• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas Sepak Bola sebagai City Brandi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identitas Sepak Bola sebagai City Brandi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Identitas Sepak Bola sebagai City Branding

Fajar Junaedi

(Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, e-mail fajarjun@gmail.com)

Abstrak

Arema ‘Agama Kedua”, begitu judul sebuah film dokumenter tentang klub Arema yang berasal dari Kota Malang. Judul film ini mengartikulasikan tentang bagaimana sepak bola dimaknai sebagai budaya bersama oleh para penggemarnya. Dalam konteks Malang, atribut Arema seperti syal, kaos dan pernak-pernik lainnya telah menjadi souvenir khas yang mulai menggeser apel yang sebelumnya dikenal sebagai brand kota Malang. Tidak hanya di Malang, demam sepak bola melanda hampir seluruh kota besar di Indonesia. Di Surabaya, toko-toko merchandise bonek bertebaran di berbagai pelosok kota. Demikian juga di Bandung, Jakarta, Semarang dan Solo. Kegairahan penduduk kota untuk menjadi pendukung tim dari kota mereka telah melahirkan potensi baru dalam city branding, yaitu city branding dengan memanfaatkan identitas sepak bola klub lokal. Tulisan ini berusaha mengangkat tentang bagaimana identitas sepak bola lokal dimanfaatkan sebagai city branding, dengan melihat dari pendekatan sosiologi dan kultural suporter, seperti dengan melihat peluang city branding melalui politik identitas dari komunitas suporter. Fenomena yang menarik adalah diangkatnya local wisdom dalam politik identitas komunitas suporter sepak bola.

Keywords : sepak bola, branding, kota

Pendahuluan : Kue Renyah Sports Marketing

(2)

– 64.

marketing terasa kian renyah dan ditaksir mencapai triliunan rupiah. Betapa tidak,

setiap perusahaan setidaknya menggelontorkan dana sekitar puluhan hingga ratusan miliar rupiah (Cakram Komunikasi, Desember 2005).

Beberapa contoh perusahaan yang menggelontorkan anggaran dalam jumlah besar dalam kegiatan yang berelasi dengan olahraga adalah sebagai berikut. Bank Mandiri mensponsori Liga Indonesia di tahun 2004 dengan gelontoran dana 20 milyar rupiah. Posisi Bank Mandiri digantikan oleh Djarum Super sejak tahun 2005. nama Liga Indonesia pun berganti menjadi Djarum Super Liga Indonesia. Dalam kompetisi sepak bola ini, Djarum mengucurkan dana sebesar 25 milyar rupiah. Di cabang olahraga yang lain, LA Menthol, salah satu produksi Djarum, bermain dengan mengelontorkan dana sebesar 10 milyar rupiah dalam mendukung LA Menthol Volley Beach. Di cabang bola basket, Djarum mengucurkan dana sebesar 8 milyar rupiah untuk mensponsori LA Light Street Ball (Cakram Komunikasi, Desember 2005).

(3)

Wismilak juga tidak ketinggalan dalam meramaikan sports marketing. Perusahaan ini mem-branding kejuaraan tenis internasional Tenis Wismimak Internasional Bali. Kejuaraan yang awalnya bernama Wismilak Open ini dikemas dalam brand yang semakin menginternasional setelah berganti nama (Cakram Komunikasi, Desember 2005).

Diantara berbagai cabang olahraga, sepak bola menjadi cabang olahraga yang paling banyak diperebutkan dalam sports marketing. Minuman softdrink, Coca Cola adalah salah satu brand yang menyadari kekuatan sepak bola. Brand ini berusaha membangun brand connection dengan menjadi official partner FIFA World Cup sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 2022 (Marketing,07/X/Juli 2010).

Demam sepak bola yang melanda seluruh masyarakat dunia, tidak terkecuali Indonesia benar-benar digunakan oleh Coca Cola untuk meningkatkan revenue dan sekaligus memperkuat merek. Perusahaan global ini tidak hanya menjadi sponsor yang memasang brand di pinggir stadion, namun secara aktif dan massif mengadakan berbagai event untuk memperkuat brand-nya. Coca Cola adalah sebuah contoh bagaimana perusahaan global menyadari potensi olahraga, terutama sepak bola dalam memperkuat brand.

Program yang dilakukan Coca Cola selama penyelenggaraan Piala Dunia bukan sekedar untuk meningkatkan revenue. Tujuan yang ingin dicapai oleh Coca Cola adalah membangun brand connection dengan sepak bola dan Piala Dunia, serta memperkuat asosiasi Coca Cola dengan event tersebut (Marketing,07/X/Juli 2010).

(4)

– 64.

Bagi brand, olahraga adalah salah satu kesempatan terbaik untuk memperkuat brand equity. Melalui olahraga, perusahaan dapat melakukan brand activation yang

melibatkan partisipasi publik. Kraft Fooda Indonesia melalui Biskuat adalah salah satu perusahaan yang menyadari potensi olah raga sebagai bagaian dari kegiatan brand activation. Perusahaan ini menggelar event bertajuk Biskuat Akademi Juara.

Dalam event ini, anak-anak dari seluruh Indonesia dilibatkan dalam kompetisi untuk terpilih mengikuti Arsenal International Soccer Festival, sebuah turnamen sepak bola antar sekolah sepak bola Arsenl yang tersebar di 30 negara (Marketing,07/X/Juli 2010).

Potensi sepak bola sebagai brand inilah yang semestinya bisa digunakan oleh pemerintah daerah dan kalangan industri di daerah. Tidak bisa dipungkiri bahwa sepak bola adalah olahraga paling populer di Indonesia. Di tengah prestasi sepak bola Indonesia yang measih terseok-seok serta pengelolaan kompetisi sepak bola profesional oleh Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang carut marut, penonton tetap saja membanjiri stadion.

(5)

Sepak Bola Lokal sebagai Brand Kota

Jika Anda ke kota Malang sepuluh tahun yang lalu dan kemudian Anda mencari oleh-oleh untuk kerabat Anda di rumah apa yang akan Anda cari? Jawabannya tentu adalah apel, buah yang tumbuh subur di kota ini. Namun kini jika Anda ke Malang, oleh-oleh apa yang akan Anda bawa untuk anggota keluarga di rumah? Jawabannya bukan lagi hanya apel, namun bisa kaos Arema, boneka singa, syal Arema dan pernak-pernik lain yang berhubungan dengan Arema Malang, sebuah klub sepak bola yang berdiri sejak tahun 1987.

Sama ketika Anda pergi ke Surabaya dan dihadapkan pada pertanyaan serupa yaitu oleh-oleh apa untuk anggota keluarga di rumah? Jawaban paling mudah adalah mencari kaos Persebaya, boneka buaya, syal Persebaya dan pernak-pernik lain yang berhubungan dengan klub yang berdiri sejak tahun 1927 ini.

Coba perhatikan saat klub-klub bertanding. Stadion-stadion yang dihuni klub-klub besar selalu dipenuhi oleh suporternya. Aremania memenuhi Stadion Gajayana dan Stadion Kanjuruhan, Bonek memenuhi Stadion Gelora Sepuluh November, Bobotoh memenuhi Stadion Siliwangi dan Stadion Si Jalak Harupat dan The Jak memenuhi tribun Gelora Bung Karno.

(6)

– 64.

maupun dibeli oleh wisatawan sebagai oleh-oleh. Berbagai atribut klub, mulai dari kaos, syal, bendera, gantungan kunci, boneka, tali handphone dan stiker tersedia di berbagai toko merchandise klub.

Toko-toko yang menjual merchandise klub ini tersebar mulai dari kawasan sekitar stadion saat pertandingan berlangsung maupun saat tidak ada pertandingan serta kawasan lain yang jauh dari stadion. Pedagang kaki lima juga tidak ketinggalan menggelar barang dagangannya di lapak-lapak di pinggir jalan.

Saat pernak-pernik klub dikenakan oleh para pembeli, maka sebenarnya bukan hanya nama klub yang terangkat, namun juga nama kota. Ini mengindikasikan adanya potensi sepak bola lokal sebagai brand identity bagi kota tersebut yang sekaligus menjadi city branding bagi kota asal klub tersebut.

