• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keragaman Genetik Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) di Tapanuli Selatan dengan Menggunakan Marka RAPD (Random Amlpified Polymorphic DNA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Keragaman Genetik Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) di Tapanuli Selatan dengan Menggunakan Marka RAPD (Random Amlpified Polymorphic DNA)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman aren dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

Divisi

Kelas

Ordo

Famili

Genus

Spesies : Arenga pinnata Merr.

Aren memiliki akar yang dapat tumbuh dalam sampai 10 m dengan akar

serabut berwarna putih kekuningan dan mengandung saponin, flavonoida dan

polifenol. Perakaran pohon aren menyebar dan cukup dalam, sehingga tanaman

ini dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegah erosi, terutama untuk daerah yang

tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20 %.

Batang aren bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 30-65 cm.

Tanaman ini adalah palem besar, tidak bercabang dengan batang tebal, berserat

dan berbulu hitam (Effendi, 2009). Batang mengandung teras pati yang lunak

dengan banyak serabut kasar dan berkayu. Struktur umum yang dimiliki pada

batang, pada bagian luar terdapat epidermis yang ditutupi oleh bahan lemak alam

yang sangat tahan air (kutin). Lapisan kutin disebut dengan kutikula. Pada A.

pinnata, kutikulanya cukup tebal, bersifat kedap air dan gas (impermeabel).

Bagian sebelah dalam epidermis terdapat korteks yang terdiri dari jaringan

(2)

pusat yang berisi jaringan pembuluh yang biasa disebut ikatan pembuluh (berkas

pengangkut).

Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m

dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang hingga

7 x 145 cm. Daunnya hijau gelap di atas dan hijau keputihan dibawah karena

lapisan lilin disisi bawahnya (Orwa dkk., 2009). Anak daun bentuk lanset,

menyirip, pangkal membulat, ujung runcing, tepi rata dan tangkai pendek.

Bunga aren berumah satu, bunga jantan berpasangan, daun kelopak tiga,

bulat telur, benang sari banyak, kepala sari bentuk jarum. Bunga betina bulat,

bakal buah tiga, putik tiga, berwarna putih, mahkota terbagi tiga, kuning

keputih-putihan. Bunga-bunga aren diatur dalam kelompok besar yang muncul diketiak

daun, bunga jantan dan betina panjangnya hingga 2 m. Aren dapat berbunga mulai

umur 6 – 12 tahun. Pembungaannya mula-mula muncul tunas bunga dari pucuk

diikuti tunas berikutnya kearah pangkal batang dan umumnya berlangsung 2-5

tahun sampai pohon tersebut mati. Tipe penyerbukannya adalah menyerbuk

sendiri. Musim berbunga berkisar Juni–Agustus (Tambunan dkk., 2009). Batang

dari tandan bunga dapat disadap dan nira dikonsumsi sebagai tuak atau menjadi

gula. Tandan bunga terakhir hampir dapat menyentuh tanah.

Buah aren termasuk kedalam buah buni, berbentuk peluru dengan ujung

pesok ke dalam, ukuran garis tengah buah sekitar 4 cm, beruang 3, berbiji 3. Buah

tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan buah mempunyai 10 tangkai

atau lebih dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah. Waktu muda

buah berwarna hijau setelah tua menjadi warna kuning kecoklatan. Daging buah

(3)

karena mengandung kristal kalsium oksalat yang dapat menghambat proses

perkecambahan (Tambunan dkk., 2009).

Biji aren putih, kenyal, berukuran 2,5 – 3,5 cm dan lebar 2 – 2,5 cm. Kulit

biji pada waktu muda warna kuning kecoklatan dan setelah tua menjadi warna

hitam dan keras. Terdapat jumlah benih kering rata-rata 190 – 210 butir per kg

(Orwa

Menurut Effendi (2009) tanaman aren dapat tumbuh dengan baik di dekat

pantai sampai pada dataran tinggi 1200 m dpl. Tanaman aren sangat cocok pada

kondisi landai dengan kondisi agroklimat beragam seperti daerah pegunungan

dimana curah hujan tinggi dengan tanah bertekstur liat berpasir. Dalam

pertumbuhan tanaman ini membutuhkan kisaran suhu 20-25°C, terutama untuk

mendorong perkembangan generatif agar dapat berbunga dan berbuah. Sedang

untuk pembentukan mahkota tanaman, kelembaban tanah dan ketersediaan air

sangat diperlukan dimana curah hujan yang dibutuhkan antara 1200-3500

mm/tahun agar kelembaban tanah dapat dipertahankan. dkk., 2009).

Pemuliaan Tanaman Aren

Sekalipun aren lebih dikenal sebagai hasil hutan non kayu, aren telah

mulai dibudidayakan secara baik oleh suku Batak Toba sejak awal tahun 1900.

Tanaman ini tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia pada berbagai kondisi

agroekosistem. Penyebaran dan pertumbuhan aren umumnya berlangsung secara

alamiah. Di beberapa tempat, terutama yang memiliki kebiasaan memproduksi

gula atau mengkonsumsi minuman beralkohol, aren sering ditanam secara

sengaja, meskipun sebagai tanaman pinggiran atau tanaman sela di antara tanaman

(4)

dari nira aren sangat menolong ekonomi mereka, namun perhatian pemerintah

terhadap upaya pengembangan tanaman ini sangat terbatas dan tidak konsisten.

Hal yang sama dijumpai pada lembaga-lembaga penelitian, penelitian tanaman

aren umumnya dilakukan secara insidentil (Allorerung, 2007).

Permintaan aren tidak hanya untuk memenuhi industri gula, namun

industri bioetanol juga. Tanaman aren sangat potensial dan produktif sebagai

sumber bioetanol dibandingkan tanaman lain. Selain itu produksi yang dihasilkan

jauh lebih sedikit daripada bahan yang digunakan. Jagung memproduksi bioetanol

sebanyak 6.000 liter per hektar per tahun, singkong 2.000 liter, biji sorgum 4.000

liter, jerami padi dan ubijalar 7.800 liter sedangkan aren memproduksi 40.000 liter

ethanol per hektar per tahun. Tanaman ini juga tidak membutuhkan pemupukan

dan tidak terserang hama ataupun penyakit yang mengharuskan penggunaan

pestisida sehingga aman bagi lingkungan. Tidak seperti singkong dan tebu yang

dipanen 3-4 bulan sekali, aren dapat dipanen sepanjang tahun (Arien, 2009).

Masalah utama pengembangan aren: input teknologi sangat minim,

manajemen produksi, pengolahan dan pemasaran masih cara tradisional;

diseminasi teknologi belum mencapai sebagian besar petani; dampak negatif

produksi aren sebagai minuman keras. Kesulitan dalam penyediaan benih/bibit

unggul. Sampai saat ini belum ada varietas yang dilepas, benih yang ada diambil

dari Blok Penghasil Tinggi (BPT) yang diseleksi berdasarkan seleksi individu

terbaik populasi tersebut (Effendi, 2010).

Aren diperbanyak secara generatif yaitu melalui biji dari buah yang sudah

matang fisiologis. Tampaknya benih aren memiliki masa dormansi sehingga benih

yang baru dipanen tidak bisa segera berkecambah. Struktur kernel biji yang keras

(5)

Sampai saat ini sumber benih tanaman aren dikembangkan secara generatif

yaitu melalui biji dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut :

Sampai saat ini tanaman aren yang tumbuh dilapangan dikategorikan dalam 2

aksesi yaitu Aren Genjah (pohon agak kecil dan pendek) dengan produksi nira

antara 10 -15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam (pohon besar dan tinggi) dengan

produksi nira 20 – 30 liter/tandan/hari. Untuk pohon induk dianjurkan adalah

aksesi Dalam.

1. Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun.

Oleh karena itu hal yang harus diperhatikan dalam memilih dan menentukan

pohon induk sebagai sumber benih yaitu pohon yang sudah berbunga baik sistem

pembungaan betina maupun sistem pembungaan jantan dan sedang disadap

niranya. Hal ini penting karena tanaman aren dikenal sebagai tanaman

hapaksantik yaitu fase reproduktifnya membatasi pertumbuhan batang dengan

daya tahan hidup mencapai 3 tahun.

