• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of The Figurative Language in Mark Twain’s “Was It Heaven? or Hell?” T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of The Figurative Language in Mark Twain’s “Was It Heaven? or Hell?” T1 BAB II"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

10 CHAPTER II

TARGET TEXT & SOURCE TEXT A. Target Text

Apakah Itu Surga? Atau Neraka?

Mark Twain (1835-1910)

BAGIAN I

[1.1] ―Kau mengakuinya—kau benar-benar mengakuinya—kau berbohong!‖

BAGIAN II

[2.1] Keluarga itu terdiri dari empat orang: Margaret Lester, seorang janda berumur tiga puluh enam tahun; anaknya, Helen Lester, berumur 16 tahun, dan bibi dari Ny. Lester, Hannah dan Hester Gray, wanita kembar berumur enam puluh tujuh tahun yang tak menikah. Bangun dan tidur, tiga wanita itu menghabiskan hari-harinya dengan mengagumi satu-satunya gadis muda di rumah itu; melihat setiap gerak gerik semangat mudanya yang manis yang tercermin dari wajahnya; menyegarkan sanubari mereka dengan bayangan dari masa muda serta kecantikannya; mendengarkan suaranya yang bak alunan musik; dengan penuh rasa syukur menyadari betapa kaya dan adilnya dunia ini bagi mereka atas kehadiran dirinya; dan betapa mengerikannya membayangkan bila cahaya itu hilang.

(2)

11 [2.3] Di dalamnya tak ada tempat untuk sebuah kebohongan. Di dalamnya kebohongan adalah sesuatu yang tak terpikirkan. Di rumah ini kata-kata terbatas hanya pada kebenaran mutlak. Kebenaran bersifat membelenggu, yang tak bisa ditawar serta tak mengenal kompromi, jika tidak mematuhinya maka akan ada konsekuensi yang harus di tanggung. Hingga pada satu hari, keadaan berada di bawah tekanan. Anak kesayangan rumah itu menodai bibirnya dengan kebohongan—dan dengan tangisan dan perasaan tercela ia mengakuinya. Seolah-olah langit sudah roboh dan ambruk serta bumi telah jatuh menuju kehancuran, tak ada satu katapun yang dapat melukiskan ketakutan dari para bibi itu. Mereka duduk bersebelahan, pucat dan tegang, menatap dalam diam pada sang pelaku yang sedang berlutut di hadapan mereka dengan wajah tertunduk malu, merintih dan menangis, sembari memohon maaf tapi tak kunjung ditanggapi. Dengan penuh rasa rendah hati menciumi tangan bibi itu satu persatu, tapi itu hanya membekaskan sebuah penderitaan yang disebabkan oleh mulut tercemarnya itu.

[2.4] Dua kali, dalam beberapa jeda, bibi Hester berkata dalam rasa tercengang yang beku:

―Kau berbohong?‖ Dua kali, dalam beberapa jeda, bibi Hana mengikuti dengan menggerutu dan

tersentak : ―Kau mengakuinya—kau benar-benar mengakuinya—kau berbohong!‖

(3)

12

[2.5] Ketiganya menuju ke kamar si sakit. Kali ini dokter tampak mendekati rumah itu. Tapi ia berusaha menjaga jarak. Dia adalah seorang dokter sekaligus pria yang baik dan mempunyai hati yang baik pula. Tapi orang yang mengenalnya dalam satu tahun pertama akan membencinya, tahun kedua akan belajar bertahan dengannya, tahun ketiga untuk belajar menyukainya, dan tahun ke empat serta lima untuk bisa hidup bersama dengannya. Itu semua memang pelajaran yang terasa lama dan membutuhkan usaha tapi hasilnya juga setimpal. Dia berperawakan tinggi dengan rambut singa, berwajah garang, bersuara berat, dan mata yang kadang-kadang memiliki pancaran seperti seorang bajak laut dan terkadang seperti seorang wanita, tergantung bagaimana suasana hatinya. Dia tak tahu apa-apa tentang etiket dan juga tak mempedulikannya. Cara bicaranya, tata krama, sikap, dan tingkah lakunya sangat bertentangan dengan kebiasaan yang ada. Dia amat jujur, ia dapat memberikan opininya pada persoalan apapun, dan tak segan-segan menyampaikannya tanpa peduli sedikitpun apakah orang lain akan menyukainya atau tidak. Siapa yang ia cinta akan dicintainya, yang benci akan dibencinya, dan akan menunjukannya pada semua orang.

[2.6] Di masa mudanya ia adalah seorang pelaut, dan angin laut dari seluruh lautan masih terhembus darinya. Dia adalah seorang Kristen yang taat dan kuat, dan dipercaya bahwa dia adalah yang terbaik yang pernah ada. Seorang Kristen yang bijaksana, sehat, yang pikirannya dipenuhi dengan akal sehat, dan tanpa kebusukan. Orang-orang yang mempunyai tujuan untuk kepentingan diri sendiri, atau mereka yang mempunyai alasan tertentu yang ingin mendapatkan sisi lembut dari dirinya, memanggilnya dengan sebutan Sang Kristen – sebuah ungkapan yang seperti sanjungan lembut bak melodi yang mengalun di telinganya, seseorang yang menganggap sebuah kejujuran adalah sebuah objek yang memikat dan jelas untuknya hingga pada titik ia bisa melihatnya bahkan ketika seseorang mengatakan dari mulutnya di dalam kegelapan.

(4)

13 Kristen.‘ Dari kedua sebutan-sebutan itu, sebutan yang terakhir memiliki aspek yang lebih luas; para musuh yang bahkan menjadi mayoritas pun mengakuinya. Hal apa pun yang sang dokter percayai, dia akan mempercayai sepenuh hati dan akan memperjuangkannya kapanpun ia mendapat kesempatan. Jika kesempatan itu meluas melewati batas hingga bisa menjadi sebuah gangguan, ia akan menemukan cara untuk membuat kesempatan-kesempatan itu menyusut. Ia amatlah berteguh hati pada keyakinan dan pendiriannya, tak peduli dengan penilaian bahkan dari para moralis professional yang setuju dengannya atau tidak.

[2.8] Di laut, pada masa mudanya, ia biasa menggunakan kata-kata kotor dengan bebasnya. Tapi, sesegera ia bertaubat ia membuat sebuah aturan yang dengan taat ia patuhi, yaitu ia tak pernah menggunakan kata-kata kotor kecuali untuk alasan tertentu yang sangat amat langka, dan hanya jika ia sedang menjalankan sebuah tugas. Dia adalah seorang pemabuk berat ketika berada di kapal, tapi setelah ia berubah ia berhenti minum agar dapat menjadi sebuah contoh bagi para kaum muda. Sejak saat itu dan seterusnya ia jarang sekali minum. Tak pernah, kecuali jika ia memang harus melakukannya– suatu keadaan yang terjadi tak lebih dari lima kali dalam setahun. Semestinya, pria seperti itu sangat mudah terpengaruh, impulsif, dan emosional. Tak terkecuali yang satu ini, dan ia tak mempunyai sebuah kemampuan untuk menyembunyikan perasaannya; atau jika ia mempunyainya ia akan dengan mudah dapat melatihnya. Ia mempunyai hati yang kuat dan membanggakannya, dan ketika ia memasuki sebuah ruangan – ibarat kata – payung-payung besar akan terbuka untuknya, seperti itulah tanda-tandanya. Ketika cahaya yang halus terpancar dari matanya artinya sebuah persetujuan sekaligus sebuah doa; ketika ia datang dengan kerut di dahinya maka suhu akan menurun sepuluh derajat seketika. Dia adalah seorang pria yang sangat dicintai oleh teman-temannya, tapi terkadang ia juga seseorang yang paling ditakuti.

(5)

14 BAGIAN III

[3.1] Tiga orang wanita tadi berdiri di sisi tempat tidur; para bibi terlihat sangat tegang, si pelaku samar-samar terisak. Sang ibu menyandarkan kepalanya di atas bantal. Matanya yang lelah berbinar layaknya ekspresi seorang ibu yang melihat anaknya dengan rasa simpati dan kasih sayang. Ia membentangkan tempat perlindungan dan pertolongan bagi si anak itu di dalam pelukannya. ―Tunggu!‖ kata bibi Hannah. Ia mengeluarkan tangannya dan mencegah gadis itu melompat ke dalam pelukan ibunya.

[3.2] ―Helen,‖ kata bibi yang lainnya, ―katakan semuanya pada ibumu. Bersihkan jiwamu; akui semuanya dengan jujur.‖ Sambil berdiri dengan perasaan terluka dan putus asa oleh penghakiman yang diberikan padanya, gadis muda ini terus meratapi kisah sedihnya, dan kemudian dengan berani ia memohon ―Oh, Ibu, maukah kau mengampuniku? Tidak bisakah kau memaafkanku? Aku sangat hancur!‖ ―Memaafkanmu, sayangku? Sayang, kemarilah, peluklah aku! Di sini, sandarkanlah kepalamu padaku, dan rasakanlah kedamaian bahkan jika kau mengatakan beribu-ribu kebohongan.‖

[3.3] Terdengarlah sebuah suara – suara peringatan. Para bibi itu saling melirik, dan terlihat lesu. Di sana berdirilah sang dokter, wajahnya seperti sebuah awan mendung diiringi guntur. Si ibu dan putrinya tidak menyadari kehadirannya; mereka saling memeluk, hati ke hati, mengasyikan diri di dalam ruang tanpa batas, tak mempedulikan hal-hal yang lainnya. Dokter itu berdiri beberapa saat membelalak dan merasa suram terhadap pemandangan di hadapannya itu. Ia mempelajarinya; menafsirkannya; mencari tahu asal-muasal terjadinya peristiwa ini; kemudian ia menaikkan tangannya dan memberi isyarat pada para bibi. Mereka datang kepadanya dengan bergetar, dan kemudian berdiri dengan sopan di hadapannya. Dokter itu membungkuk kemudian berbisik,

(6)

15 Mereka menaatinya. Setengah jam kemudain ia muncul di ruang tamu, tenang, gembira, cahaya matahari tampak menyinarinya, mengantarkan Helen dengan tangannya melingkar di pinggang Helen, membelainya, dan mengatakan hal-hal lembut dan lucu yang dapat menghiburnya; dan gadis itu juga tampak bahagia dan ceria kembali. ―Jadi sekarang,‖ katanya, ―pergilah, nak‖. Masuklah ke kamarmu dan jauhi ibumu, tenangkan dirimu. Tapi tunggu, julurkan lidahmu. Bagus, sudah cukup. Kau seperti orang aneh saja!‖

Dia menepuk pipinya lalu berkata, ―Pergilah sekarang, aku akan berbicara kepada para bibi.‖

[3.5] Gadis itu menghilang dari hadapannya. Wajah pria itu seketika kembali mendung; dan sesegera ia duduk ia mengatakan: ―Kalian telah melakukan banyak kerusakan – dan mungkin hanya beberapa kebaikan. Wanita itu menderita penyakit tipus! Kupikir, kalianlah yang menyebabkan munculnya penyakit itu, dengan semua ketidakwarasan kalian, dan hal-hal yang telah kalian lakukan. Sebelumnya, aku memang tak bisa memutuskan apa penyakitknya‖.

[3.6] Dengan tiba-tiba saja wanita itu meloncat seketika, bergetar, terguncang, ketakutan, dan

dipenuhi perasaan ngeri. ―Duduk! Apa yang akan kau lakukan?‖ ―Lakukan? Kita harus segera

bertindak. Kita--‖―Kau tak bisa melakukan kebaikan apapun; kau sudah banyak menyakiti orang lain hari ini. Kalau begitu apakah kau mau berjanji akan membuang semua kejahatan besarmu itu? Duduk, aku akan memberi tahumu. Aku sudah merencanakan agar dia bisa tidur dan beristirahat, ia membutuhkannya, jika kalian mengganggunya tanpa seijinku, aku bisa memukul kepala kalian dengan sangat keras – jika itu yang kalian inginkan.‖

[3.7] Mereka duduk dengan perasaan sedih sekaligus marah tetapi mereka tetap patuh karena terpaksa. Dokter itu melanjutkan:

―Sekarang setelah ini aku ingin mendapat penjelasan tentang masalah ini. Mereka berdua ingin menjelaskannya padaku – seolah-olah tak cukup emosi atau kegemparan yang terjadi pada mereka. Kau tahu apa yang aku perintahkan, lalu bagaimana bisa kalian masuk kesana dan

membuat kekacauan?‖ Hester melihat ke arah Hannah; Hannah membalas pandangannya dengan

(7)

16 ―Mulailah, Hester.‖ Sambil memainkan rumbai-rumbai syal-nya dan menunduk, Hester berkata, dengan penuh rasa takut: ―Kami tak seharusnya melanggarnya bahkan dengan alasan apapun, tapi hal ini sangat penting. Ini adalah sebuah tanggung jawab. Dalam sebuah tanggung jawab maka tak ada pilihan, seseorang harus menyingkirkan semua pertimbangan dan melakukan tanggung jawab itu. Kami terpaksa harus mendakwanya di hadapan ibunya. Ia telah mengatakan sebuah kebohongan.‖

[3.8] Dokter itu melotot pada wanita itu sejenak lalu mencoba untuk menjernihkan pikirannya serta mencoba memahami sepenuhnya kata-kata yg tak ia mengerti itu. Lalu ia berbalik menyerang: ―Dia mengatakan satu kebohongan! Betul kan? Diberkatilah jiwaku! Sejuta kebohongan aku katakan dalam sehari, begitu pula setiap dokter! Dan begitu pula setiap orang termasuk dirimu. Itulah hal terpenting yang mengijinkanmu melawan perintahku dan membahayakan keselamatan wanita itu! Lihatlah kemari, Hester Gray, ini sepenuhya adalah sebuah perbuatan gila; gadis itu berbohong bukan untuk menyakiti orang lain. Itu mustahil, sangat mustahil. Bahkan dirimu mengetahuinya—kalian berdua mengetahuinya; kalian sangatlah

mengetahuinya.‖ Hanna datang untuk menyelamatkan saudaranya: ―Walaupun bukan

kebohongan seperti itu yang Hester maksud, dan kenyataanya memang bukan. Tapi itu tetaplah sebuah kebohongan.‖

[3.9]―Baiklah, di samping kata-kataku tadi, aku tak pernah mendengar omong kosong seperti itu! Tak pernahkah kau tahu perbedaan antara berbohong untuk kebaikan dan berbohong untuk

menyakiti seseorang?‖ ―Semua kebohongan adalah dosa besar,‖ kata Hanna sembari membentuk

bibirnya seolah-olah seperti sebuah mesin penjepit yang terus membuka dan menutup tiada henti; ―Segala macam kebohongan adalah terlarang‖

[3.10] ―Kristen satu-satunya‖ tersebut terlihat gelisah dan tak sabar di atas kursinya. Dia akan melawan kata-kata wanita tersebut, tetapi ia tak tahu bagaimana harus memulainya. Akhirnya, ia mulai berusaha:

[3.11] ―Hester, akankan kau berbohong untuk menyelamatkan seseorang dari sebuah luka atau rasa malu yang seharusnya tak ia dapatkan?‖

(8)

17 [3.13] ―Bahkan jika seseorang itu adalah temanmu?‖

[3.14] ―Tidak.‖

[3.15] ―Bahkan sahabatmu?‖

[3.16] ―Tidak. Aku tak akan melakukannya‖

[3.17] Si dokter berusaha sangat keras menahan diri dalam diamnya sejenak karena situasi ini; kemudian ia bertanya:

―Bahkan jika untuk menyelamatkannya dari kesedihan, kesakitan, dan penderitaan?‖ [3.18] ―Tidak, bahkan untuk menyelamatkan hidupnya sekalipun‖

[3.19] Ia kembali terdiam. Kemudian: ―Bahkan jiwanya?‖

[3.20] Keheningan pun kembali, sebuah keheningan yang panjang. Kemudian Hester menjawab, dalam lirih namun dengan tegas:

―Bahkan untuk jiwanya‖

[3.21] Mereka semua terdiam sejenak; kemudian dokter berkata: ―Apakah kau juga sama, Hannah?‖

[3.22] ―Ya,‖ Jawabnya.

[3.23] ―Aku bertanya kepada kalian berdua, mengapa?‖

[3.24] ―Karena semua kebohongan adalah dosa dan kita harus membayarnya dengan jiwa kita. Kita harus mengorbankannya bahkan jika kita mati tanpa sempat bertobat‖

[3.25] ―Aneh..ini aneh..itu adalah sebuah kepercayaan kuno.‖ [3.26] Kemudian ia bertanya dengan kasar:

―Apakah jiwa seperti itu pantas untuk diselamatkan?‖

[3.27] Dia bangkit, bergumam, menggerutu dan kemudian menendang-nendang pintu dengan sangat keras. Di ambang pintu ia berbalik dan memperingatkan dengan suara paraunya: ―Ubah! Runtuhkan ketaatanmu yang keji dan egois itu dan selamatkan jiwa kecilmu yang kotor itu, dan carilah sesuatu untuk memuliakannya kembali! Korbankan jiwamu! Korbankanlah di dalam kebaikan; dan jika kau kehilangannya, mengapa kau harus peduli? Ubah!‖

(9)

18 [3.28] ―Berubah!‖ Mereka mengulang-ulang kata itu dengan penuh amarah. ―Berubah dan belajarlah berbohong!‖

[3.29] Waktu berlalu, dan terjadilah haluan perubahan pada jiwa-jiwa itu. Mereka telah melaksanakan tugas pertama sebagai manusia – yaitu untuk memikirkan tentang dirinya sendiri sampai merasa sangat lelah dangan apa yang dipikirkannya, selanjutnya ia akan berada dalam keadaan dimana ia akan mencatut kepentingan pribadinya dan mulai memikrikan orang lain. Perubahan inilah yang merupakan suatu corak terpancar oleh jiwa sang dokter – yang baik dan bermnfaat. Pikiran kedua wanita tua itu kembali kepada sang keponakan tercintanya dan penyakit yang mengerikan yang sedang menyiksanya; seketika itu juga mereka lupa tentang rasa sakit yang mereka terima, dan keingingan timbul dalam hati mereka untuk menolong sang penderita itu dan menghiburnya dengan cinta, dan melayaninya, dan berusaha sekuat tenaga dengan tangan-tangan lemah mereka untuknya, dengan suka cita dan kasih sayang mereka mempergunakan tubuh tua mereka untuk melayaninya, hanya jika memungkinkan bagi mereka mempunyai hak istimewa seperti itu.