Brand dapat diartikan sebagai sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau

fitur-fitur lain yang mengindikasikan penjual jasa atau barang berbeda dengan yang lain (O’Giunn,2006:21). Dalam konteks sepak bola lokal, pengertian brand ini

berartikulasi pada nama, istilah, tanda, simbol atau fitur-fitur lain yang berbeda antar satu klub dengan klub yang lain. Perbedaan ini juga menunjukan perbedaan kota asal brand tersebut. Sebagai contoh, Arema Malang selalu identitik dengan nama Arema dan Aremania, julukan Singo Edan, logo singa dan warna biru. Di sisi yang lain, Persebaya selalu identik dengan nama Persebaya, julukan Bajul Ijo, logo buaya dan warna hijau. Perbedaan keduanya lalu bukan hanya semata-mata perbedaan klub, namun juga kota.

Brand menjadi aset paling berharga dari perusahaan atau lembaga

(7)

sekedar brand dari klub, namun juga brand dari kota. Untuk memperlihatkan tentang kekuatan brand dari klub yang mampu berperan sebagai brand kota, kita dapat menoleh ke klub-klub di luar negeri. Manchester United, klub tersukses di Liga Inggris adalah salah satu contoh klub sepak bola yang memiliki brand global yang kuat. Klub berjuluk Red Devils (Setan Merah) ini bukan hanya berhasil mengangkat prestasi klub, namun juga menjadi brand ambassador dari Kota Manchester. Nama kota ini bisa jadi lebih dikenal, setidaknya lebih sering disebut, daripada ibukota Inggris, London.

Di Spanyol, Real Madrid berhasil menjulangkan nama ibukota Spanyol tersebut. Hampir setiap minggu nama Madrid akan muncul di berbagai media massa, terutama jika Real Madrid bermain dalam liga-liga yang diikutinya. Tidak ketinggalan adalah Barcelona, sebuah klub asal Catalan, Spanyol yang memiliki nama yang identik seratus persen dengan nama kota mereka berasal. Sebagaimana dengan Madrid, nama Barcelona selalu disebut di berbagai media massa terutama jika Barcelona bermain dalam liga-liga yang mereka turut serta.

(8)

– 64.

mendunia yang sanggup menarik sponsor besar seperti Samsung untuk menjadi sponsor.

Loyalitas suporter pada klub bisa jadi melebihi loyalitas brand (brand loyality). Loyalitas brand terjadi ketika konsumen secara teratur menjadi konsumen brand tertentu dan sekaligus melakukan eksklusi atas brand yang lain yang menjadi

kompetitor. Loyalitas ini dapat terlaksana karena kebiasaan, karena nama brand yang sudah melekat di memori konsumen, karena konsumen memiliki asosiasi dengan brand dan karena konsumen sudah memiliki makna yang dalam atas brand yang mereka beli (O’Giunn,2006:24). Loyalitas suporter pada klub adalah loyalitas

yang bahkan bisa jadi dipertaruhkan sampai titik darah penghabisan atau menjadi ”agama kedua”. Suporter datang ke stadion dengan memakai atribut klub yang

didukungnya. Di stadion mereka bernyanyi dan bersorak meneriakan nama klub kesayangannya sampai sembilan puluh menit pertandingan berlangsung. Saat bernyanyi tidak jarang mereka meneriakan makian untuk klub rivalnya.

(9)

Brand sebagai Aktivitas Budaya : Cerita tentang Singa dan Wong Mangap

Klub sepak bola telah menjadi brand ikonik (iconic brand) bagi kota klub tersebut berasal. Brand ikonik ini terbangun melalui aktivitas kultural (Holt,2004:207). Logo singa yang dimiliki Arema Malang adalah salah satu contoh tentang kekuatan klub sepak bola yang menjadi brand ikonik. Logo singa ini awalnya berasal dari pendirian Arema Malang pada tahun 1987. Para pendiri klub ini menjadikan singa sebagai logo Arema Malang, dengan alasan sederhana yaitu bahwa klub ini berdiri di bulan Agustus yang memiliki rasi bintang Leo. Rasi bintang ini sesuai namanya dilambangkan dengan singa.

