha Puspakarma
Mataram pada 26 responden didapatkan 10
responden (38,4%) dengan tingkat stres
kategori ringan dan 16 responden (61,5%)
dengan tingkat stres kategori sedang.
Terlihat bahwa responden penelitian
mengalami stres kadar dengan nilai yang
berbeda-beda berarti ada perbedaan tingkat
stres meskipun stimulasinya sama.
Keberadaan panti untuk menampung
para lansia merupakan salah satu bentuk
perhatian pemerintah pada kelompok usia
M. IKHSAN
IDA BAGUS YOGA PRATAMA
ini. Lansia yang tinggal di Panti memiliki
latar belakang kehidupan dan alasan yang
berbeda-beda. Latar belakang, alasan, dan
kondisi yang saat ini di panti
masing-masing memberikan sumbangan sebagai
stresor atau sumber stres dialami para
lansia panti. Tentu sumbangan stres dari
masing-masing stresor tersebut akan
berbeda bergantung pada faktor individu
itu pula. Besar kecilnya sumbangan stres
dari stresor yang mengelilingi kehidupan
lansia panti akan memberikan variasi
terhadap tingkat stres yang dialami.
Tingkat tekanan atau stres yang dialami
individu usia lanjut yang tinggal di panti
ini menjadi menarik untuk diteliti.
Harapannya setelah mengetahui tingkat
stres lansia panti akan dapat menjadi
landasan dalam menciptakan
program-program intervensi dalam peningkatan
kesejahteraan orang-orang lanjut usia
dalam melewati akhir kehidupan mereka
(Indriana dkk, 2010).
Stres pada lansia dapat didefinisikan
sebagai tekanan yang diakibatkan oleh
stresor berupa perubahan-perubahan yang
menuntut adanya penyesuaian dari lansia.
Tingkat stres pada lansia berarti pula
tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan
atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari
stresor berupa perubahan-perubahan baik
fisik, mental, maupun sosial dalam
kehidupan yang dialami lansia. Perubahan
dalam perkumpulan keluarga menjadi
pilihan kedua yang merupakan
permasalahan yang menimbulkan stres
pada lansia yang tinggal di Panti Werdha,
lalu diikuti dengan masalah yang lainnya
(Indriana dkk, 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat stres lansia yang tinggal di panti.
Ketika berbicara tentang faktor yang
mempengaruhi tingkat stres, kita tidak bisa
lepas dari sumber- sumber penyebab stres
atau yang biasa disebut dengan stresor.
Stresor merupakan semua faktor yang
mempengaruhi timbulnya stres yang
mengganggu keseimbangan dalam tubuh
(dalam Bart Smet, 1194, h.115-121).
Hal-hal yang dirasakan oleh sebagian besar
lansia di panti sebagai penyebab stres
antara lain perubahan dalam aktivitas
sehari-hari, perubahan dalam perkumpulan
keluarga, kematian pasangan, kematian
anggota keluarga dan perubahan dalam
pilihan maupun kuantitas olahraga maupun
rekreasi, dan perubahan dalam pekerjaan.
Kelima peristiwa tersebut berurutan
sebagai sumber stres lansia di panti.
Bahwa inti dari kesuksesan di masa lansia
adalah kemampuan untuk beradaptasi
terhadap berbagai perubahan dan peristiwa
hidup yang membawa perubahan ternyata
belum bisa dilakukan oleh seluruh lansia
subyek penelitian ini
Tingkat stres yang tinggi
menunjukkan ketidakmampuan mereka
perubahan tersebut. Tanggung jawab
selanjutnya berada pada caregivers atau pihak-pihak di sekitar lansia antara lain
pengurus panti, keluarga, teman-teman,
maupun helper untuk membantu para lansia panti menjalani masa tuanya dengan
sukses atau dengan kata lain mampu
beradaptasi dengan berbagai perubahan
sehingga meminimalkan stres yang
dialami.
Ketika lansia mampu menerima dan
menyesuaikan diri dengan berbagai
peristiwa yang mengubah kehidupannya
maka hal ini berarti pula tingkat stres yang
dialami akan menurun. Stresor atau
faktor-faktor penyebab stres 5 besar berurutan
antara lain perubahan dalam aktivitas
sehari-hari, perubahan dalam perkumpulan
keluarga, kematian pasangan, kematian
anggota keluarga dan perubahan dalam
pilihan maupun kuantitas olahraga maupun
rekreasi, dan perubahan dalam pekerjaan
(Indriana dkk, 2010).
Lansia yang dulu terbiasa bekerja dan
memiliki penghasilan sekarang hanya
berdiam diri di panti dan tidak memiliki
penghasilan lain kecuali uang yang
diperoleh dari panti. Kesediaan mereka
mengikuti kegiatan di panti disebabkan
karena keharusan bukan karena ingin.
Perubahan dalam aktivitas sehari-hari
dapat berkaitan pula dengan keberadaan
keluarga bagi mereka. Dimana perubahan
dalam perkumpulan keluarga merupakan
penyebab stres pula bagi mereka (Indriana
dkk, 2010).
Keluarga menjadi salah satu faktor yang
berperan dalam menyebabkan stres bagi
lansia panti. Keberadaan keluarga
dirasakan sangat penting bagi mereka. Hal
tersebut dapat dilihat dari latar belakang
keberadaan para lansia hingga tinggal di
Panti Wredha. Seperti beberapa kasus
yang terjadi pada lansia panti. Beberapa
diantara mereka merasa terbuang, menjadi
sampah masyarakat, tidak berarti lagi
dengan kondisi fisik yang semakin
melemah. Mereka merasa dicampakkan
oleh keluarganya, bahkan bagi beberapa
lansia yang semula hidup dengan
keluarganya mereka merasa tidak betah
lagi berada di dunia ini dan
mempertanyakan keberadaan mereka ini
untuk siapa, lain halnya dengan lansia
yang memang dari semula tidak memiliki
keluarga sama sekali, mereka memang
menyayangkan hidup mereka yang
sebatang kara akan tetapi keberadaan
teman sesama lansia di Panti membuat
mereka merasa ada keluarga baru akan
tetapi terkadang mereka pun merindukan
keberadaan keluarganya sebelum mereka
hidup sendiri (Indriana dkk, 2010).
Kematian pasangan menjadi penyebab
stres berikutnya yang dirasakan oleh para
lansia panti. Mereka merasa hidup sendiri
dan tak berarti. Pada beberapa kasus yang
terjadi di panti wredha, hampir semua
M. IKHSAN
IDA BAGUS YOGA PRATAMA
lansia menceritakan bahwa pasangan
mereka merupakan semangat hidup
mereka dan ada beberapa lansia yang
memilih untuk tidak menikah kembali
setelah kematian pasangan mereka.
Mereka mencoba bertahan hidup untuk
anak-anak mereka ataupun bagi mereka
yang tidak memiliki anak mereka memilih
untuk menyibukan diri mereka dengan
pekerjaan untuk menghilangkan
kesedihan. Kesendirian di masa lanjut
membuat beberapa lansia merasa putus asa
dan mempertanyakan keberadaan mereka
di dunia, dan mereka hanya tinggal
menunggu panggilan Sang Ilahi untuk
hidup lebih tenang (Indriana dkk, 2010).
Perubahan dalam aktivitas sehari-hari yang
menjadi salah satu faktor yang banyak
dipilih sebagai penyebab stres Mereka
merasakan perbedaan yang terjadi selama
mereka tinggal dipanti dengan keadaan
mereka sebelumnya. Aktivitas mereka
yang semula bekerja dan sekarang sebagai
pengangguran, terlebih ketika mereka
mulai mengalami kemunduran fisik yang
dirasakan sebagai beban seperti
penglihatan yang mulai menurun, dan
penyakit yang diderita. Ketika
kemunduran fisik mereka menyebabkan
mereka berada di Panti, hal tersebut
dirasakan amat berat bagi mereka dan
terkadang mereka menyesalkan kondisi
saat ini, sehingga mereka menjadi stres
karena merasa sudah tidak dapat berbuat
apa-apalagi (Indriana dkk, 2010).
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat
stres pada lansia sebelum diberikan teknik
manajemen stres didapat hasil yaitu lebih
banyak lansia dengan tingkat stres dalam
kategori sedang dibandingkan pada lansia
dengan tingkat stres kategori ringan.
Menurut peneliti, hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan lansia dalam
manajemen stres dan ditambah dengan
perubahan aktivitas sehari-hari dimana
lansia biasanya bekerja sehari-hari di
rumah lalu di pindahkan ke Panti Sosial
dengan jarang melakukan aktivitas
ditambah lagi perpisahan lansia dengan
anggota keluarga yang menambah tingkat
stres pada lansia yang tinggal di panti
Sosial .
