TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren
Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Isoptera
Famili : Rhinotermitidae Genus : Coptotermes
Spesies : Coptotermes curvinagthus Holmgren
Telur yang akan menetas menjadi nimfa mengalami perubahan 5-8 instar. Jumlah telur rayap bervariasi,tergantung kepada jenis dan umur. Saat pertama bertelur betina
mengeluarkan 4-15 butir telur. Telur rayap berbentuk silindris,dengan bagian ujung yang membulat yang berwarna putih. Panjang telur bervariasi antara 1-1,5 mm. Telur
Coptotermes curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari. (Tarumingkeng, 2001)
Nimfa yang menetas dari telur pertama dari seluruh koloni yang baru akan
berkembang menjadi kasta pekerja. Kasta pekerja jumlahnya jauh lebih besar dari seluruh
kasta yang terdapat dalam koloni rayap. Waktu keseluruhan yang dibutuhkan dari keadaan
telur sampai dapat bekerja secara efektif sebagai kasta pekerja pada umumnya adalah 6-7
bulan. Umur kasta pekerja dapat mencapai 19-24 bulan. Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai kemudian berkembang menjadi kasta pekerja,
prajurit dan calon laron (Nandika dkk, 2003 )
Kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk
kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandible
2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen
ditutupi dengan yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk, 2003).
Coptotermes curvignathus adalah serangga sosial yang hidup dalam koloni.
Dalam satu koloni rayap Coptotermes curvignathus dapat dijumpai kasta reproduktif, kasta pekerja dan kasta prajurit ( Nandika, dkk 2003 ).
Kasta Rayap
Masyarakat rayap terdiri atas kelompok yang disebut kasta. Masing – masing kasta mempunyai tugas spesifik yang dilakukan dengan tekun selama hidup mereka,
demi untuk kepentingan kesehjateraan, keamanan dan kelansungan hidup seluruh masyarakatnya (Hasan, 1986).
1. Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif bersayap (laron) berwarna coklat kehitam-hitaman, panjang tubuhnya 7,5 – 8 mm dan rentang sayapnya 15 –16 mm. Kasta reproduktif suplementer
(tak bersayap) mempunyai ukuran tubuh yang hampir sama dengan kasta reproduktif primer bersayap. Sayapnya tidak berkembang,hanya berupa tonjolan sayap saja.Kasta Reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu rayap betina (yang abdomennya
biasanya sangat membesar) yang tugasnya hanya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya
membuahi betina.(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
Betina dapat menghasikan ribuan telur; dan sperma dapat disimpan oleh betina
dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama
baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten.(Direktorat Jenderal Perkebunan,
2009).
Gambar 3 : Rayap Kasta Reproduktif
2. Kasta prajurit
Kasta prajurit berwarna putih, kepalanya besar berwarna coklat. Panjang tubuhnya 5,0 -5,3 mm, lebar kepalanya 1,4 – 1,5 dan panjang mandibelnya ± 0,9 mm. Pada bagian
dorsal kepalanya terdapat kelenjar frontal untuk mengeluarkan cairan berwarna putih pada waktu koloninya mendapat gangguan musuhnya ( Nandika, dkk 2003 ).
Gambar. 4 : Rayap Kasta Prajurit
Kasta prajurit memiliki bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi)
kulitnya agar mampu melawan musuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui suara tertentu
mengatasinya. Prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang
berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya. Mandibel bertipe gunting yang bentuknya juga bermacam-macam (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
3. Kasta Pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80%
populasi dalam koloni merupakan individu – individu pekerja. Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandible yang
relative kecil. Kasta pekerja memiliki warna tubuh warna putih, panjang tubuhnya 4,5 – 5,0 mm dan lebar kepalanya 1,4 – 1,5 mm (Borror dkk, 1992).
Gambar 5 : Rayap Kasta Pekerja
Perilaku Rayap
Pola perilaku adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka
hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan atau humus (Tarumingkeng, 2004).
mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini
diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga tangga sehingga protozoa simbiont yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan
diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu (Tarumingkeng, 2004).
Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang khas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan menafsirkan setiap rangsangan
bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri (Tarumingkeng, 2004).
Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi ( karena sakit,
sudah tua tau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi
energi, dan berperan dalam pengaturan homoestatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap (Tarumingkeng, 2004).
Rayap Sebagai Hama
Di Asia Tenggara spesies rayap memilki kemampuan untuk merusak hasil dari pada tanaman pertanian maupun hutan, C. curvignathus yang memilki kemampuan
disekitar dasar pohon yang diserang dan liang-liang dangan lubang tertentu ke dalam
jaringan yang hidup dan akhirnya membunuh pohon ( Tarumingkeng, 2001 ).
C. curvignathus hidup di hutan Sumatera dan Malaysia khususnya di daratan rendah dan daerah regional dengan curah hujan yang merata. Sarang bisa ditemukan di
batang-batang yang telah mati baik di bawah ataupun di atas tanah dan biasanya membuat terowongan 6 mm - 90 mm panjangnya dan kedalamannya 30-60 cm. Ketika
hutan tertentu ditentukan untuk diolah dan dibersihkan dari kayu-kayu hutan maka tanaman
karet yang masih muda akan sangat gampang untuk diserang ( Kalshoven, 1981).
Pengendalian Rayap
Selama ini pengendalian rayap bangunan dilakukan dengan menggunakan pestisida
kimia, seperti insektisida organoklorin dan metil bromida. Penggunaan bahan ini sangat berpotensi membahayakan kesehatan manusia, polusi lingkungan, berdampak pada
organisme non target ataupun perkembangan resistensi hama (Nuraeni, dkk, 2009 ). Selama ini pengendalian rayap pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu dengan lebih mengutamakan
insektisida, bahkan sering dilakukan aplikasi terjadwal tanpa didahului dengan monitoring populasi rayap. Cara ini tidak efisien karena seluruh areal tanaman
diaplikasi dengan insektisida. Disamping memboroskan uang, juga akan menimbulkan dampak buruk berupa pencemaran lingkungan (Bakti, 2004).
Termitisida Nabati
Insektisida botani diperoleh dari tumbuhan atau produk tumbuhan. Insektisida botani telah digunakan lebih dahulu dari pada insektisida lain sesudah belerang.
dari bunga Chrysanthemum sp, azadirachtin yang diekstrak dari biji pohon mimba
(Azadirachta indica), nikotin yang dieksrak dari daun tembakau dan rotenon yang diekstrak dari akar tanaman tuba (Derris sp dan Lonchocarpus sp). ( Adharini 2012 )
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencari
sarana pengendalian alternatif yang dapat mengendalikan hama secara efektif tetapi ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang punya prospek baik untuk mengendalikan
rayap tanah yang menyerang kayu putih adalah dengan insektisida nabati. Insektisida nabati adalah insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman. Tanaman sereh wangi Cymbopogon nardus) merupakan salah satu jenis tumbuhan penghasil insektisida
nabati yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan populasi hama. ( Hardi dan Kurniawan, 2007 )
Akar Tuba
Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth. Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di
ladang-ladang yang sudah ditinggalkan. Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda), tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa). Tumbuhan tuba
memiliki tinggi 5-10 meter, ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah hijau keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang,
Gambar 6 : Tanaman Tuba
Dari penelitian sebelumnya penggunaan ekstrak tuba dengan konsentrasi 4%
sangat efektif karena mampu mengendalikan rayap tanah lebih dari 50 % karena memiliki daya racun dan toksitas yang cukup tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai insektisida botani ( Charli, 2004 ).
Tuba memiliki kandungan zat yang beracun yang terdapat di dalam akar tuba. Zat beracun terpenting yang terkandung pada akar tuba adalah rotenon (C
23H22O6) yang
secara kimiawi digolongkan ke dalam kelompok flavonoid. Zat-zat beracun yang terkandung lainnya adalah deguelin, tefrosin dan toksikarol, tetapi daya racunnya tidak
sekuat rotenon. Rotenon adalah racun kuat bagi serangga dan ikan, akar tuba digunakan untuk menangkap ikan sedangkan akar yang telah dikeringkan digunakan sebagai
insektisida. Dengan rotenon 15 kali lebih 9 toksik dibandingkan nikotin dan 25 kali lebih toksik dibanding Potassium ferrosianida. Namun demikian rotenon sedikit atau tidak ada efeknya terhadap manusia atau hewan bedarah panas ( Adriani 2008 ).
Senyawa bio-aktif rotenone (C23H22O6) paling banyak terdapat pada akar tuba (Derris elliptica). Rotenone diklasifikasikan oleh World Health Organization sebagai
dan di tanah,dalam waktu 2-3 hari dengan paparan sinar matahari seluruh racun
rotenone akan hilang ( Arsin, dkk 2012).
Bahan aktif rotenon mempunyai beberapa sifat yaitu, bekerja sebagai racun perut dan racun kontak yang selektif, residu tidak peresisten dan pada LD50 oral 132-15000
mg/kg pada tikus. Rotenon berwujud kristal berwarna putih sampai kuning ( Aziz ,dkk 2004).
Daun Serai Wangi
Tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L) termasuk family Geraminae (rumput-rumputan), serumpun mempunyai jumlah anakan sampai 60 batang, dengan
perakaran serabut yang mampu memegang tanah. Ditambah lagi dengan daun yang rimbun, maka tanaman serai cocok untuk digunakan sebagai tanaman pencegah erosi.
Minyak serai wangi dapat dimanfaatkan sebagai obat pada aromaterapi, karena minyak ini berkhasiat sebagai anti radang, pereda nyeri dan memperkuat pencernaan. Kandungan utama minyak serai wangi adalah geraniol dan sitronella, sitral, sitronela,
mirsena, nerol, farnesol, metil heptenon dan dipentena, yang berperan sebagai antijamur, antibakteri, antiseptik dan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati
( Ahmadi, 2012 ).
Senyawa geraniol dan sitronellal dilaporkandapat berfungsi sebagai fungisida nabati. Eugenol yang terkandung dalam serai wangi mempunyai pengaruh dalam
menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur pathogen. Senyawa saponin memiliki sifat antimikroba karena kemampuannya berinteraksi dengan sterol pada
.
Gambar 7. Daun Sereh Wangi.
Tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) merupakan salah satu jenis tumbuhan
penghasil insektisida nabati yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan populasi
hama. Bagian daun serai wangi banyak mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa
sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metal heptenon, dan diptena. Bahan aktif
yang mengandung zat beracun adalah geraniol. Geraniol dan citronella yang pada konsentrasi tinggi memiliki keistimewaan sebagai anti feedant, sehingga rayap tidak bergairah memakan tanaman, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat sebagai racun
perut yang bias mengakibatkan rayap mati, Dari penelitian terdahulu penggunaan ekstrak serai wangi dengan konsentrasi sebesar 2% memberikan dampak yang sangat