Sebagai brand yang terbentuk dari aktivitas kultural, logo ini kemudian dihubungkan dengan mitos dan kebudayaan yang berkembang di Malang dan sekitarnya. Kerajaan Singasari yang dalam bahasa Jawa dibaca Singosari adalah artefak budaya yang paling terkait dengan Arema. Kata singa dimaknai sebagai kata yang relevan dengan pemberian logo singa sebagai logo Arema Malang. Ini sebenarnya agak unik, karena singa sebagai hewan tidak berasal dari Indonesia. Bagi orang Jawa, kata singo acapkali digunakan untuk merujuk harimau. Hal ini memperlihatkan adanya kearifan lokal (local wisdom) yang diserap dalam pembentukan identitas dari brand klub sepak bola di Indonesia.

(10)

– 64.

Ongis Nade.

Penamaan suporter Arema dalam nama Aremania juga muncul sebagai aktivitas budaya. Awalnya nama suporter resmi dari Arema adalah Arema Fans Club, namun tidak begitu bergaung. Adalah Ovan Tobing yang kemudian memadukan kata Arema dan Mania yang digabung dalam kata Aremania. Penggunaan akhiran mania inilah yang kemudian banyak ditiru oleh komunitas suporter lain, seperti Slemania, Deltamania, Lamania dan sebagainya.

Sebuah fakta yang menarik adalah bahwa logo singa lebih terkenal daripada tugu kota Malang yang menjadi logo resmi dari pemerintah kota Malang. Fakta ini bisa membuktikan kekuatan sepak bola sebagai brand yang mengakar kuat bagi sebuah kota.

Contoh lain tentang kekuatan brand sepak bola yang dibangun dari aktivitas budaya adalah ikon wong mangap (orang yang mulutnya terbuka) yang dimiliki Persebaya Surabaya. Logo dari klub ini sebenarnya adalah gambar buaya dan ikan hiu yang mengapit tugu pahlawan. Selain logo ini ada logo lain yang lebih identik dengan klub ini. Logo tersebut adalah gambar wong mangap, yaitu gambar seorang laki-laki dengan ikat kepala Persebaya dan berteriak dengan urat-urat di wajah yang terlihat kekar. Rambut laki-laki yang ada di gambar wong mangap terurai panjang mengembang tidak beraturan.

(11)

menggerakan suporter Persebaya ke Senayan (nama Gelora Bung Karno di masa Orde Baru). Dahlan Iskan, pemilik Jawa Pos merasa perlu adanya ikom dan atribut klub yang mampu memperlihatkan Persebaya berbeda dengan klub lain. Akhirnya, Mister Muhtar, jurnalis Jawa Pos yang bertanggung jawab atas desain membuat ikon wong mangap. Gambar yang dibuat hanya dalam waktu satu malam tersebut tidak

merujuk pada figur tertentu, namun sebaliknya justru merujuk figus arek-arek Suroboyo di tahun 1945. Alasan itulah yang menyebabkan rambut dalam wong mangap terurai panjang tidak beraturan lengkap dengan ikat kepala. Gambar yang dibuat oleh Mister Muhtar kemudian disempurnakan oleh desainer Jawa Pos yang lain yaitu Budiono menjadi gambar wong mangap yang dikenal saat ini.

Julukan bonek (bondo nekat) pada suporter Persebaya juga bukan proses yang didesain dalam riset jangka panjang. Julukan ini kali pertama ditulis oleh Slamet Oerip Pribadi untuk berita-berita di Jawa Pos tentang tour away suporter Persebaya ke Jakarta dalam putaran final Divisi Utama. Istilah bonek awalnya digunakan untuk merujuk keberanian suporter Persebaya dalam perjalanan tour away-nya. Istilah ini kemudian menjadi identik dengan suporter Persebaya dengan

beragam artikulasinya. Penamaan bonek ini juga memperlihatkan adanya penyerapan kearifan lokal yang bersumber pada semangat perjuangan arek-arek Suroboyo dalam pertempuran 10 November 1945.

