BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Perkembangan teknologi beton pada saat sekarang ini, membuat konstruksi
beton semakin banyak dipilih sebagai suatu bahan konstruksi. Konstruksi dari beton banyak memiliki keuntungan selain bahannya sangat mudah diperoleh, juga memiliki beberapa keuntungan antara lain harganya relative lebih murah, mempunyai kekuatan
tekan tinggi, mudah dalam pengangkutan dan pembentukannya, serta mudah dalam hal perawatannya. Sehingga banyak bangunan-bangunan yang didirikan memilih
konstruksi yang terbuat dari beton sebagai bahan materialnya.
Pemilihan beton sebagai konstruksi telah membuat para ahli beton menciptakan bahan tambahan (admixture) bagi beton. Bahan tambahan (admixture)
merupakan bahan yang dianggap penting, terutama untuk konstruksi pada saat sekarang ini yang membutuhkan segala sesuatu yang serba praktis, efisien dan ekonomis tanpa mengurangi mutu dari beton tersebut. Penggunan bahan tambahan
tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat beton yang diinginkan
Penggunaan bahan tambahan pada konstruksi beton dewasa ini telah berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya pembangunan di bidang konstruksi.
Banyak penemuan baru yang dapat menggantikan cara-cara konvensional seperti di bidang perkuatan struktur, dimana telah ditemukan metode dan sistem yang semakin mudah diaplikasikan serta hanya sedikitpertambahan dimensi dari struktur, sehingga
Struktur dengan berbagai fungsi dan kombinasi beban tergolong rentan, baik
terhadap perubahan fungsi yang mengakibatkan pertambahan beban yang dipikul, maupun kemungkinan terjadinya kesalahan perhitungan pada saat perencanaan. Oleh karena itu perlu dikembangkan penggunaan bahan-bahan alternatif yang diperkirakan
dapat memperbaiki atau meningkatkan mutu beton bertulang. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu mengupayakan supaya beton mempunyai kuat lentur tinggi. Seperti
diketahui bahwa kuat lentur dijumpai dalam semua unsur beton bertulang, sehingga tanpa disadari struktur yang tidak direncanakan dengan adanya tegangan lentur, akan mengalami masalah yaitu retak pada struktur tersebut akibat beban yang mengenainya,
dimana struktur tidak mampu menahannya.
Alternatif yang dipakai diantaranya memberikan alternatif solusi perkuatan,
menentukan spesifikasi teknis metode pelaksanaan perkuatan berdasar peraturan beton SNI-2847-2002, yang diharapkan dapat memberikan penyelesaian permasalahan yang muncul sehingga dapat menjamin keamanan bagi pengguna
bangunan.
Untuk mengetahui metode perkuatan lebih lanjut, sebagai pengembangan
dalam hal penggunaan bahan-bahan alternatif terutama yang berhubungan dengan perkuatan kuat lenturnya maka akan dibahas perilaku balok beton bertulang dengan bentang sederhana yang diberi perkuatan eksternal tambahan berupa lembaran Cold
Formed Steel untuk memikul beban yang berangsur–angsur meningkat dari pembebanan yangkecil sampai pada suatu tingkat pembebanan yang menyebabkan
II.2 Cold Formed Steel
Cold Formed Steel (CFS)atau cold-rolled (canai dingin) atau light-gage atau baja ringan adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses pengerjaan dingin.
Cold-formed Steel (CFS) telah digunakan di gedung-gedung, jembatan, rak penyimpanan, tempat penyimpanangandum, badan mobil, gerbong kereta api,
produk jalan raya, menara transmisi, tiang transmisi, fasilitas drainase, berbagai jenis peralatan dan lain-lain. Jenis bagian ini adalah terbentuk secara cold-formed dari lembaran baja, pelat, atau batangan di mesin roll-forming, dengan menekan rem
(mesin press) atau operasi lentur. Ketebalan bahan untuk komponen baja berdinding tipis biasanya berkisar antara 0.0147 in (0.373 mm) sampai sekitar ¼ inci (6,35 mm).
Pelat baja dan batangan setebal 1 inci (25,4 mm) juga dapatdibentuk cold-formed menjadi bentuk struktural (AISI, 2007b).
