• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGENDALIKAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN RAPPOCINI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGENDALIKAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN RAPPOCINI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

527

GAMBARAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGENDALIKAN

DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN RAPPOCINI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI

MAKASSAR

Andi Waliana

1

, Hasanuddin

2

, Yusran Haskas

3

1STIKES Nani Hasanuddin Makassar

2STIKES Nani Hasanuddin Makassar

3STIKES Nani Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Demam Bedarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty ( Soegeng Soegijanto, 2008).Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya keberdayaan masyarakat dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Rappocini di wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar.Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode simple random sampling.Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang ada di RT 2 sebanyak 33 orang yang sesuai dengan criteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan di analisis dengan menggunakan komputer program Microsoft excel dan program statistic komputer. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan analisis bivariat dengan mencari distribusi frekuensi pengetahuan, sikap, tindakan pencegahan, dan mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah mayoritas masyarakat telah berdaya dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan rappocini di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Pengetahuan, Sikap, Tindakan pencegahan, Mengendalikan Demam Berdarah Dengue.

PENDAHULUAN

Penyakit demam berdarah atau demam

dengue sudah dikenal sejak abad ke XVII,

terutama di daerah tropis dan subtropis.Semula demam berdarah tidak dianggap sebagai penyakit yang berbahaya bagi masyarakat. Penyakit ini pada waktu itu hanya disebut sebagai penyakit demam lima hari (panas vander scheer). Kemudian setelah tahun 1954 rupanya virus dengue telah berubah sifat (mutasi) menjadi virus dengue yang ganas. Penyakit demam berdarah

dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus Dengue I,II,III,dan IV,yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. ( Soegeng Soegijanto, 2008

hal.45)

Menurut WHO, dengue merupakan penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang terpenting di dunia. Pada masa 50 tahun terakhir, insiden dengue di seluruh dunia telah meningkat 30 kali, Sedangkan di Amerika demam dengue dan Demam Berdarah Dengue pada tahun 1995 meningkat sekitar 4 kali lipat pada tahun 2000. ( Soedarto, 2012 hal.33)

Sekitar 2,5 miliar manusia yang merupakan dua perlima dari penduduk dunia mempunyai resiko tinggi tertular demam dengue. Setiap tahunnya sekitar 50-100 juta penderita dengue dan 500.000 penderita Demam Berdarah Dengue dilaporkan oleh WHO di seluruh dunia dengan jumlah kematian sekitar 22.000 jiwa, terutama anak-anak.sekitar 2,5-3 miliar manusia yang hidup di 112 negara tropis dan subtropis berda dalam keadaan terancam infeksi dengue. (Soedarto, 2012 hal.2)

(2)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

528

penyakit ini dialami oleh penderita di atas 5 tahun. (Soedarto, 2012 hal.35)

Di Indonesia, Demam Berdarah Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan penderita sebanyak 58 orang, dan 24 orang diantaranya kemudian meninggal dunia (41,3%). Demam Berdarah Dengue kemudian menyebar ke seluruh Indonesia dan pada tahun 1988 jumlah penderita mencapai 13,45 per 100.000 penduduk. Menurut laporan Depkes seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit ini dengan angka kejadian pada tahun 1994 sebesar 9,2% dan angka kematian 4,5%. Indonesia adalah daerah endemis Demam Berdarah Dengue dan mengalami epidemi sekali dalam 4-5 tahun.Faktor lingkungan dan banyak genangan air bersih yang menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi, dan cepatnya transportasi antar daerah, menyebabkan seringnya terjadi epidemi

dengue.(Soedarto, 2012 hal.44)

Data dari Depkes RI tahun 2010 mencantumkan peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 2008 137.469 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 kategori tinggi pada Kab. Bulukumba, Gowa, Maros, Bone dan Luwu (130-361 kasus), terendah kabupaten/kota yaitu Selayar, Sinjai, dan Tana Toraja (0-19) dan kabupaten yang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kabupaten Bantaeng,dan berdasarkan laporan P2PL Insiden Rate DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 sebesar 21.80 per 100.000 penduduk dengan CFR 15,55 %, angka IR tertinggi adalah kota Palopo 228 per 100.000, dan terendah di kabupaten Selayar dan kabupaten Tana Toraja IR 0%, rata-rata angka insiden rate di Provinsi Sulawesi Selatan cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan dengan target Nasional (36 per 100.000 penduduk). Sedangkan kabupaten/ kota yang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kabupaten Bone, Makassar, Pinrang dan Palopo, dan berdasarkan laporan P2PL Insiden Rate DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 sebesar 49 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,8%.Hal ini menunjukkan upaya

peningkatan pencegahan dan

penanggulangan kasus DBD mulai baik, namun hal ini masih perlu dukungan berbagai pihak.( Dinkes Sulawesi Selatan)

Data yang bersumber dari Bidang P2PL

Dinas Kesehatan Kota Makassar

menunjukkan terjadinya penurunan kasus DBD yang signifikan dari 182 kasus tahun 2010 menjadi 83 kasus pada tahun 2011. Adapun jumlah kematian akibat DBD tahun 2010 tidak ada kematian sedangkan tahun 2011 tercatat 2 kematian akibat DBD, dengan angka IR 85 per 100.000 penduduk sedangkan CFR 2,35 % . (Dinkes Kota Makassar)

Data yang bersumber dari Puskesmas Kassi-Kassi menunjukkan bahwa di kelurahan Rappocini pada tahun 2011 terdapat 6 orang yang suspect Demam Berdarah Dengue, tahun 2012 terdapat 7 orang yang suspect dan pada tahun 2013 sampai bulan februari sudah terdapat 2 orang yang suspect Demam Berdarah Dengue.

Dengan melihat data diatas maka permasalahan yang dapat ditarik adalah bahwa masih adanya masyarakat yang tidak peka terhadap lingkungannya dimana lingkungan masyarakat tersebut masih berpotensi menimbulkan DBD, seperti masih adanya tempat-tempat perindukan nyamuk, masih terdapatnya tempat persembunyian nyamuk (baju yang tergantung dimana-mana), masih adanya masyarakat yang belum melaksanakan 3 M dengan benar. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang DBD dan lingkungan yang bersih sebagai indikator masyarakat yang berdaya.

Dengan melihat fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Gambaran keberdayaan masyarakat dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Rappocini Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi.

BAHAN DAN METODE

Lokasi, populasi, dan sampel

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah yang terjadi. (Hidayat, 2011)

Teknik sampling yang digunakan adalah

Simple random sampling dengan

diacakmenggunakan penomoran. Sampel yang dimaksud adalah kepala keluarga, karena populasi yang ada di kelurahan Rappocini dianggap homogen sehingga peneliti mengambil 1 RT di wilayah kelurahan Rappocini dilaksanakan pada tanggal 17 juni-17 juli 2013.

(3)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

529

Populasi dalam penelitian ini adalah

semua kepala keluarga yang ada di kelurahan Rappocini yaitu sebanyak 810 kepala keluarga. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 33 orang.

Pengumpulan data dan pengolahan data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan koesioner, dan subjek penelitiannya adalah kepala keluarga yang ada di kelurahan Rappocini. Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah upaya untuk

memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan

pemberian kode numerik ( angka ) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan data analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku ( code book ) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 3. Entri data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhan atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi

Analisis data

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di analisis. Apabila penelitiannya deskriptif, maka akan menggunakan statistic deskriptif. Sedangkan analisis analitik akan menggunakan statistika inferensial. Statistika deskripti( menggambarkan ) adalah statistika yang membahas cara-cara meringkas, menyajikan, dan mendeskripsikan suatu data dengan tujuan agar mudah dimengerti dan lebih mempunyai makna

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah kerja Puskesma Kassi-Kassi Makassar, 2013

.Jenis Kelamin n (%)

Laki-laki 15 45.5

.Perempuan 18 54.5

Total 33 100.0

Data demografi tentang karakteristik responden berdasarkan jeni kelamin laki-laki sebanyak 15 responden sebesar 45.5 % , perempuan sebanyak 18 responden sebesar 54.5 %.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur, Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar, 2013

Umur n (%)

19-39 tahun 19 57.6

40-49 tahun 6 18.2

50-59 tahun 2 6.1

> 60 tahun 6 18.2

Total 33 100.0

Berdasarkan kelompok umur usia 19-39 tahun sebanyak 19 responden (57.6%), usia 40-49 tahun sebanyak 6 responden (18.2%), usia 50-59 tahun sebanyak 2 responden (6.1%), dan usia >60 tahun sebanyak 6 responden (18.2%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pendidikan Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar, 2013

Pendidikan Terakhir n (%)

Tidak sekolah - -

Tidak tamat SD 1 3.0

SD 3 9.1

SMP 5 15.2

SMA 15 45.5

Perguruan tinggi 9 27.3

Total 33 100.0

Frekuensi dari responden berdasarkan pendidikan adalah yang tidak tamat SD sebanyak 1 orang ( 3.0%), tamatan SD sebanyak 3 responden (9.1%), tamatan SMP sebanyak 5 responden (15.2%), tamatan SMA sebanyak 15 responden (45.5%), dan tamatan perguruan tinggi sebanyak 9 responden (27.5%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pekerjaan Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar, 2013

Pekerjaan n (%)

Pensiunan 3 9.1

Pegawai swasta 6 18.2

IRT 15 45.5

Wiraswata 4 12.1

Dll 5 15.2

Total 32 100.0

(4)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

530

responden (9.1%), yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 6 responden (18.2%), yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga sebanyak 15 responden (45.5%), yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 4 responden (12.1%), dan responden yang memiliki pekerjaan lainnya sebanyak 5 responden (15.2%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar, 2013

Pengetahuan n (%)

Kurang 2 6.1

Cukup 31 93.9

Total 33 100.0

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat dari 33 responden terdapat 2 responden (6.1%) yang memiliki pengetahuan kurang, dan terdapat 31 responden (93.9%) yang memiliki pengetahuan cukup.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar

Sikap n (%)

Kurang - -

Cukup 33 100.0

Total 33 100.0

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 33 responden sudah memiliki sikap yang cukup (100%).

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Pada Masyarakat Kelurahan Rappocini Wilayah

kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar

Tindakan Pencegahan n (%)

Kurang 3 9.1

Cukup 30 90.9

Total 33 100.0

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 33 responden yang kurang melakukan tindakan pencegahan sebanyak 3 responden (9.1%), dan yang cukup melakukan tindakan pencegahan sebanyak 30 responden (90.9%).

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Dalam Mengendalikan Demam Berdarah Dengue Pada Masyarakat Kelurahan

Rappocini Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar,2013

Mengendalikan DBD n (%)

Kurang 2 6.1

Cukup 31 93.9

Total 33 100.0

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 33 responden yang kurang mengendalikan Demam Berdarah Dengue sebanyak 2 responden (6.1%), dan yang cukup mengendalikan Demam Berdarah Dengue sebanyak 31 responden (93.9%).

PEMBAHASAN

1. Pengetahuan masyarakat

Hasil penelitian pada tabel Pengetahuan, menunjukkan bahwa dari 33 responden terdapat 31 responden (93.9%) yang mempunyai pengetahuan cukup dan 2 responden (6.1%) yang kurang pengetahuannya. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat telah memiliki pengetahuan yang cukup dimana pengetahuan merupakan indikator

berdayanya masyarakat dalam

mengendalikan Demam Berdarah Dengue di lingkungannya.

Hasil penelitian ini ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jane pangemanan yang meneliti tentang Program pemberantasan penyakit DBD di Kabupaten Minahasa Utara yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Kemudian ada juga kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mara Ipa dkk (2009) dengan judul Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat serta hubungannya dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di kecamatan Pengandaran kabupaten Ciamis, yang hasil penelitiannya juga memiliki tingkat pengetahuan dan sikap sudah baik namun yang membedakan adalah tindakan

pencegahan dimana tingkat

(5)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

531

Dalam hal ini pengetahuan

merupakan salah satu pendorong seseorang untuk merubah perilaku. Diharapkan semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang penyakit Demam Berdarah Dengue dan dampak yang ditimbulkan maka partisipasi masyarakat semakin tinggi dalam upaya mengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue.

Dari pengalaman dan penelitian Rogers (1974) dalam Teori Proses Adopsi Perilaku mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan menurut Roger dalam Djamaluddin Ancok

(1985) mengemukakan bahwa

pengetahuan tentang suatu objek sangat penting bagi terjadinya perubahan perilaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika pengetahuan yang dimiliki suatu individu baik maka dapat berpengaruh positif pada perilaku atau tindakan seseorang untuk melakukan tindakan positif pula, dalam hal ini upaya mengendalikan Demam Berdarah Dengue.

Adapun 2 responden (6.1%) yang kurang pengetahuannya disebabkan karena masih ada masyarakat yang belum mengetahui apa itu Demam Berdarah Dengue, tanda-tanda orang yang terkena Demam Berdarah Dengue, dan cara penularannya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain perilaku yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Agar tidak ada lagi masyarakat yang memiliki pengetahuan kurang maka pemerintah setempat memiliki peranan penting dalam memfasilitasi masyarakat, upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan tentang bahaya Demam Berdarah Dengue. 2. Sikap masyarakat

Hasil penelitian pada tabel 6 tentang Sikap, menunjukkan bahwa dari 33 responden (100%) semuanya telah memiliki Sikap yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memiliki sikap yang baik dimana masyarakat sudah mengetahui dan mengerti sikap yang baik dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue di lingkungan mereka.

Hasil penelitian ini ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jane pangemanan yang meneliti tentang Program pemberantasan penyakit DBD di Kabupaten Minahasa Utara yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam

mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Kemudian ada juga kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mara Ipa dkk (2009) dengan judul Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat serta hubungannya dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di kecamatan Pengandaran kabupaten Ciamis, yang hasil penelitiannya juga memiliki tingkat pengetahuan dan sikap sudah baik namun yang membedakan adalah tindakan

pencegahan dimana tingkat

pencegahannya masih kurang dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Juga terdapat kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad nur hidayat dimana rata-rata masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap yang sudah baik namun memiliki tindakan pencegahan yang masih kurang.

Sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Soedjajadi dimana hasil penelitiannya masyarakat sudah memiliki sikap dan tindakan yang baik namun yang membedakan adalah pengetahuan dimana dalam penelitian ini pengetahuan masyarakat masih kurang. Sikap yang baik memiliki peranan penting dalam hal mengendalikan Demam Berdarah Denguekarena dengan adanya sikap yang baik maka masyarakat akan terdorong untuk melakukan tindakan yang baik pula bagi lingkungan sekitarnya.

Menurut Theodore M. Newcomb

dalam teori Newcomb (dalam

(6)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

532

Maka dapat dikatakan bahwa semakin banyak manfaat yang diperoleh masyarakat dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue, maka semakin baik pula sikap masyarakat dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue.

3. Tindakan pencegahan

Hasil penelitian pada tabel 7 tentang tindakan pencegahan menunjukkan bahwa dari 33 responden terdapat 30 responden (90.9%) yang mempunyai tindakan pencegahan yang cukup. Dan terdapat 3 responden (9.1%) yang mempunyai tindakan pencegahan yang kurang. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat telah melakukan tindakan pencegahan dengan baik , dimana masyarakat sudah melakukan kegiatan seperti melakukan 3 M, membersihkan lingkungan sekitar rumahnya seperti selokan, tidak menggantung pakaian dan lain sebagainya.

Hasil penelitian ini ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jane pangemanan yang meneliti tentang Program pemberantasan penyakit DBD di Kabupaten Minahasa Utara yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Kemudian ada juga kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mara Ipa dkk (2009) dengan judul Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat serta hubungannya dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di kecamatan Pengandaran kabupaten Ciamis, yang hasil penelitiannya juga memiliki tingkat pengetahuan dan sikap sudah baik namun yang membedakan adalah tindakan

pencegahan dimana tingkat

pencegahannya masih kurang dalam mengendalian Demam Berdarah Dengue. Juga terdapat kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad nur hidayat dimana rata-rata masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap yang sudah baik namun memiliki tindakan pencegahan yang masih kurang. Sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Soedjajadi dimana hasil penelitiannya masyarakat sudah memiliki sikap dan tindakan yang baik namun yang membedakan adalah pengetahuan dimana dalam penelitian ini pengetahuan masyarakat masih kurang.

Tindakan pencegahan yang baik sangat memegang peranan penting dalam mengendalikan Demam Berdarah

Denguekarena dengan tindakan pencegahan yang baik maka program pengendalian akan terlaksana dengan baik pula, dan dengan adanya tindakan pencegahan yang dilakukan dapat dilihat apakah masyarakat tersebut berdaya terhadap lingkungannya.

Menurut Skinner dalam

Notoadmojo 2003 dalam teori SOR mengatakan bahwa perilaku merupakan reaksi terhadap stimulus. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan.

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung yang dimaksud adalah dukungan dari pemerintah, kemudian fasilitas seperti pembagian bubuk abate dan pemberian penyuluhan. Setelah fasilitas dan dukungan terpenuhi kemudian dibarengi dengan pengetahuan dan sikap yang baik maka suatu tindakan akan terlaksana dengan baik dalam hal ini adalah tindakan pencegahan.

Adapun 3 responden (9.1%) yang memiliki tindakan pencegahan kurang disebabkan karena masih ada masyarakat yang kurang teratur membersihkan saluran air, masih ada masyarakat yang tidak pernah melakukan pengawasan terhadap jentik nyamuk di rumah, masih ada masyarakat yang suka menggantung pakaian yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Untuk mengatasi hal tersebut maka masyarakat perlu diberikan wawasan tentang dampak yang akan terjadi jika hal tersebut terus menerus mereka lakukan. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan kegiatan penanggulangan Demam Berdarah Dengue di lingkungan masyarakat.

4. Mengendalikan Demam Berdarah Dengue Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 33 responden, yang cukup mengendalikan Demam Berdarah Dengue sebanyak 31 responden (93.9%), dan yang kurang mengendalikan Demam Berdarah Dengue sebanyak 2 responden (6.1%). Hal ini menunjukkan rata-rata masyarakat sudah dapat mengendalikan Demam Berdarah Dengue.

(7)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

533

masyarakat sudah memiliki pengetahuan,

sikap dan tindakan yang baik dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Kemudian ada juga kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mara Ipa dkk (2009) dengan judul Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat serta hubungannya dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di kecamatan Pengandaran kabupaten Ciamis, yang hasil penelitiannya juga memiliki tingkat pengetahuan dan sikap sudah baik namun yang membedakan adalah tindakan

pencegahan dimana tingkat

pencegahannya masih kurang dalam mengendalian Demam Berdarah Dengue. Juga terdapat kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad nur hidayat dimana rata-rata masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap yang sudah baik namun memiliki tindakan pencegahan yang masih kurang.

Sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Soedjajadi dimana hasil penelitiannya masyarakat sudah memiliki sikap dan tindakan yang baik namun yang membedakan adalah pengetahuan dimana dalam penelitian ini pengetahuan masyarakat masih kurang.

Dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue banyak ditik beratkan pada pengendalian vector. Agar mata rantai Demam Berdarah Dengue terputus maka masyarakat memiliki peranan penting, Disinilah pengetahuan dan sikap yang baik sangat diperlukan agar masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan sehingga usaha masyarakat dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue dapat terealisasikan dengan baik.