Untuk mengetahui bahwa pohon induk yang telah dipilih sebagai sumber benih

dari mayang betina dengan memiliki produktifitas nira yang tinggi antara 20 – 30

liter/mayang/hari, maka perlu dilakukan penyadapan nira dari mayang jantan

pertama atau kedua. Sebab tidak semua mayang jantan yang keluar (9 – 11

mayang) dan tidak semua pohon mengeluarkan nira. Hal ini sangat dipengaruhi

oleh proses fisiologi tanaman.

2. Pohon terpilih harus memiliki produktifitas yang tinggi.

Apabila yang disadap mayang jantan pertama atau kedua produksi niranya banyak

maka pohon tersebut adalah produktif untuk pohon induk sebagai sumber benih.

Pohon yang terpilih sebagi sumber benih dengan produksi nira yang banyak maka

(6)

berturut-turut. Bila pohon induk dilakukan penyadapan terus menerus (dipaksa)

maka akan menghasilkan buah yang kelihatannya utuh tetapi bijinya berkerut

bahkan kempes sehingga bila ditanam menghasilkan pohon aren yang tidak baik

(Maliangkay, 2009).

Keberhasilan program pemuliaan pohon memerlukan keragaman genetik

yang cukup tinggi dari populasi aren yang ada sehingga seleksi yang dilakukan

akan lebih optimal. Untuk keperluan ini maka konservasi ex situ aren diperlukan

sebagai populasi dasar bagi kegiatan pemuliaan aren di masa mendatang. Hasil

akhir yang didapatkan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Eksplorasi materi genetik berupa buah dan daun telah dilakukan di 4 populasi

sebaran alam aren yaitu Temanggung (Jawa Tengah), Kalimantan Selatan,

Sulawesi Utara dan Bengkulu (masing-masing sebanyak 22, 20, 21 dan 20

sampel).

2. Besarnya keragaman genetik dalam populasi aren masih tinggi yang

ditunjukkan oleh nilai rata-rata heterozigositas harapan (He) sebesar 0.4381.

Keragaman genetik total populasi rata-rata sebesar 0.4712 yang terdistribusi

menjadi keragaman genetik dalam populasi sebesar 0.4381 atau 92,98% dan

sisanya antar populasi sebesar 0.0331 atau 7,02 %.

3. Hubungan kekerabatan genetik antar keempat populasi aren dapat

dikelompokkan menjadi 2 klaster, yaitu klaster pertama meliputi populasi

Temanggung (P. Jawa) dan Kalimantan Selatan (P. Kalimantan); klaster kedua

populasi Bengkulu (P. Sumatera), dan Sulawesi Utara (P. Sulawesi).

4. Pembibitan aren masih membutuhkan waktu yang cukup lama agar bibit siap

tanam.

(7)

Untuk mengoptimalkan manfaat dari potensi aren ini serta untuk

menjamin keberhasilan program dalam jangka panjang, perlu didukung dengan

kegiatan penelitian. Aspek-aspek yang masih perlu diteliti meliputi potensi

genetik, farming system, perbaikan mutu dan pengembangan aneka produk,

pengaruhnya terhadap aspek lingkungan dan sosial ekonomi petani. Di samping

itu, perlu upaya pengembangan sumber daya manusia petani dan kemampuan

penelitian (research capacity building) (Allorerung, 2007).

Keragaman Genetik

Keragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam

adaptabilitas suatu spesies karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi

gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi.

Spesies yang memiliki derajat keragaman genetik yang tinggi pada populasinya

akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi

(Elfrod dan Stansfield, 2007).

Dalam pemuliaan tanaman, keragaman genetik dalam populasi tanaman

mempunyai arti yang sangat penting (Mangoendidjojo, 2003) untuk

pengembangan sumber genetik yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman

(Karsinah dkk., 2002). Tingkat keragaman individu dalam populasi

menggambarkan status keberadaan spesies tersebut di alam. Populasi dengan

keragaman genetik yang tinggi mempunyai peluang hidup yang lebih baik karena

mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi dengan

lingkungannya.

Variasi fenotipik secara positif terkait dengan keragaman genetik, tetapi

(8)

dan lingkungan (Moose dan Mumm, 2008). Jadi, menentukan keragaman genetik

melalui variasi antara genotipe, kelompok genotipe, atau populasi adalah penting

untuk program pemuliaan tanaman genetik.

Tenda, dkk (2010) telah meneliti keragaman genetik aren pada bulan

Desember 2009 yaitu eksplorasi di desa Kandolo kecamatan Teluk Pandan dan

desa Peridan kecamatan Sangkuliran, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi

Kalimantan Timur. Hasil eksplorasi diperoleh dua tipe aren yaitu aren genjah

yang terdapat di desa Kandolo kecamatan Teluk Pandan dan aren Dalam yang

terdapat di desa Paridan kecamatan Sangkuliran. Tipe aren genjah memiliki

keragaman tinggi pada sifat tinggi batang, jumlah daun, panjang tangkai mayang

jantan, panjang rangkaian mayang jantan, jumlah mayang jantan, jumlah mayang

betina dan lama berproduksi per mayang. Sedangkan tipe aren Dalam memiliki

keragaman tinggi pada sifat tinggi batang, panjang tangkai mayang jantan, jumlah

mayang jantan, panjang tangkai mayang betina, jumlah mayang betina, produksi

nira, dan lama berproduksi permayang.

Teknik biologi molekuler telah memberikan peluang untuk

mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman.

Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah

berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu dalam mendeteksi gen dan

sifat-sifat tertentu, evaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik.

Beberapa teknik penanda DNA tersebut adalah Restriction Fragment Length

Polymorphism (RFLP), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD).

Teknik marka molekuler telah banyak digunakan untuk identifikasi

(9)

keanekaragaman hayati. Isolasi kemurnian DNA adalah prasyarat untuk

amplifikasi PCR dan penggunaan selanjutnya seperti sidik jari DNA dan

sekuensing gen yang baru-baru ini telah dikembangkan. Untuk menghindari

masalah yang berkaitan dengan pelestarian dan penggunaan nitrogen cair,

digunakan pasir steril untuk menggiling daun kurma tersebut. Efek individu dan

gabungan dari natrium klorida (NaCl), polivinilpirolidon (PVP) dan lithium

klorida (LiCl) dengan metode cetyl trimethyl ammonium bromida (CTAB) untuk

hasil DNA dari kemurnian yang cukup dan amplifikasi PCR dievaluasi dalam

penelitian ini. Kehadiran LiCl dan PVP sendiri atau bersama-sama dalam buffer

lisis tidak secara signifikan meningkatkan hasil dan kemurnian DNA

dibandingkan dengan penambahan NaCl. Studi ini menyarankan bahwa grinding

daun kurma dengan pasir steril dan inklusi NaCl (1,4 M) dalam buffer lisis tanpa

menggunakan nitrogen cair yang mahal, PVT dan LiCl, memberikan hasil DNA

dari kemurnian yang cukup, cocok untuk amplifikasi PCR (Ibrahim dkk., 2010).

Beberapa penelitian mengenai keragaman genetik yang dilakukan dengan

marka RAPD antara lain: belimbing (Yulita, 2011), jagung, (Leah dkk., 2010),

jarak pagar (Yunus, 2007 dan Suryatini, 2011), kelapa sawit (Hayati dkk., 2004

dan Zulhermana, 2009), buah kiwi (Palombi dan Damiano, 2001).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Yunus (2007) menunjukkan bahwa

keragaman tanaman jarak pagar di Jawa Tengah dapat dikelompokkan menjadi 2

kelompok dan 2 individu tunggal tidak berkelompok. Dua kelompok itu yaitu

kelompok I terdiri atas Kudus I dan Grobogan sedangkan kelompok II terdiri atas

Banyumas I, Pati, Cilacap, Banyumas II, Pemalang, Purwodadi dan Batang. Dua

kelompok tersebut berada pada jarak kemiripan DICE I. Hal ini menunjukkan

(10)

Demikian juga tanaman jarak pagar kelompok II. Ciri-ciri tanaman memiliki

kemiripan yang tinggi yaitu memilik jarak kemiripan DICE mendekati 0.

Sebanyak 723 aksesi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Dari 26

populasi yang mewakili sepuluh negara di Afrika dan salah satu keluarga dura

Deli disaring untuk variasi alel pada lokus tujuh enzim dari enam sistem enzim

menggunakan elektroforesis gel pati. Diferensiasi genetik di antara populasi tinggi

(F (ST) = 0,301), menunjukkan divergensi genetik tinggi. Perhitungan dari F (ST)

oleh zona geografis mengungkapkan bahwa F tinggi (ST) adalah sebagian besar

karena F (ST) di antara populasi di Afrika Barat, menunjukkan pilihan

diversifikasi di wilayah ini. Analisis cluster UPGMA mengungkapkan tiga

kelompok utama; populasi terpencil barat dari Sierra Leone Senegal dan berada di

satu cluster tetapi dipisahkan menjadi dua sub-cluster yang berbeda, populasi

terpencil timur dari Madagaskar berada di satu cluster, sedangkan populasi dari

Angola, Kamerun, Demokrat Republik Kongo, Ghana, Tanzania, Nigeria dan

Guinea berada di satu cluster. Keluarga dura Deli terkait erat dengan populasi 6

dari Guinea (Hayati dkk., 2004)

Berdasarkan hasil amplifikasi DNA dengan PCR – ISSR menggunakan

tujuh primer, didapatkan hanya tiga primer (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890)

yang mampu mengamplifikasi DNA dalam reaksi PCR – ISSR. Hasil

elektroforesis produk amplifikasi DNA menghasilkan 12 – 16 pola pita DNA

dengan kisaran ukuran 280 – 1650 bp. Polimorfisme yang diperoleh sangat tinggi

(masing – masing primer sebesar 100%). Nilai keinformatifan primer (PIC)

berada pada kisaran 0,85 – 0,92, yang berarti primer tersebut mampu mendeteksi

polimorfisme dalam suatu populasi sebesar 85 – 92%. Hasil analisis kelompok

(11)

kelompok, dan hanya jarak pagar asal Pancasari yang membentuk kelompok

sendiri (Suryatini, 2011).

Hasil analisis UPGMA menunjukkan bahwa marka RAPD mampu

memisahkan individu pisifera Nigeria yang berasal dari TxP famili dan klon.

Marka RAPD mengelompokan seluruh pisifera Nigeria pada tingkat kesamaan

0,83. Ketika analisis dilakukan menggunakan marka RAPD, seluruh klon pisifera

membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 1,00 hal ini mengindikasikan

bahwa seluruh klon yang dianalisis benar-benar seragam (Zulhermana, 2009).

RAPD juga digunakan untuk sidik jari genotipe buah Kiwi dan untuk

mendeteksi variasi genetik yang tidak diinginkan dalam mikropropogasi tanaman.

Fragmen diberi skor sebagai ada (1) atau tidak (0), pembacaan yang dimasukkan

dalam file komputer sebagai matriks biner (satu untuk setiap penanda). Dua

analisis cluster dilakukan untuk mengekspresikan dalam bentuk dendrograms

hubungan antara genotipe dan variabilitas genetik terdeteksi. Teknik berbasis

DNA yang digunakan mampu memperkuat semua genotipe. Disimpulkan bahwa

ketika teknik kultur jaringan yang digunakan, analisis variabilitas somaklonal bisa

membutuhkan lebih dari satu teknik berbasis DNA; pada kenyataannya, variasi

genetik hadir dalam sumber yang berbeda dapat mengganggu atau

menggabungkan kemampuan polimorfik lebih atau kurang polimorfik, seperti

hasil penelitian yang ditunjukkan dengan penanda RAPD

(Palombi dan Damiano, 2001).

Marka RAPD

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan metode

(12)

membutuhkan jumlah DNA genom yang tidak terlalu banyak. RAPD banyak

digunakan untuk menganalisis keanekaragaman karakter genetik dalam berbagai

penelitian dengan pertimbangan antara lain tidak membutuhkan latar belakang

pengetahuan tentang genom yang akan dianalisis, primer yang digunakan bersifat

universal (dapat digunakan untuk prokariot maupun eukariot), mampu

menghasilkan karakter yang relatif tidak terbatas jumlahnya, bahan-bahan yang

digunakan relatif lebih murah, preparasi lebih mudah,dan memberikan hasil lebih

cepat dibandingkan dengan analisis molekular lainnya. Metode RAPD mampu

mendetekasi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan satu primer. Primer

tersebut akan memberikan utas tunggal genom yang satu dan pada utas DNA

pasangannya dengan arah berlawanan. Selama situs penempelan primer masih

berada pada jarak yang dapat diamplifikasi pada umumnya tidak lebih dari 5000

pasangan basa (pb), maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi

(Weising dkk., 1995).

