Proposal Penelitian
JEJARING SOSIAL KAUM WARIA DALAM CYBER SOCIETY
(Studi Kasus Pada Waria Yogyakarta Dalam Menggunakan Facebook Sebagai Media Pencari Partner Seksual)
Disusun Oleh :
Avina Citra D. D0310013
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Beberapa tahun belakangan ini, teknologi berkembang semakin pesat di kehidupan masyarakat masa kini. Masyarakat di berbagai daerah, baik perkotaan
maupun pedesaan sudah dapat menikmati dampak dari kemajuan teknologi tersebut, karena teknologi telah mempermudah kehidupan masyarakat pada era globalisasi ini. Bahkan dengan adanya internet, dunia maya, maupun cyber space, jelas telah mengubah pola kehidupan masyarakat. Hampir sebagian besar sisi kehidupan manusia telah tersentuh oleh teknologi yang satu ini, mulai dari urusan
pribadi, urusan bisnis, sampai hal-hal yang sangat pribadi. Seluruh aktivitas tersebut memang tidak membutuhkan kontak fisik secara langsung dan tampaknya dilakukan hanya melalui perangkat komputer. Menurut Bangkit Wicaksono dalam
tulisannya, interaksi yang terjadi antar individu yaitu antar sesama pengguna ruang publik yang mana interaksi tersebut telah menciptakan satu lingkungan
masyarakat, maka itulah yang dinamakan dengan cyber society (Wicaksono, 2011).
Perkembangan teknologi internet dengan jejaring sosialnya telah
fisik dari anggota masyarakatnya. Suatu ruang yang tidak lagi mempersoalkan sekat-sekat antar bangsa, yang menjadikanya sebagai desa global (Laksono,
2012:2). Berbagai proses sosial terjadi seperti bercinta, menyapa, bergaul, berbisnis, dan belajar. Perkembangan cyber society ini menjadi simbol kemajuan peradaban manusia. Dengan teknologi ini, segala aktivitas manusia dimudahkan. Masyarakat dapat dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai daerah, bahkan berbagai negara dan penyebaran informasi dapat dilakukan dengan
cepat ke berbagai penjuru dunia. Beberapa media sosial yang sangat fenomenal di dunia adalah friendster, facebook, twitter, dan lain sebagainya. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari adanya cyber society, misalnya saja manfaat paling utama adalah mempermudah antar individu dalam berkomunikasi. Dengan menggunakan komputer yang tersambung dengan koneksi internet, individu dapat
berkomunikasi secara langsung dengan individu yang di inginkannya, baik itu yang berlokasi dekat atau pun yang jauh. Dengan memanfaatkan situs-situs media
sosial yang saat ini banyak menyebar di masyarakat seperti: GoogleTalk, AIM, Yahoo, Multiply, Live Missager, mIRC, Bbm, My Space, Friendster, Path, Whatsapp, Facebook, dan twitter sangatlah membantu dalam melakukan interaksi antar individu dalam dunia maya. Selain itu, memudahkan dalam memperoleh informasi yang diinginkan. Dengan menggunakan internet individu dapat mencari
informasi yang diinginkannya dengan mudah. Selain itu, cyber society juga mempermudah dalam bertransaksi dan dapat dimanfaatkan sebagai lahan bisnis. Saat ini juga banyak tersedia fasilitas-fasilitas umum yang menggunakan sistem
pembayarannya. Sehingga dengan memanfaatkan internet masyarakat mempunyai kesempatan yang besar dalam bidang kewirausahaan.
Dari data yang di peroleh dari CheckFacebook diketahui audiens
Facebook di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 31,7 juta, tepatnya 31.784.080. Dengan populasi online 100 persen, Indonesia menguasai 5,56 persen dari total pengguna Facebook di dunia. Berdasarkan gender, pengguna lelaki lebih mendominasi di Indonesia, yakni sekitar 18,7 juta (59,1 persen), dibandingkan
dengan wanita jumlahnya diestimasi sekitar 12,9 juta (40,9 persen).Sedangkan, berdasarkan usia, 18-24 tahun merupakan rentang usia terbesar, yakni 13,1 juta
pengguna (41,5 persen). Disusul rentang usia remaja 14-17 tahun sebesar 8 juta pengguna (25,4 persen), lalu rentang usia 25-34 tahun sebesar 6,8 juta pengguna (21,6 persen). Sisanya, tidak lebih dari 20 persen. Untuk rentang usia 35-44 tahun,
penggunanya sekitar 2 jutapengguna (6,2 persen). Sementara rentang usia 44-54 tahun, adasekitar 525 ribu pengguna (1,7 persen), setara dengan rentang usia 55
tahun ke atas, sekitar 500 ribu (1,7 persen). Porsi pengguna anak-anak, atau 13 tahun ke bawah, terhitung 615 ribu (1,9 persen). Sedangkan, dari data terakhir di dapatkan pada tahun 2013 jumlah pengguna Facebook di Indonesia telah
mencapai 47.165.080 yang mana Indonesia menempati peringkat dunia ke 4 (Saputra, 2013).
Terkait dengan maraknya teknologi canggih yang berkembang belakangan ini, keberadaan waria di kota-kota besar bukan menjadi suatu hal yang jarang ditemui dan merupakan masalah yang jarang diperhatikan. Fenomena
ditolak oleh masyarakat dan bukan merupakan hal yang baru lagi. Hal tersebut sangat berkaitan dengan ambivalensi sikap masyarakat terhadap waria. Di satu sisi
mereka menolak kehadirannya, namun di sisi yang lain tidak sedikit kaum laki-laki yang memanfaatkannya sebagai media penyaluran hasrat seksual. Ini terlihat
dari gambaran kehidupan malam waria di berbagai kota besar di Indonesia (Koeswinarno, 1998:iii).
Menurut Sarah, waria merupakan salah satu transgender dari sikap dan
perilaku maskulin berubah atau merubah diri ke sikap dan perilaku feminim (Sarah, 2007 dalam Putri, 2007). Keputusan atau dorongan individu untuk
menjadi seorang waria dengan melalui proses yang panjang. Waria juga merupakan entitas yang berdiri di antara tarikan oposisi biner, laki-laki dan perempuan. Pindahnya waria ke jenis kelamin yang diinginkan yakni merupakan
bagian dari reproduksi kekuasaan yang diinginkan oleh desakan sekitar yang menginginkan bentuk penegasan jenis kelamin (Kadir, 2007: 90).
Waria sebagai kaum transgender merupakan realitas sosial yang perlu diperhatikan berbagai permasalahan ketidaksetaraannya. Waria sebenarnya merupakan korban stigmatisasi negatif dari beberapa kalangan. Sebenarnya
tidak ada yang salah dalam waria, ia hanya menjalankan apa yang sebenarnya ia rasakan sebagai pribadi yang berada, tidak memunafikkan diri
dan tidak berusaha membohongi perasaan. Dalam seksualitas waria misalnya, tidak menjadi persoalan dengan alat kelamin bahkan orientasi seksnya, mereka cukup nyaman dengan itu. Terkadang yang justru tidak
Dalam bermasyarakat waria banyak menghadapi masalah dari dalam maupun dari luar sebagai konsekuensi pemilihan hidup sebagai seorang waria.