Green (1980) dalam teori PRECED-PROCEED mengatakan bahwa untuk membentuk suatu perilaku diperlukan 3 faktor, yaitu predisposisi (faktor pendukung), faktor pemungkin dan faktor penguat. Penelitian ini berfokus pada faktor pendukung yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan yang tinggi, sikap yang tinggi jika dibarengi dengan tindakan atau praktek yang baik maka akan membentuk suatu prilaku baru yang positif dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue.

Adapun 2 responden (6.1%) yang kurang mengendalikan Demam Berdarah Dengue disebabkan karena masih ada masyarakat yang menganggap bahwa menguras bak mandi bukan merupakan

salah satu bentuk PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) sehingga mereka tidak terlalu memperdulikan kebersihan bak mandi, masih ada masyarakat yang tidak melakukan tindakan pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue yang bertujuan untuk menurunkan kepadatan populasi Vektor Demam Berdarah Dengue, dan masih ada masyarakat yang tidak menggunakan bubuk Abate. Untuk mengatasi hal tersebut maka masyarakat harus diberikan pengetahuan secara menyeluruh tentang Demam Berdarah Dengue, Upaya tersebut dapat dilakukan dengan terjun langsung ke masyarakat memberikan contoh bagaimana cara mengendalikan Demam Berdarah Dengue dengan baik.

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Sebagian besar masyarakat yang ada di

kelurahan Rappocini khususnya di RT 2 telah memiliki pengetahuan yang baik tentang Demam Berdarah Dengue, baik dari penyebab, gejalanya maupun cara penularannya.

2. Sebagian besar masyarakat yang ada di kelurahan Rappocini khususnya di RT 2 sudah memiliki sikap yang baik, karena masyarakat sudah bisa menyikapi dengan baik beberapa upaya pencegahan yang digalakkan pemerintah.

3. Sebagian besar masyarakat yang ada di kelurahan Rappocini khususnya di RT 2 sudah memiliki tindakan pencegahan yang baik, dimana masyarakat sudah sangat peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya, dengan melakukan berbagai upaya pengenendalian.

4. Sebagian besar masyarakat yang ada di kelurahan Rappocini khususnya di RT 2 sudah mengendalikan Demam Berdarah Dengue dengan baik dimana sebagian besar masyarakat sudah memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik.

SARAN

1. Diharapkan agar masyarakat lebih meningkatkan lagi pengetahuannya tentang Demam Berdarah Dengue karena meskipun secara umum masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang bagus namun masih ada sebagian kecil masyarakat yang masih kurang pengetahuannya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengikuti acara penyuluhan tentang Demam Berdarah Dengue. 2. Diharapkan agar masyarakat bisa

(8)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

534

upaya mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Dalam hal ini bisa menyikapi program-program yang digalakkan pemerintah dalam upaya mengendalikan Demam Berdarah dengue.

3. Masyarakat diharapkan agar bisa lebih meningkatkan tindakan pencegahannya karena masih ada sebagian kecil masyarakat yang memiliki tindakan pencegahan yang kurang. Hal ini bisa dilakukan dengan menggalakkan 3

M.Mesikupun sebagian besar masyarakat telah mengendalikan Demam Berdarah Dengue, namun diharapkan agar masyarakat lebih bisa meningkatkan peran serta mereka menciptakan lingkungan yang bersih dalam upaya mengendalikan Demam Berdarah dengue agar mata rantai vector Demam Berdarah benar-benar bisa terputus

DAFTAR PUSTAKA

A, H. R. (2010). Pemberdayaan Dan Pendampingan Sosial. INOVASI, Volume 7, Nomor

4.(ejurnal.ung.ac.id/index.php/JIN/article/download/762/705,Sitasitanggal 10 April 2013).

Agusyanti, S. (2012, juli Rabu). Situasi DBD Di Sulawesi Selatan. Retrieved April Senin, 2013, from

(http://dinkes-sulsel.go.id/new)

Anonim. (2012, Maret). Kumpulan Teori pemberdayaan Masyarakat. Retrieved April

Sabtu,2013,from(http://teoripemberdayaan.blogspot.com/2012/03/memahami- konsep pemberdayaan-masyarakat.html).

Anonim. (2011, september). Pemberdayaan Masyarakat > Pengertian, Proses, Tujuan. Retrieved April

Jum'at,2013,from (www. Sarjanaku. com/ 2011/ 09/ pemberdayaan-masyarakat-pengertian.html).

Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2012. Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2011. Makassar : Pemerintah

Kota Makassar Dinas Kesehatan Tahun 2012

Gie'x. (2011, Desember senin). Konsep Perilaku Dan Perilaku Kesehatan. Retrieved April Sabtu 6, 2013, from

(http: // nikomang-sugiartini. blogspot. com/ 2011/ 12/konsep-perilaku-dan-perilaku-kesehatan.html).

Hairi, F. (2012). Tingkat Keberdayaan Masyarakat dalam . Jurnal Agribisnis Perdesaan . (http :// faperta.

unlam.ac.id/web/wp-content/uploads/downloads /2012/ 05/ p5-Hairi CD. pdf, Sitasi tanggal 10 April 2013).

Hidayat, A. A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

K, D. B., & R, F. (2011). Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

MAKHFUDLI, & FERRY, E. (2009). Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Mumox. (2011, Desember senin). Angka DBD Kota Makassar Tahun 2011. Retrieved April senin, 2013, from

(muhyasir.wordpress.com/2011/12/12/angka-dbd-kota-makassar-2011/).

Rifky. (2009, Januari Sabtu). Paradigma Pemberdayaan Pengungsi Maluku. Retrieved April Kamis, 2013, from

(http:// wunaliwubarakati. blogspot.com/ 2009/01/ paradigma-pemberdayaan-pengungsi-maluku.html).

Rini, S. R., Ferry, E., & Has M, M. E. (2012). Hubungan Keberdayaan Ibu Pemantau Jentik (Bumatik) Dengan

Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Di Kelurahan Wonokromo Surabaya

,(online), (Jurnal.unair.ac.id/filerPDF/Arta%20S.docs, sitasi tanggal 6 April 2013).

Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto.

Soegeng, S. (2008). Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga University Press.

Suparyanto. M. (2010, juli Minggu). Konsep Perilaku. Retrieved April 6, 2013, from

(http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-perilaku.html).

Syakira, G. (2009, Januari Minggu). Konsep Perilaku. Retrieved April Minggu 7, 2013, from

Gambar

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden

Referensi

Dokumen terkait

Uji validitas pada variabel kualitas produk dilakukan pada 30 pelanggan yang berada di warung sate kambing Pak Syamsuri dengan jumlah butir pernyataan sebanyak 14

Berdasarkan analisis data dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Silabus dan SAP pada mata kuliah praktik pencabutan gigi tetap pada mahasiswa Poltekkes

Sifat bayangan yang terbentuk adalah nyata, terbalik, diperkecil, terletak di depan cermin yaitu di antara P (pusat kelengkungan cermin) dan F (titik fokus)!. Sifat bayangan yang

Dari kelebihan dan kekurangan DL dan GI dapat saling melengkapi sehingga dikembangkanlah model DL yang dikelola dalam GI dengan nama Group Discovery Learning

Ketiga , modul pembelajaran multikul - tural yang dikembangkan sebagai penun - jang implementasi model “pembelajaran multikultural terpadu menggunakan modul (PMTM)”, secara

Pada saat kompresor memampatkan udara atau gas, ia bekerja sebagai penguat ( meningkatkan tekanan ), dan sebaliknya kompresor juga dapat berfungsi sebagai pompa

A lhamdulillah, atas segala anugerah dan rahmatNya, sampai saat ini kita masih diberi kekuatan untuk menjalankan amanah membangun pendidikan di negeri ini, khususnya

yang sangat berpengaruh terhadap pelayanan yang diterima oleh pasien. Hal ini ditujukan untuk memenuhi harapan masyarakat terhadaap pelayanan yang diberikan.