II.2.1 Sejarah Cold Formed Steel
Penggunaan komponen baja cold-formed dalam konstruksi bangunan dimulai pada tahun 1850-an di Amerika Serikat dan Inggris. Pada 1920-an dan 1930-an,
penerimaan baja cold-formed sebagai bahan konstruksi masih terbatas karena tidak ada desain standar yang memadai dan informasi terbatas pada penggunaan material dalam peraturan bangunan. Salah satu penggunaanbajacold-formed yang
didokumentasikan pertama kali sebagai bahan bangunan adalah pada Virginia Baptist Hospital yang dibangun sekitar tahun 1925 di Lynchburg, Virginia.Dinding
Menurut Chuck Greene, PE Nolen Associates Frisa, profil tersebut mampu
untuk menahan beban dan regangan awal, berdasarkan teknik analisis saat ini. Greene mendesain renovasi baru untuk struktur dan mengatakan bahwa untuk sebagian besar, profil masih berkinerja baik. Sebuah pengamatan lapangan selama
renovasi menegaskan bahwa profiltersebut masih mampu mendukung beban, lebih dari 80 tahun kemudian. Pada tahun 1940, Lustron Homesmembangun dan menjual
hampir 2.500 rumah berbingkai baja, dengan framing, finishing, lemari dan mebel yang terbuat dari baja cold-formed.
II.2.2 Sejarah dari Standar Desain AISI
Standar desain untuk baja hot-rolled diadopsi pada 1930, tetapi tidak berlaku untuk komponen cold-formed karena tebalnya relatif tipis yang rentan terhadap
buckling. Ketebalan sekitar penampang komponen baja cold-formed konstan, sedangkan bentuk baja hot-rolled biasanya menunjukkan meruncing atau fillet. Baja cold-formed memungkinkan bentuk yang sangat berbeda dari hot-rolled biasa.
Bahan itu mudah diterapkan, yang bisaberubah bentukdalam banyak kemungkinan. Bahkan perubahan kecil dalam geometri menciptakan perubahan signifikan dalam
karakteristik kekuatan bagian. Perlu untuk ditetapkan beberapa persyaratan minimum dan peraturan untuk mengontrol tekuk dan karakteristik kekuatan. Juga diamati bahwa dinding tipis mengalami tekuk lokal di bawah beban kecil di
beberapa bagian dan bahwa elemen-elemen ini yang kemudian mampu menerima beban yang lebih besar bahkan setelah mengalami tekuk lokal
Di Amerika Serikat, edisi pertama dari Spesifikasi Amerika bagian Utara
Desain Stress Izin (Allowable Stress Design/ ASD) yang pertama didasarkan pada
karya penelitian yang disponsori oleh AISI di Universitas Cornell di bawah arahan Alm. Profesor George Winter sejak tahun 1939. Sebagai hasil dari pekerjaan ini, George Winter kini dianggap kakek dari desain baja cold-formed. Spesifikasi ASD
kemudian direvisi pada tahun 1956, 1960, 1962, 1968, 1980, dan 1986 untuk mencerminkan perkembangan teknis dan hasil penelitian lanjutan di Cornell dan
universitas lain (Yu et al., 1996). Pada tahun 1991, AISI menerbitkan edisi pertama dariSpesifikasi Desain Faktor Beban dan Tahanan yang dikembangkan di Universitas Missouri Rolla dan Universitas Washington di bawah arahan Wei-Wen
Yu dan Theodore V. Galambos (AISI, 1991). Spesifikasi ASD dan LRFD digabungkan menjadi sebuah spesifikasi tunggal pada tahun 1996 (AISI, 1996) .
Pada tahun 2001, edisi pertama dari Spesifikasi Amerika Utara untuk Desain Komponen Struktural Baja Cold-Formed dikembangkan oleh usahagabungan antara Komite AISI pada Spesifikasi, Komite Teknis CS
(Camara Nacional de la Industria del Hierro y del Acero) di Meksiko (AISI, 2001).
Kode tersebut termasuk metode ASD dan LRFD untuk Amerika Serikat dan Meksiko serta metode LSD (Limit States Design) untuk Kanada. Spesifikasi Amerika Utara ini telah terakreditasi oleh ANSI (American National Standard
Institute) sebagai Standar ANSI untuk menggantikan Spesifikasi 1.996 AISI dan Standar CSA 1994. Setelah keberhasilan penggunaan edisi 2001 dari Spesifikasi
II.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Cold Formed Steel
Kelebihan baja cold-formed :
1. Karena bobotnya yang ringan maka dibandingkan kayu atau baja konvensional, beban yang harus ditanggung oleh struktur di bawahnya jauh lebih rendah
sehingga dapat mengurangi struktur pondasi, kolom dan balok. 2. Baja ringan bersifat tidak membesarkan api (non-combustible).
3. Anti Rayap, tidak bisa dimakan rayap.
4. Pada baja ringan tidak terjadi muai dan susut, jadi tidak berubah karena panas dan dingin.
5. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi
6. Mudah dalam prefabrikasi dan produksi masal
7. Cepat dan mudah didirikan dan dipasang 8. Detail yang lebih akurat
9. Kualitas yang seragam
10.Ekonomis dalam transportasi dan penanganan 11.Material yang bisa didaur ulang
Kekurangannya adalah baja ringan tidak sefleksibel kayu yang dapat dipotong dan dibentuk berbagai profil dan panjang pelat yang diproduksi tidak cocok untuk digunakan pada balok dengan bentang panjang.
II.2.4 Properti Tegangan-Regangan Cold-Formed Steel
Properti utama dari baja, yang digunakan untuk menggambarkan perilakunya,
𝛔𝛔
plastis plastis
elastis elastis
ε ε
(a) (b)
Gambar 2.1 Grafik Tegangan-Regangan Baja Cold-Formed
Kedua kurva tegangan-regangandi atas dikhususkan untuk lembaran baja
cold-formedselama uji tekan. Grafik (b) adalah representasi dari lembaran baja yang telah mengalami cold-reducing (hard rolling) selama proses pembuatan, oleh karena itu tidak menunjukkan titik luluh dengan rataan luluh. Kemiringan awal kurva dapat
diturunkan sebagai akibat dari pra-pengerjaan tersebut. Berbeda dengan (b), hubungan tegangan-regangan pada grafik (a) merupakan perilaku lembaran baja yang mengalami penguatan (annealed). Untuk jenis baja ini, titik luluh ditentukan
dengan tingkat di mana kurva tegangan-regangan menjadi horisontal.
Cold-forming memiliki efek meningkatkan kekuatan luluh baja, peningkatan
akibat daripengerjaan dingin dengan baik ke kisaran strain-hardening. Peningkatan ini di zona di mana bahan mengalami deformasiakibatlentur. Tegangan luluh dapat
diasumsikan telah meningkat sebesar 15% atau lebih untuk tujuan desain. Nilai tegangan luluh baja dibentuk dingin biasanya antara 33ksi dan 80ksi. Nilai-nilai yang diukur dari Modulus Elastisitas berdasarkan pada metode standar biasanya
berkisar antara 29.000 sampai 30.000 ksi (200-207 GPa). Nilai 29.500 ksi (203 GPa) direkomendasikan oleh AISI dalam spesifikasi untuk keperluan desain. Kekuatan
langsung dengan desain komponen. Kapasitas pembebananlentur baja cold-formed
dan serat tekan biasanya dibatasi oleh titik luluh atau tegangan tekuk yang kurang dari titik luluh baja, terutama bagi serat tekan yangmemiliki rasio tebal-lebar relatif besardan untuk serat tekan yang memiliki rasio kelangsingan relatif besar.
Pengecualian ada pada sambungan las dan baut, kekuatan yang tidak hanya bergantung pada titik luluh tetapi juga pada kuat tarik ultimat dari material. Studi
menunjukkan bahwa efek dari pekerjaan dingin pada pembentukan komponen bajasangat tergantung pada penyebaran antara kuat tarik dan kuat luluh dari material dasar.
II.2.5 Kriteria Daktilitas
Daktilitas didefinisikan sebagai “sejauh mana suatu material dapat
mempertahankan deformasi plastis tanpa pecah.'' Hal ini tidak hanya diperlukan dalam proses pembentukan, tetapi juga diperlukan untuk redistribusi tegangan plastis dalam komponen dan sambungan, di mana konsentrasi tegangan akan terjadi.
Kriteria daktalitas dan kinerja baja rendah daktilitas untuk komponendan sambungancold-formed telah dipelajari oleh Dhalla, Winter, dan Errera di
Universitas Cornell. Ditemukan bahwa pengukuran daktilitas dalam ujitegangan standar termasuk daktilitas lokal dan daktilitas seragam. Daktilitas lokal ditunjuk sebagai perpanjangan lokal di zona patah akhir. Daktilitas seragam adalah
kemampuan serat tekan untuk mengalami deformasi plastik yang cukup besar sepanjang seluruh bentang sebelum necking. Penelitian ini juga mengungkapkan
kisaran plastis untuk menghindari patah getasdini dan untuk mencapai kekuatan
penuh net-section dalam komponen tekan dengan konsentrasi stres, disarankan agar:
• Elongasi lokal minimal dalam - panjang 1-2 inci (12,7 mm) dari tegangan
standar, termasuk neckminimal 20%.
• Elongasi seragamminimal dalam panjang 3-in. (76,2 mm) dikurangi elongasi
dalam panjang 1-in. (25,4 mm) yang mengandung neck dan patah minimal 3%.
• Rasio kuat tarik terhadap nilai luluh Fu / Fy minimal 1,05.
Tiga prinsip penggunaanpelat baja cold-formed dalam perkuatan struktur adalah :
• Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau pelat dengan
menambahkan pelat cold formed steel pada bagian tarik.
• Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan pelat cold
formed steel di bagian sisi pada daerah geser.
• Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambahkan
pelat cold formed steel di sekeliling kolom.
Bentuk baja cold-formed yang dapat digunakan untuk perkuatan struktur adalah :
- Lembaran pelat - Gulungan wrap
Bentuk lembaran pelat lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik
pada balok maupun plat serta pada dinding ; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban
Tabel 2.1Perbandingan Konfigurasi Material Baja Konvensional dengan Baja Ringan Baja konvensional Baja cold-formed
Modulus
Dalam penggunaannya, baja cold-formed digabungkan dengan suatu bahan
perekat (Epoxy Impregnation Resin) yang akan merekatkan lembaran pelat pada balok beton. Bahan perekat yang akan digunakan pada penelitian ini berupa Epoxy dengan merek dagang SIKADUR no.330®. SIKADUR no.330® terdiri dari 2 (dua) bagian
yaitu bagian A (berwarna putih) dan bagian B (berwarna abu-abu). Perbandingan campuran antara bagian A : bagian B = 4 : 1 sesuai berat nya
II.3 Balok Beton Bertulang II.3.1 Kekuatan Tekan Beton
Kekuatan tekan balok ditentukan oleh pengaturan dan perbandingan semen,
terhadap semen factor utama dalam menentukan kekuatan beton. Semakin rendah
perbandingan air-semen, semakin tinggi kekuatan tekan dan sebaliknya. Kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan (mudah beton untuk dicorkan) namun menurunkan kekuatan. Suatu ukuran dari pengerjaan beton ini diperoleh dengan
percobaan slump, di mana lebih kecil slump lebih kaku dan lebih sukar pengerjaan dari beton.
Kekuatan tekan beton diwakili oleh regangan tekan maksimum f’c, dengan satuan N/mm2 atau MPa dan juga memakai satuan kg/cm2. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakanbeton dengan kuat tekan pada umur 28 hari
berkisar 17-35 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi, berkisar antara 30-45 MPa. Nilai kuat tekan beton didapatkan
melalui tata cara pengujian standar, menggunakan beban tekan tingkat dengan kecepatan penigkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (d = 150 mm, t = 300 mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar
ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan.
Pada SK SNI T – 15 – 1991 – 03 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi tekan beton terluar adalah 0.003
sebagai batas hancur. Untuk beton kepadatan normal dengan berat isi ± 2300 kg/m3
dapat digunakan niali Ec = 4700√𝑓′𝑐.
II.3.2 Kekuatan Tarik Beton
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha
)
berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk
diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rapture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangann) sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas. Kuat
tarik bahan beton juga ditentukan melalui pengujian split silinder yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang
sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulangkali
mencapai kekuatan 0.5 – 0.6 kali √𝑓′𝑐, sehingga untuk beton normal digunakan nilai
0.57√𝑓′𝑐. Sedangkan dalam SK – SNI – T – 15 – 1991 – 03 pasal 3.2.5 ditetapkan
besarnya modulus tarik untuk beton normal adalah 0.7√𝑓′𝑐.
II.3.3 Kekakuan Lentur
Jika sebuah struktur balok beton bertulang dibebani seperti Gambar 2.3 maka
sumbu longitudinal yang semula lurus akan berubah menjadi sebuah kurva yang disebut kurva lendutan.
a a
δ1 δ2 δ3
L
Gambar 2.2 Lendutan pada balok
Sebelum terjadinya lendutan plastis, lendutan di tengah bentang balok dapat dihitung dengan :
Menurut teori elastis
Sehingga kekakuan lentur balok dapat dihitung dengan rumus :
II.3.4 Hubungan Beban dan Lendutan
Ada dua tipe hubungan beban dan lendutan dari beton bertulang yaitu perilaku daktail dan perilaku getas seperti terlihat pada gambar 2.4. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa balok beton bertulang yang daktail akan mengalami lendutan plastis
yang cukup besar sebelum runtuh, sebaliknya pada balok beton bertulang yang getas akan segera runtuh setelah lendutan elastic maksimum tercapai. Daktalitas
menunjukkan besarnya energi yang diserap suatu bahan ketika bahan tersebut menerima beban. Nilai daktalitas balok neton bertulang didefinisikan sebagai rasio dari kelengkungan, defleksi atau rotasi pada beban ultimate terhadap beban saat
tulangan baja meleleh. Jadi dari hubungan antara beban dan lendutan tersebut, nilai daktalitas balok beton bertulang dapat dihitung dengan persamaan :
U = 𝛿𝑢
Pada umumnya beton mutu tinggi mempunyai prilaku keruntuhan getas dan
sebaliknya beton normal berprilaku daktail. Hubungan beban dan lendutan balok diidealisaikan sebagai hubungan irilinear seperti gambar 2.4
Beban I II III
Lendutan
Gambar 2.4 Idealisasi Hubungan Beban dan Lendutan
Daerah I adalah tahap sebelum retak (precracking). Tahap II adalah tahap
setelah terjadi retak (postcracking) dan tahap III adalah tahap dimana tulangan tarik sudah leleh tetapi balok masih mampu menahan beban (post serviceability cracking).
Sebelum terjadinya retak, penampang beton berprilaku elastic. Tegangan tarik maksimum betonyang terjadi pada tahap ini kurang dari modulus runtuh (modulus of rapture) fr. Setelah terjadi retak, sumbangan kekuatan beton di daerah tarik menurun
menyebabkan kekuatan lentur penampang menurun pula. Akibatnya, kurva beban dan lendutan lebih landai dibandingkan tahap sebelumnya. Pada tahap III regangan pada
tulangan tarik meningkat hingga mencapai regangan leleh. Besarnya lendutan semakin bertambah tanpa kenaikan beban yang berarti, retak makin lebar, garis netral penampang semakin mendekati serat tekan dan akhirnya balok mengalami keruntuhan.
Tinjau suatu elemen kecil dx yang memiliki momen seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Kelengkungan (curvature) dinyatakan sebagai besarnya rotasi
φ = 1
𝑅
(2.4)
φ = 𝑘𝑑𝜀𝑐= 𝜀𝑐 𝑑(1−𝑘)=
𝜀𝑐+𝜀𝑠
𝑑 (2.5)
di mana :
R = jari-jari kelengkungan diukur dari garis netral
εc = regangan beton pada serat tekan
εs = regangan tulangan tarik
Gambar 2.5 memperlihatkan kurva hubungan momen dan kelengkungan suatu penampang yang diiedealisasikan irilinier.
Mu Ultimate
Myluluh pertama
Mcr retak pertama
fcrfy fu
Gambar 2.5Hubungan Momen dan Kelengkungan
Hubungan antar momen dan kelengkungan dinyatakan sebagai berikut :
EI = MR = 𝑀
𝜑 (2.6)
Menurut SK –SNI – T – 15 – 1991 – 03, besarnya momen retak pertama
adalah :
Mcr = 𝑓𝑟𝐼𝑦
𝑦 (2.7)
fr = 0.7√𝑓′𝑐 (2.8)
di mana :
fr = modulus runtuh, MPa
Ig = momen inersia penampang, mm4
y = jarak garis netral dari serat beton tarik, mm
Besar kelengkungan saat terjadi retak pertama adalah :
φcr = 𝜀𝑐𝑟 𝑦 =
𝑓𝑟 𝐸𝑐
�
𝑦 (2.9)
di mana :
εcr = regangan retak beton
Jika beban terus bertambah, maka tulangan akan mencapai kondisi leleh pertama (first yielding), momen leleh adalah :
My = Asfyjd (2.10)
di mana :
fy = tegangan leleh baja, MPa
Setelah terjadi leleh, kelengkungan meningkat cukup besar sedangkan
penigkatan momen relative kecil, sehingga pada saat tertentu balok akan mencapai kekuatan batasnya (ultimate). Jika beban terus ditambah melewati momen batas maka balok akan mengalami runtuh.
Menurut SK – SNI – T – 15 – 1991 – 03, tegangan maksimum yang dapat digunakan pada serat beton tekan terluar harus diasumsikan sama dengan 0.003. Maka
kelengkungan batas adalah :
φu = 𝜀𝑐 𝑐=
0.003
𝑐 (2.11)
Pada kondisi actual, prilaku penampang setelah retak sangat tergantung pada ratio tulangan. Pada penampang under-reinforced hubungan momen dan
kelengkungan mendekati linear hingga tulangan leleh sebaliknya pada penampang over-reinforced hubungan momen dan kelengkungan ini menjadi non-linear dan mengakibatkan keruntuhan getas. Pada keadaan ini beton hancur pada saat
kelengkungan masih kecil dan baja belum leleh.
II.4 Analisa Penampang Beton
Asumsi-asumsi dalam analisis beton (keadaan batas) :
1. Penampang yang semula rata akan tetap rata setelah terjadi deformasi atau perubahan bentuk sampai beton mengalami kehancuran dan tetap tegak lurus pada
sumbu konstruksi (asas Bernouli).
2. Regangan-regangan di dalam penampang dianggap berbanding lurus dengan
jaraknya ke garis netral (asas Navier).
lengkung yang dimulai pada garis netral dan berakhir pada serat tepi yang tertekan,
dimana tegangan tekan maksimum sebagai kekuatan tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi.
4. Ikatan antara beton dan tulangan akan tetap dipertahankan sampai saat kehancuran.
Dalam hal ini berarti regangan yang terjadi di dalam beton sama dengan regangan yang terjadi di dalam baja tulangan (εc = εs).
5. Diagram tegangan – regangan beton sesuai pada grafik dan regangan maksimum yang terjadi di dalam beton, εec ( max. ) adalah 0,003.
Gambar 2.6 Grafik Tegangan-Regangan Beton dan Tulangan
Bila regangan 𝜀𝑠 lebih kecil dari 𝜀𝑦 (regangan leleh) diperoleh hubungan linier antara
tegangan dan regangan :
ƒ’y = 𝜀𝑠 x Es untuk 𝜀𝑠 ≤ 𝜀𝑦
Setelah dicapai titik leleh berlaku rumus
ƒ’c = ƒ’y untuk 𝜀𝑠>𝜀𝑦
Tegangan di dalam tulangan tidak boleh melebihi tegangan leleh besi / baja
Gambar 2.7 Diagram Tegangan- Regangan Beton Bertulang Tanpa Beban
Segera setelah tegangan tarik hancur beton tercapai pada serat balok yang tertarik, retak rambut akan terbentuk diawali dari dasar balok dan menjalar sampai pada penampang netral. Gaya normal yang bekerja pada penampang berupa tegangan
tekan beton f’c di atas garis netral dan tegangan tarik tulangan fy dibawah garis netral.
Gambar 2.8 Diagram tTegangan-Regangan Beton Bertulang Sebelum Runtuh
Pada penampang yang dilakukan penambahan beban, retak-retak pada daerah tertarik
Gambar 2.9 Diagram Tegangan-Regangan Beton Bertulang Pasca Runtuh
Kehancuran gelagar akan terjadi karena:
1. Regangan betin diserat teratas (serat tertekan) mancapai maksimum 0,003.
2. Regangan tulangan 𝜀𝑠 ≥ 𝜀𝑦 dan tegangan tulangan sama dengan tegangan leleh fy.
Gambar 2.10 Tegangan dalam Beton Bertulang
Distribusi tegangan beton akan menyerupai diagram tegangan-regangan beton yang sebenarnya dan tidak linier. Sesaat setelah mencapai 0,003 beton akan hancur
pada serat-serat teratas, tepat pada penampang kritis gelagar. Tegangan spesifik f’c tidak terjadi pada serat balok teratas, tetapi sedikit kebawah diasumsikan bahwa
beban terbesar yang dapat dipikul balok, dan penampang dikatakan telah mencapai
kondisi kekuatan batasnya.
Letak garis netral “ c “ yang tidak diketahui, dan dapat dihitung dengan keseimbangan gaya dalam :
T = C
bila anggapan tulangan meleleh maka T =As x fy, sedangkan gaya tekan didalam
beton dapat dihitung dengan menggunakan integral luasan diagram tegangan.
𝐶 = � 𝑓′𝑐𝑑𝐴 =� 𝑏.𝑓′𝑐𝑑𝑦=𝑏 � 𝑓′𝑐𝑑𝑦
penyelesaian menggunakan integral selain rumit juga membutuhkan waktu lama,
hingga dalam praktiknya sering digunakan suatu penyederhanaan distribusi tegangan
berupa stress block. ∫ 𝑓′𝑐𝑑𝑦 adalah luas diagram tegangan yag digantikan oleh stress
block dengan tegangan merata sebesar 0,85 f’c serta kedalaman a dari serat blok teratas nilai merupakan fungsi dari jarak garis netral yang sebenarnya.
a = β1.c dimana 0< β1<1
koefisien β1 ini diperoleh dengan mempersamakan luas stress block dengan luas
diagram sebenarnya. Gaya tekan beton C pun dapat dihitung :
� 𝑓′𝑐𝑑𝑦= 𝑎(0,85 .𝑓′𝑐) =𝛽1.𝑐 (0,85 .𝑓′𝑐)
𝐶= � 𝑏.𝑓′𝑐𝑑𝑦= 𝑎𝑏(0,85 .𝑓′𝑐)𝑎𝑡𝑎𝑢𝐶 = 𝛽1.𝑐 .𝑏 (0,85 .𝑓′𝑐)
letak titik tangkap gaya tekan C pada diagram yang sebenarnya merupakan pula titik tangkap gaya tekan pada stress block, dan berjarak ½ a = ½ β1.c dari serat teratas.
nilai koefisien β1 tergantung pada nilai mutu beton, β1 = 0,85 untuk mutu beton f’c ≤
30 Mpa. jika f’c > 30 Mpa maka digunakan rumus empiris sebagai berikut:
𝛽= 0,85−(𝑓′𝑐−30
T = fy . 𝐴𝑠
C = 0,85 . f’c . a . b
𝑎= 𝑇
0,85 .𝑓′𝑐 .𝑏=
fy .𝐴𝑠 0,85 .𝑓′𝑐 .𝑏
𝑐 = 𝑎
𝛽1
letak garis netral yang ditentukan, perbandingan antara regangan baja dengan beton
maksimum ditetapkan berdasarkan distribusi regangan linier. Letak garis netral tergantung pada jumlah tulangan baja tarik yang dipasang pada suatu penampang.
Pada saat beton dalam keadaan underreinforced dimana tulangan baja tarik kurang dari yang diperlukan, maka εs yang diperoleh akan lebih besar dari regangan leleh
atau kehancuran balok diawali dengan melelehnya tulangan. Letak garis netral pada
kondisi underreinforced berada diatas garis netral pada keadaan seimbang. Pada kondisi overreinforced dimana tulangan baja tarik yang dipasang lebih besar dariyang
diperlukan untuk mencapai keseimbangan, letak garis netral bergeser ke bawah.kehancuran beton pada kondisi overreinforced akan terjadi keruntuhan secara mendadak.
Gambar 2.11 Variasi Letak Garis Netral
Pada saat beton hancur, selalu mencapai tegangan fc = 0.85 f’c, penambahan luas tulangan akan mengakibatkan perbesaran T dan garis netral akan bergeser ke bawah
atau sebaliknya.
Sebuah balok yang memiliki perbandingan tulangan yang seimbang adalah
balok yang tulangan tariknya secara teoritis akan mulai meleleh dan beton tekannya (compression concrete) mencapai tegangan ultimate pada tingkat beban yang persis sama. Jika balok mempunyai lebih sedikit tulangan daripada yang diperlukan untuk
suatu perbandingan seimbang, balok itu disebut underreinforced, jika tulangannya lebih banyak maka balok disebut balok overreinforced.
Jika sebuah balok berada dalam keadaan underreinforced dan beban ultimate sudah hampir tercapai, baja akan mulai meleleh meskipun tegangan pada beton tekan masih belum mencapai tegangan ultimate-nya. Jika beban terus diperbesar, baja akan
terus memanjang sehingga mengakibatkan lendutan dan retak besar pada beton tarik. akibatnya, pengguna struktur akan mengetahui bahwa beban harus dikurangai atau
jika tidak struktur akan rusak parah bahkan bias runtuh. Jika beban ditingkatkan lebih jauh lagi, retak tarik akan menjadi lebih besar lagi dan pada akhirnya beton tekan akan mengalami kelebihan tegangan dan runtuh.
Jika sebuah balok berada dalam keadaan overreinforced, tulangan tarik tidak akan meleleh sebelum keruntuhan terjadi. Ketika beban bertambah, tidak akan terjadi lendutan meskipun beton tekan telah mengalami kelebihan tegangan sehingga
keruntuhan akan terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan bagi para pengguna struktur. balok persegi akan runtuh pada daerah tekan ketika regangan yang terjadi sekitar
0,003 sampai 0,0035 untuk mutu beton biasa.
Oleh karena itu situasi overreinforced harus dihindari sebisa mungkin, sehingga para perencana menggunakan situasi underreinforced agar jenis daktail dari
keruntuhan akan memberikan “waktu menghindar” yang cukup.
Kuat lentur balok beton bertulang menurut Dipohusodo (1994) bahwa kuat
lentur balok tersedia karena berlangsungnya mekanisme regangan-tegangan dalam yang timbul di dalam balok, yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam, berlaku untuk balok sebelum mengalami kehancuran. Dengan
menggunakan tegangan ekivalen, kekuatan lentur dapat diperoleh dengan menggunakan seperti gambar berikut.
Menurut Istimawan Dipohusodo (1996) dalam bukunya menyatakan bahwapendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atasanggapan-anggapansebagai berikut :
• Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah
terjadilenturan dan tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur
(prinsipBernoulli).
• Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira
bebansedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampau + . f’c. Apabila bebanmeningkat sampai beban ultimat, tegangan yang timbul tidak sebanding
lagidengan regangannya berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentukblok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis lengkung
dimulaidari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar. Tegangan tekanmaksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi padaserat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk ke dalam.
• Dalam perhitungan kapasitas momen ultimat komponen struktur, kuat
tarikbeton dapat diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya
tarikdilimpahkan kepada tulangan baja tarik.
Menurut ACI – 440 2R – 02. kuat lentur untuk balok tampang persegi setelah
Gambar 2.12 Grafik Regangan
Dengan asumsi bahwa nilai regangan maksimum pada beton sebesar 0.003, maka regangan yang terjadi pada baja cold-formed dapat dihitung dengan persamaan :
εf = �𝐻
𝑐 −1�εc– εs
C = 0.85f’cab
Ts = Asfs
ff = Ef.εf
C = Ts + Tf
Jika n = Es/Ec dan m = Ef/Ec , maka diperoleh momen inersia retak (Icr):
Icr = 𝑏𝑐3
3 + nAs(d – c) 2
+ nA’s(c – d’)2 + mAf(H + tf – c)2
Gambar 2.13Pola Retak Balok
Pada gambar diatas, tampak pola-pola retak akibat dari lebihnya muatan beban
rencana. Dalam perencanaan biasanya direncanakan untuk terjadi retak lentur, tetapi retak miring dapat terjadi pada balok beton bertulang sebagai kelanjutan dari retak lentur atau kadang-kadang sebagai retak independen (karena tidak dipasangnya
tulangan geser). Retak geser kadang-kadang terjadi pada titik-titik belok dari balok menerus atau dekat tumpuan sederhana (seperti halnya pada percobaan).
Ditempat-tempat teresebut sering terjadi momen kecil dan geser tinggi, dan pada sumbu netral jika tegangan lentur adalah nol maka geser mencapai nilai maksimum.oleh karena itu tegangan geser akan menentukan apa yang terjadi dengan retak ditempat itu.
Setelah retak berkembang, balok akan runtuh kecuali jika penampang beton yang retak dapat menahan gaya yang bekerja. Jika tidak ada tulangan geser atau sengkang, bagian yang dapat menstransfer geser adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan geser dari penampang tak retak diatas bagian yang retak (diperkirakan 20%-40%) dari kekuatan total.
2. Kuncian agregat, yaitu friksi yang terjadi akibat kuncian agregat pada permukaan beton di sisi retak yang berlawanan (diperkirakan 33%-50% dari total).
3. Kekuatan tulangan longitudinal terhadap gaya friksi, yang sering disebut gaya
4. Perilaku jenis pengikat lengkung yang terjadi dalam balok tinggi yang dihasilkan