• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANCAMAN MAUT DI GUNUNGAN EMAS HITAM Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANCAMAN MAUT DI GUNUNGAN EMAS HITAM Oleh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANCAMAN MAUT DI GUNUNGAN “EMAS HITAM” Oleh Helti Marini Sipayung

Sekelompok perempuan bercaping tampak berdiri di atas gunungan batu bara. Sesekali mereka mengambil sesuatu dari tumpukan “emas hitam” itu.

Panas terik matahari tak mereka hiraukan. Caping di kepala, muka dibungkus masker dan syal, para perempuan itu tengah bekerja memilah dan memisahkan batu dari tumpukan batu bara.

Pekerja menyebut aktivitas mereka dengan “parting”, yakni membersihkan batu bara dari batu sungai. Tak hanya batu sungai, “kotoran” lain yang dipungut adalah bongkahan tanah dan jenis batu lapis.

“Semua pekerja sudah terlatih membedakan batu sungai, bongkahan tanah atau batu lapis,” kata Miswati, seorang “parting” saat ditemui di area penumpukan batu bara (stockpile) Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu, awal pekan ini.

Menurut Miswati, perbedaan mencolok antara batu bara dengan batu sungai adalah warna dan beratnya. Batu bara terlihat hitam mengkilat, sedangkan batu sungai cenderung hitam legam karena terbungkus butiran halus batu bara. Bobot batu bara lebih ringan dibanding batu sungai.

Pembersihan batu sungai dari tumpukan batu bara dilakukan dengan cara menyerak batu bara di lapangan menggunakan ekskavator. Setelah batu diserak, pekerja akan menyisir dengan alat garpu taman di tangan untuk mencari dan memungut batu.

(2)

orang perempuan lainnya di “stockpile” batu bara Pulau Baai, Kota Bengkulu.

Dengan upah Rp45 ribu per hari, mereka bekerja tak kenal lelah. Ketiadaan pilihan lapangan pekerjaan serta kondisi suami yang sakit-sakitan membuat Miswati bertahan menjadi “parting”.

“Masih ada tiga anak yang harus saya biayai sekolah, sedangkan Bapak sakit-sakitan sudah tujuh tahun ini,” kata ibu enam anak itu.

Miswati sudah menekumi pekerjaan itu selama tujuh tahun. Hampir delapan jam per hari ia bekerja di bawa terik matahari di antara tumpukan batu bara.

Dengan masker kain menutup hidung, ditambah syal atau serbet sebagai penutup muka, Miswati dan puluhan perempuan lainnya bekerja di bawah ancaman risiko kematian.

Risiko Kematian

Bagaimana risiko kematian mengintai Miswati? Pakar kesehatan telah lama mengidenfikasi penyakit Pneumoconiosis yaitu penyakit paru-paru yang disebabkan debu batu bara.

Dokter ahli paru-paru di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu, Mirna Sp.P mengatakan debu batu bara yang terhirup dan masuk ke paru-paru menjadi penyebab utama penyakit pneumoconiosis.

“Pekerja pertambangan, apalagi langsung bersentuhan dengan debu batu bara akan rawan sekali terkena pneumoconiosis,” kata Mirna.

Apalagi pekerja tidak dilengkapi alat pengamanan diri yang standar maka potensi menghirup debu akan semakin tinggi.

(3)

keseluruhan belum dapat mendeteksi penyakit ini.

“Biasanya kalau ada gejala itu saya rujuk ke rumah sakit di Jakarta, misalnya RS Persahabatan,” kata Mirna. Mirna mengatakan tidak ada angka pasti penderita pneumoconiosis di Provinsi Bengkulu, namun menurutnya, potensi warga terkena penyakit ini cukup tinggi sebab jumlah pekerja di sektor pertambangan di daerah ini cukup banyak.

Sementara berdasarkan data “International Labor Organization” (ILO) pada 2013, sebanyak 30 hingga 50 persen pekerja di negara berkembang menderita pneumoconiosis. Indonesia merupakan negara berkembang yang salah satu penopang ekonominya adalah sektor industri yaitu industri pertambangan.

