• Tidak ada hasil yang ditemukan

25167579 Arbitrase Sebagai ian Sengketa Dalam Penanaman Modal Asing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "25167579 Arbitrase Sebagai ian Sengketa Dalam Penanaman Modal Asing"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN.

Sebagaimana diketahui bahwa secara umum ada tiga tahapan atau tingkatan

pembangunan yang dialami oleh suatu negara mulai dari negara berkembang sampai menjadi negara maju, yaitu tahap pertama unifikasi (unification) dengan titik berat bagaimana

mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional, tahap kedua industrialisasi (industrialization) dengan fokus perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik, dan tahap ketiga negara kesejahteraan (social welfare) dimana tugas negara terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan kesalahan pada tahap sebelumnya, dengan fokus utama kesejahteraan rakyat.

Negara-negara maju telah berhasil melalui ketiga tahapan atau tingkatan

pembangunan tersebut satu demi satu dengan baik dan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan negara-negara yang sedang berkembang ingin mencapai ketiga tahapan atau tingkatan pembangunan tersebut secara sekaligus dan bersamaan.

Untuk itu pembangunan yang baik dalam suatu negara adalah pembangunan yang dilakukan secara komprehensif. Artinya, pembangunan selain mengejar pertumbuhan

ekonomi semata, juga harus memperhatikan pelaksanaan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia warga negaranya yang telah diatur dalam konstitusi negara yang bersangkutan, baik hak-hak sipil, maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembaharuan hukum terlebih lagi adanya globalisasi ekonomi diikuti globalisasi hukum, sehingga materi muatan berbagai Undang-undang dan perjanjian-perjanjian sebagai sumber hukum positif harus mengadopsi kaedah-kaedah dan diharmonisasikan dengan ketentuan-ketentuan internasional yang bersifat lintas dan melewati batas-batas negara, yang dilakukan melalui ratifikasi perjanjian-perjanian dan konvensi-konvensi serta kovenan-kovenan internasional, maupun hubungan-hubungan dan perjanjian privat serta institusi-institusi ekonomibaru.

(2)

dapat bekerja menjalankan praktek hukum secara profesional di negara lain yang mempunyai sistem hukum yang berbeda.

Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas di seluruh negara di dunia pada umumnya, khususnya negara berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal asing pada khususnya telah menjadi perhatian bukan hanya di kalangan pemerintah saja, tetapi juga di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena pembicaraan berkenaan dengan penanaman modal asing tidak bisa dilepaskan dari peranannya dalam pembangunan ekonomi.

Perkembangan perekonomian suatu negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing atau foreign direct investment sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran roda perekonomian di Indonesia.

Posisi Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengejar ketinggalan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi, serta menciptakan masyaratkat yang demokratis. Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia juga mengharapkan manfaat lainnya, seperti alih teknologi (transfer of technology) dan penciptaan lapangan kerja. Kegiatan penanaman modal asing tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari berkembangnya kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan.

Perkembangan penanaman modal di Indonesia khususnya penanaman modal asing dapat dilihat sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Akan tetapi Indonesia baru mempromosikan dan membuka diri terhadap arus penanaman modal asing secara signifikan mulai tahun 1967 Masalah penanaman modal asing bukan hal yang baru, tapi sudah ada sejak jaman penjajahan. Pada jaman penjajahan, karena kegiatan perdagangan cukup maju maka, masalah penanaman modal ini dirasa belum diperlukan. Hal ini dikarenakan pemerintah penjajah telah mengatur sturktur kegiatan perdagangan sehingga kegiatan penanaman modal dikuasai oleh mereka.

(3)

Indonesia di bidang keuangan dan ekonomi. Perubahan tersebut dituangkan dalam bentuk ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (untuk selanjutnya akan disebut TAP MPRS) No. XXIII/1966/MPRS. Dalam TAP MPRS tersebut khususnya Bab VIII mengatur mengenai hubungan ekonomi yang menentukan bahwa karena kebutuhan perkembangan nasional maka penanaman modal asing perlu diikutsertakan.

Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu bentuk transaksi bisnis, yang keberlangsungan dapat dikategorikan sebagai suatu transaksi bisnis internasional

(international business transactions) atau hukum perdagangan internasional (international trade law) yang dilangsungkan oleh dan antar warga negara atau badan usaha (business organization) lintas batas negara (cross border), misalnya antara pelaku usaha Indonesia baik badan hukum Indonesia ataupun perorangan warga negara Indonesia dengan pelaku usaha asing baik badan hukum hukum asing ataupun perorangan warga negara asing.

Dalam transaksi bisnis bisnis pada umumnya, ditinjau dari segi hukum kontrak, juga mengikuti tiga tahap yaitu tahap persiapan (preparation phase), tahap pelaksanaan

(performance phase), dan tahap penegakan hukum konrak (enforcement phase), dimana dalam setiap tahapan kontrak tersebut senantiasa diiringi oleh tiga aspek yaitu budaya (cultural), hukum (legal) dan praktis (practical).

Demikian juga kegiatan penanaman modal asing yang diawali dengan perjanjian joint venture (Joint Venture Agreement) sampai dengan realisasi kegiatan usaha dan produksi, dan pendirian perusahaan joint venture tiga tahapan kontrak dan tiga aspek dalam transaksi bisnis tersebut, secara mutatis mutandis, berlaku efektif dengan penyesuaian-peyesuaian seperlunya sesuai dengan bidang usaha dilakukannya penanaman modal oleh investor yang

bersangkutan.

Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam suatu perjanjian joint venture adalah tahap penegakan hukum kontrak (enforcement phase) bilamana timbul dan terjadi sengketa sehubungan dan berkaitan dengan pelaksanaan dan realisasi dari perjanjian joint venture tersebut, yakni hukum yang berlaku (applicable law/governing law) dan penyelesaian sengketa (settlement of disputes).

(4)

dan realisasi dari perjanjian joint venture dan perusahaan joint venture tersebut, maka acuan pertama adalah hukum yang berlaku (applicable law/governing law) dan penyelesaian sengketa (settlement of disputes) yang telah disepakati dipilih oleh para pihak dalam joint venture agreement baik menyangkut pilihan hukum (choice of law) maupun pilihan forum (choice of forum) yakni hukum mana dan lembaga mana yang akan dipilih dan disepakati para pihak sebelumnya dalam joint venture agreement dimaksud tersebut, yang berwenang dan digunakan dalam menilai dan menyelesaikan sengketa yang timbul berkenaan dengan penanaman modal tersebut, baik sengketa antara investor asing dengan partner lokal maupun antara investor asing dengan pemerintah lokal (local government, host country).

Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indoneisa terdapat kecenderungan bahwa pilihan forum penyelesaian sengketa yang disepakati dipilih sebagai forum penyelesaian sengketa adalah arbitrase, bahkan negara-negara masyarakat hukum internasional telah membentuk arbitrase khusus mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal, denga adanya konvensi MIGA maupun ICSID demikian juga terdapat pengakuan dan penerimaan putusan badan/dewan arbitrase internasional yang dapat di eksekusi di negara lain sesama peserta ratifikasi yang bersangkutan, misalnya konvensi New York 1958.

(5)

B. POKOK PERMASALAHAN.

Bertolak dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti dan diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini adalah bagaimanakah penyelesaian sengketa dalam penanaman modal asing pada umumnya, sengketa antara investor asing dengan partner lokal?.

Kajian penulisan makalah ini akan terfokus dan difokuskan pada pembahasan penyelesaian sengketa dalam penanaman modal asing pada umumnya, khususnya arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa penanaman modal. Oleh karenanya, dalam penulisan ini tidak termasuk di dalamnya segi analisa ekonomi, maupun statistik dari penanaman modal langsung (foreign direct investment, FDI) di Indonesia, maupun statistik sengketa yang berkaitan dengan investor asing berlawanan dengan partner lokal maupun dengan pemerintah Republik Indonesia serta lembaga dan pola arbitrase sebagai penyelesaian sengketa yang bersangkutan.

(6)

C. PEMBAHASAN.

1. Pengertian, Maksud dan Tujuan Penanaman Modal Asing

Ada 2 (dua) sifat khas penanaman modal asing, menurut Robert Gilpin, yaitu:

a. perusahaan multi/trans nasional (PMN/PTN) melakukan penanaman modal langsung di negara- negara asing (foreign direct investment, “FDI”), melalui pendirian anak atau cabang perusahaan atau pengambilalihan sebuah perusahaan asing, dengan sasaran

melakukan pengawasan manajemen terhadap suatu unit produksi di suatu negara asing, yang berbeda dengan penanaman modal fortofolio pembelian saham dalam suatu perusahaan. b. suatu PMN ditandai dengan adanya perusahaan induk dan sekelompok anak perusahaan atau cabang perusahaan di berbagai negara dengan satu penampung bersama sumber-sumber manajemen, keuangan dan teknik dengan integrasi vertikal dan sentralisai pengambilan keputusan.

Dengan demikian esensi suatu PMN/PTN adalah sebagai berikut:

1. perusahaan yang beroperasi di beberapa negara, oleh karenanya lintas batas negara; 2. mempunyai perusahaan indul di nagara asal sebagai pusat organisasinya

3. berupa gabungan perusahaan nasional di suatu negara atau antar negara. 4. sistem manajemen terpusat dan beroierntasi pada perusahaan induk.

Ditinjau dari negara yang terkait dalam PMN, maka ada 2 (dua) negara yang terkait yaitu negara asal investasi (home state) dengan negara tuan rumah (host state) atau negara yang merupakan pusat PMN (home country) dengan negara lain yang merupakan tempat perusahaan tersebut melakukan operasi atau kegiatanya (host country).

(7)

1. Kelompok Yang setuju PMN:

(1) business school of how to approach (dengan tokoh: Robin dan Stobough).

(2) aliran ekonomi Tradisional (economic traditionalism): menekankan pada dukungan modal dan teknis dari peranan PMN (dengan tokoh: Vernon dan Kindleberger).

(3) aliran ekonomi Neo-tradisional (Neo economic traditionalism): mendorong pemamfaatan modal PMN dalam dunia usaha internasional secara terbatas (dengan tokoh: Vernon dan Kindleberger).

2. Kelompok Yang setuju PMN dengan syarat atau menolak:

(1) aliran nasionalis (Nationalism dan populism): dampak negatif PMN tak perlu timbul, asal pengendalian pengelolaan PMN dilakukan secara ketat oleh negara penerima modal (dengan tokoh: Streeten dan Lall).

(2) aliran ketergantungan (dependency): dilema antara mamfaat PMN dan sikap ketidaktergantungan pada PMN (dengan tokoh: Sunkle dan Hymer).

(3) aliran Marksis (Marxists): mutlak menentang PMN (dengan tokoh: Magdaft, Sweenny, Frank dan Weiskopf).

Dan kemudian saat ini, setidaknya ada dua perspektif baru yang muncul, yaitu sebagai berikut:

(1) perspektif lingkungan (environmental perspective) Pada masa kini, suatu dimensi yang lebih jauh telah muncul dalam perdebatan tentang PMN, yang mengkonsentrasikan diri pada dampak lingkungan. PMN dikritik karena kurang memperhatikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, serta strategi mereka yang merelokasi pabriknya ke negara tuan rumah yang lebih longgar pengawasan lingkungannya. Peranan PMN dalam mengendalikan polusi dan limbah menjadi isu utama. Hal tersebut menjadi pemicu bagi tumbuhnya

kelompok-kelompok yang peduli lingkungan khususnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh PMN. Bagaimanapun, hal ini berpotensi bagi pengembangan suatu kerangka kerja yang baru bagi pengawasan aktivitas bisnis. Dan ini mungkin menjadi ideologi penting yang

mempengaruhi kebijakan dimasa datang (dengan tokoh: Leslie Sklair).

(2) konsumerisme global (global consumerism): berusaha mengidentifikasi dampak sosial dan budaya yang muncul atas ekspansi global PMN, yang menjadi suatu kebudayaan baru yang didasarkan pada barang dan jasa yang ditawarkan oleh PMN, yang cenderung

(8)

peranan media transnasional dan perusahaan periklanan sebagai pencipta image yang mendorong pembentukan selera pasar (dengan tokoh: Leslie Sklair).

Pengertian penanaman modal asing menurut Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1967 adalah :

“Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanam modal tersebut.”

Dalam rangka menarik penanaman modal asing ke Indonesia pada umumnya menyangkut tiga hal yaitu adanya peluang di bidang ekonomi, kepastian hukum, dan stabilitas politik.

Adapun syarat-syarat untuk menarik modal asing adalah: a. Syarat keuntungan ekonomi (economic opportunity)

Yaitu adanya kesempatan ekonomi bagi investor, seperti dekat dengan sumber daya alam, tersedianya bahan baku, tersedianya lokasi untuk mendirikan pabrik, tersedianya tenaga kerja dan pasar yang prospektif.

b. Syarat Kepastian Hukum (legal certainity)

Pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan keamanan. Penerapan peraturan dan kebijakan, terutama konsistensi penegakan hukum dan keamanan serta memperbaiki sistem peradilan dan hukum merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam rangka menarik investor.

c. Syarat stabilitas politik (political stability)

Penanaman modal asing pada suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor stabilitas politik (political stability). Konflik yang terjadi di antara elit politik atau dalam masyaratkat akan berpengaruh terhadap iklim penanaman modal. Selain itu, belum mantapnya kondisi sosial politik mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap arus penanaman modal.

Masalah penanaman modal di Indonesia saat ini menghadapi masalah yang sangat kompleks diantaranya permasalahan buruh, ketidakpastian hukum, keamanan dan

(9)

pembangunan ekonomi, kemampuan sumber-sumber dalam negeri belum memadai, oleh karena itu perlu dimanfaatkan sumber-sumber lain berupa bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.

Penananman modal memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan haya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas, karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.

Hal ini mengingat karena terbatasnya modal, skill dan teknologi yang dimiliki negara kita, serta banyaknya negara yang memerlukan kehadiran investor asing untuk menanamkan modal di negaranya. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan penerimaan pajak, hasil ekspor migas dan non migas, tabungan dalam negeri dan bantuan luar negeri. Apabila hanya mengandalkan sumber-sumber tersebut maka angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan meningkat, untuk itulah diperlukan adanya penanaman modal asing. Indonesia

memerlukan modal asing karena: a. Untuk menyediakan lapangan kerja;

b. Melaksanakan substitusi import untuk meningkatkan devisa; c. Mendorong ekspor untuk mendapatkan devisa;

d. Membangun daerah-daerah tertinggal dan sarana prasarana; e. Untuk industrialisasi atau alih teknologi.

Penanaman modal asing diharapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, telekomunikasi, perhubungan udara, air minum, listrik, air bersih, jalan, rel kereta api. Penanaman modal asing diperlukan untuk mengembangkan teknologi dan peningkatan ilmu pengetahuan, oleh karena itu diperlukan dana yang cukup besar.

Investor asing datang ke Indonesia karena memperoleh berbagai keuntungan, yaitu:

(10)

Indonesia mempunyai jumlah buruh yang melimpah dengan upah yang relatif murah. b. Dekat dengan sumber bahan mentah;

Indonesia memiliki bahan mentah yang belum di eksploitasi. c. Menemukan pasar baru;

Indonesia merupakan pasar yang sangat efektif untuk memasarkan hasil produksi dari negara-negara maju dan ini akan membawa keuntungan tersendiri bagi negara-negara asal investor asing. d. Royalti dari alih teknologi;

Negara asal investor akan mendapatkan keuntungan dari proses alih teknologi melalui penjualan hak merek, paten, rahasia dagang, desain industri. Dari alih teknologi inilah investor akan memperoleh kompensasi.

e. Menjual bahan baku untuk dijadikan barang jadi;

Negara berkembang belum memiliki bahan baku yang memadai. f. Insentif lain;

Misalnya tax holiday untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di Indonesia. g. Status khusus negara-negara tertentu dalam perdagangan Internasional.

Perekonomian Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan perbaikan yang

menggembirakan, meskipun demikian Indonesia tetap menjadi pilihan investor karena adanya pasar yang prospektif .

Adapun faktor-faktor yang menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia adalah:

a. Adanya peraturan dan kebijaksanaan yang mendukung investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

b. Tenaga kerja yang besar dengan upah yang relatif rendah.

c. Pasar produksi yang luas karena jumlah penduduk Indonesia yang besar. d. Sumber-sumber kekayaan alam yang tersedia.

e. Stabilitas politik Indonesia yang mantap.

Selain faktor-faktor tersebut diatas, ada beberapa faktor yang secara umum mendorong investor asing menanamkan modalnya di Indonesia yaitu:

a. Alasan politik, dimana pelaksanaan penanaman modal asing bukan hanya dilatarbelakangi oleh pertimbangan ekonomi “murni” belaka.

(11)

c. Negara-negara industri sedang menghadapi bahaya kelebihan produksi yang menyebabkan kesempatan untuk menanamkan modalnya di dalam negeri menjadi lebih kecil.

Dewasa ini hampir di semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, sepert stabilitas ekonomi, politik negara, penegakan hukum.

Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 salah satu kebijakan ekonomi tersebut adalah :

“mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.”

Kebijakan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang tersebut diberi prioritas dan

fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia.

Upaya pemerintah untuk mencari modal asing agar mau kembali menanamkan modalnya di Indoensia sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ditambah lagi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, penanaman modal di Indonesia semakin menurun. Jangan menarik investor, menjaga investor yang sudah ada saja belum maksimal, misalnya dengan tutupnya perusahaan asing seperti PT. Sony Electornics Indonesia pada 27 Nopember 2002. Terlebih lagi pada tahun 2003 yang lalu, hal ini

(12)

Untuk bisa memenuhi harapan tersebut, pemerintah, aparat hukum dan komponen masyarakat dituntut untuk segara menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia menciptakan suatu iklim penanaman modal yang dapat menarik modal asing masuk ke Indonesia. Usaha-usaha tersebut antara lain adalah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor.

Usaha pemerintah untuk selalu memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan

penanaman modal asing antara lain dilakukan dengan memperbaiki peraturan dan pemberian paket yang menarik bagi investor asing. Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang

pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan swadaya masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menibulkan ketergantungan pada pihak asing yang akan menimbulkan dampak buruk bagi negara ini dikemudian hari.

2. Perkembangan Penanaman Modal Asing Di Indonesia Ditinjau Dari Segi Hukum.

Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undang-undang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan kembali tetapi ditolak oleh pemerintah.

Secara resmi undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU Nomor 78 Tahun 1958, akan tetapi karena pelaksanaan Undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78 Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun 1960 .

(13)

maka UU Nomor 15 Tahun1960 ini dicabut dengan UU Nomor 16 Tahun 1965 . Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun 1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman modal asing.

Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undang-undang penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 1967, yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 .

Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 1986 yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 .

Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran terhadap syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam keputusan sebelumnya.Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaiman ternyata dalam Surat Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989

Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur.

Perkembangan terakhir dalam bidang penanaman modal ini adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 24 Tahun 1994 . PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang sebelumnya tertutup

sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967.

(14)

bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan perkembangan.

Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 . Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000 . Keppres Nomor 96 Tahun 2000 ini terakhir diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 .

Upaya pemerintah untuk menarik investor, agar menanamkan modalnya di Indonesia, bahkan melipatgandakan tingkat penanaman modal dari tahun ke tahun salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan memberi kelonggaran dan kemudahan bagi para investor.

Peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal asing selama kurun waktu terakhir ini belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Hal ini disebabkan munculnya peraturan yang cenderung memberatkan para investor. Ketidakpastian hukum dan politik dalam negeri merupakan bagian dari masalah-masalah yang menyebabkan ikilm penanaman modal tidak kondusif. Iklim yang kondusif tentu akan sangat mempengaruhi tingkat penanaman modal di Indonesia.

Selain itu juga ketentuan hukum dan peraturan mengenai penanaman modal asing yang harus tetap disesuaikan dengan perkembangan di era globalisasi dan tidak adanya perlakuan diskriminasi dari negara penerima terhadap modal asing (equal treatment). Sehingga partisipasi masyarakat dan aparatur hukum sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.

3. Analisis Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing

Sengketa-sengketa di bidang penanaman modal asing yang melibatkan Indonesia salah satu pihak, antara lain adalah mengenai:

a. Breach of contract (pelanggaran perjanjian).

(15)

wanprestasi. Pelanggaran Perjanjian dalam bidang penanaman modal asing, misalnya adalah pemutusan perjanjian secara sepihak.

b. Nationalization atau Expropriation (nasionalisasi atau pengambilalihan).

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1967 pemerintah tidak akan melakukan tindakan

nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang mengurangi hak menguasai dan atau mengurus perusahaan perusahaan yang bersangkutan, kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan negara menghendaki tindakan demikian. Akan tetapi pada kenyataannya pemerintah

melakukan tindakan pencabutan izin pembangunan Hotel Kartika Plaza dengan alasan melakukan tindakan nasionalisasi.

Selain sengketa tersebut di atas ada beberapa jenis sengketa lainnya yang termasuk dan merupakan sengketa dalam bidang penanaman modal asing, yaitu:

1. Curency transfer yaitu resiko kerugian sebagai akaibat pembatasan terhadap konversi mata uang oleh negara penerima modal;

2. Expropriation and similar measure yaitu resiko kerugian sebagai akibat adanya tindakan-tindakan legislatif dan administratif atau karena terjadinya pengambilalihan hak milik investor;

3. Breach of contract yaitu resiko kerugian karena penolakan atau pelanggaran hukum oleh negara penerima;

4. War and civil disturbance yaitu resiko kerugian sebagai akibat terjadinya konflik senjata atau gangguan-gangguan lainnya oleh kaum sipil.

Keempat jenis sengketa tersebut di atas mendapat jaminan dari Convention

Establising the Multilateral Investment Guarantee Agency. Dalam Konvensi MIGA sengketa secara umum dibagi menjadi dua yaitu sengketa komersial dan sengketa non kemersial. Sengketa yang bersifat komersial pada umumnya telah dicover oleh perusahaan-perusahaan asuransi. Sedangkan yang mendapat jaminan dari Konvensi MIGA ini adalah sengketa yang bersifat non komersial.

Ditinjau dari subjek yang bersengketa, maka sengketa dalam penanaman modal dapat dibedakan atas 2 (dua) bagian, yaitu:

(16)

b. Sengketa antara investor asing dengan Pemerintah Republik Indonesia.

Setiap sengketa hukum yang terjadi dalam bidang penanaman modal asing pada dasarnya dapat diselesaikan oleh lembaga-lembaga penyelesaian sengketa, misalnya peradilan nasional atau lembaga arbitrase. Dunia perekonomian yang berkembang secara universal dan global mulai mengenal bentuk-bentuk lembaga penyelesaian sengketa yang memberikan rasa aman dan keadilan bagi para pihak yang bersengketa. Salah satu cara penyelesaian sengketa yang cukup populer dan diminati saat ini adalah Arbitrase dengan segala jenisnya baik arbitrase institusional maupun Arbitrase ad hoc.

Secara khusus ada satu lembaga Arbitrase Internasional yang hanya menyelesaikan sengketa penanaman modal asing, yaitu ICSID. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa sengketa yang terjadi dapat dibawa kepada lembaga-lembaga penyelesaian sengketa yang ada, sesuai dengan klausula yang ada, sesuai dengan klausula Arbitrase yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Setiap hubungan perjanjian Internasional baik di bidang perdagangan dan penanaman modal asing atau joint vanture pihak asing selalu menuntut adanya klausula Arbitrase yang bercorak Internasional. Misalnya dalam hubungan perjanjian penanaman modal kedua belah pihak sepakat untuk membuat klausula Arbitrase yang tunduk pada ICSID. Dengan demikian kedua belah pihak menginginkan agar penyelesaian yang timbul dalam perjanjian penanaman modal melalui ICSID.

Selain ICSID, ada beberapa lembaga Arbitrase Internasional yang menangani sengketa penanaman modal asing, yaitu:

1. Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce (untuk selanjutnya akan disebut ICC).

ICC merupakan suatu lembaga Arbitrase Internasional yang tertua. Badan ini didirikan di Paris pada tahun 1919. ICC pada dasarnya adalah badan arbitrase yang menyelesaikan sengketa dalam bidang perdagangan pada umumnya antara para pihak yang berlainan kewarganegaraan.

(17)

dari dominasi ICC. Organisasi ini pada tahun 1978 melebarkan sayab dengan mendirikan kantor di kawasan Asia, dengan memilih tempat kedudukan di Kuala Lumpur. Pada

pertemuan yang ke-40 yang diadakan di New Delhi, AALCC diganti menjadi Asian-African Legal Consultative Organization (untuk selanjutnya akan disebut ALLCO). Secara tegas ALLCO menyatakan tunduk dalam ketentuan yang dibuat oleh United Nations Commision On International Trade Law (untuk selanjutnya akan disebut UNCITRAL) yaitu UNCITRAL Arbitration Rules (untuk selanjutnya disebut UAR). Tujuan dibentuknya UAR adalah untuk mengglobalisasikan serta menginternasionalisasikan nilai-nilai dan tata cara Arbitrase dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam hubungan perdagangan. Perjanjian arbitrase menurut UNCITRAL ini harus dilakukan dalam bentuktertulis (agreed in writing), yang menyatakan bahwa para pihak menundukkan diri kepada ketentuan arbitrase yang diatur dalam UAR.

Selain lembaga-lembaga Arbitrase yang bersifat Internasional tersebut, masih banyak lembaga-lembaga Arbitrase yang bersifat nasional yang dimiliki oleh beberapa negara, misalnya:

1. Nederlands Arbitrage Institute merupakan pusat Arbitrase nasional di Belanda; 2. The Japan Commercial Association merupakan pusat Arbitrase nasional di Jepang; 3. The American Commercial Association merupakan pusat Arbitrase nasional di Amerika Serikat. Didirikan oleh Kamar Dagang Amerika pada tahun 1926;

4. The London Court of International Commercial Arbitration yang didirikan pada tahun 1892;

5. Australian Centre for International Commerce Arbitration (ACICA) merupakan lembaga arbitrase di Australia.

6. Thai Arbitration Board.

7. Hongkong International Arbitration Centre, didirikan pada tahun 1985;

8. Singapore International Arbitration Centre (SIAC), yang didirikan pada tahun 1991; 9. China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC); 10. Korean Commercial Arbitration Board (KCAB);

11. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) merupakan Arbitrase Nasional di Indonesia yang didirikan oleh kamar dagang dan industri Indonesia pada tanggal 3 Desember 1977.

(18)

negara. Begitu juga halnya dengan Indonesia yang telah mempunyai Lembaga Arbitrase Nasional sejak tahun 1977 yang kemudian dilengkapi dengan diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 1999 .

Seperti telah dikemukakan bahwa perjanjian penanaman modal asing di Indonesia dibuat berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata yang disebut juga sebagai asas kebebasan berkontrak . Kebebasan yang dimaksud dalam hal ini adalah kebebasan untuk menentukan pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of jurisdiction). Selain itu juga untuk menentukan pilihan domisili (choice of domisili).

Pilihan hukum atau istilahnya partij autonomie adalah suatu keadaan dimana para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan, mereka dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Pilihan hukum adalah hukum yang dipilih para pihak dalam kaitan timbulnya sengketa sebagai akibat pelaksanaan hubungan

hukumnya.

Ada empat macam pilihan hukum yang dikenal dalam Hukum Perdata Internasional, yaitu: 1. Secara Tegas (uitdrukkelijk met zovele woorden);

2. Secara diam-diam (stilzwijgend); 3. Secara dianggap (vermoedelijk);

4. Secara Hipotesis (hypothetische partijwil).

Penentuan suatu klausula pilihan hukum dalam suatu perjanjian mempunyai arti penting karena:

1. Sebagai sarana untuk menghindari ketentuan hukum memaksa yang tidak efisien; 2. Untuk meningkatkan persaingan yurisdiksi;

3. Memecahkan masalah peraturan berbagai negara.

Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian harus memperhatikan batas-batas sebagai berikut :

(19)

Tujuan diadakannya pilihan hukum, adalah untuk:

1. Membebaskan pengadilan atau Dewan Arbitrase dari beban menemukan solusi mengatasi conlict of law;

2. Adanya pilihan hukum juga akan memberikan kepastian, manfaat, efisiensi, penghematan waktu dan memuaskan para pihak yang menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul dalam penafsiran dan pelaksanaan perjanjian sengketa.

Ada beberapa alasan yang menjadi dasar dilakukannya pilihan hukum, pertama karena bersifat falsafah, kedua bersifat praktis, dan ketiga karena bersifat kebutuhan dalam melakukan transaksi internasional. Pilihan hukum yang akan dilakukan oleh para pihak sangat dihormati, karena alasan:

1. Sebagai kebebasan akhir individu adalah dasar murni dari hukum; 2. Memberikan kepastian hukum;

3. Memberikan efisiensi, manfaat dan keuntungan; 4. Memberikan insentif kepada negara.

Masalah pilihan hukum ini juga ditegaskan kembali dalam Konvensi Washington Pasal 42 ayat 1 dengan menyatakan bahwa para pihak memberikan kebebasan untuk menentukan hukum yang akan diterapkan, baik hukum nasional maupun hukum Internasional.

Apabila dalam perjanjian tidak mencantumkan pilihan hukum, maka pengadilan atau lembaga arbitrase harus mempertimbangkan faktor-faktor untuk menentukan negara mana yang paling signifikan (the country most significantly connected), yaitu:

1. Lex loci contractus; 2. Lex loci solutionis;

3. The proper law of the contract; 4. The most characteristic connection.

(20)

Menurut Yansen Darmanto Latip pilihan yurisdiksi (forum) adalah mengenai badan mana yang berwenang memeriksa atau mengadili perselisihan yang terjadi.

Pilihan yurisdiksi (forum) di suatu negara tidak berarti hukum yang berlaku adalah hukum dari yurisdiksi (forum) yang dipilih tersebut atau sebaliknya, dimana pilihan hukum suatu negara tidak berarti pengadilan negara tersebut yang mempunyai kompetensi

memeriksa dan mengadili perselisihan.

Pilihan forum ini dituangkan dalam bentuk klausula arbitrase dalam perjanjian penanaman modal asing. Klausula arbitrase ini merupakan perjanjian tambahan yang disebut dengan perjanjian accesoir.

Adanya klausula tambahan ini tidak menghalangi pemenuhan pelaksanaan perjanjian pokok, karenanya batal atau cacatnya perjanjian ini tidak menyebabkan batal atau cacatnya perjanjian pokok.

Perbedaannya perjanjian pokok dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian tambahan, sedangkan tanpa adanya perjanjian pokok para pihak tidak mungkin mengadakan perjanjian arbitrase. Hal ini berlaku sebelum diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 1999. Setelah diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu perjanjian arbitrase tidak akan menjadi batal karena disebabkan berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok, oleh karena itu perjanjian arbitrase ini dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok.

Pada saat ini hampir semua transaksi dan perjanjian joint vanture (penanaman modal) selalu memasukkan klausula arbitrase. Akan tetapi tetap harus diingat bahwa kalusula

arbitrase tersebut dilakukan harus berdasarkan kesepakatan bersama (mutual consent) dan memenuhi ketentuan Pasal 1320 BW. Selain itu juga harus dibuat secara tertulis. Ada dua bentuk klausula arbitrase, yaitu:

1. Pactum De Compromittendo;

Sebelum berlakunya UU Nomor 30 Tahun 1999, bentuk klausula ini diatur dalam Pasal 615 ayat (3) RV dan Pasal II Konvensi New York 1958. klausula ini dibuat oleh para pihak sebelum terjadinya sengketa. Dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 dibentuk klausula ini diatur dalam Pasal 7, yang berbunyi sebagai berikut:

(21)

Klausula Pactum De Compromittendo dapat dibuat dengan dua cara , yaitu:

a. Dengan mencantumkan klausula arbitrase yang bersangkutan dalam perjanjian pokok; b. Klausula Pactum De Compromittendo dibuat terpisah dalam akta tersebut.

2. Akta Kompromis

Bentuk klausula ini diatur dalam Pasal 618 RV dan Pasal II ayat (1) Konvensi New York 1958. klausula ini dibuat setelah timbulnya sengketa antara para pihak. Dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 bentuk klausula ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) yang berbunyi:

“ (1) Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.

(2) Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. (3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat:

a. masalah yang dipersengketakan;

b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;

c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase; d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; e. nama lengkap sekretaris;

f. jangka waktu penyelesaian sengketa; g. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan

h. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

(4) Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) batal demi hukum.

Perbedaan bentuk klausula Pactum De Compromittendo dengan akta Kompromis hanya terletak pada saat pembuatan perjanjian. Pactum De Compromittendo dibuat sebelum perselisihan terjadi sedangkan akta Kompromis dibuat setelah terjadi sengketa.

Dalam praktek, ada beberapa bentuk standar klausula arbitrase yang dapat dipergunakan, misalnya:

1. Standar klausula Arbitrase ICSID

(22)

Disputes between States and Nationals of other States”. 2. Standar klausula Arbitrase UNCITRAL

“Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules at the present in force”.

3. Standar Klausula Arbitrase ICC

“Any Disputes in Conection with the present contract shall be finally settled under the rules of Consiliation and Arbitration or the International Chamber of Commerce by one more Arbitrators appointed in accordance with the said Rules.”

4. Standar Klausula BANI

“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dalam tingkat pertama dan terakhir menurut peraturan prosedur BANI oleh Arbitrase yang ditunjuk menurut peraturan tersebut.”

5. Arbitration Clause ICSID di Indonesia

Klausula ini dirumuskan oleh BKPM dan saran dari Team Teknis Penanaman Modal. “Bilamana dikemudian hari timbul perselisihan dan persengketaan antara perusahaan (yang menanam modal) dan pemerintah, maka permasalahan ini akan diajukan kepada ICSID di dalam badan mana Pemerintah Republik Indonesia dan .... (negara investor) menjadi anggotanya. Segala keputusan yang diambil centre tersebut di atas akan mengikat pihak-pihak yang berselisihan dan bersengketa.”

Klausula Arbitrase penting dicantumkan dalam penanaman modal asing, untuk memudahkan dalam menentukan forum mana yang akan dipergunakan jika suatu hari timbul sengketa, apakah forum pengadilan atau lembaga Arbitrase. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 dan 9 UU Nomor 30 Tahun 1999 klausula Arbitrase harus dibuat secara tertulis dan

ditandatangani oleh para pihak serta dibuat dalam bentuk akta notaris.

(23)

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah hukum acaranya (rules procedure), mulai dari pendaftaran dan pengajuan, pemeriksaan sampai dengan keluarnya putusan.

Hambatan para investor untuk melakuan investasi pada suatu negara sangat

dipengaruhi budaya hukum. Faktor yang paling mendasar yang menyebabkan keraguan para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia adalah faktor kepercayaan terhadap kekuatan hukum dan buruknya pengelolaan perusahaan (corporate governance).

Masalah yang paling serius dikeluhkan para investor adalah masalah penegakan hukum. Para investor sangat membutuhkan adanya kepastian hukum yang diwujudkan melalui kepatuhan terhadap kontrak atau kerjasama yang telah dibuat serta adanya kepastian tentang mekanisme penyelesaian jika terjadi sengketa. Peranan hukum dalam mendorong penanaman modal asing sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum.

Ketidakpastian hukum dapat tercermin juga dari adanya inkonsistensi pemerintah Republik Indonesia maupun pengadilan Indonesia, terhadap penerimaan dan pengakuan putusan dari badan/dewan atau lembaga arbitrase internasional. Inkonsistebsi tersebut terlihat dari sikap Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menerima dan mengabulkan pembatalan putusan arbitrase internasional, dengan alasan bertentangan dengan kepentingan dan

(24)

D. PENUTUP.

Dari keseluruhan uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama arbitrase dapat merupakan sengketa yang efektif dalam penyelesaian sengketa penanaman modal, baik sengketa antra investor asing dengan partner lokal, maupun antara investor asing dengan pemerintah tuan rumah (host country).

Kedua Masalah inkonsisensi Indonesia terhadap pelaksanaan putusan arbitrase internasional khususnya atas dasar dan alasan bahwa putusan arbitrase internsional dimaksud tersebut bertentangan dengan Ketertiban Umum haruslah dicermati, karena dapat

Referensi

Dokumen terkait

INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 4 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS SURABAYA 68.

Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan seksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan

(1) Setelah Wajib Bayar yang diperiksa memberikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimak.sud dalam Pasal 16 ayat (1) atau tidak menyampaikan tanggapan atas

Di Indonesia, penelitian terdahulu mengenai keamanan kerja pernah dilakukan oleh Sakina (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Sikap pada Iklim Organisasi

belajar siswa dengan motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi yang lebih baik. daripada siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah; (3) Pada tiap-tiap

Proses ini akan mendeteksi sawah dengan warna padi yang menguning kemudian langkah selanjutnya thresholding dan filtering yang kemudian citra hasil akan dihitung

Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 9 Maret 2020 secara terprogram dalam bentuk penyuluhan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berusia lanjut yang berada di

Sedangkan kecamatan dengan kondisi kepadatan mangrove sangat padat (>1500 pohon/ha) yang terluas terdapat di Kecamatan Bangkalan, dengan luas mencapai 104,6 ha..