Dari dua cerita di atas, kita bisa melihat bahwa dalam ranah sepak bola lokal, konsumen lebih aktif dalam berinteraksi dengan klub yang diasosiasikan sebagai brand. Dalam konteks lebih luas, sebenarnya ada dua cara bagaimana makna brand

(12)

– 64.

menciptakan makna simbolik bagi produk yang mereka ciptakan dan kemudian menyuntikannya dalam “dunia yang diatur secara kultural”. Perspektif kedua

menyebutkan bahwa konsumen secara aktif mennggunakan cara kreatif untuk mengkombinasikan dan mengadaptasi makna sesuai kehidupan mereka (Schoeder [ed],2006:103). Perspektif kedua ini agaknya lebih tepat dalam memahami bagaimana proses klub sepak bola di Indonesia menjadi brand bagi kota tempat klub tersebut berasal.

Dalam cerita tentang singa, kita bisa melihat bagaimana publik di Kota Malang secara kreatif melakukan kombinasi atas gambar singa. Singa bisa dipadukan dengan angka 1987 yang menjadi tahun berdirinya Arema. Singa juga bisa dipadukan dengan tanda tangan pemain Arema sebagaimana yang populer di tahun 2010 dan 2011 dalam kaos Arema yang bergambar singa dan tanda tangan pemain Arema. Singa juga bisa diwujudkan dalam boneka, gantungan kunci, tali handphone dan sebagainya yang berhubungan dengan dengan singa. Kreativitas inilah menjadikan brand klub sepak bola menjadi lebih kuat karena muncul dari bawah, bukan dari kebijakan manajemen klub. Tanpa diperintah, publik yang menggemari Arema memakai berbagai atribut Arema, saat mereka di Malang maupun di luar Malang.

(13)

kepada tengkorak, wong wangap yang dikombinasikan dengan gambar Viking dan sebagainya.

Penutup

Adalah tidak dapat disangkal bahwa sepak bola adalah olahraga yang paling banyak digandrungi. Popularitas sepak bola sebagai olahraga paling populer sebenarnya membuka peluang bagi pemerintah kota dan stake horder-nya untuk menjadikan sepak bola sebagai brand.

Memang, sepak bola di Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Salah kelola terutama karena kapitalisme semu bernama APBD yang menggerogoti kompetisi sepak bola Indonesia telah membuat prestasi sepak bola Indonesia jalan di tempat. Meninggalkan penggunaan APBD untuk kompetisi sepak bola profesional adalah keharusan yang mutlak, karena dengan masih tergantung pada APBD sepak bola tidak akan maju dan kompetitif sebagaimana yang bisa kita lihat di liga-liga di benua biru yang dikelola secara profesional.

(14)

– 64.

dari klub, pemerintah kota, kalangan industri dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Holt, Douglas B. (2004). How Brands Become Icon : The Principles of Cultural Branding. Boston, Harvard Business School Press

Natakusumah, Arief (2008). Drama itu Bernama Sepak Bola : Gambaran Silang Sengkarut Olahraga, Politik dan Budaya. Jakarta, Elex Media Komputindo.

O’Guinn, Thomas C. (2006). Advertising and Integrated Brand Promotion. Mason,

Thomson

Schroeder, Jonathan E and Morling, Miriam Salzer [ed] (2006). Brand Culture. London, Routhledge.

--- (2005). Boom Sports Marketing. Cakram edisi Desember 2005.

(15)
(16)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melaksanakan kegiatan PPL II praktikan mendapat bimbingan baik dari dari guru pamong maupun dosen pembimbing. Dalam pembuatan silabus, program tahunan, program semester,

[r]

Tingkatkan Jalinan kerjasama yang baik dengan nasabah agar tingkat penjualan polis juga semakin meningkat, dengan pemberian bingkisan seperti payung, jam dinding dan

Mahasiswa merespon aktif materi yang diberikan dengan cara bertanya dan berdiskusi. 2.9 Kompetensi

Android merupakan sistem operasi yang tertanam pada smartphone. Pengguna smartphone dengan sistem operasi android sangat tinggi, rata- rata setiap orang

Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan.. Persamaan

Selanjutnya dengan metoda kuadrat dilakukan inventarisasi dan identifikasi gulma dalam petak pengamatan yang berukur- an 50 cm x 50 cm, terkecuali untuk karet 4 m x

Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 1999 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pemegang Saham pada