[3.30] ―Kita bisa mendapatkannya!‖ kata Hester, dengan air mata bercucuran di wajahnya. ―Tak ada seorang perawatpun yang sebanding dengan kami, dan tak akan ada orang lain yang akan berdiri di samping tempat tidur mereka hingga dalam keadaan terburuk bahkan meninggal,

dan Tuhan tahu kita bisa melakukannya.‖ ―Amen,‖ Kata Hannah, dengan senyum tanda

persetujuan dan dukungan yang terpancar dari dalam embun yang mengaburkan kacamatanya. ―Dokter tahu kita, dan tahu kita tak akan membelot lagi; dan tak ada seorangpun yang akan ia panggil selain kita. Ia tak akan sampai hati melakukannya!‖ Dengan amarah, Hester berkata ―Sampai hati?‖ air matanya bertetesan. ―Dia tega melakukan apapun. Dia bagai iblis! Tapi kali ini ia tak akan bisa melakukannya, ini semua hukuman! Hannah! Setelah kita melakukan semua yang dikatakannya, dia diberkati, bijaksana, dan baik dan ia tak akan berpikir hal semacam itu. . . . .Saatnya salah satu diantara kita pergi ke kamar itu. Mengapa ia tidak datang dan mengatakan

demikian? Apa yang menahannya?‖ Mereka mendengar suara langkahnya mendekat. Ia masuk,

(10)

19 [3.31] ―Margaret sedang sakit,‖ katanya. ―Dia masih tidur, tapi ia akan segera bangun; kemudian salah satu dari kalian harus menemuinya. Keadaannya akan memburuk bahkan sebelum ia membaik. Malam dan siang akan segera berganti. Berapa banyak yang dapat kalian lakukan?‖ ―Semuanya!‖ teriak kedua wanita itu bersamaan. Mata dokter itu bersinar, dan ia berkata dengan penuh kekuatan: ―Kalian melakukan hal yg benar, kalian wanita tua yang pemberani! Dan kalian harus merawatnya semampu kalian, tak ada seorangpun di kota ini yang paling cocok dalam pembagian tugas ini selain kalian, tapi kalian tak bisa melakukan semua itu sepenuhnya, dan ini akan menjadi sebuah kejahatan untuk membiarkan kalian melakukan semuanya.‖ Itu adalah sebuah pujian agung, pujian emas, berasal dari sumber yang seperti itu, dan ini membuat hampir semua amarah keluar dari hati tua para wanita itu.

[3.32] ―Tilly dan Nancy akan melakukan sisanya, keduanya adalah perawat yang baik, mereka wanita kulit hitam yang berjiwa putih, sangat waspada, penuh cinta, lembut – perawat yang sempurna! Dan kalian para pembohong yang cakap untuk membuai… Lihat dirimu! Awasi selalu Helen, dia sakit.‖

[3.33] Para wanita itu terlihat sedikit terkejut, dan terlihat tak percaya, kemudian Hester berkata: ―Bagaimana bisa? Belum satu jam sejak kau mengatakan dia baik-baik saja dan hanya terlihat bodoh.‖

[3.34] Dokter itu menjawab dengan tenang: ―Aku berbohong.‖

[3.35] Para wanita itu menatapnya dengan marah, dan Hannah berkata:

―Bagaimana bisa kau melakukan pengakuan menjijikan sepert ini, dengan nada yg acuh tak acuh, ketika kau tahu apa yang kami rasakan tentang segala bentuk dari –‖

(11)

20 dan berbohong dengan mulut kalian? Tak ada bedanya; dan jika kalian mau merenungkannya sejenak maka kalian akan melihatnya. Tak ada seorang manusiapun yang tidak mengtakan kotornya kebohongan setiap hari dalam hidupnya; dan kalian—mengapa, kalian mengatakan tiga puluh ribu kebohongan; tapi kalian langsung terbakar dalam amrah yang mengerikan hanya karena aku berkata bahwa aku berbohong kepada anak itu demi kebaikannya dan untuk melindunginya dari pikirannya yang tak karuan dan akan membuat darahnya memanas dan menyebabkannya terkena demam tinggi kurang dari satu jam. Jika aku tak cukup patuh dengan pekerjaanku maka itulah yang terjadi. Aku bisa saja melakukannya jika aku ingin menyelamatkan jiwaku dalam arti yang buruk.‖

[3.37] ―Kemarilah, mari kita berdiskusi. Mari kita lihat detailnya. Ketika kalian berdua ada di dalam kamar dan menyebabkan keributan, apa yg kalian akan lakukan jika kalian tahu aku datang?‖

[3.38]―Apa?‖

[3.39] ―Kalian akan membawa Helen keluar, bukan begitu?‖ Para wanita terdiam.

[3.40] ―Apa yang akan kalian jadikan objek dan tujuan kalian?‖ [3.41] ―Apa?‖

[3.42] ―Untuk mencegahku agar aku tak menemukan kesalahan kalian; karena telah membohongiku dan membuatku menduga bahwa penyebab Margaret terkejut disebabkan oleh hal lain dan bukan karena kalian. Dengan kata lain, untuk membohongiku – kebohongan diam-diam. Dan itu akan jadi sangat menyakitkan‖

Wanita kembar itu tampak terhina tapi tak berbicara.

[3.43] ―Kalian tak hanya mengatakan beribu-ribu kebohongan di dalam kebisuan kalian, tapi kalian juga mengatakannya dengan mulut kalian –kalian berdua.‖

[3.44] ―Bukan seperti itu!‖

[3.45] ―Memang seperti itu. Hanya saja itu bukan kebohongan yang berbahaya. Kalian tak pernah membayangkan untuk membahayakan seseorang. Apakah kalian tahu itu berarti adalah sebuah pengakuan?‖

(12)

21 [3.47] ―Itu adalah sebuah pengakuan yang tak kalian sadari bahwa kebohongan yang tak menyakiti orang lain bukanlah sebuah tindak kriminal; ini adalah sebuah pengakuan yang selalu kalian buat untuk mendiskriminasi. Contohnya, kalian menolak undangan Ny.Foster minggu lalu untuk bertemu dan makan malam dengan keluarga Higbies yang kalian benci itu dengan cara yang sopan, kalian mengukapkan rasa penyesalan dan meminta maaf bahwa kalian tak bisa datang. Itu adalah kebohongan. Kebohongan yang sangat sempurna yang pernah diucapkan. Sangkal itu Hester, dengan kebohongan yg lainnya.‖

[3.48] Hester menegakkan kepalanya sebagai sebuah jawaban.

―Itu tak cukup. Jawablah. Apakah itu sebuah kebohongan atau bukan?‖

Warna merah tiba-tiba timbul di pipi kedua wanita itu, dan dengan perjuangan dan usaha, mereka memberikan sebuah pengakuan:

[3.49] ―Itu adalah sebuah kebohongan.‖

[3.50] ―Bagus, perubahan sedang dimulai; masih ada harapan untukmu. Kau tak akan berbohong demi menyelamatkan jiwa sahabatmu, tapi kau akan berbohong tanpa keberatan untuk menyelamatkan dirimu sendiri karena merasa gelisah jika kau mengatakan sebuah kebenaran yang tak menyenangkan.‖ Ia bangkit. Hester berbicara mewakili keduanya, dengan nada dingin: ―Kami telah berbohong, kami merasa, ini tak pernah terpikirkan. Berbohong adalah dosa. Kami seharusnya tak pernah mengatakannya dalam bentuk apapun, bahkan untuk kesopanan atau kebijakan, untuk menyelamatkan rasa sakit atau penderitaan siapapun, seperti perintah Tuhan.‖ [3.51] ―Ah, kau akan segera jatuh! Kenyataanya, kau memang sudah jatuh; yang kau katakan barusan adalah bohong. Berubah! Salah satu dr kalian pergilah ke kamar wanita sakit itu.‖

BAGIAN IV

(13)

22 ia terkena typus, dia ketakutan, dan bertanya apakah Helen terinfeksi pada saat ia berada di kamarnya di hari dimana ia melakukan sebuah pengakuan. Hester mengatakan bahwa dokter telah memberi tahunya sesuatu. Hester merasa sulit jika mengatakannya, meskipun itu benar jika ia tak mempercayai si dokter; tapi ketika ia melihat kegembiraan sang ibu terhadap berita itu, rasa sakit yang ia rasakan sirna – hasil yg membuat ia merasa malu dari penipuan yang telah ia lakukan, meskipun tak semalu jika ia terang-terangan berharap bisa menjauh dari hal ini. Sejak saat itu, wanita sakit ini mengerti bahwa anaknya harus menjauh darinya, dan berkata ia akan meyakinkan dirinya sendiri untuk berpisah semampunya, baginya ia lebih baik sekarat dari pada harus membahayakan kesehatan putrinya. Sore itu, Helen harus dibawa ke tempat tidur, sakit.

[4.2] Keadaanya semakin memburuk pada malam hari. Pada pagi hari, ibunya menanyakan keadaanya.

―Apakah ia baik-baik saja?‖ Hester merasa dingin karena gugup; ia membuka mulutnya tapi tak sepatah kata pun keluar. Sang ibu berbaring lesu dan tak bertenaga, merenung, menunggu; tiba-tiba wajahnya menjadi pucat dan terengah-engah.

[4.3] ―Oh Tuhan! Ada apa dengannya? Apakah ia kesakitan?‖

[4.4] Hati para bibi malang itu tersiksa bagai ingin memberontak, dan ia berkata:

―Tidak, tenanglah. Ia baik-baik saja.‖ Wanita yang sakit itu merasa sangat bahagia dan bersyukur. ―Terimakasih Tuhan atas kata-kata yang baik itu! Cium aku. Itulah caraku memujimu karena telah mengatakannya!‖

[4.5] Herster mengatakan insiden ini kepada Hannah yang mendengarnya dengan tatapan amarah, dan ia berkata dengan dingin: ―Saudariku, itu adalah kebohongan.‖

[4.6] Bibir Hester bergetar, ia menangis terisak dan berkata:

―Oh, Hannah, itu adalah sebuah dosa, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak tahan melihat ketakutan dan kesengsaraan yang ada di wajahnya.‖

[4.7] ―Apapun yg terjadi itu tetaplah sebuah dosa. Tuhan akan memintamu mempertanggungjawabkannya.‖

[4.8] ―Oh, aku tahu, aku tahu.‖ Kata Hester, sambil meremas tangannya, ―tapi jika itu memang demikian, maka aku tak dapat berbuat apa-apa. Aku tahu aku harus melakukannya lagi.‖

(14)

23 Hester mendekati saudaranya, memohon dengan sangat.

[4.10] ―Jangan, Hannah, jangan lakukan, kau akan membunuhnya.‖ [4.11] ―Setidaknya aku akan berkata jujur.‖

[4.12] Keesokan harinya ia bermaksud menyampaikan pengakuan yang kejam itu pada si ibu, ia mencoba memberanikan dirinya. Ketika ia kembali dari misinya itu, Hester terlihat sedang menunggunya di depan ruangan, dengan wajah pucat dan bergetar. Ia berbisik:

[4.13] ―Oh, bagaimana seorang ibu yang malang dan menyedihkan itu dapat menerimanya?‖ [4.14] Mata Hannah berenang dalam air mata. Ia berkata:

―Ampuni aku Tuhan, aku berkata bahwa anaknya baik-baik saja!‖

Hester memeluknya dan merasa bersyukur. ―Tuhan memberkatimu, Hannah!‖ dan melontarkan pujian atas rasa syukurnya di dalam doa. Setelah itu, keduanya menyadari keterbatasan mereka dan menerima kenyataan. Mereka merasa terkepung dan terhina karena telah menjerumuskan diri mereka pada situasi yang sulit ini. Hari demi hari mereka berbohong, dan membuat pengakuan dalam doa mereka. Mereka tak meminta ampun karena mereka tak layak mendapatkannya, tapi mereka hanya membuat catatan pengakuan bahwa mereka menyadari kesalahan mereka dan tak berkeinginan untuk menyembunyikan. Setiap hari, gadis muda itu semakin terpuruk dalam penyakitnya, bibi yang menderita itu melukiskan bagaimana gadis muda itu tumbuh cantik layaknya bunga bermekaran pada sang ibu yang lemah itu, dan mereka pun hanyut dalam suka cita dan rasa syukur yang mereka dapatkan.

(15)

24 menyadari bahaya apa yang akan segera terjadi dan menindaki keadaan darurat itu dengan menahan dirinya dan memberanikan diri untuk membuka mulutnya lagi. Dalam suara yang tenang dan meyakinkan ia berkata: ―Aku pikir ini akan menyusahkan jika kau mengetahuinya, tapi Helen menghabiskan malamnya di Slones‘. Ada sebuah pesta kecil di sana, dan meskipun sebenarnya ia tak ingin datang, karena keadaanmu yang sangat kritis, kami membujuknya. Dia adalah seorang gadis muda dan membutuhkan waktu untuk menikmati masa mudanya, dan kami yakin kau akan menyetujuinya. Aku yakin ia akan menulis surat sesegera ia sampai rumah.‖

―Kau sangatlah baik, dan sangat pengertian terhadap kami berdua! Tentu saja aku menyetujui, aku bahkan sangat berterimakasih dari dalam lubuk hatiku. Oh anak kesayanganku yang malang! Katakan padanya aku ingin dia mendapatkan kebahagiaan sebanyak yang ia mau – aku tak akan merampasnya darinya. Hanya satu hal yang kuminta, bahwa ia harus selalu sehat, hanya itu yang aku inginkan. Jangan biarkan ia menderita; aku tak bisa membayangkannya. Aku sangat bersyukur jika ia dapat bebas dari infeksi ini – dia bisa lolos dari resiko kecil itu, Bibi Hester! Bayangkan jika wajah cantiknya harus terbakar oleh demam. Aku tak bisa membayangkannya. Jagalah ia agar tetap sehat. Jagalah ia agar tetap tumbuh! Aku membayangkannya sekarang, makhluk paling indah – dengan matanya yang besar, berwarna biru; dan manis,oh, betapa manis dan lembut dan menawan! Apakah ia masih secantik itu, Bibi Hester?‖ ―Oh, dia bahkan lebih cantik dari itu dan lebih bersinar dan mempesona daripada sebelumnya‖ – Hester berbalik sembari meraba-raba botol-botol obat, untuk menyembunyikan rasa malu dan kesedihannya.

BAGIAN V

(16)

25 mulut si gadis ketika ia masih kanak-kanak. Ia membawanya pada sang ibu, yang mengambilnya dengan bersemangat, dan menciuminya, dan menimangnya, membaca kata demi kata berharga itu lagi dan lagi dan merasa sangat puas pada paragraf penutupnya:

―Ibuku sayang, hanya jika aku dapat melihatmu, dan mencium matamu, dan memelukmu! Aku

sangat bahagia aku tak mengganggumu. Cepat sembuh. Semua orang sangat baik padaku, tapi aku sangat kesepain tanpamu, ibuku sayang.‖

[5.2] ―Anakku yang malang, aku mengerti perasaannya. Ia tak akan bahagia tanpaku; dan aku – Oh, aku hidup dalam cahaya matanya! Katakan padanya ia harus melakukan apa saja yg ia inginkan; dan bibi Hannah, katakanlah padanya sudah lama aku tak mendengarkan suara pianonya juga suara indahnya ketika ia bernyanyi. Tuhan tahu aku berharap aku bisa mendengarnya. Tak ada seorangpun yang tahu betapa indahnya suaranya bagiku walau hanya dengan memikirkannya saja. Suatu saat hanya ada sebuah kesunyian! Untuk apa kau menangis?‖ ―Hanya karena – karena—itu hanya sebuah kenangan. Aku datang ketika ia sedang menyanyikan Loch Lomond, dan kesedihan dalam lagu itu! Aku selalu bergetar saat ia menyanyikannya.‖ ―Dan akupun demikian. Betapa indah serta menyayat hati ketika ia memikirkan sebuah penyesalan yang ia lakukan di masa mudanya dan menyanyikannya serta bagaimana ajaibnya

nyanyian itu dapat menyembuhkannya… Bibi Hannah?‖―Sayangku, Margaret?‖

―Aku sangat sakit. Terkadang aku berpikir aku tak akan bisa mendengarkan suara indahnya lagi.‖ ―Oh, tidak Margaret –jangan katakan itu! Aku tak bisa mendengarnya.‖

[5.3] Margaret bergerak dengan susah payah dan berkata dengan lembut

[5.4] ―Kemarilah, biarkan aku memelukmu. Janganlah menangis. Kemarilah peluklah aku. Tenanglah. Aku berharap untuk tetap bisa bertahan hidup. Aku akan hidup jika aku mampu. Ah, apa yg bisa ia lakukan tanpaku…Apakah ia sering membicarakanku? Aku tahu ia melakukannya.‖

[5.5] ―Iya, Margaret, sepanjang waktu –sepanjang waktu!‖

[5.6] ―Anak kesayanganku! Apakah ia menulis surat itu sesampainya ia di rumah?‖ [5.7] ―Ya, segera setelah ia sampai. Ia tak akan bisa menunggu untuk melakukannya.‖

(17)

26 istri yang dicintai tahu bahwa ia dicintai, tapi ia membuat suaminya mengatakannya setiap hari, hanya karena ia merasa senang mendengarnya…Ia menggunakan pena kali ini. Ini lebih baik; pensil mudah dihapus, dan aku harus bersedih karenanya. Apakah kau menyarankannya untuk menggunakan pena?‖ ―Ti..tidak..itu..adalah idenya sendiri.‖

[5.9] Sang ibu terlihat bahagia dan berkata:

―Aku berharap kau akan mengatakannya. Tak ada anak sebaik dan bijaksana sepertinya!...Bibi Hannah?‖

[5.10] ―Sayangku, Margaret?‖

[5.11] ―Pergi dan katakan padanya aku selalu memikirkannya setiap saat, dan memujinya. Mengapa –kau menangis lagi. Jangan khawatirkan aku; tak ada yang perlu kau takutkan.‖

Pembawa pesan duka pun membawa pesannya, dan dengan kerelaan hati menyampaikannya pada telinga-telinga yang tak mengacuhkannya. Gadis itu mengoceh tanpa menyadarinya; menatapnya dengan pandangan penuh tanya dan dengan mata yang terkejut, menyala-nyala karena rasa demam, pandangan yang tak mengenali apa-apa: ―Apakah kau – bukan, kau bukan ibuku. Aku menginginkan ibuku – oh, aku menginginkannya! Dia ada di sini beberapa saat yang lalu – aku tak melihat dia pergi. Apakah dia akan datang? Apakah dia akan datang secepatnya? Apakah dia akan datang sekarang?...ada banyak sekali rumah di sana..dan itu semua menekanku..dan semuanya terlihat berputar-putar..oh, kepalaku, kepalaku!‖ – dan seperti itulah ia..lagi dan lagi, di dalam rasa sakitnya, melayang dari satu siksaan ke siksaan yang lainnya, dengan payah dan tak henti-hentinya menggoncangkan lengannya karena merasa gelisah. Hannah yang malang membasahi bibirnya yg kering itu dan dengan lembut mengusap alisnya yg memanas, dan berterimakasih kepada Bapa atas kebahagian karena sang ibu tak mengetahui keadaan yang sebenarnya.

BAGIAN VI

(18)

27 berdiri di sampingnya penuh penyesalan dan hati yang terluka, dan menangis karena melihat ibu itu mencintai surat-suratnya dan menggagap itu semua adalah harta karunnya yang paling berharga, sumber kebahagiaannya, serta suci karena tangan anaknya telah menyentuh surat-surat itu. Pada akhirnya ada seorang teman baik yang membawa kesembuhan dan kedamaian pada keduanya. Cahaya mulai redup. Dalam keheningan penuh khidmat sosok-sosok yang samar-samar terbang tak bersuara dalam ruangan yang redup dan berkumpul dengan sunyi dan terpesona di dalam ruangan Helen, mengelilingi tempat tidurnya, untuk sebuah peringatan. Mereka telah mengetahuinya. Gadis sekarat itu terbaring dengan mata tertutup, dan tak sadarkan diri, kain di tubuhnya sedikit naik dan turun seperti hidupnya yang berangsur-angsur sirna. Dalam satu waktu, isak tangis memecah keheningan. Pikiran sama yang menghantui setiap kepala: kematian yang sangat menyedihkan, masuk ke dalam kegelapan abadi, dan ibunya tak ada disana untuk menolong, menghibur, dan memberkati.

[6.2] Perasaan Helen campur aduk: tangannya mulai meraba-raba seperti ingin mencari sesuatu – dia telah buta selama beberapa jam. Saat terakhirpun tiba; dan semuanya mengetahuinya. Dengan sedu tangisan yang dahsyat Hester memeluknya, menangis, ―Oh, anakku, kasihku!‖ Cahaya kegembiraan memancar dari wajah sang gadis yang sekarat itu, dia telah diampuni kesalahannya dan ia pergi ke tempat peristirahatanya sembari berbisik ―Oh, ibuku, aku sangat bahagia – aku merindukanmu –sekarang aku dapat beristirahat.‖

[6.3] Dua jam kemudian Hester membuat sebuah laporan ketika ibu itu bertanya: ―Bagaimana keadaannya?‖

[6.5] ―Ia baik-baik saja.‖

BAGIAN VII

(19)

28 memikirkan hal ini; ia pikir semua pelayanan yang menyedihkan ini telah usai. Tapi ia menyadari bahwa seharusnya itu tak bisa terjadi. Pada beberapa saat dua wanita itu berdiri saling memandangi, dengan tatapan kosong; kemudian Hannah berkata: ―Tak ada jalan keluar untuk ini – dia harus mendapatkan surat itu atau ia akan curiga.‖ ―Dan ia akan mengetahui yang sebenarnya.‖ ―Ya, ini bisa menghancurkan hatinya.‖

[7.2] Ia memandangi wajah jenazah itu dan matanya dipenuhi air mata. ―Aku akan menulisnya,‖ katanya. Hester membawanya. Kalimat terakhir: ―Sayangku, untuk ibuku tercinta, kita akan segera bertemu. Bukankah ini kabar baik? Ya, benar; mereka semua berkata ini benar.‖ [7.3] Dengan menangis ibu itu berkata: ―Anakku yang malang, bagaimana ia menanggung semua itu ketika Ia sudah mengatahui keadaannya? Aku tak akan pernah melihatnya lagi seumur hidup. Ini sulit, sangatlah sulit. Apakah ia tak menaruh curiga? Kau menutupinya?‖

[7.4] ―Ia pikir kau akan segera sembuh.‖

[7.5] ―Betapa baiknya dirimu, dan berhati-hatilah bibi Hester!‖ tak ada yg boleh mendekatinya karena ia bisa terinfeksi!‖

[7.6] ―Itu akan menjadi sebuah kejahatan.‖ [7.7] ―Tapi apakah kau melihatnya?‖ [7.8] ―Ya dari jarak yg cukup jauh.‖

[7.9] ―Itu sangat baik. Aku tak dapat mempercayai orang lain; tapi kalian berdua adalah malaikat pelindungnya – tak ada yg lebih aku percayai melebihi kalian. Orang lain mungkin tak setia; dan banyak yang akan menipu, dan berbohong.‖

Air mata Hester jatuh dan bibir tuanya bergetar.

[7.10] ―ijinkan aku menciummu untuknya, Bibi Hester, dan ketika aku pergi, maka bahaya ini akan berlalu, sampaikan ciuman ini untuknya suatu hari nanti, dan katakanlah bahwa ibunya mengirimkannya ciuman ini untuknya beserta semua rasa sakit hati ibunya ada di dalamnya.‖ Selama satu jam, Helen melakukan hal yang sangat menyedihkan, air matanya menetes di atas wajah jenazah itu.

(20)

29 [8.1] Hari demi hari berlalu dan matahari menyinari bumi. Bibi Hannah membawa berita yang menenangkan kepada sang ibu. Sebuah surat bahagia yang berkata ―Kita harus menunggu sedikit lagi, ibuku tercinta, dan kemudian kita bisa bersama lagi.‖ Suara bel berbunyi menyela angin. [8.2] ―Bibi Hannah, loncengnya berbunyi. Jiwa malang ini telah berada dalam kedamaian. Sepertinya waktuku segera tiba. Kau tak akan membiarkannya melupakanku kan?‖

[8.3] ―Oh, Tuhan pun tahu ia tak akan melakukannya.‖

[8.4] ―Apakah kau tak mendengar suara-suara aneh, Bibi Hannah? Itu seperti suara langkah kaki banyak orang.‖

[8.5] ―Aku harap kau tak mendengarkannya, sayang. Itu hanya sebuah pertemuan, demi kebaikan Helen, tawanan yang malang itu. Akan ada sebuah musik yang sangat disukainya. Aku pikir kau tak akan keberatan.‖ ―Keberatan? Oh tidak, tidak. Berikan apapun yang dapat menyenangkan hatinya. Betapa kalian berdua baik padanya, dan juga padaku! Tuhan berkati kalian berdua selalu!‖ Setelah ia berhenti mendengarkan: ―Sungguh indah! Ini adalah musiknya. Apakah kalian berpikir ia memainkannya sendiri?‖ nada yang menginspirasi, lembut dan kaya mengalun di telinga melewati udara. ―Ya, itu adalah sentuhannya, sayangku, aku mengenalinya. Mereka sedang bernyanyi. Itu merupakan sebuah nyanyian pujian! Yang paling suci, yg paling

menyentuh, yang paling menghibur…seperti membukakan gerbang surga untukku..Jika

seandainnya aku dapat meninggalkan dunia sekarang… ‖

[8.6] Lembut dari kejauhan, kata-kata timbul dari kesunyian: ―Makin dekat, Tuhan, kepadaMu; walaupun saliblah mengangkatku‖ dengan penutup dari nyanyian itu jiwa yang lainnya pun pergi ke tempat peristirahatannya, dan mereka yang selama ini sudah hidup bersama tidak terpisahkan dalam kematian. Kedua saudara itu, berduka dan berbahagia, berkata: ―Syukurlah bahwa ia tak pernah mengetahuinya!‖

BAGIAN IX

(21)

30 Mereka memberanikan diri menjatuhkan diri di hadapannya, berlutut melipat tangan tuanya serta menundukan kepala mereka dan memuja. Tapi lidah mereka kaku di langit langit mulut mereka, dan mereka membisu. ―Bicaralah! Supaya aku bisa membawa pesan ke kanselir surga dan membawa kembali surat keputusan untuk kalian tanpa naik banding.‖ Dan mereka kembali menundukan kepalanya kemudian salah seorang berkata: ―Dosa kami luar biasa, dan kami menderita rasa malu; tapi hanya pertobatan yang sempurna dan terakhir yang dapat membuat kami suci; kami hanyalah ciptaan yang tak sempurna yang telah belajar kelemahan kami, dan kami tahu jika kami berada dalam keadaan yang sulit lagi maka hati kami akan kembali gagal, dan kami akan kembali berdosa seperti sebelumnya. Yang kuat mungkin akan menang, dan dapat diselamatkan, tapi kami telah terhilang.‖ Mereka mengangkat kepala dan memohon. Malaikat itu menghilang. Sementara mereka menangis dan bersujud malaikat itu kembali lagi, dan malaikat itu membisikkan sebuah firman.

BAGIAN X

(22)

31 B. Source Text

Was it Heaven? Or Hell?

by Mark Twain (1835-1910)

CHAPTER I

[1.1] "You confess it--you actually confess it--you told a lie!"

CHAPTER II

[2.1] The family consisted of four persons: Margaret Lester, widow, aged thirty six; Helen Lester, her daughter, aged sixteen; Mrs. Lester's maiden aunts, Hannah and Hester Gray, twins, aged sixty-seven. Waking and sleeping, the three women spent their days and night in adoring the young girl; in watching the movements of her sweet spirit in the mirror of her face; in refreshing their souls with the vision of her bloom and beauty; in listening to the music of her voice; in gratefully recognizing how rich and fair for them was the world with this presence in it; in shuddering to think how desolate it would be with this light gone out of it.

[2.2] By nature--and inside--the aged aunts were utterly dear and lovable and good, but in the matter of morals and conduct their training had been so uncompromisingly strict that it had made them exteriorly austere, not to say stern. Their influence was effective in the house; so effective that the mother and the daughter conformed to its moral and religious requirements cheerfully, contentedly, happily, unquestionably. To do this was become second nature to them. And so in this peaceful heaven there were no clashings, no irritations, no fault-finding, no heart-burnings.

(23)

32 can paint the consternation of the aunts. It was as if the sky had crumpled up and collapsed and the earth had tumbled to ruin with a crash. They sat side by side, white and stern, gazing speechless upon the culprit, who was on her knees before them with her face buried first in one lap and then the other, moaning and sobbing, and appealing for sympathy and forgiveness and getting no response, humbly kissing the hand of the one, then of the other, only to see it withdrawn as suffering defilement by those soiled lips.

[2.4] Twice, at intervals, Aunt Hester said, in frozen amazement: "You told a lie?" Twice, at intervals, Aunt Hannah followed with the muttered and amazed ejaculation:

"You confess it--you actually confess it--you told a lie!" It was all they could say. The situation was new, unheard of, incredible; they could not understand it, they did not know how to take hold of it, it approximately paralyzed speech. At length it was decided that the erring child must be taken to her mother, who was ill, and who ought to know what had happened. Helen begged, besought, implored that she might be spared this further disgrace, and that her mother might be spared the grief and pain of it; but this could not be: duty required this sacrifice, duty takes precedence of all things, nothing can absolve one from a duty, with a duty no compromise is possible. Helen still begged, and said the sin was her own, her mother had had no hand in it--why must she be made to suffer for it? But the aunts were obdurate in their righteousness, and said the law that visited the sins of the parent upon the child was by all right and reason reversible; and therefore it was but just that the innocent mother of a sinning child should suffer her rightful share of the grief and pain and shame which were the allotted wages of the sin.

(24)

33 farthing whether his listener liked them or didn't. Whom he loved he loved, and manifested it; whom he didn't live he hated, and published it from the housetops.

[2.6] In his young days he had! been a sailor, and the salt-airs of all the seas blew from him yet. He was a sturdy and loyal Christian, and believed he was the best one in the land, and the only one whose Christianity was perfectly sound, healthy, full-charged with common sense, and had no decayed places in it. People who had an ax to grind, or people who for any reason wanted wanted to get on the soft side of him, called him The Christian--a phrase whose delicate flattery was music to his ears, and whose capital T was such an enchanting and vivid object to him that he could SEE it when it fell out of a person's mouth even in the dark.

[2.7] Many who were fond of him stood on their consciences with both feet and brazenly called him by that large title habitually, because it was a pleasure to them to do anything that would please him; and with eager and cordial malice his extensive and diligently cultivated crop of enemies gilded it, beflowered it, expanded it to "The only Christian." Of these two titles, the! latter had the wider currency; the enemy, being greatly in the majority, attended to that. Whatever the doctor believed, he believed with all his heart, and would fight for it whenever he got the chance; and if the intervals between chances grew to be irksomely wide, he would invent ways of shortening them himself. He was severely conscientious, according to his rather independent lights, and whatever he took to be a duty he performed, no matter whether the judgment of the professional moralists agreed with his own or not.

(25)

34 up--figuratively speaking--according to the indications. When the soft light was in his eye it meant approval, and delivered a benediction; when he came with a frown he lowered the temperature ten degrees. He was a well-beloved man in the house of his friends, but sometimes a dreaded one.

[2.9] He had a deep affection for the Lester household and its several members returned this feeling with interest. They mourned over his kind of Christianity, and he frankly scoffed at theirs; but both parties went on loving each other just the same. He was approaching the house--out of the distance; the aunts and the culprit were moving toward the sick-chamber.

CHAPTER III

[3.1] The three last named stood by the bed; the aunts austere, the transgressor softly sobbing. The mother turned her head on the pillow; her tired eyes flamed up instantly with sympathy and passionate mother-love when they fell upon her child, and she opened the refuge and shelter of her arms. "Wait!" said Aunt Hannah, and put out her hand and stayed the girl from leaping into them.

[3.2] "Helen," said the other aunt, impressively, "tell your mother all. Purge your soul; leave nothing unconfessed." Standing stricken and forlorn before her judges, the young girl mourned her sorrowful tale through the end, then in a passion of appeal cried out:

"Oh, mother, can't you forgive me? won't you forgive me?--I am so desolate!"

"Forgive you, my darling? Oh, come to my arms!--there, lay your head upon my breast, and be at peace. If you had told a thousand lies--"

(26)

35 and beckoned to the aunts. They came trembling to him, and stood humbly before him and waited. He bent down and whispered:

[3.4] "Didn't I tell you this patient must be protected from all excitement? What the hell have you been doing? Clear out of the place?"

They obeyed. Half an hour later he appeared in the parlor, serene, cheery, clothed in sunshine, conducting Helen, with his arm about her waist, petting her, and saying gentle and playful things to her; and she also was her sunny and happy self again.

"Now, then;" he said, "good-by, dear. Go to your room, and keep away from your mother, and behave yourself. But wait--put out your tongue. There, that will do--you're as sound as a nut!" He patted her cheek and added, "Run along now; I want to talk to these aunts."

[3.5] She went from the presence. His face clouded over again at once; and as he sat down he said: "You too have been doing a lot of damage--and maybe some good. Some good, yes--such as it is. That woman's disease is typhoid! You've brought it to a show-up, I think, with your insanities, and that's a service--such as it is. I hadn't been able to determine what it was before."

[3.6] With one impulse the old ladies sprang to their feet, quaking with terror. "Sit down! What are you proposing to do?"

"Do? We must fly to her. We--"

"You'll do nothing of the kind; you've done enough harm for one day. Do you want to squander all your capital of crimes and follies on a single deal? Sit down, I tell you. I have arranged for her to sleep; she needs it; if you disturb her without my orders, I'll brain you--if you've got the materials for it.

(27)

36 said, timidly: "We should not have disobeyed for any ordinary cause, but this was vital. This was a duty. With a duty one has no choice; one must put all lighter considerations aside and perform it. We were obliged to arraign her before her mother. She had told a lie."

[3.8] The doctor glowered upon the woman a moment, and seemed to be trying to work up in his mind an understand of a wholly incomprehensible proposition; then he stormed out:

"She told a lie! did she? God bless my soul! I tell a million a day! And so does every doctor. And so does everybody--including you-- for that matter. And that was the important thing that authorized you to venture to disobey my orders and imperil that woman's life! Look here, Hester Gray, this is pure lunacy; that girl couldn‘t tell a lie that was intended to injure a person. The thing is impossible--absolutely impossible. You know it yourselves--both of you; you know it perfectly well." Hannah came to her sister's rescue:

"Hester didn't mean that it was that kind of a lie, and it wasn't. But it was a lie."

[3.9] "Well, upon my word, I never heard such nonsense! Haven't you got sense enough to discriminate between lies! Don't you know the difference between a lie that helps and a lie that hurts?"

"All lies are sinful," said Hannah, setting her lips together like a vise; "all lies are forbidden."

[3.10] The Only Christian fidgeted impatiently in his chair. He went to attack this proposition, but he did not quite know how or where to begin. Finally he made a venture:

[3.11] "Hester, wouldn't you tell a lie to shield a person from an undeserved injury or shame?" [3.12] "No."

[3.14] "Not even a friend?" [3.15] "No."

[3.16] "Not even your dearest friend?" [3.17] "No. I would not."

[3.18] The doctor struggled in silence awhile with this situation; then he asked: "Not even to save him from bitter pain and misery and grief?"

(28)

37 "Nor his soul?"

[3.21] There was a hush--a silence which endured a measurable interval--then Hester answered, in a low voice, but with decision:

"Nor his soul?"

[3.22] No one spoke for a while; then the doctor said: [3.23] "Is it with you the same, Hannah?"

[3.24] "Yes," she answered. [3.25] "I ask you both--why?"

[3.26] "Because to tell such a lie, or any lie, is a sin, and could cost us the loss of our own souls--would, indeed, if we died without time to repent."

[3.27] "Strange . . . strange . . . it is past belief."

[3.28] Then he asked, roughly: "Is such a soul as that worth saving?" He rose up, mumbling and grumbling, and started for the door, stumping vigorously along. At the threshold he turned and rasped out an admonition: "Reform! Drop this mean and sordid and selfish devotion to the saving of your shabby little souls, and hunt up something to do that's got some dignity to it! risk your souls! risk them in good causes; then if you lose them, why should you care? Reform!" The good old gentlewomen sat paralyzed, pulverized, outraged, insulted, and brooded in bitterness and indignation over these blasphemies. They were hurt to the heart, poor old ladies, and said they could never forgive these injuries.

[3.29] "Reform!" They kept repeating that word resentfully. "Reform--and learn to tell lies!"

(29)

38 [3.31] "And we shall have it!" said Hester, with the tears running down her face. "There are no nurses comparable to us, for there are no others that will stand their watch by that bed till they drop and die, and God knows we would do that." "Amen," said Hannah, smiling approval and endorsement through the mist of moisture that blurred her glasses. "The doctor knows us, and knows we will not disobey again; and he will call no others. He will not dare!" "Dare?" said Hester, with temper, and dashing the water from her eyes; "he will dare anything--that Christian devil! But it will do no good for him to try it this time--but, laws! Hannah! after all's said and done, he is gifted and wise and good, and he would not think of such a thing. . . . It is surely time for one of us to go to that room. What is keeping him? Why doesn't he come and say so?"

They caught the sound of his approaching step. He entered, sat down, and began to talk.

[3.32] Margaret is a sick woman," he said. "She is still sleeping, but she will wake presently; then one of you must go to her. She will be worse before she is better. Pretty soon a night-and-day watch must be set. How much of it can you two undertake?"

"All of it!" burst from both ladies at once. The doctor's eyes flashed, and he said, with energy: "You do ring true, you brave old relics! And you shall do all of the nursing you can, for there's none to match you in that divine office in this town; but you can't do all of it, and it would be a crime to let you." It was grand praise, golden praise, coming from such a source, and it took nearly all the resentment out of the aged twin's hearts.

[3.33] "Your Tilly and my old Nancy shall do the rest--good nurses both, white souls with black skins, watchful, loving, tender--just perfect nurses!--and competent liars from the cradle. . . . Look you! keep a little watch on Helen; she is sick, and is going to be sicker."

[3.34] The ladies looked a little surprised, and not credulous; and Hester said: "How is that? It isn't an hour since you said she was as sound as a nut."

[3.35] The doctor answered, tranquilly: "It was a lie."

(30)

39 you don't do it with your mouths, but only with your lying eyes, your lying inflections, your deceptively misplaced emphasis, and your misleading gestures, you turn up your complacent noses and parade before God and the world as saintly and unsmirched Truth-Speakers, in whose cold-storage souls a lie would freeze to death if it got there! Why will you humbug yourselves with that foolish notion that no lie is a lie except a spoken one? What is the difference between lying with your eyes and lying with your mouth? There is none; and if you would reflect a moment you would see that it is so. There isn't a human being that doesn't tell a gross of lies every day of his life; and you--why, between you, you tell thirty thousand; yet you flare up here in a lurid hypocritical horror because I tel! l that child a benevolent and sinless lie to protect her from her imagination, which would get to work and warm up her blood to a fever in an hour, if I were disloyal enough to my duty to let it. Which I should probably do if I were interested in saving my soul by such disreputable means.

[3.38] "Come, let us reason together. Let us examine details. When you two were in the sick-room raising that riot, what would you have done if you had known I was coming?"

[3.39] "Well, what?"

[3.40] "You would have slipped out and carried Helen with you--wouldn't you?" The ladies were silent.

[3.41] "What would be your object and intention?" [3.42] "Well, what?"

[3.43] "To keep me from finding out your guilt; to beguile me to infer that Margaret's excitement proceeded from some cause not known to you. In a word, to tell me a lie--a silent lie. Moreover, a possibly harmful one."

The twins colored, but did not speak.

[3.44] "You not only tell myriads of silent lies, but you tell lies with your mouths--you two." [3.45] "That is not so!"

[3.46] "It is so. But only harmless ones. You never dream of uttering a harmful one. Do you know that that is a concession--and a confession?"

[3.47] "How do you mean?"

(31)

40 last week to meet those odious Higbies at supper--in a polite note in which you expressed regret and said you were very sorry you could not go. It was a lie. It was as unmitigated a lie as was ever uttered. Deny it, Hester--with another lie."

[3.49] Hester replied with a toss of her head.

"That will not do. Answer. Was it a lie, or wasn't it?"

The color stole into the cheeks of both women, and with a struggle and an effort they got out their confession:

[3.50] "It was a lie."

[3.51] "Good--the reform is beginning; there is hope for you yet; you will not tell a lie to save your dearest friend's soul, but you will spew out one without a scruple to save yourself the discomfort of telling an unpleasant truth." He rose. Hester, speaking for both, said; coldly:

"We have lied; we perceive it; it will occur no more. To lie is a sin. We shall never tell another one of any kind whatsoever, even lies of courtesy or benevolence, to save any one a pang or a sorrow decreed for him by God."

"Ah, how soon you will fall! In fact, you have fallen already; for what you have just uttered is a lie. Good-by. Reform! One of you go to the sick-room now."

CHAPTER IV

(32)

41 make her distinctly and definitely wish she had refrained from it. From that moment the sick woman understood that her daughter must remain away, and she said she would reconcile herself to the separation the best she could, for she would rather suffer death than have her child's health imperiled. That afternoon Helen had to take to her bed, ill.

[4.2] She grew worse during the night. In the morning her mother asked after her: "Is she well?"

Hester turned cold; she opened her lips, but the words refused to come. The mother lay languidly looking, musing, waiting; suddenly she turned white and gasped out:

[4.3] "Oh, my God! what is it? is she sick?"

[4.4] Then the poor aunt's tortured heart rose in rebellion, and words came: "No--be comforted; she is well."

The sick woman put all her happy heart in her gratitude:

"Thank God for those dear words! Kiss me. How I worship you for saying them!"

[4.5] Hester told this incident to Hannah, who received it with a rebuking look, and said, coldly: "Sister, it was a lie."

[4.6] Hester's lips trembled piteously; she choked down a sob, and said:

"Oh, Hannah, it was a sin, but I could not help it. I could not endure the fright and the misery that were in her face."

[4.7] "No matter. It was a lie. God will hold you to account for it."

[4.8] "Oh, I know it, I know it," cried Hester, wringing her hands, "but even if it were now, I could not help it. I know I should do it again."

[4.9] "Then take my place with Helen in the morning. I will make the report myself." Hester clung to her sister, begging and imploring.

[4.10] "Don't, Hannah, oh, don't--you will kill her." [4.11] "I will at least speak the truth."

(33)

42 [4.13] "Oh, how did she take it--that poor, desolate mother?"

[4.14] Hannah's eyes were swimming in tears. She said: "God forgive me, I told her the child was well!" Hester gathered her to her heart, with a grateful "God bless you, Hannah!" and poured out her thankfulness in an inundation of worshiping praises.

After that, the two knew the limit of their strength, and accepted their fate. They surrendered humbly, and abandoned themselves to the hard requirements of the situation. Daily they told the morning lie, and confessed their sin in prayer; not asking forgiveness, as not being worthy of it, but only wishing to make record that they realized their wickedness and were not desiring to hide it or excuse it. Daily, as the fair young idol of the house sank lower and lower, the sorrowful old aunts painted her glowing bloom and her fresh young beauty to the wan mother, and winced under the stabs her ecstasies of joy and gratitude gave them.

(34)

43 now, the dainty creature--with the big, blue, earnest eyes; and sweet, oh, so sweet and gentle and winning! Is she as beautiful as ever, dear Aunt Hester?" "Oh, more beautiful and bright and charming than ever she was before, if such a thing can be"--and Hester turned away and fumbled with the medicine-bottles, to hide her shame and grief.

CHAPTER V

[5.1] After a little, both aunts were laboring upon a difficult and baffling work in Helen's chamber. Patiently and earnestly, with their stiff old fingers, they were trying to forge the required note. They made failure after failure, but they improved little by little all the time. The pity of it all, the pathetic humor of it, there was none to see; they themselves were unconscious of it. Often their tears fell upon the notes and spoiled them; sometimes a single misformed word made a note risky which could have been ventured but for that; but at last Hannah produced one whose script was a good enough imitation of Helen's to pass any but a suspicious eye, and bountifully enriched it with the petting phrases and loving nicknames that had been familiar on the child's lips from her nursery days. She carried it to the mother, who took it with avidity, and kissed it, and fondled it, reading its precious words over and over again, and dwelling with deep contentment upon its closing paragraph:

"Mousie darling, if I could only see you, and kiss your eyes, and feel your arms about me! I am so glad my practicing does not disturb you. Get well soon. Everybody is good to me, but I am so lonesome without you, dear mamma."

(35)

44 "Oh, don't--don't, Margaret! I can't bear it!"

[5.3] Margaret was moved and distressed, and said, gently:

[5.4] "There--there--let me put my arms around you. Don't cry. There--put your cheek to mine. Be comforted. I wish to live. I will live if I can. Ah, what could she do without me! . . . Does she often speak of me?--but I know she does."

[5.5] "Oh, all the time--all the time!"

[5.6] "My sweet child! She wrote the note the moment she came home?" [5.7] "Yes--the first moment. She would not wait to take off her things."

[5.8] "I knew it. It is her dear, impulsive, affectionate way. I knew it without asking, but I wanted to hear you say it. The petted wife knows she is loved, but she makes her husband tell her so every day, just for the joy of hearing it. . . . She used the pen this time. That is better; the pencil-marks could rub out, and I should grieve for that. Did you suggest that she use the pen?"

"Y--no--she--it was her own idea.

[5.9] The mother looked her pleasure, and said:

"I was hoping you would say that. There was never such a dear and thoughtful child! . . . Aunt Hannah?"

[5.10] "Dear Margaret?"

[5.11] "Go and tell her I think of her all the time, and worship her. Why--you are crying again. Don't be so worried about me, dear; I think there is nothing to fear, yet."

(36)

45 CHAPTER VI

[6.1] Daily the child sank lower and steadily lower towards the grave, and daily the sorrowing old watchers carried gilded tidings of her radiant health and loveliness to the happy mother, whose pilgrimage was also now nearing its end. And daily they forged loving and cheery notes in the child's hand, and stood by with remorseful consciences and bleeding hearts, and wept to see the grateful mother devour them and adore them and treasure them away as things beyond price, because of their sweet source, and sacred because her child's hand had touched them. At last came that kindly friend who brings healing and peace to all. The lights were burning low. In the solemn hush which precedes the dawn vague figures flitted soundless along the dim hall and gathered silent and awed in Helen's chamber, and grouped themselves about her bed, for a warning had gone forth, and they knew. The dying girl lay with closed lids, and unconscious, the drapery upon her breast faintly rising and falling as her wasting life ebbed away. At intervals a sigh or a muffled sob broke upon the stillness. The same haunting thought was in all minds there: the pity of this death, the going out into the great darkness, and the mother not here to help and hearten and bless.

[6.2] Helen stirred; her hands began to grope wistfully about as if they sought something--she had been blind some hours. The end was come; all knew it. With a great sob Hester gathered her to her breast, crying, "Oh, my child, my darling!" A rapturous light broke in the dying girl's face, for it was mercifully vouchsafed her to mistake those sheltering arms for another's; and she went to her rest murmuring, "Oh, mamma, I am so happy--I longed for you--now I can die."

[6.3] Two hours later Hester made her report. The mother asked: "How is it with the child?"

[6.4] "She is well."

CHAPTER VII

(37)

46 was finished, and in the coffin lay the fair young form, beautiful, and in the sweet face a great peace. Two mourners sat by it, grieving and worshipping--Hannah and the black woman Tilly. Hester came, and she was trembling, for a great trouble was upon her spirit. She said:

"She asks for a note." Hannah's face blanched. She had not thought of this; it had seemed that that pathetic service was ended. But she realized now that that could not be. For a little while the two women stood looking into each other's face, with vacant eyes; then Hannah said:

"There is no way out of it--she must have it; she will suspect, else." "And she would find out."

"Yes. It would break her heart."

[7.2] She looked at the dead face, and her eyes filled. "I will write it," she said. Hester carried it. The closing line said:

"Darling Mousie, dear sweet mother, we shall soon be together again. Is not that good news? And it is true; they all say it is true."

[7.3] The mother mourned, saying:

"Poor child, how will she bear it when she knows? I shall never see her again in life. It is hard, so hard. She does not suspect? You guard her from that?"

[7.4] "She thinks you will soon be well."

[7.5] "How good you are, and careful, dear Aunt Hester! None goes near her who could carry the infection?"

[7.6] "It would be a crime." [7.7] "But you see her?"

[7.8] "With a distance between--yes."

[7.9] "That is so good. Others one could not trust; but you two guardian angels--steel is not so true as you. Others would be unfaithful; and many would deceive, and lie."

Hester's eyes fell, and her poor old lips trembled.

[7.10] "Let me kiss you for her, Aunt Hester; and when I am gone, and the danger is past, place the kiss upon her dear lips some day, and say her mother sent it, and all her mother's broken heart is in it."

(38)

47 CHAPTER VIII

[8.1] Another day dawned, and grew, and spread its sunshine in the earth. Aunt Hannah brought comforting news to the failing mother, and a happy note, which said again, "We have but a little time to wait, darling mother, then se shall be together."

The deep note of a bell came moaning down the wind.

[8.2] "Aunt Hannah, it is tolling. Some poor soul is at rest. As I shall be soon. You will not let her forget me?"

[8.3] "Oh, God knows she never will!"

[8.4] "Do not you hear strange noises, Aunt Hannah? It sounds like the shuffling of many feet." [8.5] "We hoped you would not hear it, dear. It is a little company gathering, for--for Helen's sake, poor little prisoner. There will be music--and she loves it so. We thought you would not mind."

"Mind? Oh no, no--oh, give her everything her dear heart can desire. How good you two are to her, and how good to me! God bless you both always!"

After a listening pause: "How lovely! It is her organ. Is she playing it herself, do you think?" Faint and rich and inspiring the chords floating to her ears on the still air. "Yes, it is her touch, dear heart, I recognize it. They are singing. Why--it is a hymn! and the sacredest of all, the most touching, the most consoling. . . . It seems to open the gates of paradise to me. . . . If I could die now. . . ."

[8.6] Faint and far the words rose out of the stillness: Nearer, my God, to Thee,

Nearer to Thee,

E'en though it be a cross That raiseth me.

With the closing of the hymn another soul passed to its rest, and they that had been one in life were not sundered in death. The sisters, mourning and rejoicing, said:

"How blessed it was that she never knew!"

(39)

48 [9.1] At midnight they sat together, grieving, and the angel of the Lord appeared in the midst transfigured with a radiance not of earth; and speaking, said:

"For liars a place is appointed. There they burn in the fires of hell from everlasting unto everlasting. Repent!" The bereaved fell upon their knees before him and clasped their hands and bowed their gray heads, adoring. But their tongues clove to the roof of their mouths, and they were dumb. "Speak! that I may bear the message to the chancery of heaven and bring again the decree from which there is no appeal." Then they bowed their heads yet lower, and one said: "Our sin is great, and we suffer shame; but only perfect and final repentance can make us whole; and we are poor creatures who have learned our human weakness, and we know that if we were in those hard straits again our hearts would fail again, and we should sin as before. The strong could prevail, and so be saved, but we are lost." They lifted their heads in supplication. The angel was gone. While they marveled and wept he

came again; and bending low, he whispered the decree.

CHAPTER X

Referensi

Dokumen terkait

Gambar di bawah ini > klik “Auto Detect” paka akan otomatis mendeteksi “Device” , mikrokontroler yang digunakan, selanjutnya pilih “Browse” untuk mencari file

K urikulum yang disusun dalam bentuk tema dan metode field trip membuat anak.. melibatkan dirinya didalam semua arena yang mereka pelajari dan menjadikan mereka

Dalam hal lain, melihat bahwa anak-anak dan remaja yang tidak begitu dekat dengan agamanya sendiri, karena pada dasarnya daerah ini mayoritasnya adalah Islam dan mereka

Pada indikator pemikiran yang kreatif, penerapan belajar melalui bermain dengan menggunakan permainan balok unit signifikan dalam meningkatkan pemikiran yang kreatif

Dari hal tersebut peran yang terlihat adalah adanya hal baru yang hadir dimasyarakat Bandar Setia yaitu suatu lembaga tempat pembelajaran Al- qur’an yang terkoodinir,

Perancangan Mesin Penetas Telur Berbasis. Mikrokontroler

− Prototipe sistem SDR skala lab dengan frekuensi maksimal RF 50 MHz dengan daya RF kurang dari 1 mW menggunakan daughterboard Basic Tx-Rx dapat dikembangkan untuk sebuah

[r]