Prinsip teknik RAPD didasarkan pada kemampuan primer menempel pada

cetakan DNA. Primer yang didesain berupa primer tunggal pendek agar dapat

menempel secara acak pada DNA genom organisme. Dengan demikian akan

terdapat banyak pola fragmen DNA. Perbedaan ini dapat dilihat dengan adanya

pola pita pada gel agarosa setelah diwarnai dengan pewarnaan DNA seperti

etidium bromide (gel red). Disamping ditentukan oleh ada tidaknya situs

penempelan primer, keberhasilan teknik ini ditentukan juga oleh kemurnian dan

keutuhan cetakan DNA. Cetakan DNA yang tidak murni akan mengganggu

penempelan primer pada situsnya dan akan menghambat aktifitas enzim

(13)

Sedangkan cetakan DNA yang banyak mengalami fragmentasi dapat

menghilangkan situs penempelan primer.

Salah satu keuntungan pemakaian analisis keragaman genetik tanaman

dengan menggunakan teknik molekuler yang memanfaatkan teknologi amplifikasi

PCR adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Disamping itu, dalam

pelaksanaan teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak perlu

terlalu tinggi, atau dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran

terhadap tingkat kemurnian DNA. Walaupun demikian, dalam suatu teknik isolasi

DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa-senyawa

kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan

metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit

sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat.

Adanya polisakarida dan senyawa metabolit sekunder dalam sel tanaman sering

menyulitkan dalam proses isolasi asam nukleat. Struktur polisakarida yang mirip

dengan asam nukleat akan menyebabkan polisakarida tersebut akan mengendap

bersama dengan asam nukleat (Wilkins dan Smart, 1996).

Dalam program pemuliaan tanaman, diperlukan identifikasi baik karakter

morfologi maupun molekuler untuk menguji keragaman genotip klon-klon yang

akan dipilih untuk tetua persilangan. Pemakaian teknik RAPD memiliki resolusi

yang sebanding dengan RFLP dalam hal analisis kekerabatan antar genotif dan

mampu menghasilkan jumlah karakter yang tidak terbatas sehingga sangat

membantu dalam analisis keragaman genetik tanaman yang tidak diketahui latar

belakang genomnya. Analisis RAPD hanya memerlukan sejumlah kecil DNA

sehingga sangat sesuai untuk species tanaman berkayu. RAPD memerlukan biaya

(14)

yang lain. Metode RAPD menggunakan primer dengan ukuran sepuluh basa

sering digunakan untuk studi kekerabatan, identifikasi varietas, pemetaan genetik,

analisis struktur DNA organisme dan finger printing suatu individu organisme.

Teknik RAPD menggunakan primer acak maupun spesifik telah terbukti dapat

digunakan sebagai penanda molekuler untuk berbagai karakter agronomis penting.

Pemakaian marka molekuler RAPD banyak digunakan untuk menyusun

kekerabatan beberapa individu dalam spesies maupun kekerabatan antar spesies.

Penggunaan kekerabatan ini dapat dijadikan rujukan dalam pemuliaan persilangan

untuk mendapatkan keragaman yang tinggi dari hasil suatu persilangan penanda

RAPD yang efektif dalam mengevaluasi silsilah bahan, sementara SSR sangat

penting untuk mengenali perbedaan antara karakteristik kuantitatif.

Pada tahun 2010 BALITKA sedang melakukan penelitian untuk

mengidentifikasi fragmen DNA sebagai penanda sifat kopyor, klarifikasi kandidat

penanda sifat produksi buah pada kelapa kultivar Dalam Mapanget, dan

identifikasi penanda tanaman tahan terhadap P. palmivora. Pemanfaatan penanda

DNA akan menghemat waktu dan tenaga kerja karena pengujian yang dilakukan

pada tingkat DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh. Keuntungan

lainnya adalah jumlah benih, bibit, atau galur yang dibutuhkan untuk pengujian

dapat dikurangi, karena banyak yang sudah tidak terpilih setelah seleksi dengan

penanda DNA pada tahap awal generasi, sehingga desain pemuliaan lebih efektif.

Efisiensi paling besar adalah seleksi terhadap sifat spesifik (target) akan lebih

cepat karena seleksi berdasarkan genotif spesifik lebih mudah diidentifikasi dan

(15)

Pada umumnya ekstraksi DNA tanaman dilaksanakan dengan

menggunakan bufer pengekstrak sodium dodecyl sulphate (SDS) dan cetyl trimetil

ammonium bromide (CTAB). Perlakuan lisis sel dengan menggunakan detergen

non ionik CTAB menghasilkan kuantitas DNA yang cukup tinggi terutama dari

jaringan segar, dengan jumlah DNA yang dihasilkan bervariasi tergantung pada

species dan kondisi awal material yang digunakan. Pada tanaman dengan

kandungan polisakarida dan metabolit sekunder tinggi perlu dilakukan modifikasi

pada saat ekstraksi DNA. Untuk menghilangkan polisakarida ekstraksi lisat

disarankan dengan menggunakan kloroform dibandingkan dengan

kloroform/isoamilalkohol karena lebih efisien untuk mengisolasi asam nukleat.

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pemakaian tiga

metode isolasi DNA genom yang diujikan maka dihasilkan dua metode yang

mampu menghasilkan DNA genom jarak pagar dengan kuantitas dan kualitas

yang baik, yaitu metode Doyle and Doyle (1990), menggunakan bufer CTAB,

menggunakan bufer pengektrak SDS. Metode isolasi DNA berdasarkan metode

Doyle and Doyle yang menggunakan bufer CTAB dan metode Zheng dkk. yang

menggunakan bufer pengektrak SDS sesuai untuk dipergunakan dalam isolasi

DNA genom tanaman jarak pagar (Zainudin dan Maftuchah, 2010).

Ada tiga kontaminan utama yang terkait dengan DNA tanaman yang dapat

menyebabkan kesulitan yang cukup besar ketika melakukan eksperimen PCR:

senyawa polifenol, polisakarida dan RNA. Kehadiran zat fenolik seperti quercetin,

isorhamnetin heterosides, (+) catechin, (-) epikatekin, 5-caffeoylshikimic asam

(asam dactylifric) dan isomer posisi nya (asam 3-caffeoylshikimic dan asam

4-caffeoylshikimic) yang hadir dalam daun kurma dapat mengganggu keberhasilan

(16)

buffer lisis telah digunakan untuk menghilangkan polisakarida. Demikian juga,

polivinilpirolidon (PVP) telah direkomendasikan untuk menghilangkan senyawa

polifenol dan lithium klorida (LiCl) untuk RNA (Ibrahim dkk., 2010).

Hasil ekstraksi DNA kemiri sunan dengan menggunakan kombinasi

penambahan antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan mercaptoethanol,

namun tanpa penggunaan nitrogen cair, ataupun penyimpanan lebih lama (over

night) dari ekstrak daun yang telah digerus sebelum dilakukan purifikasi seperti

yang sering dilakukan untuk tanaman tahunan pada umumnya, memperlihatkan

hasil yang sangat memuaskan, dimana DNA mempunyai kualitas dan kuantitas

yang sangat baik serta pola pita amplikon DNA terlihat sangat jelas dan tebal,

sehingga bisa dikatakan bahwa teknik isolasi DNA yang dipakai dalam kegiatan

ini adalah sangat memberikan hasil yang nyata dan memenuhi syarat untuk

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 10 Lembar kuesioner aspek pengetahuan, sikap dan perilaku pada perawat dalam pemenuhan kebutuhan sholat pasien di rawat inap Rumah Sakit Petrokimia

Fungsi : Menyatakan tentang sebuah tindakan yang akan selesai Dilakukan pada waktu tertentu dimasa datang. Keterangan waktu yang digunakan, misalnya: By the end of

Nama Pekerjaan : Pengaw asan Pembangunan Asrama Haji Transit Provinsi Papua. Lokasi : Kot

[r]

Sehubungan dengan pelaksanaan Lelang Sederhana Penyedia Pekerjaan Jasa Lainnya untuk pekerjaan Penggandaan dan Pengiriman Naskah Soal & LJK UAMBN Tingat MTs Tahun 2017

[r]

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Kalimantan Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

paparan sulfur dioksida terhadap nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi. Paru Detik Pertama (VEP 1 ), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP 1