Penampilan mereka yang merasa sebagai seorang wanita tetapi memiliki jenis kelamin laki-laki membuat waria cenderung mengalami kebingungan identitas
diri. Selain itu, masih adanya penolakan dari lingkungan atas penentangan konstruksi gender yang di alami waria. Sebagai manusia waria juga ingin agar jati dirinya diakui, butuh pekerjaan untuk menopang hidupnya, butuh berinteraksi
dengan sesamanya dalam suatu aktivitas sosial budaya, agama, dan kebutuhan-kebutuhan manusia pada umumnya. Mereka juga menghadapi rumitnya legalitas,
hukum norma tertulis maupun tidak tertulis yang menempatkan pada hak dan kewajibannya, serta mereka juga mempunyai dorongan seksual yang sama dengan manusia lainnya. Oleh karena itu minimnya ruang lingkup waria dalam
menunjukan eksistensi diri mereka membuat mereka mengambil jalan lain. Misalnya saja, dalam memenuhi kebutuhan ekonominya saja waria cenderung
bekerja menjadi pekerja seks.Hal itu dikarenakan kurang adanya keahlian tertentu yang di miliki mereka dan masih kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk mereka. Sehingga kaum waria ini tergolong kaum yang termarginalkan
karena masih kurangnya fasilitas-fasilitas umum yang tersedia untuk mereka. Menurut Sosiolog Argyo yang tertulis dalam Kompas.com, komunitas waria
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan praktek prostitusi (Anonim, 2009).
Berdasarkan data base jamkesos kelompok waria di Yogyakarta terdapat 386 waria yang ada di Yogyakarta. Berikut data-data waria yang ada di
Yogyakarta yang diperoleh peneliti menurut latar belakang pendidikannya, usia, dan pekerjaannya (Data Informasi Strategis LSM KEBAYA 2012).
(Tabel 1.2 Data Waria Di DIY Menurut Pekerjaan)
(Tabel 1.3 Data Waria Di DIY Menurut Usia)
Menurut Koeswinarno, Identitas gender merupakan dasar kaum waria yang
berlawanan dengan keadaan fisiknya. Konflik sosial dialami karena dua hal, yakni tersingkir dari keluarga dan terisolasi dari pergaulan sosial. Akibatnya rata-rata
pendidikan mereka tidak begitu tinggi. Oleh karena itu sebagian besar dari mereka hidup tergantung pada dunia pelacuran. Disisi lain adanya mitos bahwa para
pendahulu mereka lebih eksis dalam dunia pelacuran dan di sanalah mereka mendapatkan pengakuan mereka bahwa pelacuran adalah dunia yang lebih menjanjikan bagi seorang waria (Koeswinarno, 1998:iii).
Saat ini seiring berkembangnya teknologi seperti cyber society, waria cenderung memanfaatkan hal ini sebagai ruang publik mereka dalam
menunjukkan eksistensi diri di media sosial seperti facebook. Facebook
merupakan salah satu bentuk dari media sosial yang banyak diminati oleh banyak kalangan termasuk waria. Tanpa memandang latar belakang pendidikan,
pekerjaan, maupun usia individu dapat menggunakannya. Waria menggunakan
facebook ini sebagai ruang publik mereka, karena di ruang virtual inilah waria sudah mulai berani menunjukkan identitas dirinya disana. Melalui representasi diri dalam facebook, waria dengan bebas menunjukkan siapa dirinya atau menunjukkan citra dirinya atau profil dan karakteristik dirinya untuk memberikan
kesan pada orang lain agar tertarik. Kemudahan mengakses facebook sangat mempermudah mereka dalam mencari partner seksual karena dengan hanya duduk
publik virtual seperti facebook inilah semakin mempermudah mereka dalam menentukan partner seksualnya.
Masalah kaum waria agaknya merupakan masalah yang jarang diperhatikan. Terbukti jarang sekali penelitian ataupun artikel-artikel yang
mengupas secara tuntas dunia waria. Sehingga dengan adanya fenomena ini peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Jejaring Sosial Kaum Waria Dalam Cyber Society (Studi Kasus Pada Waria YogyakartaDalam Menggunakan
Facebook Sebagai Media Pencari Partner Seksual)”. B. RumusanMasalah
Dengan melihat latar belakang permasalahan sebagaimana dikemukakan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana jejaring sosial kaum waria dalam cyber society?
2. Bagaimana waria memanfaatkan media sosial facebook dalam mencari partner seksual?
C. TujuanPenelitian
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk menggali, menganalisis serta mengkaji sejauh mana :
1. Bentuk-bentuk jejaring sosial dalam cyber society pada kaum waria. 2. Waria memanfaatkan media sosial facebook dalam mencari partner
seksual.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan yaitu mengenai jejaring sosial
kaum waria dalam cyber society.
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kaum
waria dalam menggunakan jejaring sosial facebook.
3. Mengetahui dan memahami dampak yang terjadi pada kaum waria dalam menggunakan jejaring sosial facebook dalam mencari partner seksual mereka.
4. Menambah referensi tentang jejaring sosial kaum waria bagi calon
peneliti lain yang tertarik dengan penelitian ini dan mereka dapat meneliti dengan topik dan masalah yang berbeda.
5. Memperkaya pengalaman dan peningkatan kualitas dan kemampuan
peneliti dalam penelitian.
6. Sebagai syarat menyelesaikan S1 Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Batasan Konsep
Dalam sebuah penelitian konsep sangat penting agar dapat membangun teori. Sebuah teori dapat dibangun apabila telah ada
pemahaman dengan baik tentang konsep-konsep analitis serta diketahui cara penerapannya dalam penelitian (Ahimsa, 2001:6).
Dalam penelitian ini akan dikemukakan empat konsep yang mendukung peneltian, yaitu konsep konsep jejaring sosial, konsep cyber society, konsep facebook dan konsep waria.
a. Jejaring Sosial
Jejaring sosial merupakan salah satu bentuk dari cyber society. Jejaring sosial adalah kumpulan orang terorganisasi yang memiliki dua unsur; orang dan hubungan antar-orang (Christakis, 2010:15).
Jejaring sosial adalah struktur sosial yang terdiri dari
elemen-elemen individual atau organisasi. Jejaring ini menunjukan jalan dimana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang
dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga. Istilah ini diperkenalkan oleh profesor J.A. Barnes di tahun 1954. Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah
Menurut Dennis et al, 2010 jejaring sosial didefinisikan sebagai suatu layanan berbasis web yang memungkinkan setiap individu untuk
membangun hubungan sosial melalui dunia maya seperti membangun suatu profil tentang dirinya sendiri, menunjukkan koneksi seseorang dan
memperlihatkan hubungan apa saja yang ada antara satu member dengan member lainnya dalam sistem yang disediakan, dimana masing-masing
social networking site memiliki ciri khas dan sistem yang berbeda-beda. (Boyd dan Ellison, 2007 dalam Riyantoro, 2013).
Intinya jejaring sosial merupakan suatu hubungan antar individu
dengan individu lainnya yang saling berhubungan. Biasanya jejaring sosial diibaratkan seperti pohon yang memiliki banyak cabang-cabang/ ranting. Pohon tersebutlah yang dianggap sebagai media sosialnya
sehingga jejaring sosial tersebut biasanya terbentuk pada sebuah media sosial. Manfaat jejaring sosial adalah membantu individu terhubung
dengan orang-orang yang terkait dalam kehidupannya. b. Cyber society
Cyber society atau masyarakat maya adalah sebuah fantasi manusia. Fantasi tersebut adalah sebuah hiperrealitas manusia tentang nilai, citra, dan makna kehidupan manusia sebagai lambang dari
pembebasan manusia terhadap kekuasaan materi dan alam semesta. Sebagai ciptaan manusia, maka cyber society menggunakan seluruh metode kehidupan masyarakat nyata sebagai model yang dikembangkan
dan kehidupan kelompok, membangun stratifikasi sosial, membangun kebudayaan, membangun pranata sosial, membangun kekuasaan,
wewenang dan kepemimpinan membangun sistem kejahatan juga control sosial. Masyarakat maya membangun dirinya dengan sepenuhnya
mengandalkan interaksi sosial dan proses sosial dalam kehidupan kelompok (jaringan) intra dan antar sesama anggota masyarakat maya (Bungin, 2006:164-167).
Cyber society adalah sebuah istilah yang biasa dipakai dalam berbagai perbincangan baik formal, informal maupun akademis
khususnya dalam bidang ilmu komunikasi. Yang mana istilah cyber society lebih ditekankan dari sudut pandang sosial budaya. Ditinjau dari segi ilmu sosiologi dan antropologi, dimana cyber society telah melahirkan sebuah generasi baru yaitu masyarakat informasi multimedia. Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dalam bidang informasi,
dimana salah satunya yaitu internet, yang mana telah membuat sebagian orang menjadi tergantung oleh fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh internet. Dalam perkembangan teknologi komunikasi, realitas media
melahirkan bentuk kehidupan baru, dikenal sebagai realitas virtual atau cyber. Secara kategoris kemudian dibedakan 3 macam masyarakat, yaitu
Cyber society merupakan sisi lain dari kehidupan masyarakat manusia. Jean Baudrillard, menyebut realitas dalam cyber society ini sebagai simulasi, yaitu penciptaan model-model nyata yang tanpa usul atau realitas yang hiper-realitas. Melalui model simulasi, manusia dijebak
dalam satu ruang, yang disadarinya sebagai nyata, meskipun sesungguhnya semu atau khayalan belaka. Manusia mendiami suatu ruang realitas, yang di dalamnya perbedaan antara yang nyata dan yang
fantasia tau yang benar dan yang palsu menjadi beda tipis (Yasraf Amir Piliang, 2011: 161 dalam Laksono, 2012: 11).
Masyarakat maya atau cyber society adalah revolusi terhadap sebuah perubahan masyarakat nyata. Bahwa manusia tak pernah puas hidup dalam dunia yang terbatas dan dalam ruang sempit. Sifat
membebaskan diri pada manusia terbukti dari gagasannya menciptakan bagian kehidupan baru untuk manusia, yaitu masyarakat maya. Dengan
demikian perubahan sosial dalam masyarakat maya adalah sebuah hukum masyarakat yang terjadi setiap saat (Sumadiria, 2014:242).
Jadi, cyber society berasal dari kata cyber yang berarti maya dan
society berarti masyarakat. Sehingga cyber society merupakan suatu masyarakat maya yang menggunakan seluruh metode kehidupan
masyarakat nyata sebagai model yang dikembangkan di dalam segi-segi kehidupan maya, seperti membangun interaksi sosial dan kehidupan kelompok, membangun stratifikasi sosial, membangun kebudayaan,
kepemimpinan membangun system kejahatan juga kontrol sosial. Masyarakat maya ini mendiami suatu space atau ruang yang biasanya di
sebut dengan dunia maya. Masyarakat maya ini juga merupakan masyarakat di dunia nyata.
c. Facebook
Facebook adalah jejaring sosial yang sedang membumi saat ini, apapun status sosialnya, status pendidikan, status agamanya, berbaur
menjadi satu melalui jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg. Walau keberadaannya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat,
tetapi tetap saja banyak pengguna yang enggan untuk meninggalkannya. Facebook memang seperti dua sisi mata pisau, ada sisi positif dan negatif. Facebook atau situs jejaring sosial ini lahir di Cambridge, Massachusetts 14 Februari 2004 oleh Mahasiswa Harvard bernama Mark Zuckerberg. Menurut data di Alexa, Facebook adalah mesin jejaring sosial nomor satu. Dalam urutan keseluruhan situs di dunia, Facebook
menempati rangking ke-5 setelah Yahoo, Google, YouTube, dan
Windows Live. Kepopuleran Facebook di Indonesia, mulai tahun 2008 dengan jumlah spektakuler pengguna Facebook yakni sebesar 618%. Berdasarkan informasi dari checkfacebook.com, pengguna Facebook
mencapai 300 juta orang dan pertambahannya akan terus meningkat di setiap minggunya. Indonesia tergolong negara ke tujuh terbesar pengguna
Menurut Madcoms, facebook adalah suatu jejaring sosial yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk menjalin hubungan pertemanan
dengan seluruh orang yang ada di belahan dunia untuk dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Facebook merupakan situs pertemanan yang dapat digunakan oleh manusia untuk bertukar informasi, berbagi foto, video, dan lainnya (Madcoms, 2010:1). Ciri-ciri dari sebuah akun facebook, yaitu memiliki pages dan groups; dapat melakukan update status lebih dari 140 karakter sesuai dengan kebutuhan; dapat langsung memberi komentar atau memberikan apresiasi
dari update status orang-orang yang sudah menjadi teman di facebook; memiliki fasilitas chatting yang memungkinkan pemilik facebook untuk dapat melakukan chat secara langsung dengan orang-orang yang sudah
berteman di facebook. Dapat berbagi foto dengan cara tagging; dapat membuat album foto yang berisikan nama album, lokasi tempat
pengambilan foto, dan jika diperlukan dapat berisikan penjelasan singkat mengenai foto tersebut; dapat membuat album video yang berdurasi maksimal 2 menit dan berukuran kurang dari 100 MB (Madcoms, 2010:
20-60).
Facebook merupakan salah satu media sosial besutan Mark Zuckerberg yang membantu individu terhubung dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Pengguna Facebook seringkali disebut
menyebabkan jaringan relasi semakin luas karena penemuan-penemuan baru relasi senantiasa tercipta. Tidak hanya itu, Facebook mampu membuka gerbang komunikasi sehingga kontak dapat terus dilakukan. Selain itu, Facebook memiliki fasilitas newsfeed yang memudahkan
Facebooker mengakses informasi dengan terorganisasi dan pengingatnya seperti pemberitahuan aktivitas teman Facebooker lain serta pesan-pesan layaknya e-mail cukup digemari banyak Facebooker.
d. Waria
Waria adalah seorang laki-laki yang berdandan dan berlaku sebagai
wanita atau seseorang yang memiliki fisik berbeda dengan keadaan jiwanya (Atmojo, 1986: 2).
Waria merupakan transgender, yaitu sikap dan perilaku maskulin
berubah atau merubah diri ke sikap dan perilaku feminim (Sarah, 2007 dalam Putri, 2007).
Waria juga merupakan entitas yang berdiri di antara tarikan oposisi biner, laki-laki dan perempuan. Pindahnya waria ke jenis kelamin yang diinginkan yakni merupakan bagian dari reproduksi kekuasaan yang
diinginkan oleh desakan sekitar yang menginginkan bentuk penegasan jenis kelamin (Kadir, 2007: 90).
jenis kelaminnya jelas sempurna. Namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis (Koeswinarno, 2004:74).
Dari penjabaran diatas mengenai waria, waria merupakan singkatan dari wanita pria. Artinya mereka secara fisik berkelamin sebagai laki-laki
karena memiliki penis, tetapi pikiran mereka, perasaan mereka, orientasi seksual mereka cenderung bahkan lebih condong sebagai perempuan.
Seorang penderita transeksualisme (waria) secara psikis merasa dirinya tidak cocok dengan alat kelamin fisiknya, sehingga mereka sering kali memakai pakaian dari jenis kelamin yang lain. Namun istilah waria
terbagi menjadi beberapa kategori dimana pria yang terbalut dengan karakteristik wanita bukan semata-mata bawaan dari lahiriah dan penyakit dari psikogenik. Banyak dari kaum waria hanya sebagai
tuntutan pekerjaan semata akibat dari krisis ekonomi sehingga pria yang berpenampilan layaknya wanita menjadi topeng dalam diri individu.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian tentang “Jejaring Sosial Kaum Waria Dalam Cyber society” ini, peneliti memakai referensi dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu berupa disertasi dan jurnal. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan ada beberapa pustaka yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Diantaranya
peneliti kutip dibawah ini:
Bandung)”. Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai Pola Komunikasi Waria Sebagai Bentuk
Eksistensi Diri. Sehingga peneliti mencoba untuk menganalisa dari kebiasaan, cara berinteraksi, pertukaran informasi, pengetahuan, dan
simbol yang digunakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kebiasaan yang dilakukan waria tidak selalu berkaitan dengan hal negatif, cara berinteraksi mereka dengan masyarakat menggunakan dua
pola komunikasi formal dan non-formal, pertukaran informasi yang dilakukan waria di Kota Bandung pada umumnya menggunakan media
perantara jejaring sosial, pengetahuan yang dimiliki waria didapat di lingkungan dan dunia pendidikan, simbol yang digunakan waria yaitu gesture serta aksesoris. Saran dari peneliti bagi waria di lingkungan
masyarakat Kota Bandung yaitu agar waria dapat berperan penting dan memberikan sumbangsih yang positif bagi diri sendiri dan untuk
masyarakat, seperti aktif dalam organisasi sosial, berkarya di berbagai bidang yang dapat berguna bagi orang banyak dan berperilaku positif dalam masyarakat.
Relevansi penelitian dalam jurnal ini dengan penelitian peneliti ialah sama-sama mengangkat pola komunikasi waria. Dijelaskan pula dalam
sosial facebook sebagai pencari partner seksual kaum waria yang ada di Yogyakarta.
2. Artikel Puji Laksono (2012) berjudul“Cyber Prostitution : Bergesernya Masalah Sosial Ke Dalam Ruang Virtual”.Dalam jurnal yang ditulis dijelaskan mengenai perkembangan teknologi internet dengan jejaring sosial yang telah membentuk sebuah masyarakat baru dalam bentuk virtual yang biasa disebut dengan cyber masyarakat atau cyber society.
Selain menyediakan kebaikan bagi kehidupan manusia, dampak dari penemuan ini juga mempengaruhi sisi gelap kehidupan manusia. Selain
itu, jurnal ini menjelaskan mengenai masalah-masalah sosial di dunia nyata yang juga merambah ke dunia virtual ini. Salah satu masalah sosial di dunia nyata yang muncul di cyber-masyarakat adalah prostitusi
(cyber prostitusi). Masalah prostitusi ke sisi gelap nyata masyarakat, sekarang mulai bergeser ke masyarakat cyber. Prostitusi itu sendiri di
dunia nyata dikategorikan sebagai tindakan tidak bermoral. Praktek prostitusi di dunia nyata, diblokir oleh sistem nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Tapi dalam balutan maya yang anarkis
masyarakat tanpa kontrol sosial, prostitusi dapat berlangsung dengan bebas. Di jelaskan pula mengenai Facebook sendiri yang merupakan
Relevansi penelitian Puji Laksono dengan penelitian ini ialah sama-sama mengkaji mengenai cyber society yang mana dapat dimanfaatkan
sebagai media prostitusi. Hal ini menambah wawasan peneliti tentang fenomena cyber prostitution yang sedang marak saat ini. Meskipun
penelitian Puji Laksono ini sama-sama mengenai cyber society tetapi fokus kajiannya berbeda. Penelitian Puji Laksono tersebut fokus pada prostitusi yang dilakukan oleh pekerja seks komersial (PSK) sedangkan
penelitian peneliti adalah tentang pemanfaatan media sosial oleh kaum waria di Yogyakarta, sehingga lokasi penelitian peneliti ialah di Kota
Yogyakarta.
3. Artikel Christiani Juditha (2011) berjudul “Hubungan Penggunaan Situs Jejaring Sosial Facebook Terhadap Perilaku Remaja Di Kota Makasar”. Penelitian dalam jurnal ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang berisikan mengenai meningkatnya pengguna situs jejaring sosial
yang sebagian besar diantaranya adalah remaja, merupakan fenomena yang berkembang saat ini. Akibatnya dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan media sosial ini juga berimbas bagi pengguna. Karena
itu penelitian ini bertujuan mencari jawaban ada tidaknya hubungan penggunaan Facebook (FB) terhadap perilaku remaja di kota Makassar. Hasil penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 204 responden ini menyebutkan bahwa ada hubungan antara penggunaan FB dengan perilaku remaja baik itu secara positif maupun negatif. Dari hasil
terdapat hubungan antara penggunaan situs jejaring sosial dengan perilaku remaja di kota Makassar. Perilaku remaja tersebut dalam
bentuk teman mereka bertambah, memperoleh informasi, menambah pengetahuan dan juga menghibur. Namun melalui FB juga, waktu
remaja banyak terbuang karena tanpa mereka sadari FB cenderung membuat kecanduan serta lupa waktu meski mayoritas dari mereka menggunakan FB di waktu senggang.
Relevansi penelitian dalam jurnal ini dengan penelitian peneliti ialah sama-sama mengkaji mengenai penggunaan jejaring sosial facebook.
Yang membedakannya adalah fokus penelitiannya, dalam jurnal ini fokus penelitiannya pada perilaku remaja yang ada di Kota Makasar sedangkan fokus penelitian peneliti adalah waria dalam mencari partner
seksualnya dengan menggunakan jejaring sosial facebook.
4. Artikel dari Jurnal Internasional yang berjudul “Media Roles in
Male-to-Female Transsexual Identity Formation among University Students in Malaysia”ditulis oleh Suriati Ghazali & Azilah Mohamad Nor. Penelitian dalam jurnal ini membahas peran media dalam produksi
identitas sosial laki-laki menjadi perempuan atau biasa disebut dengan transseksual di Malaysia. Tujuannya adalah untuk mengamati
bagaimana media memainkan peran dalam membentuk dan menyebarluaskan identitas baru ini untuk pemuda. Sedangkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa media termasuk majalah, televisi,
identifikasi responden transeksual dari proses sebagai laki-laki menjadi perempuan dalam berbagai cara yang signifikan.Media juga berfungsi
sebagai agen' actualizing' selama pengembangan identitas responden transeksual. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
media yang mempengaruhi penyebaran informasi mengenai identitas transeksual, danmembantu produksi transsexualisme sebagai salah satu identitas sosial baru di ruang sosial. Hasilnya adalah reworking ruang
sosial dan lansekap sementara 'memungkinkan' identitas sosial baru ini untuk menyelidiki ke dalam ruang,tempat dan budaya yang sudah
mapan. Pengerjaan ulang ruang, tempat dan budaya adalah sesuatuyang harus berpengalaman dengan konflik dan pertikaian yang berkepanjangan, terutama dalam budaya yang melarang diadakannya
aliran transsexualisme. Dalam banyak masyarakat termasuk Malaysia, peran media dalam mempromosikan ide-ide baru adalah persuasif dan
selalu tidak dapat dihindari, dan dengan demikian media adalah agen actualizing yang mempromosikan ide-ide baru tersebutdan identitas sosial. Oleh karena itu, studi ini memberikan kontribusi pengetahuan
akan pentingnya media pada konstruksi identitas sosial transeksual di Malaysia.
Jurnal ini memiliki keterkaitan dengan penelitian peneliti, meskipun penelitian dalam jurnal ini memiliki fokus kajian yang berbeda dengan penelitian peneliti, tetapi penelitian ini membahas mengenai pentingnya
jurnal ini memiliki relevansi dengan penelitian peneliti, penelitian dalam jurnal ini menambah wawasan peneliti tentang bentuk dan pengalaman
lain mengenai pentingnya peran media pada konstruksi identitas sosial transeksual.
5. Artikel dari Jurnal Internasional yang berjudul “Gender Patterns on
Facebook: A Sociolinguistic Perspective” ditulis oleh Barirah Nazir. Penelitian ini bertujuan untuk melacak perbedaan dan kesamaan antara
kedua jenis kelamin dalam menggunakan internet terutama situs jaringan sosial, Facebook. Perbedaan-perbedaan yang ada di beberapa
tingkatan, dalam penelitian menunjukkan perbedaan pria dan wanita dalam menggunakan internet. Semua ini telah ditunjukkan melalui bahasa dan pilihan yang mereka buat. Temuan menunjukkan bahwa
perempuan menggunakan facebook untuk menjaga hubungan yang ada dengan bersikap sopan. Sementara pria lebih cenderung
menggunakannya untuk menjalin hubungan baru. Perempuan lebih mungkin menggunakan Facebook untuk mempertahankan maupun menjalin relasi yang ada, mengisi waktu dan sebagai media hiburan. Di
sisi lain, orang-orang yang lebih mungkin untuk pergi ke Facebook untuk mengembangkan hubungan baru atau beretemu orang baru.
Pilihan ini sebagai budaya tertentu dan melekat pada orang-orang yang mencerminkan Spair & Whorf's hipotesis berisikan bahwa bahasa mencerminkan kebudayaan masyarakat, sementara bagian kedua dari
sedang berusaha untuk mengubah jenis kelamin, menjaga identitas dan batas-batas kabur. Untuk mengatakan bahwa di dunia maya gender tidak
ada masalah ini merupakan suatu yang tidak benar tetapi dengan gender yang membentuk identitas ini juga tidak memadai.
Jurnal ini memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena sama-sama membahas mengenai penggunaan facebook. Yang membedakannya ialah dalam penelitian ini menjelaskan perbedaan serta kesamaan antara
kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dalam menggunakan internet terutama situs jaringan sosial Facebook. Sehingga penelitian
dalam jurnal ini memberikan wawasan bagi peneliti. C. Landasan Teori
Ruang Publik Jurgen Habermas(Public Sphere)
Term “publik sphere” atau ruang publik lahir dari karya Jurgen Habermas pada tahun 1989 melalui buku yang berjudul The Structural Transformation of the
Publik Sphere: An Inquiry into a Category of Gourgeois Society. Ruang publik tersebut pada dasarnya merupakan ruang yang tercipta dari kumpulan orang-orang tertentu (private people) dalam konteks sebagai kalangan borjuis yang diciptakan
seolah-oleh sebagai bentuk penyikapan terhadap otoritas publik.
Ruang publik borjuis dapat dimengerti, di atas segalanya, sebagai ruang
masyarakat privat (sphere of privat people) yang berkumpul bersama menjadi sebuah publik. Mereka mengklaim bahwa ruang publik ini diregulasi dari atas guna melawan otoritas publik. Inilah yang lantas menyeret mereka masuk ke
hubungan-hubungan di dalam ruang pertukaran komoditas dan ruang kerja sosial yang secara mendasar telah terprivatisasi meski secara publik masih relevan (Habermas,
2012:41).
Ruang publik yang dibentuk kaum borjuis adalah dunia orang-orang privat
yang berserikat untuk membentuk publik. Media massa (surat kabar, misalnya) tidak terbatas sebagai sarana keuntungan ekonomis, melainkan dalam fungsi editorialnya menjadi medium bagi ruang publik itu (Hardiman, 2009: 154).
Sehingga dapat dikatakan bahwa ruang publik Habermas merupakan ruang yang bekerja dengan memakai landasan wacana moral praktis yang melibatkan
interaksi secara rasional maupun kritis dibangun dengan tujuan untuk mencari pemecahan masalah-masalah politik. Walau karya Habermas memfokuskan diri pada ruang publik dari masyarakat borjuis, namun melalui batu loncatan itulah
ruang publik dapat dipahami sebagai ruang yang menyediakan dan melibatkan publik secara lebih luas dalam mendiskusikan realitas yang ada.
Semua wilayah kehidupan sosial masyarakat yang memungkinkan mereka untuk membentuk opini publik dapat disebut ruang publik. Semua warga masyarakat pada prinsipnya boleh memasuki ruang macam itu. Warga tersebut
sebenarnya merupakan orang-orang privat, bukan orang dengan kepentingan bisnis atau professional, bukan pejabat atau politisi, tetapi percakapan mereka
jaminan untuk berkumpul dan berserikat secara bebas dan menyatakan serta mengumumkan opini-opini mereka juga secara bebas (Hardiman, 2009:151).
Kebebasan untuk memperoleh akses informasi (keterbukaan akses informasi) dalam pemanfaatan media sosial, berkaitan erat dengan konsep publik sphere. Konsepsi ruang publik dalam dunia informasi menurut Habermas (1996) adalah ruang publik paling tepat digambarkan sebagai jaringan untuk mengkomunikasikan informasi dan beberapa cara pandang arus informasi dalam
prosesnya disaring dan dipadatkan sedemikian rupa sehingga menggumpal menjadi opini-opini publik yang spesifik menurut topiknya. Konsep ruang publik
tersebut mendambakan kebebasan untuk mengakses informasi adalah hak setiap masyarakat, sehingga setiap lapisan masyarakat memiliki hak yang sama untuk mengakses bahkan menyebarluaskan informasi (Yoga, 2012).
Media sosial telah menjadi ruang publik yang baru bagi masyarakat, karena dianggap mampu mengentaskan hasrat setiap lapisan masyarakat utuk
dapat menyalurkan dan mengimplementasikan ide, pendapat, dan ego melalui media sosial. Di saat masyarakat semakin membutuhkan ruang publik untuk menunjukan eksistensinya, ruang publik maya disediakan oleh media sosial yang
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan layaknya sebuah ruang publik yang nyata.
Media sosial dapat digolongkan sebagai ruang publik yang digunakan manusia untuk melakukan berbagai interaksi komunikatif. Ruang publik ini bisa dikatakan ruang yang demokratis dalam membangun interaksi dan juga bisa
mendukung. Di dalam ruang publik ini masyarakat bisa mengungkapkan opini, gagasan, bahkan kritik terhadap suatu hal dengan bebas. Pendekatan tersebut saat
ini benar-benar bisa terlihat pada penggunaan media sosial di internet. Media sosial menjadi ruang publik yang popular yang digunakan masyarakat dalam
melakukan berbagai aktivitas komunikasi. Komunikasi yang terbangun di media sosial sangat beragam tergantung dengan bentuk maksud dan tujuannya.
Media sosial dapat digunakan untuk kepentingan silahturahmi, sebagai
arena mencari pasangan, arena diskusi menarik, arena perdebatan yang berakhir permusuhan, dan media sosial juga dapat dipakai sebagai aksi perlawanan, protes,
kritik maupun menjadi gerakan revolusi. Media sosial dapat menggantikan media-media terdahulu yang dipakai sebagai wadah ruang interaksi. Ruang publik yang dibangun lewat media sosial merupakan kemajuan teknologi yang patut disukuri,
tidak saja ruang ini akan mempermudah interaksi sosial masyarakat tapi juga mendorong berbagai macam perubahan sosial lewat partisipasi aktif warganya.
Memang ada sejumlah kritik bahwa penggunaan tekhnologi informasi yang berlebihan bisa mengurangi kualitas interaksi fisik antar manusia. Tentu hal itu juga penting untuk diperhatikan, pemanfaatan teknologi informasi khususnya
media sosial secara proporsional sesuai kebutuhan penting untuk dilakukan agar tidak mengurangi kualitas relasi antar manusia. Sehingga manusia tidak terjebak
sebagai objek teknologi tapi tetap memposisikan sebagai subjek yang punya otoritas mengendalikan teknologi.
Facebook merupakan salah satu media sosial yang marak digunakan oleh
dalamnya banyak sekali masyarakat menggunakannya sebagai arena menunjukkan eksistensi diri mereka. Pada waria, media sosial facebook paling sering digunakan
sebagai ruang publik mereka untuk saling berkomunikasi antar sesama komunitasnya baik itu dalam satu wilayah maupun antar wilayah. Seperti yang
dikatakan Habermas, bahwa dalam ruang publik masyarakat bebas menyalurkan opini, ide, pendapat, gagasannya sehingga di dalam ruang publik maya ini waria bebas mengekspresikan diri mereka termasuk mereka menggunakannya sebagai
arena mencari partner seksual. Karena melalui representasi diri mereka di dalam facebook, waria dengan bebas menunjukkan siapa dirinya atau menunjukkan citra
dirinya atau profil dan karakteristik dirinya untuk memberikan kesan pada orang lain agar tertarik.
Kebanyakan waria menggunakan facebook karena penggunaanya yang
mudah di akses oleh publik sehingga dengan media sosial ini waria memiliki jejaring sosial yang banyak. Kebebasan ruang publik yang dimiliki facebook
inilah yang menyebabkan tidak sedikit waria senantiasa memanfaatkannya sebagai arena menjajakan diri.
Di dalam facebook, waria juga dengan mudah berinteraksi dengan
jejaringnya.Terbukti dengan adanya beberapa grup waria yang di dalamnya waria juga memosting berbagai informasi yang berkaitan dengan kegiatan komunitas
mereka. Selain itu, antusiasme mereka pada facebook terlihat dengan setiap harinya waria aktif memposting tulisan mereka pada dinding facebook. Mereka dengan bebas memposting tulisan pada ruang tersebut, terkadang ada beberapa
mempromosikan dirinya agar mereka memperoleh partner. Interaksi yang mereka lakukan pada ruang publik tersebut kebanyakan pada akhirnya mereka juga
terealisasikan pada ruang nyata. Biasanya cara mereka merealisasikan interaksi tersebut mula-mula mereka bertukar nomor handphone, dan di lanjutkan bertemu
di suatu tempat. Sehingga bagi waria, facebook tidak hanya digunakan sebagai ruang publik virtual yang bertujuan untuk kepentingan kelompok saja, melainkan dapat di manfaatkan mereka untuk memenuhi kepentingan pribadi.
D. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah konsep ruang
publik Jurgen Habermas. Dimana cyber society khususnya pada kaum waria dan partner seksualnya (pria) yang di lihat berdasarkan karakteristiknya seperti, usia, tingkat pendidikan, maupun tempat tinggalnya yang aktif menggunakan media
sosial facebook dalam mencari partner seksual mereka. Berlandaskan pada konsep ruang publik bahwa masyarakat memiliki kebebasan dalam beropini di ranah ini
maka waria juga memiliki kebebasan dalam merepresentasi dirinya termasuk kebebasan dalam mencari partner seksualnya. Waria menggunakan media sosial
Facebook, karena Facebook menawarkan privasi, kemudahan akses, serta adanya nilai kebebasan yang tinggi di ranah ini. Selain itu faktor eksternalnya waria maupun partner seksual lebih mudah membuka diri melalui fasilitas GROUP
member (komunitas) yang dapat dibuat di Facebook. Sehingga dengan adanya GROUP member (komunitas) tersebut, para pria yang akan menjadi partner seksual mereka lebih mudah berkomunikasi dengan masuknya para pria di grup
Jejaring Sosial Facebooker Dimensi Internal :
Privasi individu Akses mudah Bebas beropini
Dimensi Eksternal : Grup Facebook Media sosial Facebook
(Ruang Publik) Virtual)
Karakteristik CyberSociety (Waria) Dalam Menentukan
Partner
Usia
Tingkat Pendidikan Tempat Tinggal
Interaksi seksual Waria+Partner (Ruang Nyata)
komunitas maupun yang tidak bergabung dalam bergabung membentuk suatu jejaring sosial para facebooker. Sehingga dengan adanya jejaring sosial tersebut
kemungkinan semakin mempermudah akses mereka untuk melakukan interaksi seksual pada ruang nyata (realspace).
Dari uraian kerangka pikir di atas, apabila disajikan dalam bentuk skema dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
BAB III
METODE PENELITIAN
Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata
kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode merupakan pedoman–pedoman, cara seorang peneliti
dalam mempelajari dan memahami lingkungan–lingkungan yang dihadapi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode–metode sebagai berikut:
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moloeng, 2011: 6). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan
dalam situasi yang wajar atau dalam natural setting. Penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan tuntas mengenai jejaring sosial pada kaum waria dalam
cyber society. B. Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini, metode pendekatan yang dipakai adalah pendekatan studi kasus, yaitu bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Studi kasus merupakan
strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk
mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata (Robert K. Yin, 2013:1). Studi kasus bertujuan untuk
mempelajari gejala-gejala sosial melalui analisis yang terus menerus tentang kasus yang dipilih. Studi kasus memberikan ciri tunggal terhadap
data yang sedang dipelajari dan menghubungkan keanekaragaman fakta-fakta terhadap kasus yang tunggal itu (Slamet, 2006: 10). Dalam penelitian ini peneliti mengambil Studi Kasus Pada Waria Yogyakarta Dalam
Menggunakan Facebook Sebagai Media Pencari Partner Seksual. C. Lokasi Penelitian
Salah satu aktivitas yang tidak bisa dihindari oleh peneliti adalah kehadirannya di lapangan pada saat penelitian dilaksanakan. Hal ini terjadi, karena dalam penelitian kualitatif aspek-aspek penelitian belum
penelitian misalnya ada kemungkinan akan berubah sesuai dengan keadaan di lapangan. Dalam konteks ini, dalam keadaan yang serba tak
pasti dan tak jelas tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri satu-satunya alat yang dapat menghadapinya (Nasution, 1988:55).
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta yaitu pada komunitas waria yang ada di Yogyakarta.Waria-waria yang ada di Yogyakarta terbagi dalam banyak komunitas-komunitas serta lembaga waria seperti
IWAYO, Lsm Kebaya, EbenEzer, dan komunitas-komunitas kecil lainnya. D. Jenis Data
Data yang diperlukan: a. Data primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari narasumber /
responden (Darmawan, 2013:13). Data primer dalam penelitian ini didapat dari wawancara mendalam dengan waria yang termasuk dalam komunitas
waria yang ada di Yogyakarta, terutama pada waria pengguna facebook
selain itu data primer juga di peroleh dari wawancara dengan seseorang yang menjadi partner facebook mereka. Data ini juga dilengkapi dengan data foto / gambar untuk melengkapi data primer.
b. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari dokumen / publikasi / laporan penelitian dari dinas / instansi maupun sumber data lainnya yang menunjang (Darmawan, 2013:13). Data sekunder inipun peneliti dapat dari
E. Teknik pengumpulan data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Data yang terkumpul berupa data primer dan data sekunder.
a. Observasi
Sesuai dengan karakter penelitian kualitatif, maka teknik observasi atau pengamatan sangat penting karena merupakan cara untuk mengamati
perilaku dan benda-benda yang digunakan atau dihasilkan masyarkat yang hendak dipahami melalui penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
melakukan observasi partisipan, observasi partisipan merupakan suatu bentuk observasi khusus di mana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi
tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti (Robert K. Yin, 2013:114). Peneliti melakukan observasi partisipan
dengan cara bergabung dengan komunitas grup facebook waria Yogyakarta guna memperoleh informasi mengenai waria-waria yang aktif berinteraksi dengan memanfaatkan media sosial facebook.
b. Wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara merupakan salah satu sumber informasi studi kasus yang
sangat penting. Wawancara atau interview sebagai teknik pengumpulan data mempunyai fungsi sangat banyak. Pokok-pokok wawancara biasanya berkenaan dengan tiga tema sentral, yakni tingkah laku, sistem nilai, dan
mendapatkan jawaban yang valid. Pertanyaan sebaiknya didesain dalam bentuk terbuka, bersifat netral, tidak diwarnai oleh nilai-nilai tertentu atau
bersifat mengarahkan. Disamping itu, istilah-istilah teknis sedapat mungkin dihindari (Salim, 2006: 18). Melakukan wawancara mendalam
berarti menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari responden atau informan. Agar informasi yang detail diperoleh, peneliti hendaknya berusaha mengetahui, menguasai sebelumnya tentang topik penelitiannya.
Mengenal budaya, agama, adat istiadat, bahasa informan sangat penting sebagai bekal peneliti memahami dan mendalami permasalahan penelitian.
Dalam melakukan wawancara mendalam peneliti dituntut untuk mampu bertanya sebanyak-banyaknya agar memperoleh data atau informasi yang rinci. Hubungan antara peneliti dengan informan harus sudah dibuat akrab,
sehingga subyek penelitian bersifat terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan (Susanto, 2006: 131).
Dalam metode ini peneliti mengadakan tanya jawab langsung dengan responden dan informan yang terdiri dari waria yang ada di Yogyakarta khususnya waria pengguna jejaring sosial facebook serta partner mereka di
facebook. c. Dokumentasi
referensi baik berupa buku, hasil publikasi media masa, jurnal-jurnal dan hasil penelitian terdahulu terkait masalah yang sedang dikaji. Referensi
yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah beberapa artikel yang berjudul Pola Komunikasi Waria Sebagai Bentuk Eksistensi Diri (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Waria Sebagai Bentuk Eksistensi Diri Di Lingkungan Masyarakat Kota Bandung) ditulis oleh Erwin Sigit (2012), artikel Puji Laksono (2012) yang berjudul Cyber Prostitution : Bergesernya Masalah Sosial Ke Dalam Ruang Virtual, artikel Christiani Juditha (2011) yang berjudul Hubungan Penggunaan Situs Jejaring Sosial Facebook Terhadap Perilaku Remaja Di Kota Makasar, artikel dari jurnal Internasional yang berjudul Media Roles in Male-to-Female Transsexual Identity Formation among University Students in Malaysia yang ditulis oleh Suriati Ghazali & Azilah Mohamad Nor, dan artikel dari jurnal Internasional yang berjudul Gender Patterns on Facebook: A Sociolinguistic Perspective yang ditulis oleh Barirah Nazir. Dokumentasi ini untuk melengkapi data-data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara yang mendukung hasil penelitian.
F. Teknik pengambilan sample
Teknik pengambilan sample pada peneltian ini menggunakan purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja. Sampel ditentukan berdasarkan pada ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri populasi. Peneliti dengan sengaja
pengetahuannya tentang keadaan populasi. Pengertian sengaja disini adalah bahwa peneliti telah menentukan informan dengan anggapan atau
pendapatnya sendiri sebagai sampel penelitiannya, peneliti tahu persis siapa yang akan dipilih sebagai sampel (Susanto, 2006: 120-121).
Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel sejumlah 10 orang dengan memilih informan yang dianggap memiliki pengetahuan yang memadai terhadap objek kajian yang sedang diteliti. Dalam tahapan awal ditentukan
satu orang informan kunci (key informant) yang dianggap paling mengetahui waria pengguna facebook lainnya yakni dengan cara mewawancarai ketua komunitas waria yang memiliki eksistensi yang tinggi diantara para waria sekaligus pengguna media sosial facebook, yang mana juga dijadikan sebagai informan pertama.
G. Teknik analis data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model analisa interaktif.
Sedangkan yang dimaksud dengan metode analisis interaktif ialah model analisa yang terdiri dari tiga komponen pokok yaitu terdiri sebagai berikut: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Ada empat jalur
kegiatan untuk melakukan analisis yang terjadi secara bersama untuk memperoleh data, empat komponen pokok tersebut adalah:
a. Pengumpulan data
khususnya pada waria yang ada di Yogyakarta. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dalam memilih jejaring sosial facebook sebagai media pencari partner seksual mereka.
b. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles, 1992: 16).
c. Penyajian data (data display)
Sajian data berupa pernyataan yang diperoleh dari Informan serta
dokumentasi, data tersebut akan disajikan dalam bentuk deskriptif dimana akan dianalisis hubungan-hubungan antar data untuk kemudian saling dikaitkan untuk mengetahui bentuk dari jejaring sosial para kaum waria
dengan partner mereka dalam cyber societyterutama dalam menggunakan
facebooksebagai media pencari partner seksual mereka. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dalam memilih jejaring sosial facebook
sebagai media pencari partner seksual mereka. d. Penarikan kesimpulan (conclution drawing)
Setelah memahami maksud berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pertanyaan-pertanyaan, alur sebab-akibat
Reduksi Data
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/Verifikasi partner seksual mereka. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dalam memilih jejaring sosial facebook sebagai media pencari partner seksual mereka.
Untuk lebih jelasnya, penulis akan memberikan gambaran (skema) model analisis
interaktif sebagai berikut (Miles, 1992: 20) :
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa, Putra & Sri H. Eddy. 2001. Strukturalisme Levi-Straus Mitos dan Karya Sastra .Yogyakarta: Galang Press.
Al-aydrus, Muchammad Ishaq, dkk. 2012. Pengertian Jejaring Sosial. Ditelusur dari http://www.scribd.com/doc/78363152/Pengertian-Jejaring-Sosial pada tanggal 07 Juni 2014.
Anonim, 2009. Waria tidak memiliki kesempatan bekerja normal. Ditelusur dari
http://regional.kompas.com/read/2009/12/03/22225393/waria.tidak-miliki-kesempatan.bekerja.normalpada tanggal 18 September 2013.
Atmojo, Kemala. 1986. Kami Bukan Lelaki: sebuah sketsa kehidupan waria. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Budi, Hardiman F. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Kanisius.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Christakis, Nicholas A. & James H. Flower. 2010. Connected: Dahsyatnya Kekuatan Jejaring Sosial Mengubah Hidup Kita. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Habermas, Jurgen. 2012. Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Juju, Dominikus & Feri Sulianta. 2010. Hitam Putih Facebook. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Kadir, Abdul Hatib. 2007. Tangan-Tangan Kuasa Dalam Kelamin. Yogyakarta: INSISTPress.
Koeswinarno. 1998. Waria dan penyakit menular seksual: kasus dua kota di Jawa. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan.
Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: LKiS.
Laksono, Puji. 2012. Cyber Prostitution : Bergesernya Masalah Sosial Ke Dalam Ruang Virtual. Makalah Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret. Ditelusur dari https//:www.academia.edu/4533910/…pada
tanggal 18 September 2013.
LSM KEBAYA. 2012. Data Informasi Strategis 2012.
Madcoms. 2010. Facebook, Twitter dan Plurk dalam Satu Genggaman. Yogyakarta: ANDI.
Milles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI-Press.
Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Putri, Mardha Tresnowaty& Hadi Sutarmanto. 2009. Kesejahteraan Subjektif Waria Pekerja Seks Komersial. Jurnal Psikohumanika: Universitas Setia Budi Fakultas Psikologi. Ditelusur dari http://www.
setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JURNAL 4(1).pdf pada tanggal 18 September 2013.
Riyantoro, Bagus & Ati Harmoni. 2013. Efektivitas Iklan Melalui Jejaring Sosial Sebagai Salah Satu Strategi Pemasaran Keripik Pedas Maicih Dengan Metode EPIC. Jurnal Epic Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Vol. 05 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559. Ditelusur dari https://www.academia.edu/6262843/....pada tanggal 18 September
2013.
Salim, Agus. 2006. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Saputra, Ozzy. 2013. FAKTA - Negara Pengguna Facebook Terbesar di Dunia. Ditelusur dari http://ozzy5.blogspot.com/2013/04/fakta-negara-pengguna-facebook-terbesar.html pada tanggal 18 september 2013.
Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS.
Scott, John. 2012. Teori Sosial: Masalah-Masalah Pokok Dalam Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Slamet, Yulius. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Wicaksono, Bangkit. 2011. Cyber Society(Masyarakat Cyber). Ditelusur dari
http://bangkitwicaksono.blogspot.ca/2011/04//pendidikan-agama-islam-sumber-hukum.html?zx=1a8e41f616cd5fb pada tanggal 18
September 2013.
Yoga, Yanuar. 2012. DInamika Arus Informasi Dalam Media. Ditelusur dari
http://yogyeside.blogspot.com/2012/03/dinamika-arus-informasi-dalam-media.html pada tanggal 07 Juni 2014.