Istilah pneumoconiosis berasal dari bahasa Yunani yaitu pneumo yang berarti paru dan konos yang artinya debu. Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-19 untuk menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan debu mineral.

Berdasarkan berat penyakit pneumoconiosis penambang batu bara dibagi dua yaitu simpleks dan kompleks. Pneumoconiosis simpleks biasanya tanpa gejala di mana pemeriksaan spirometri tidak menunjukkan kelainan fungsi paru yang berarti.

Tindakan pencegahan sangat diperlukan pada fase ini untuk mencegah progresifitas menjadi kompleks. Pneumoconiosis kompleks biasanya disertai gejala berupa batuk berdahak yang cenderung menetap.

Bahkan batuk dapat disertai dengan dahak berwarna kehitaman yang biasanya diakibatkan oleh komplikasi infeksi pada penderitaa.

(4)

komplikasi lanjutan dan pemeriksaan spirometri ditemukan penurunan nilai fungsi paru-paru yang berarti.

Timbulnya reaksi debu terhadap jaringan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada beberapa penelitian didapatkan sekitar 15-20 tahun. Berdasarkan penyebabnya, pneumoconiosis dibagi menjadi tiga kelompok yakni debu organik, anorganik (silika, asbes, dan timah) dan pekerjaan penambangan batu bara atau “coal worker’s pneumoconiosis” atau lebih dikenal dengan paru-paru hitam.

Miswati pun seolah memahami efek pekerjaan terhadap kesehatannya sehingga ia menyiapkan asupan segelas susu yang diminum setiap hari setelah bekerja. Ia mengaku belum mengalami gejala-gejala gangguan pada paru-paru namun setiap pulang kerja merasa sesak akibat udara yang dihirup terbatas selama bekerja di “stockpile”.

“Belum ada pilihan pekerjaan lain. Saya juga cemas dengan kesehatan di masa datang,” katanya.

***4***

Data nasional prevalens untuk pneumokoniosis atau PPB di

Indonesia masih belum ada. Penelitian tentang pneumokoniosis di Indonesia masih berskala kecil. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Razi dkk pada salah satu industri di Indonesia periode 1992 -2002 didapatkan insidens PPB sekitar 3.6%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan negara lainnya. Penurunan jumlah kasus baru pneumokoniosis menggambarkan kontrol perusahaan terhadap lingkungan semakin membaik.

Faktor faktor yang dapat meningkatkan resiko PPB antara lain;

• Tipe debu; debu yang mengandung silika dapat memperberat terjadinya PPB, usia batubara juga menentukan resiko terjadinya PPB

• Usia pekerja saat paparan debu pertama kali

(5)

• Merokok

• Ukuran debu

• Jenis pekerjaan, pekerja yang bertugas sebagai pemotong batu bara secara langsung memiliki resiko yang lebih tinggi

dibandingkan pekerja lainnya.

Berdasarkan berat penyakit pneumokoniosis penambang batubara (PPB) dibagi dua yaitu simpleks dan kompleks. Pneumokoniosis penambang batubara simpleks biasanya tanpa gejala. Pemeriksaan spirometri tidak menunjukkan kelainan fungsi paru yang berarti. Tindakan pencegahan sangat diperlukan pada fase ini untuk mencegah progresifitas pneumokoniosis. Pneumokoniosis

penambang batubara simpleks dapat berkembang menjadi kompleks dalam waktu 1 tahun. Pneumokoniosis penambang batubara

kompleks biasanya disertai dengan gejala. Gejala yang timbul dapat berupa gejala respirasi seperti batuk berdahak yang cenderung menetap. Batuk pada PPB kompleks yang progresif dapat disertai dengan dahak berwarna kehitaman. Hal ini biasanya diakibatkan oleh komplikasi infeksi yang terjadi pada penderita. Gejala pernapasan lainnya seperti sesak napas terutama saat melakukan aktifitas dan nyeri dada. Gejala non respirasi yang mungkin terjadi adalah terdapat bengkak di kaki dan tungkai yang merupakan komplikasi lanjut. Pada pemeriksaan spirometri ditemukan penurunan nilai fungsi paru yang berarti. Tindakan preventif pada saat ini adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah. Untuk menegakkan diagnosis dari penyakit ini diperlukan anamnesis yang cermat terhadap;

• Keluhan yang dirasakan oleh penderita.

• Riwayat pekerjaan seperti lama bekerja, penempatan tugas, dan lingkungan.

• Kebiasaan penderita seperti menggunakan alat pelindung diri (APD) dan kebiasaan merokok.

(6)

mengukur kapasitas dan volume paru pada penderita PPB. Penilaian fungsi paru pada PPB simpel sering tidak menunjukkan kelainan fungsi paru sedangkan pada penderita PPB kompleks terdapat kelainan fungsi paru yang berarti. Pemeriksaan analisis debu penyebab penting dilakukan untuk membedakan pneumokoniosia penambang batubara dengan pneumokoniosis lainnya. Bahan

pemeriksaan dapat diambil dengan menggunakan bronkoskopi fiber dan melakukan teknik broncho alveolar lavage (BAL). Dibuat sediaan dari spesimen yang didapat dari BAL tersebut dan memeriksakannya dibawah mikroskop. Selain pengambilan spesiman dengan

menggunakan teknik BAL, dapat juga dilakukan biopsi jarum atau biopsi terbuka

Hingga saat ini tidak terdapat pengobatan yang mampu mengembalikan fungsi paru kembali normal atau menghambat progresivitas PPB. Pengobatan yang diberikan pada penderita PPB berdasarkan gejala yang didapatkan pada penderita. Pengobatan yang dilakukan seperti pemberian oksigen dengan menggunakan nonrebreather mask (NRM) , obat batuk dan pelega napas untuk meringankan keluhan penderita saja. Oleh karena itu pencegahan untuk terjadinya pneumokoniosis memiliki peran yang sangat penting. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pneumokoniosis penambang batubara seperti dilakukan pemeriksan radiologi atau medical check up berkala. Pemeriksan medical check up ini dapat dilakukan dengan rentang waktu 5 tahun sekali. Pekerja yang berhasiil di jaring dalam medical check up dapat dilakukan penyesuaian tempat bekerja. Regulasi dalam pekerjaan dan melakukan kontrol terhadap kadar debu di lingkungan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Melakukan kontrol terhadap kebiasaan pekerja juga dapat dilakukan. Seperti pekerja tambang yang memiliki kebiasaan merokok dapat dikonsultasikan pada klinik berhenti merokok. Penggunaan alat pelindung diri seperti masker diwajibkan untuk dipakai selama bekerja terutama pekerja yang berada dilingkungan yang berisiko. Tindakan pencegahan lainya adalah melakukan pemberian vaksinasi kepada para pekerja untuk mencegah terjadinya infeksi.

(7)

Pada debu batubara sering terdapat pula debu silika sehingga risiko terjadinya pneumokoniosis menjadi lebih besar. Fibrosis pada antrakosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun berhenti progresivitasnya meskipun paparan debunya sudah dihilangkan sehingga sering berujung pada kematian akibat kegagalan fungsi paru (Susanto, 2011).

Pemeriksaan untuk diagnosis antrakosis umumnya mahal dan rumit sehingga jarang industri yang memfasilitasi pemeriksaan tersebut untuk pekerjanya yang terpapar batubara. Hal itu membuat jumlah kasus antrakosis di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Terdapat tiga cara diagnosis, yaitu pemeriksaan faal paru, analisis debu penyebab, dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan faal paru merupakan cara diagnosis yang paling sering dilakukan dibandingkan yang lainnya karena lebih murah dan mudah (Susanto, 2011).

Analisis debu penyebab dilakukan untuk melihat debu mineral atau produk

metabolismenya yang terdapat dalam makrofag. Pemeriksaan radiologi dengan foto toraks dan CT scan untuk melihat gambaran fibrosis yang terjadi dan ada tidaknya opasitas halus pada zona paru atas yang merupakan ciri dari antrakosis. Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri. Spirometri dapat menunjukkan

kapasitas volume paru seseorang sehingga dapat mendeteksi obstruksi, restriksi, maupun campuran keduanya. Antrakosis berhubungan dengan kelainan restriksi karena terjadi fibrosis pada paru. Namun, pemeriksaan dengan

spirometri ini tidak dapat memberikan kepastian bahwa gangguan faal paru yang terjadi merupakan akibat dari paparan debu batubara atau bukan (Susanto, 2011).