2. Tingkat stres setelah diberikan teknik manajemen stres
Berdasarkan hasil penelitian di Panti
Sosial Tresna Werdha Puspakarma
Mataram didapatkan karakteristik tingkat
stres pada 26 responden penelitian sesudah
diberikan teknik manajemen stres yaitu 8
responden (30,7%) dengan tingkat stres
kategori normal, 12 responden (46,1%)
dengan tingkat stres kategori ringan, 6
responden (23%) dengan tingkat stres
kategori ringan dengan hasil rata-rata
tingkat stres sesudah diberikan teknik
seminggu pada lampiran (4.5) sebesar
(46,1 %) dibandingkan dengan tingkat
stres sebelum diberikan teknik manajemen
stres tampak terjadi penurunan tingkat
stres.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
penurunan nilai tingkat stres dari setiap
individu berbeda-beda walaupun stimulus
yang menyebabkan peningkatan tingkat
stres dan perlakuan yang diberikan sama.
Hal ini disebabkan banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat stres lansia yang
tinggal di panti. Ketika berbicara tentang
faktor yang mempengaruhi tingkat stres,
kita tidak bisa lepas dari sumber - sumber
penyebab stres atau yang biasa disebut
dengan stresor. Stresor merupakan semua
faktor yang mempengaruhi timbulnya stres
yang mengganggu keseimbangan dalam
tubuh (dalam Bart Smet, 1194, h.115-121).
Hal-hal yang dirasakan oleh sebagian
besar lansia di panti sebagai penyebab
stres antara lain perubahan dalam aktivitas
sehari-hari, perubahan dalam perkumpulan
keluarga, kematian pasangan, kematian
anggota keluarga dan perubahan dalam
pilihan maupun kuantitas olahraga maupun
rekreasi, dan perubahan dalam pekerjaan.
Kelima peristiwa tersebut berurutan
sebagai sumber stres lansia di panti.
Bahwa inti dari kesuksesan di masa lansia
adalah kemampuan untuk beradaptasi
terhadap berbagai perubahan dan peristiwa
hidup yang membawa perubahan ternyata
belum bisa dilakukan oleh seluruh lansia
subyek penelitian ini Tingkat stres yang
tinggi menunjukkan ketidakmampuan
mereka dalam menyesuaikan terhadap
berbagai perubahan tersebut (Indriani dkk,
2010).
Tanggung jawab selanjutnya berada
pada caregivers atau pihak-pihak di sekitar lansia antara lain pengurus panti, keluarga,
teman-teman, maupun helper untuk membantu para lansia panti menjalani
masa tuanya dengan sukses atau dengan
kata lain mampu beradaptasi dengan
berbagai perubahan sehingga
meminimalkan stres yang dialami. Ketika
lansia mampu menerima dan
menyesuaikan diri dengan berbagai
peristiwa yang mengubah kehidupannya
maka hal ini berarti pula tingkat stres yang
dialami akan menurun. Stresor atau
faktor-faktor penyebab stres 5 besar berurutan
antara lain perubahan dalam aktivitas
sehari-hari, perubahan dalam perkumpulan
keluarga, kematian pasangan, kematian
anggota keluarga dan perubahan dalam
pilihan maupun kuantitas olahraga maupun
rekreasi, dan perubahan dalam pekerjaan
(Indriani dkk, 2010), sehingga perubahan
tingkat stres yang terjadi setiap individu
setelah diberikan teknik manajemen stres
tidak dapat disamakan
Pada master tabel menunjukkan dari
26 responden dapat diketahui pula terdapat
9 responden penelitian yang tidak
M. IKHSAN
IDA BAGUS YOGA PRATAMA
mengalami perubahan tingkat stres
meskipun telah diberikan teknik manejemn
stres selama 3 kali dalam seminggu. Hal
ini disebabkan dimana yang termasuk
dalam tingkat stres yaitu berhubungan
dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Mampu menghadapi situasi
yang bermasalah, dapat mengintegrasikan
pengalaman masa lalu, saat ini dan yang
akan datang (Stuard & Sundeen,1998).
Menurut Notoatmojo (2003), dimana
konsep dasar pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,
perkembangan atau perubahan ke arah
yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih
matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Konsep ini berangkat dari
suatu asumsi bahwa manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupannya untuk
mencapai nilai - nilai hidup di dalam
masyarakat selalu memerlukan bantuan
orang lain yang mempunyai kelebihan
(lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu,
lebih tahu dan sebagainya). Dalam
mencapai tujuan tersebut, seorang
individu, kelompok dan masyarakat tidak
terlepas dari kegiatan belajar.
Disamping itu juga Menurut Andriana
dkk (2010), hal yang menarik kondisi stres
pada lansia adalah perubahan-perubahan
yang terjadi pada lansia dipersepsikan
berbeda-beda oleh lansia sehingga
memunculkan dinamika dalam respon
emosi, sosial, dan perilaku penyesuaian.
Persepsi yang berbeda memunculkan
respon yang berbeda salah satunya respon
yang terkategori stres. Peristiwa-peristiwa
kehidupan dan berbagai perubahan yang
dialami para lansia penghuni panti baik
yang telah maupun sedang dialami tidak
jarang dirasakan sebagai beban dan
tekanan dalam hidup
Hasil penelitian juga menunjukkan
dari 26 responden dapat diketahui bahwa
tingkat stres responden penelitian sesudah
diberikan teknik manajemen stres selama 3
kali dalam seminggu adalah responden
yang tingkat stres dengan kategori sedang
menurun dari 16 responden (61,5%)
menjadi 6 responden (23%). Sedangkan
terjadi peningkatan pada tingkat stres
dengan kategori ringan yaitu dari 10
responden (38,4%) menjadi 12 responden
(46,1%) dan terjadi peningkatan juga pada
responden yang tingkat stres dengan
kategori normal menjadi 8 responden
(30,7%). Hal ini karena adanya suatu
perlakuan yaitu sebelum Post-Tes para orang tua diberikan teknik manajemen
stres. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
setelah seseorang mengalami stimulus atau
obyek kesehatan, kemudian mengadakan
penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan
apa yang diketahui dan disikapinya
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Machfoed (2005), teknik
manajemen stres, yang bertujuan untuk
mengubah individu, kelompok dan
masyarakat menuju hal- hal yang positif
secara terencana melalui proses belajar.
Perubahan tersebut mencangkup
pengetahuan, sikap dan keterampilan
melalui proses pendidikan kesehatan. Pada
hakikatnya dapat berupa emosi,
pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan
nyata dari individu, kelompok dan
masyarakat. Teknik manajemen stres
merupakan aspek penting dalam
meningkatkan koping lansia karena
dengan mengetahui teknik manajemen
stres akan mendapatkan manfaat yang
cukup besar terutama dapat
mengoptimalkan kesehatan psikologis
sehingga lansia dapat menjadi manusia
yang sehat jasmani dan rohani.
Dari hasil nilai Pre-Test dan Post-Test, terlihat ada perubahan yang terjadi pada nilai Pre-Test dan Post-Test
pada hasil pengukuran. Hal ini sama
seperti dalam teori menurut Hawari,
(2001); menyatakan masukan dalam teknik
manajemn stres adalah menyangkut
sasaran belajar (sasaran didik) yaitu
individu, kelompok, keluarga atau
masyarakat yang sedang belajar itu sendiri
dengan berbagai latar belakangnya.
Subyek belajar yang mempengaruhi proses
teknik manajemn stres, adalah kesiapan
fisik dan psikologis (motivasi, dan minat),
latar belakang pendidikan, dan sosial
budaya.; Proses dalam teknik manajemn
stres adalah mekanisme dan interaksi
terjadinya perubahan kemampuan
(perilaku) pada diri subjek belajar tersebut.
Hal tersebut juga di dukung dengan
teori Notoatmodjo, (2003) tingkatan
persepsi individu yaitu persepsi yaitu
mengenal dan memilih berbagai obyek
sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil, respon terpimpin yaitu dapat
melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek
tingkat dua, mekanisme yaitu apabila
seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis sesuatu itu
sudah merupakan kebiasaan, maka ia
sudah mencapai praktek tingkat tiga,
adopsi yaitu suatu praktek yang sudah
berkembang dengan baik, artinya tindakan
itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Pengetahuan merupakan hasil tahu
yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Hasil penelitian
membuktikan bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih
M. IKHSAN
IDA BAGUS YOGA PRATAMA
langgeng dari pada yang tidak didasari
pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2005),
pengetahuan dan sikap seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
tingkat pendidikan, komunikasi dan
informasi, kebudayaan, dan pengalaman
pribadi secara emosional. Mekanisme
adanya perbedaan pengetahuan dan sikap
secara bermakna ini disebabkan adanya
faktor informasi dan komunikasi yang
mempengaruhi pembentukan pengetahuan
dan sikap. Informasi yang diberikan
langsung maupun tidak langsung
mempunyai pengaruh dalam peningkatan
pengetahuan, pembentukan opini dan
kepercayaan orang.
Di bidang kesehatan informasi dapat
diperoleh melalui tatap muka langsung
dengan penyampai informasi seperti
petugas kesehatan, tokoh masyarakat,
tokoh agama serta aparat pemerintah yang
mendukung serta dapat diperoleh melalui
berbagai media massa seperti radio,
televisi, majalah, surat kabar dan lain-lain.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal akan memberikan landasan kognitif
bagi terbentuknya sikap terhadap hal
tersebut (Maulana, 2009).
Ragam pesan subjektif yang dibawa
oleh informasi tersebut cukup kuat dan
memberikan dasar afektif dalam menilai
sesuatu hal sehingga terbentuklah arah
sikap tertentu (Suliha, 2002).
Pemberian informasi teknik
manajemen stres sehat dan cara-cara
mengatasi stres diharapkan akan terjadi
peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku kesehatan dalam diri/kelompok
sasaran yang berdasarkan kesadaran dan
kemauan individu yang bersangkutan.
Perubahan perilaku ini memang memakan
waktu yang lama, sebab tidak sekedar
melibatkan perubahan gerakan/ aktivitas
motorik, melainkan menyangkut pula
perubahan persepsi tentang konsep-
konsep kesehatan dan perubahan sikap
terhadap tindakan yang dianjurkan.
Walaupun lebih lama, namun ternyata
hasil perubahan yang dicapai lebih lama
dan lestari dan tidak tergantung dari
ketatnya pengawasan (Sarwono, 2004)
3. Analisa Pengaruh Teknik Manajemen Stres Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha “Puspakarma” Mataram
Berdasarkan tabel 4.4, sebelum
diberikan teknik manajemen stres, bahwa
dari 26 responden terdapat 10 responden
(38,4%) dengan tingkat stres kategori
ringan, 16 responden (61,5%) dengan
tingkat stres kategori sedang dan setelah
diberikan teknik manajemen stres pada
pada responden penelitian yaitu 8
responden (30,7%) dengan tingkat stres
kategori normal, 12 responden (46,1%)
dengan tingkat stres kategori ringan, 6
responden (23%) dengan tingkat stres
kategori sedang. Tingkat stres yang terjadi
pada lansia yang tinggal panti Sosial
Tresna Werdha Puspakarma Mataram
tinggi tersebut disebabkan perubahan
dalam aktivitas sehari-hari, perubahan
dalam perkumpulan keluarga, kematian
pasangan, kematian anggota keluarga dan
perubahan dalam pilihan maupun kuantitas
olahraga maupun rekreasi, dan perubahan
dalam pekerjaan.
Hal ini dapat dilihat bahwa 17
responden penelitian mengalami
penurunan tingkat stres. Berdasarkan hasil
uji statistik Paired T-Test dengan tingkat
kemaknaan sebesar 0,05 didapatkan
t-hitung sebesar (14,387) dengan jumlah responden 26 orang diperoleh Df = N-1 =
25 dapat diperoleh t-tabel (1,70814). Dengan demikian t-hitung > t-tabel
(14,387 > 1,70814) maka Ha diterima.
Dari hasil analisa di atas dapat
disimpulkan bahwa melakukan teknik
manajemen stres selama 3 kali dalam
seminggu memiliki pengaruh terhadap
penurunan tingkat stres pada lansia yang
tinggal di Panti Sosial. Dengan diberikan
teknik manajemen stres selama 3 kali
dalam seminggu terbukti dapat
menurunkan tingkat stres pada lansia.
Dengan demikian teknik manajemen
stres minimal 3 kali dalam seminggu
dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan
untuk menurunkan tingkat stres pada
lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha.
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R Y. (2014). Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media. Aziz, Alimul Hidayat. (2012). Riset
Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Alimul H, A.A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep Dan Proses dalam Angka 2013. Mataram: Badan Pusat Statistik Provensi NTB.
Effendy, O.U. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Hardjana,w.1994. Depression Anxiety Stres Scale42
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Medika, Jakarta Indriana Yeniar, Febriana Kristiana Ika,
Sonda Andrewinata A & Intanirian Annisa. 2010. Tingkat Stres Lansia Di Panti Wredha “Pucang
Gading”Semarang. Jurnal
Psikologi Undip Vol.8 No. 2. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Indriana, Y. (2008). Gerontologi: Memahami Kehidupan Usia Lanjut. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
M. IKHSAN
IDA BAGUS YOGA PRATAMA
Machfoed Wina, 2005. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada Media Group: Jakarta. Marhijanto, Drs. Bambang. 2005. Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia Populer. Surabaya: Bintang Pelajar.
Maulana, Heri DJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maulana, Heri DJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta: Jakarta.
________________. 2007. Kesehatan Masyarakat; Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
________________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ___________. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta:EGC.
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Lanjut Usia, EGC, Jakarta.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrument Penelitian Keperawatan. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi ke-4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.
Sarwono, Solita. 2004. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Sugiyono. 2010,Statistik untuk penelitian.
Bandung
Suliha U. 2002. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Watson, R. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC.