PENGARUH DISCHARGE PLANNING TERHADAP SELF CARE BEHAVIOUR
PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
MAKASSAR
Dg Mangemba
1, Elly L, Sjattar
2, Abdul Rahman Kadir
31Mahasiswa Konsentrasi Manajemen, Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas
Keperawatan, UNHAS
2Dosen, PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS
3Dosen, PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS
(Alamat Korespondensi: embastikper@yahoo.com/085255910299)
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang membutuhkan masa perawatan yang cukup lama dan meninggalkan gejala sisa yang cukup berat sehingga membutuhkan perawatan dirumah setelah pulang dari rumah sakit agar tidak terjadi kekambuhan dan kembalinya pasien kerumah sakit. Pasien harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan petunjuk yang mereka butuhkan untuk merawat dirinya sendiri. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh discharge planning terhadap self care behavior pasien diabetes mellitus tipe II. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Quasi Experimental, dengan Control group pre test – post test design. Subjek penelitian sebanyak 22 pasien DM yang terbagi menjadi dua kelompok, 11 orang kelompok intervensi diberikan
discharge planning dan 11 orang kelompok control tidak diberikan discharge planning dalam
perawatan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan self care behaviour yang signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,000. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan pihak rumah sakit terkait penerapan discharge planning dalam perawatan.
Kata kunci: Discharge planning, Self care, DM tipe 2
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain. Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan diabates mellitus. Pemahaman yang baik akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya penatalaksanaan diabetes mellitus guna mencapai hasil yang lebih baik (PERKENI, 2015).
Kemenkes RI (2014) menyatakan menurut estimasi WHO melalui badan International Diabetes Federation (IDF) (memperkirakan pada tahun 2035 jumlah penderita diabetes mellitus akan meningat menjadi 592 juta orang. 90% penderita diabetes diseluruh dunia merupakan diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat dan sebetulnya 80% dapat
dicegah. Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data
International Diabetes Federation
tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Seperti kondisi di dunia, Diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa Diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke (21,1%) dan penyakit Jantung Koroner (12,9%). Bila tak ditanggulangi, Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas, disabilitias, dan kematian dini (Kemenkes RI, 2016).
pengelolaan penyakitnya. Pendidikan kesehatan yang tepat selama pasien dirawat di rumah sakit sangatlah penting dalam peningkatan kemampuan pengelolaan penyakit, karena dengan pengelolaan yang baik, maka komplikasi akut dan kronis diabetes dapat dihindari.
Menurut PERKENI (2015) salah satu pilar dalam penanganan Diabetes mellitus adalah pendidikan kesehatan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Orem (2001) Dikutip dalam Aligood (2014) menyatakan bahwa self care merupakan kegiatan yang memandirikan individu itu sendiri dalam waktu tertentu untuk mempertahankan kehidupan, meningkatkan kesehatan, berkembang dengan stabil, dan kesejahteraan. Peran perawat sebagai educator selama pasien dirawat di rumah sakit dapat dilakukan dengan memberikan discharge planning, sehingga pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya, ketrampilan dalam perawatan diri sehingga mereka siap dalam menjalani program perawatan lanjutan di rumah.untuk mempromosikan tahap kemandirian tertinggi kepada pasien dan keluarga dengan tujuan memandirikan aktivitas perawatan diri. Sehingga pengelolaan diabetes secara mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien dan keluarganya. Discharge planning yang baik memungkinkan pasien mandiri dalam perawatannya dan menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry dan Potter, 2006).
Agar tercapainya self care behaviours yang efektif tentunya sangat bergantung pada kualitas penatalaksanaan dan asuhan keperawatan sehingga dibutuhkan peran serta tenaga kesehatan dan juga melibatkan pasien dan keluarga agar memiliki pemahaman tentang proses penyakitnya, mengetahui cara penanganan serta perawatan yang tepat.
Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar menunjukkan bahwa pada tahun 2016, paisen DM menempati posisi 6 besar penyakit yag dirawat di rumah sakit dengan jumlah pasien sebanyak 513 orang dan kejadian rawat ulang mencapai 35,8 %. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat yang bekerja disana, discharge planning pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar hanya dilakukan untuk kelengkapan catatan administrasi ketika pasien pulang. Pemberian informasi kesehatan yang diberikan hanya tentang informasi waktu control, cara minum obat dan perubahan gaya hidup yang harus
dilakukan. Informasi ini diberikan dengan sangat terbatas tidak dijelaskan dengan menggunakan format pendidikan kesehatan yang memadai.
BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel
Penelitian ini merupakana penelitian kuantitatif dengan pendekatan Quasi Experimental, Control group pre test – post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes mellitus tipe II yang dirawat pada saat penelitian berlangsung. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe II di ruang perawatan yang termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi yang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar pada tanggal 1 Agustus sampai dengan 30 September 2017. Sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 22 sampel yang terdiri dari 11 sampel intervensi dan 11 sampel control.
Pengolahan Data 1. Selecting
Seleksi merupakan pemilihan untuk mengklarifikasi data menurut kategori. 2. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti
setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi. 3. Koding
Koding merupakan tahap selanjutnya dengan memberi kode pada jawaban dari setiap responden.
4. Tabulasi Data
Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan mengelompokkan data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.
Analisis data
1. Analisis univariabel
Analisis Univariat dilakukan pada tiap varibel dari hasil penelitian dengan mendiskripsikan setiap variabel penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi pada tiap variabel.
2. Analisis Bivariabel
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat
Data menunjukkan bahwa usia responden pada penelitian ini bervariasi baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol dimana setiap usia mewakili 1 responden (9,1 %). Usia tertua responden pada penelitian yaitu 70 tahun dan termudah berusia 42 tahun. Responden yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dari pada responden yang berjenis kelamin laki – laki. Pada kelompok intervensi responden yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (54,5 %) laki – laki sebanyak 5 orang (45,5 %). Sedangkan pada kelompok kontrol responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (63,6 %) laki – laki sebanyak 4 orang (36,4 %). Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar tingkat pendidikan responden pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah SD, yaitu pada kelompok intervensi 3 orang (27,3 %) sedangkan pada kelompok kontrol 6 orang (54,5 %).
Tabel 1. Tingkat Self Care Behavior pada Kelompok Intervensi dan KontroL
Berdasarkan tabel 1 di atas, diketahui bahwa tingkat self care behavior pada kelompok perlakuan sebelum intervensi, yaitu 4 orang responden (36,4 %) dalam kategori rendah, 3 orang (27,3 %) dalam kategori sedang dan 4 orang (36,4 %) dalam kategori tinggi. Setelah dilaksanakan intervensi, semua responden mempunyai tingkat self care behavior dalam kategori sangat tinggi (100 %). Sedangkan tingkat self care behavior pada kelompok kontrol pada saat pre test, sebagian besar berada dalam kategori sedang, yaitu 5 orang responden (45,5 %). Sedangkan pada saat post test, sebagian besar tingkat self care behavior responden berada dalam kategori tinggi, yaitu 4 orang responden (36,4 %).
Analisis Bivariat
Hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan seperti tercantum pada Tabel 2 didapatkan nilai t - 16,718 dan p 0,0001 < 0,05, artinya terdapat perbedaan self care behavior sebelum dan setelah penerapan discharge planning. Sedangkan hasil uji t test dependen pada kelompok kontrol didapatkan nilai t hitung - 5,406 dan p 0,0001 < 0,05 (α), artinya walaupun pada kelompok kontrol tidak
mendapatkan intervensi, namun terdapat perbedaan self care behavior pada saat pre test dan post test. Nilai negatif pada t menunjukkan bahwa nilai pre test lebih rendah dari pada nilai post test. Walaupun terjadi peningkatan self care behavior pada kedua kelompok, berdasarkan hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol menunjukan peningkatan yang terjadi pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Hal ini diperkuat dengan adanya uji t test independen pada uraian berikutnya yang menunjukkan terdapat perbedaan peningkatan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan control, dimana peningkatan self care behavior pada kelompok perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol.
Tabel 3. Hasil Uji t tidak berpasangan Self Care Bahaviour Kelompok Perlakuan sebagaimana tercantum pada Tabel 3 antara kelompok perlakuan dan kontrol dapat diketahui nilai t sebesar 12,149 dengan p 0,0001 < 0,05 artinya terdapat perbedaan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Nilai positif pada t menunjukkan bahwa nilai self care
Tingkat Self Care Intervensi Kelompok Kontrol
behavior pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
PEMBAHASAN
Berdasarkan Hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan didapatkan nilai t - 16,718 dan p 0,0001 < 0,05, artinya terdapat perbedaan self care behavior sebelum dan setelah penerapan discharge planning. Sedangkan hasil uji t test dependen pada kelompok kontrol didapatkan nilai t hitung - 5,406 dan p 0,0001 < 0,05 (α), artinya walaupun pada kelompok kontrol tidak mendapatkan intervensi, namun terdapat perbedaan self care behavior pada saat pre test dan post test. Nilai negatif pada t menunjukkan bahwa nilai pre test lebih rendah dari pada nilai post test. Walaupun terjadi peningkatan self care behavior pada kedua kelompok, berdasarkan hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol menunjukan peningkatan yang terjadi pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol.
Hasil uji t tidak berpasangan antara kelompok perlakuan dan kontrol dapat diketahui nilai t sebesar 12,149 dengan p 0,0001 < 0,05 artinya terdapat perbedaan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok control. Peningkatan self care behavior yang terjadi pada kelompok kontrol, walaupun lebih rendah dari pada kelompok perlakuan kemungkinan disebabkan kelompok kontrol juga mendapatkan pendidikan kesehatan melalui discharge planning seperti yang biasa dilakukan di ruangan. Hal ini sesuai pendapat Ellis di dalam Atak (2010) yang menyatakan bahwa pasien yang diberikan informasi tentang penyakit dan bagaimana perawatannya akan menunjukkan hasil yang positif dalam pengelolaan penyakitnya. Pendidikan kesehatan yang rendah akan berdampak terhadap kemampuan
pengelolaan DM secara mandiri (self care behavior) oleh pasien dan keluarga sehingga dapat mengakibatkan tingginya angka rawat ulang dan komplikasi yang dialami oleh pasien. Peningkatan self care behavior pada kelompok perlakuan menjadi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, karena selama masa perawatan di RS pasien mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya secara lebih terstruktur, yaitu melalui penerapan discharge planning.
Menurut Norris (2002) intervensi discharge planning sangat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan diabetesi dan keluarganya tentang DM dan pengelolaannya serta meningkatkan status psikososial diabetesi dan keluarganya berkaitan dengan kepercayaan dan sikap terhadap program pengobatannya dan mekanisme koping. Diabetesi yang diberikan pendidikan dan pedoman dalam perawatan mandiri akan meningkatkan pola hidupnya yang dapat mengontrol kadar glukosa darah dengan baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa penerapan discharge planning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan self care behaviour pasien Diabetes mellitus tipe II dibandingkan dengan pasien yang tidak diberikan penerapan discharge planning dalam perawatan.
SARAN
Saran dari penelitian ini agar hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan bagi kepala rumah sakit secara umum dan kepala dari setiap divisi terutama divisi keperawatan secara khusus agar discharge planning dapat digunakan dalam memberikan perawatan kepada pasien secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M, R. (2014). Nursing theorists and their work. Missouri : Elsevier
Atak, N., Tanju Gurkan, Kenan Kose. (2010). The Effect of Education on Knowledge, Self Management and Self Efficacy with Type 2 Diabetes. Australian Journal of Advanced Nursing. 26 (2). Retrieved from http://ajan.com.au/Vol26/26-2_Atak.pdf
Kementerian Kesehatan Repoblik Indonesia.(2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta, Indonesia : Pemerintah Indonesia
Norris, S.L. et al. (2002). Increasing Diabetes Self – Management Education in Community Settings : A Systematic
Review. American Journal of Preventive Medicine. 3(9):39-53 Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11985934
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Retrieved from http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf.
PERKENI. (2010). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Retrieved from http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf.