BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal
Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Republik Indonesia Nomor 8
tahun 1995 Pasal 1 butir 13 menyebutkan bahwa “Pasar modal yaitu sebagai suatu
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek.” Sedangkan menurut Darmadji (2006),
pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang
yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen
derivatif, maupun instrumen lainnya. Jogiyanto (2000) menyatakan bahwa
perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya di pasar
modal. Surat berharga yang baru dikeluarkan oleh perusahaan dijual di pasar
primer (primary market). Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran
perdana ke publik (initial public offering atau IPO) atau tambahan surat berharga
baru jika perusahaan sudah going public (sekuritas tambahan ini sering disebut
dengan seasones new issues). Selanjutnya surat berharga yang sudah beredar
diperdagangkan di pasar sekunder (secondary market). Tipe lain dari pasar modal
adalah pasar ketiga (third market) dan pasar keempat (fourth market). Pasar ketiga
merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup. Pasar
ketiga dijalankan oleh broker yang mempertemukan pembeli dan penjual pada
diantara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi untuk broker. Pasar
keempat umumnya menggunakan jaringan komunikasi untuk memperdagangkan
saham dalam jumlah blok yang besar.
Pasar modal banyak dijumpai di banyak negara, karena pasar modal
memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara. Pasar modal dikatakan
memiliki dua fungsi sekaligus yakni fungsi ekonomi dan fungsi keuangan
(Husnan, 1994). Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal
menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang kelebihan dana
(investor) ke pihak yang membutuhkan dana (emiten). Fungsi ini sebenarnya juga
dilakukan oleh lembaga perbankan, namun bedanya di pasar modal yang
diperdagangkan adalah dana jangka panjang. Fungsi keuangan dilakukan dengan
menyediakan dana yang diperlukan oleh emiten dan para investor menyediakan
dana tanpa harus terlibat langsung dalam kegiatan operasi perusahaan.
Manfaat melakukan investasi di pasar modal dapat dipandang dari sisi
investor dan dari sisi emiten. Dari sisi investor, pasar modal merupakan alternatif
investasi selain sektor real astate. Sebagaimana dengan investasi pada umumnya,
tujuannya adalah mengembangkan dana yang dimilikinya untuk memperoleh
return optimal dimasa yang akan datang dengan risiko yang bersedia ditanggung.
Dari sisi emiten, keberadaan pasar modal diperlukan sebagai suatu alternatif
untuk menghimpun dana jangka panjang tanpa menggunakan intermediasi
keuangan dan memungkinkan perusahaan menghimpun dana dengan biaya modal
yang lebih rendah dari sistem perbankan. Sistem perbankan pada umumnya
ini merupakan biaya intermediasi karena bank bertindak sebagai perantara
(Gambar 2.1). Penghimpunan dana dari pasar modal memungkinkan emiten
mengurangi biaya intermediasi ini karena penyaluran dana dari investor ke pihak
emiten dilakukan secara langsung. Walaupun pada kenyataannya pada proses
emisi saham dan obligasi memerlukan cost untuk consultant fee, underwriting fee,
selling agent fee, dll tetapi biaya ini masih lebih rendah dibandingkan perbankan
pada umumnya. Jika jumlah dana yang dihimpun semakin besar, maka presentase
biaya ini terhadap total dana terkumpul akan makin kecil (Husnan,1994).
Dengan demikian adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian
dapat meningkat karena pasar modal meruapakan alternatif pendanaan bagi
perusahaan, sehingga dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan
selanjutnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran
masyarakat luas ( Darmadji, 2006).
Sumber : Husnan (1994)
Gambar 2.1
Pasar Modal Sebagai Disintermediasi Keuangan
Fund Lenders / Investor
Comercial Bank
Certificate of deposit=9%Certificate of credit=15%
Emiten / Corporation
Capital Market
2.1.2 Indeks Kompas 100
Indeks Kompas 100 merupakan suatu indeks saham dari 100 saham
perusahaan publik yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Indeks Kompas
100 secara resmi diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia bekerjasama dengan
Koran Kompas pada 10 Agustus 2007. Saham-saham yang terpilih untuk
dimasukkan dalam indeks Kompas 100 didasarkan pada pertimbangan likuiditas
yang tinggi dan kapitalisasi pasar. Review dan pergantian saham indeks Kompas
100 dilakukan setiap enam bulan sekali. Berikut adalah kriteria pemilihan saham
indeks Kompas 100 :
1. Telah tercatat di Bursa Efek Indonesia minimal 3 bulan.
2. Masuk dalam 150 saham berdasarkan nilai transaksi di pasar regular.
3.
Dari 150 saham yang terpilih tersebut, 60 saham dengan nilai transaksiterbesar secara otomatis akan masuk dalam perhitungan indeks
Kompas 100.
4. Untuk mendapatkan 100 saham dipilih 40 saham lagi dengan
menggunakan kriteria hari transaksi di pasar regular, frekuensi
transaksi di pasar regular dan kapitalisasi pasar.
5. Sebagai saringan terakhir, Bursa Efek Indonesia juga mengevaluasi
dan mempertimbangkan faktor-faktor fundamental dan pola
perdagangan.
2.1.3 Return Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan
berwujudkan selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas dalam
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan
tersebut (Darmadji, 2006).
Return saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi saham. Return
dapat berupa return realisasi atau return ekspektasi. Return realisasi adalah return
yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return
ekspektasi dan risiko di masa mendatang. Return ekspektasi adalah return yang
diharapkan akan diperoleh investor di masa mendatang (Jogiyanto, 2000).
Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 2000).
Dimana return total ini merupakan keseluruhan return yang diperoleh dari suatu
investasi pada periode tertentu. Return total dapat dinyatakan sebagai berikut:
Return Total = Capital gain (loss) + yield
Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan
harga periode lalu (Jogiyanto, 2000):
𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙𝑔𝑎𝑖𝑛 (𝑙𝑜𝑠𝑠) =Pt−Pt−1
Pt−1
Keterangan
Pt = Harga saham periode sekarang
Pt‐1 = Harga saham periode sebelumnya
Yield adalah persentase penerimaan kas periodik dari suatu investasi terhadap
dividen periodik sebesar Dt rupiah per-lembarnya, maka yield dapat dituliskan
sebagai berikut (Jogiyanto, 2000):
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑= Dt
Pt−1
Keterangan :
Dt = Dividen kas yang dibayarkan
Pt ‐1 = Harga saham periode sebelumnya
Yield disebut juga dengan current income yaitu keuntungan yang diperoleh
dari penerimaan kas periodik yang dapat diperoleh dari pembayaran bunga
deposito, dividen, bunga obligasi dan sebagainya disebut sebagai pendapatan
lancar, maksudnya adalah keuntungan biasanya diterima dalam bentuk kas atau
setara kas, sehingga dapat dikonversi dalam bentuk uang kas cepat seperti bunga
atau jasa giro dan dividen tunai. Sehingga return total dapat dirumuskan sebagai
berikut (Jogiyanto, 2000):
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = Pt− Pt−1 +Dt
Pt−1
Keterangan :
Pt = Harga saham sekarang
Pt ‐1 = Harga saham periode sebelumnya
Dt = Dividen kas yang dibayarkan
Namun mengingat tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas
secara periodik kepada pemegang sahamnya, maka dalam penelitian ini return
saham dapat dihitung sebagai berikut (Jogiyanto, 2000) :
Keterangan :
Pt = Harga saham periode sekarang
Pt‐1 = Harga saham periode sebelumnya
2.1.4 Beta Saham
Dalam melakukan investasi, ada dua hal yang harus dipertimbangkan oleh
investor, yaitu keuntungan (return) dan risiko (risk). Risiko merupakan
kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang
diharapkan (Tandelilin, 2001). Semakin besar perbedaannya maka semakin tinggi
tingkat risikonya. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak dapat
terpisahkan. Artinya, dalam berinvestasi, disamping menghitung return yang
diharapkan, investor juga harus memperhatikan risiko yang harus ditanggungnya.
Apabila suatu protofolio dalam pasar memiliki risiko yang tinggi, maka portofolio
tersebut juga memiliki return yang tinggi dan sebaliknya. Menurut Widoatmodjo
(2009), dalam investasi risiko terbagi dua yaitu risiko domestik (domestic risk)
dan risiko internasional (international risk). Risiko domestik merupakan risiko
yang ditimbulkan oleh penyebab-penyebab domestik, seperti inflasi, kenaikan
suku bunga oleh pemerintah dan lain sebagainya. Risiko internasional merupakan
risiko yang penyebabnya datang akibat pergaulan ekonomi nasional dengan
ekonomi internasional, seperti peningkatan harga minyak di pasar internasional.
Selain dikelompokkan atas dasar batas negara (domestik dan
internasional), risiko juga dikelompokkan menjadi risiko sistematis (systematic
risk) dan risiko tidak sistematis (unsystematic risk). Risiko sistematis, merupakan
pada berbagai jenis saham) dan dampaknya dirasakan oleh seluruh instrumen
investasi. Risiko ini disebut juga dengan risiko pasar. Risiko ini terjadi karena
kejadian-kejadian di luar kegiatan perusahaan, seperti inflasi, resesi, kebijakan
moneter dan lain sebagainya. Sedangkan risiko tidak sistematis merupakan risiko
yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi dan dampaknya hanya dirasakan oleh
perusahaan tertentu yang berhubungan dengan risiko tersebut. Karena risiko ini
untuk suatu perusahaan, yaitu hal yang buruk terjadi dalam suatu perusahaan
dapat diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain, misal
pemogokan buruh, tuntutan dari pihak lain, perubahan teknologi bagian produksi
dan sebagainya. Penjumlahan dari kedua risiko tersebut disebut risiko total (total
risk).
Tabel 2.1 Matriks Risiko
Risiko Domestik Internasional
Sistematis
Inflasi Nilai tukar mata uang
Suku bunga Inflasi
Resesi ekonomi Suku bunga
Perpajakan Resesi Ekonomi
Harga BBM Harga Minyak
Tidak
Sistematis
Gagal bayar Risiko Negara
Likuiditas Teknomlogi
Pemogokan Sumber bahan baku
Pembayaran sebelum jatuh tempo Nilai tukar
Risiko sistematis atau risiko pasar sering dinyatakan dengan beta. Beta
merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio
terhadap return pasar (Jogiyanto, 2000). Volatilitas dapat didefenisikan sebagai
fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode
waktu tertentu. Semakin besar fluktuasi return saham terhadap return pasar maka
semakin besar pula beta saham tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil
fluktuasi return saham terhadap return pasar, semakin kecil pula beta saham
tersebut. Tendelilin ( 2001) menyatakan bahwa beta menunjukkan sensitivitas
return sekuritas terhadap perubahan return pasar.
Sumber : Tandelilin (2001)
Gambar 2.2
Karakteristik Kepekaan Beta Saham
Gambar di atas menunjukkan beberapa karakteristik kepekaan beta saham.
Dapat dilihat bahwa β = 1 berarti perubahan return saham atau portofolio
memiliki tingkat respon pergerakan yang sama dengan pergerakan return pasar.
dari pergerakan return pasar, hal ini sering disebut saham agresif. Sementara
saham dengan β < 1 dinamakan saham defensif karena pergerakan return saham
perusahaan tersebut lebih kecil daripada return pasar.
Beta dapat dihitung dengan menggunakan teknik regresi. Teknik regresi
untuk mengestimasi beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan menggunakan
return sekuritas sebagai variabel dependen dan return pasar sebagai variabel
independen. Persamaan regresi yang dihasilkan dari data time series ini akan
menghasilkan koefisien beta yang diasumsikan stabil dari waktu ke waktu selama
masa periode observasi. Dalam mengestimasi nilai beta suatu saham dapat
dilakukan dengan menggunakan Model Indeks Tunggal (Single Index Model)
atau Model CAPM (Capital Assets Pricing Model). Jika menggunakan model
CAPM, beta dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
R
i= R
BR+ β
i(R
m– R
BR) + e
iKeterangan :
Ri = return sekuritas ke-i
RBR = return sekuritas bebas risiko
Rm = return portofolio pasar
βi = beta sekuritas ke-i
Untuk mengaplikasikan model CAPM ini ke dalam persamaan regresi, maka nilai
RBR perlu dipindahkan ke sebelah kiri. Sehingga persamaan menjadi :
R
i- R
BR=
β
i(R
m– R
BR) + e
iSedangkan jika menggunakan model Indeks Tunggal, beta dapat dihitung
R
i=
α
i+ β
iR
m+ e
iKeterangan:
Ri = return sekuritas ke-i
αi = nilai ekspektasi dari return sekuritas yang independen terhadap
return pasar.
βi = beta sekuritas ke-i
Rm = return portofolio pasar
Untuk menghitung beta, dalam penelitian ini digunakan Model Indeks Tunggal
(Single Index Model).
2.1.5 Rasio Keuangan
Salah satu informasi penting dari laporan keuangan yang sering digunakan
investor untuk pengambilan keputusan investasi adalah kinerja perusahaan.
Kinerja keuangan perusahaan ini mencerminkan kekuatan perusahaan yang
angka-angkanya diperoleh dari laporan keuangan. Penilaian terhadap kinerja
keuangan perusahaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena
berdasarkan penilaian tersebut dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu
perusahaan selama satu periode waktu tertentu. Disamping itu penilaian kinerja
keuangan juga dapat dijadikan pedoman bagi usaha perbaikan atau peningkatan
kinerja keuangan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan dapat diketahui dari
laporan keuangan dengan cara melakukan analisis laporan keuangan melalui
perhitungan rasio keuangan. Rasio adalah perbandingan antara dua elemen
laporan keuangan yang menunjukkan indikator kesehatan keuangan pada periode
Ang (1997) rasio keuangan dikelompokkan ke dalam lima rasio yaitu rasio
likuiditas, solvabilitas (leverage), rentabilitas (profitabilitas), aktivitas, dan rasio
pasar (market ratios). Rasio-rasio keuangan tersebut digunakan untuk
menjelaskan kekuatan dan kelemahan kondisi keuangan perusahaan serta untuk
memprediksi return saham di pasar modal. Semakin baik kinerja keuangan
perusahaan yang tercermin dari rasio-rasionya maka semakin tinggi return saham
perusahaan.
2.1.6 Current Ratio
Menurut Kasmir (2008), Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau hutang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Perhitungan
current ratio dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar
dengan total hutang lancar. Secara matematis, current ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut :
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
Aktiva lancar (current asset) meliputi kas, bank, surat-surat berharga, piutang,
persediaan, biaya dibayar dimuka, pendapatan yang masih harus diterima,
pinjaman yang diberikan dan aktiva lancar lainnya. Hutang lancar (current
liabilities) meliputi hutang dagang, hutang bank satu tahun, hutang wesel, hutang
gaji, hutang pajak, hutang dividen, biaya diterima dimuka, hutang jangka panjang
yang sudah hampir jatuh tempo dan hutang jangka pendek lainnya (Kasmir,
2008). Apabila current ratio rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang
menentukan bahwa kondisi perusahaan sedang baik. Hal itu dapat saja terjadi
karena kas tidak digunakan sebaik mungkin.
2.1.7 Debt to Equity Ratio
Menurut Kasmir (2008), Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas. Rasio ini diperoleh dengan cara
membandingkan antara seluruh hutang dengan seluruh ekuitas. Secara matematis,
debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝐷𝑒𝑏𝑡𝑡𝑜𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐷𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun
jangka panjang); sedangkan total equity merupakan total modal sendiri (total
modalsaham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Rasio
ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang)
terhadaptotal modal yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi debt to equity ratio
menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka panjang)
semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).
2.1.8 Total Asset Turnover
Total Asset Turnover merupakan salah satu rasio aktivitas, yaitu rasio yang
digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva
yang dimilikinya. Total asset turnover adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur
Rasio ini dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva. Secara
matematis, total asset turnover dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟= 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Ketika penjualan pada posisi yang tinggi maka perusahan akan
mengharapkan laba yang tinggi pula. Nilai total asset turnover yang semakin
besar menunjukkan nilai penjualannya juga semakin besar dan harapan
memperoleh laba juga semakin besar.
2.1.9 Equity Per Share
Equity per share menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki
oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih
sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka equity per share adalah total
ekuitas dibagai dengan jumlah saham yang beredar (Jogiyanto, 2000). Total
ekuitas meliputi modal saham yang disetor, cadangan modal, laba ditahan dan
aktiva tetap. Secara matematis, equity per share dapat dirumuskan sebagai
berikut:
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦𝑝𝑒𝑟𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚𝑦𝑎𝑛𝑔𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
Equity per share merupakan faktor yang dapat digunakan oleh para
investor untuk menentukan nilai saham.
2.2. Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan
Hemendiastoro (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh kinerja
perusahaan (current ratio, debt to equity ratio, return on asset dan price earning
ratio) dan kondisi ekonomi (inflasi, suku bunga dan kurs) terhadap return saham
dengan metode intervalling pada perusahaan yang termasuk dalam LQ-45 periode
2001-2003. Penelitian ini menggunakan metode regresi berganda. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pada interval 3 bulanan dan 6 bulanan return on asset dan
suku bunga berpengaruh terhadap return saham, tetapi pada interval 12 bulanan
hanya suku bunga yang berpengaruh terhadap return saham, sehingga untuk
interval 3 bulanan dan 6 bulanan variabel-variabel current ratio, debt to equity
ratio, price earning ratio, inflasi dan kurs tidak berpengaruh terhadap return
saham; untuk interval 12 bulanan variabel-variabel current ratio, debt to equity,
return on asset, price earning ratio, inflasi dan kurs tidak berpengaruh terhadap
return saham.
Suherli (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh debt to equity
ratio dan tingkat risiko (beta) tehadap return saham pada industri food and
baverage di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2004. Penelitian ini menggunakan
metode regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel debt to
equity ratio berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham.
Sedangkan variabel tingkat risiko (beta) berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap return saham.
Astuti (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh EVA, MVA dan
kinerja keuangan (current ratio, return on investment, debt to equity ratio, price
yang listed di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2003. Teknik analisis yang
digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel current ratio, price to book value dan total asset turnover mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan return on
investment dan debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh terhadap return
saham.
Rachmatika (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh beta saham,
growth opportunities, return on asset dan debt to equity ratio terhadap return
saham pada perusahaan yang tercatat pada LQ-45 periode 2001-2004. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa debt to equity ratio dan return on asset mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel beta
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham dan variabel growth
opportunities tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham
Ulupui (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh rasio likuiditas,
leverage, aktivitas dan probabilitas terhadap return saham. Obyek penelitian ini
adalah perusahaan makanan dan minuman dengan kategori industri barang
konsumsi di BEJ periode 1999-2005. Penelitian ini menggunakan metode regresi
berganda. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel current ratio dan return
on asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan
variabel debt to equity ratio berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
return saham dan variabel total asset turnover berpengaruh negatif dan tidak
Wijaya (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh rasio modal
saham terhadap return saham pada perusahaan telekomunikasi go public di
Indonesia periode 2007.Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel return on equity, price earning
ratio dan equity per share berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
return saham. Sedangkan price to book value berpengaruh negatif dan signifikan
tehadap return saham
Prihantini (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh inflasi, nilai
tukar, return on asset, debt to equity ratio dan current ratio terhadap return saham
pada industri real estate and property yang listed di Bursa Efek Indonesia periode
2003-2006. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda yang
menunjukkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar dan debt to equity ratio
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan return on
asset dan current ratio berpengaruh positif dansignifikan terhadap return saham.
Maslutfiyah (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh rasio modal
saham tehadap return saham pada perusahaan rokok yang go public di Bursa Efek
Indonesia periode 2004-2008. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear
berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial variabel price earning
ratio dan price to book value berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
return saham. Sedangkan variabel equity per share berpengaruh negatif dan
Tabel 2.2
Variabel current ratio,
debt to equity ratio, 4 2006 Dian Rachmatika Analisis Pengaruh
Beta Saham,
debt to equity ratio
masing-masing
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham sedangkan growth opportunities tidak berpengaruh terhadap
return saham 2 2006 I.G.K.A Ulupui Analisis Pengaruh
Rasio Likuiditas,
dan return on asset
masing-masing
berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
sedangkan debt to equity ratio dan total asset turnover tidak berpengaruh
signifikan terhadap
5 2006 Subekti Puji Astuti Analisis Pengaruh
Variabel current ratio, price to book value
dan total asset
turnover mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
return saham.
Sedangkan return on investment dan debt to
Variabel return on equity, price earning ratio, equity per share
dan price to book value masing-masing berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return
saham. 7 2009 Ratna Prihantini Analisis Pengaruh
Inflasi, Nilai terhadap return saham
8 2010 Maslutfiyah Analisis Rasio
Modal Saham variabel equity per share berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return
2.3 Kerangka Konseptual
1. Pengaruh Beta terhadap Return saham
Beta merupakan risiko sistematis yang mengukur volatilitas return suatu
sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar (Jogiyanto, 2000). Semakin
besar fluktuasi return saham terhadap return pasar maka semakin besar pula beta
saham tersebut dan sebaliknya.
Investor dalam melakukan keputusan investasinya selalu mencari
portofolio yang memberikan expected return terbesar dengan tingkat risiko
tertentu atau expected return tertentu dengan risiko terkecil. Hal ini dikarenakan
suatu investasi yang mempunyai risiko menunjukkan bahwa investasi tersebut
tidak akan memberikan keuntungan yang pasti. Sehingga dalam pengambilan
keputusan investasi, investor memerlukan ukuran risiko sistematis yang akurat
sebagai dasar untuk memperkirakan besarnya risiko maupun return investasi.
Sehingga dengan melihat perilaku koefisien beta dari waktu ke waktu, investor
dapat memperkirakan besarnya risiko sistematis pada masa yang akan datang.
Risiko sistematis tidak dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio
dalam suatu investasi. Oleh karena itu, bagi seorang investor risiko tersebut
menjadi lebih relevan untuk dipertimbangkan dalam memilih kombinasi saham
dalam portofolio yang dibentuknya. Sehingga untuk menentukan tingkat
keuntungan yang diharapkan (expected return) terhadap suatu saham, maka harus
dikaitkan dengan risiko sistematis (yang tidak terhindarkan) dari saham yang
bersangkutan. Hubungan antara risiko sistematis dengan tingkat keuntungan dapat
Gambar 2.3
Hubungan Risiko dan Return
Expected Return Saham
Garis pasar modal
Garis risk free
Risiko Sistematis
Sumber : Tandelilin (2001)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa keuntungan yang diharapkan lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat keuntungan bebas risiko (risk free rate).Garis
pasar modal menunjukkan bahwa semakin besar risiko sistematis, akan semakin
tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) oleh investor.
Kemiringan garis pasar modal menunjukkan seberapa jauh seorang investor
menunjukkan sifat tidak menyukai risiko (risk averse). Semakin curam
kemiringan garis pasar modalnya, berarti bahwa seorang investor semakin tidak
menyukai risiko. Dari uraian diatas jelas bahwa terdapat hubungan positif antara
risiko sistematis (beta) dengan tingat keuntungan yang diharapkan.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Michell Suherli
(2005) yang menyimpulkan bahwa variabel beta memiliki pengaruh yang positif
terhadap return saham. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan
Hipotesis 1: Beta memiliki pengaruh terhadap Return saham indeks Kompas 100
2. Pengaruh Current Ratio terhadap Return saham
Current Ratio menunjukkan seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia
untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Current ratio
yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar
hutang yang akan menyebabkan penurunan harga pasar dari harga saham yang
bersangkutan. Namun, current ratio yang terlalu tinggi juga belum tentu baik,
karena pada kondisi tertentu hal tersebut dapat menunjukkan banyak dana
perusahaan yang menganggur sehingga perusahaan tidak sepenuhnya
menggunakan kemampuan yang ada untuk menghasilkan laba, tingkat persediaan
yang melebihi kebutuhan dan adanya piutang tak tertagih yang tentunya tidak
dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang. Disisi lain, aktiva lancar
yang tinggi merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam
sewaktu-waktu sehingga mengurangi risiko kegagalan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan dengan posisi tersebut
seringkali tidak terganggu likuiditasnya, sehingga investor lebih menyukai untuk
membeli saham-saham perusahaan dengan nilai aktiva lancar yang tinggi
dibandingkan perusahaan yang memiliki nilai aktiva lancar yang rendah (Ang,
1997) yang akan meningkatkan return saham.
Hal didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Subekti Puji Astuti
(2006), Ulupui (2006) dan Ratna Prihantini (2009) yang menyimpulkan bahwa
return saham. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan suatu
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2: Current Ratio memiliki pengaruh terhadap Return saham indeks Kompas 100
3. Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Return Saham
Debt to Equity Ratio merupakan rasio solvabilitas yang digunakan untuk
mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan hutang.
Rasio ini diukur dengan membandingkan antara seluruh hutang dengan seluruh
ekuitas. Jika biaya hutang lebih kecil daripada dana ekuitas dengan menambahkan
hutang ke dalam neracanya, maka secara umum perusahaan dapat meningkatkan
profitabilitas, yang kemudian menaikkan harga sahamnya. Sehingga
meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham dan membangun potensi
pertumbuhan yang lebih besar. Sebaliknya, biaya hutang lebih besar daripada
dana ekuitas dengan menambahkan hutang ke dalam neracanya akan menurunkan
profitabilitas perusahaan (Walsh, 2004).
Semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan komposisi total hutang
(jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal
sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar
(kreditur). Hal ini menunjukkan bahwa sumber permodalan perusahaan sangat
bergantung terhadap pihak eksternal yang berdampak pada berkurangnya minat
investor untuk menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan.
Penurunan minat investor tersebut mengakibatkan penurunan harga saham
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratna Prihantini
(2009) bahwa debt to equity ratio memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap return saham. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan
suatu hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 3: Debt to equity ratio memiliki pengaruh terhadap return saham indeks Kompas 100
4. Pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return saham
Total asset turnover adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah
penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva (Kasmir, 2008). Total asset
turnover digunakan untuk mengukur seberapa efisiennya seluruh aktiva
perusahaan dimanfaatkan dalam menunjang penjualan (Ang, 1997). Nilai total
asset turnover yang tinggi menunjukkan semakin efisien suatu perusahaan dalam
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya dan menunjukkan semakin tingginya
penjualan yang dihasilkan. Ketika penjualan pada posisi tinggi maka perusahaan
akan memperoleh laba yang tinggi pula. Sehingga menarik minat investor untuk
menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Peningkatan minat
investor tersebut mengakibatkan peningkatan harga saham perusahaan, sehingga
return saham perusahaan juga meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Subekti Puji Astuti (2006) juga
menyimpulkan bahwa total asset turnover memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhdap return saham. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat
Hipotesis 4: Total Assets Turnover memiliki pengaruh terhadap Return saham indeks Kompas 100
5. Pengaruh Equity Per Share terhadap Return saham
Equity per share merupakan perbandingan antara total ekuitas (modal
disetor, cadangan modal, laba ditahan dan aktiva tetap) dengan jumlah saham
yang beredar. Equity per share menunjukkan aktiva bersih yang dimiliki
pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham dan menyatakan besarnya
nilai riil suatu saham. Nilai equity per share yang tinggi menunjukkan
meningkatnya kinerja perusahaan yang dapat menghasilkan laba yang relatif
tinggi. Sehingga meningkatkan minat investor untuk menanamkan dananya ke
perusahaan tersebut. Hal ini mengakibatkan meningkatnya harga saham, sehingga
return saham perusahaan juga meningkat.
Selain itu, nilai equity per share yang tinggi menunjukkan bahwa investor
bersedia membayar harga saham yang lebih tinggi dengan jaminan keamanan atau
nilai klaim atas aktiva bersih perusahaannya semakin tinggi. Sedangkan nilai
equity per share yang rendah menunjukkan perusahaan memiliki tingkat
pengembalian atas ekuitas yang relatif rendah dan juga menunjukkan rendahnya
pertumbuhan saham.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2008) menyimpulkan bahwa
equity per share memiliki pengaruh yang positif terhadap return saham.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan suatu hipotesis sebagai
Hipotesis 5: Equity per share memiliki pengaruh terhadap return saham indeks Kompas 100
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu maka dapat digambarkan
kerangka konseptual dalam bentuk diagram skematis di bawah ini:
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tinjauan pustaka dan
kerangka konseptual maka hipotesis dapat dikembangkan dalam penelitian ini
untuk digunakan dalam menguji variabel-variabel independent yang berpengaruh
terhadap variabel dependent seperti berikut:
1. H1: Beta memiliki pengaruh terhadap return saham.
2. H2: Curent Ratio memiliki pengaruh terhadap return saham. Beta
Return
Saham
Current AssetsDebt to Equity Ratio
Total Asset Turnover
3. H3: Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh terhadap return saham.
4. H4: Total Assets Turnover memiliki pengaruh terhadap return saham.