Data tentang prevalensi antrakosis bervariasi di tiap negara di dunia. Hasil penelitian di Amerika menunjukkan adanya peningkatan prevalensi kematian akibat antrakosis pada pekerja tambang batubara, yaitu 471 kasus pada tahun 2008 menjadi 486 kasus pada tahun 2010 (CDC, 2014). Usia pekerja yang terkena antrakosis berat relatif masih muda, yaitu dibawah 50 tahun (NIOSH, 2011). Di China, kasus antrakosis sebesar 48% dari total kasus pneumokoniosis (Liu dkk, 2009). Di Australia, terdapat lebih dari 1000 kasus pneumokoniosis dimana 6%- nya merupakan pneumokoniosis batubara (Smith dan Leggat, 2006).

(8)

Mengingat bahwa gangguan faal paru akibat inhalasi debu batubara bersifat irreversible dan dapat berujung fatal, maka mencegah terjadinya paparan terhadap debu batubara merupakan hal terpenting. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan penyemprotan air di area penyimpanan batubara, pengaturan ventilasi yang bagus, serta regulasi

penggunaan alat pelindung pernapasan. Selain itu juga harus ada program surveilens kesehatan melalui pemeriksaan faal paru pekerja yang berfungsi untuk diagnosis dini sebagai langkah pencegahan selanjutnya. Diagnosis dini bermanfaat agar gangguan faal paru yang terdeteksi segera mendapatkan perawatan untuk mencegah atau memperlambat progesivitas fibrosis parunya. (Fiswick, 2008).

Telah lama diketahui bahwa pekerja yang bekerja di area berdebu seperti pengolahan batubara lebih mungkin megalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja di area lain (Jones dkk, 2002).

Menurut Suma’mur (2011), gejala pada gangguan faal paru atau pneumokoniosis antara lain batuk kering, sesak napas, banyak dahak, dan kelelahan umum dimana gejala tersebut mirip dengan ISPA.

Selama ini belum ada data mengenai pemeriksaan kesehatan khusus terhadap faaal paru pekerja bagian boiler PT X. Berdasarkan Permenaker Trans No. Per.02/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja, terdapat kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan khusus yang dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan kesehatan khusus tersebut dapat dilakukan pada tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatannya.

(9)

081219640085

Sejumlah warga Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu dan anggota berbagai komunitas mengikuti pelatihan jurnalistik yang digelar Yayasan Kanopi Bengkulu. Pelatihan digelar di Kantor Yayasan Kanopi pada Selasa (12/9).

Yayasan Kanopi Bengkulu mengadakan pelatihan jurnalistik bagi masyarakat Kelurahan Teluk Sepang dan anggota sejumlah komunitas di Bengkulu.

Kegiatan diselenggarakan di Kantor Yayasan Kanopi pada Selasa (12/9), bertujuan melatih warga memahami teknik penulisan berita.

Referensi

Dokumen terkait

Kata samâ' (langit) pada ayat tersebut dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang ada di atas dan menaungi. Maka, segala sesuatu yang ada di sekitar benda-benda langit

Panitia Pengadaan Barang / Jasa Lainnya Selaku Kelompok Kerja Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah Pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah akan

Menurut Qodri Azizy, selama ini telah terjadi anggapan negatif terhadap pelaksanaan pendidikan agama (Islam) di lembaga pendidikan. Anggapan yang kurang menyenangkan itu

1 Tahun 1974, bahwa seorang Suami yang akan beristeri lebih dari seorang harus mendapatkan izin dari Pengadilan, Kemudian pengadilan dapat memberi izin kepada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel

klien dan memberitahukan hasil tindakan atau kegiatan yang dilakukan (mengajar menghardik), yang kemudian perawat memberikan pujian ketika klien mampu bekerjasama selama

Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan

Penerapan pengembangan kelompok tani Asgita untuk adopsi penerapan inovasi teknologi Strawberry Asgita Red Ripe di desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung