ETIKA PROFESI
Dr. P seorang dokter yang berpengalaman, baru saja
akan menyelesaikan tugas jaga malam disebuah rumah sakit. Seorang muda dibawa ke RS oleh
ibunya, yang langsung pergi setelah berbicara dengan suster jaga bahwa dia harus menjaga anaknya yang lain. Si pasien mengalami perdarahan vaginal dan sangat kesakitan. Dr.P melakukan pemeriksaan dan menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami
kguguran atau mencoba untuk melakukan aborsi. Dr.P segera melakukan kuretase dan mengatakan kepada suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia bersedia opname di RS sampai keadaan benar-benar baik. Dr.Q datang menggantikan dr.P yang pulang
1. Komunikasi – dia tidak mencoba
mengkomunikasikan kepada pasien mengenai kondisinya, pilihan-pilihan
tindakan dan kemampuan pasien jika dia harus menginap
2. Izin- dia tidak mendapat izin dari pasien mengenai tindakan yang dilakukan
Tindakannya mungkin sangat
kompeten dan mungkin memang
benar capek diakhir tugas jaga
malamnya namun tidak
I. Etika dan Moral
1,2,3.Latin
Morales, mos, moris,
adat, istiadat,kebiasaan, cara, tingkah laku
Tabiat, watak, akhlak,
cara hidup
Yunani
Ethicos,
ethos-adat kebiasaan, praktek
Hati nurani & penilaian (judgment) Kegiatan praktis seseorang
Kamus besar bahasa Indonesia
ETIKA:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenanan dengan akhlak
Etika dibagi = 1. Etika Umum
(klasifikasi) 2. Etika Khusus - Individual
- Institusional - Sosial
Filsafat : - kajian, ilmu filsafat - moral & moralitas
Praktek : - pedoman & aturan
A. Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik Profesi 1
Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menjadi manusia yang baik
Sistem nilai tentang perbuatan manusia yang dianggap baik/ buruk, benar / salah, pantas / tidak pantas
Mencari penjelasan , mengapa perbuatan tertentu dinilai baik/ buruk, benar/salah, pantas /tidak pantas
Kerangka berpikir yang disusun oleh filsuf tertentu-untuk memberi
pembenaran, mengapa suatu perbuatan dinilai baik dari pendekatan moral
1
2
3
Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik
Asas-asas yang diturunkan dari teori-teori etika sebagai kaidah-kaidah dasar moral bagi manusia
Seperangkat norma atau pedoman untuk mengukur perbuatan, berupa aturan dan larangan yang didasarkan pada asas – asas etika
Seperangkat aturan etika yang khusus berlaku untuk semua anggota asosiasi profesi tertentu, sebagai konsensus bersama, yang memuat aturan dan
larangan yang wajib di taati oleh semua anggota dalam menjalankan profesi
5
6
Asas – Asas Etika medis Traditional
1. Beneficence
2. Non maleficence
(Primum non nocere) 3. Menghormati hidup
manusia
4. Konfidensialitas
5. Kejujuran (veracity) 6. Tidak mementingkan
diri
7. Budi Pekerti
Tingkah laku luhur
Asas-Asas Etika Medis KONTEMPORER
2. Keadilan /justice
B. Kaidah –Kaidah Dasar Moral
Beneficence & non maleficence Respect for person
Keadilan /justice Budi pekerti
Kegiatan-kegiatan :
Kegiatan-kegiatan :
• PendidikanPendidikan
• Penelitian & pengembanganPenelitian & pengembangan
The patient’s contexts for prima facie’s choice
(Agus Purwadianto, 2004)
J ustice
General benefit result, most of people,
Elective, educated, bread-winner, mature person
Vulnerables, emergency, life saving, minor
> 1 person, others
Kaidah dasar moral
1. Tindakan berbuat baik (beneficence)
General beneficence :
melindungi & mempertahankan hak yang lain mencegah terjadi kerugian pada yang lain, menghilangkan kondisi penyebab kerugian
pada yang lain,
Specific beneficence:
menolong orang cacat,
Mengutamakan kepentingan pasien
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak
hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain
Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya
> akibat-buruk)
Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada,
pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).
2. Tidak merugikan atau nonmaleficence
/primum non nocere
Sisi komplementer beneficence dari sudut
pandang pasien, seperti :
Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat
derita (harm) pasien
Kewajiban dokter untuk menganut ini
berdasarkan hal-hal :
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau
berisiko hilangnya sesuatu yang penting b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
Norma tunggal, isinya larangan.
3. Keadilan
Treat similar cases in a similar way = justice
within morality.
Memberi perlakuan sama untuk setiap orang
(keadilan sebagai fairness) yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan /
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur
dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).
Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap
pasien sebagai mahluk berakal budi
(bermartabat), khususnya : hak dan yang-baik
Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima).
b.Distributif (membagi sumber) : kebajikan
membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai
keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :
Setiap orang andil yang sama
Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya Setiap orang sesuai upayanya.
Setiap orang sesuai kontribusinya Setiap orang sesuai jasanya
Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :
Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik
dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social –
ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).
Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas
tertentu.
Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat
dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria
material kebutuhan dan kesamaan).
d. Hukum (umum) :
Tukar menukar : kebajikan memberikan /
mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk
kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.[1]
[1] Criminal justice (penjatuhan sanksi pidana bagi terpidana) dan rectificatory justice (pemberian
kompensasi pelanggaran transaksi/kontrak, melalui hukum perdata). PBE , hal 327.
4. Otonomi (self-determination)
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni :
kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan
menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,
paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau
self-legislation dari manusia.
Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran =
Menghendaki, menyetujui, membenarkan,
mendukung, membela, membiarkan pasien
demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).
Didewa-dewakan di Anglo-American yang
individualismenya tinggi
Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth,
hormatilah hak privasi klien, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting.
Erat terkait dengan doktrin
informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang
dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.
Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut,
dikenal prinsip "turunan"nya dengan nilai-nilai seperti :
1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling
2. Kesetiaan (fidelity) : keep promise
3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)
4. Konfidensialitas.
5. Menghormati kontrak (perjanjian)
6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan asuransi, pemerintah, dll.
Keberlakuan etika kedokteran sebagai norma:
1. Bersyarat (hipotetis) = teleologis
Betul tidaknya tindakan bergantung pada
akibat-akibatnya.
a. Bila akibat baik : wajib; b. Bila buruk : haram.
Hendak dicapai tujuan kedokteran tertentu namun
tetap dalam bingkai “mempertahankan martabat kemanusiaan” (bukan tujuan asal-asalan).
Dasar : pengalaman (efektif – efisien).
Kelemahan : menghilangkan dasar pembawa
2. Tidak bersyarat (kategoris) = deontologis
Tidak bergantung pada tujuan tertentu
Betul tidaknya tindakan bergantung pada
perbuatan/cara bertindak itu sendiri, bukan pada akibat tindakan.
Dasar : kewajiban/keharusan mutlak/absolut
atau “kewajiban demi kewajiban”.
Kelemahan : pemicu fanatisme buta, tidak
Sifat etika kedokteran
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien &
5. Etika profesi (biasa):
a. Bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesi
b. Bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan
keutamaan-keutamaan moral
c.Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak
kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)
d. Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.
e.Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan
etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)
f. Isi : 2 norma pokok :
i. Sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang lain;
ii. Bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
6. Etika profesi luhur/mulia :
Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan : Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter <
kepentingan pasien) = altruisme.
Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour
officium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan
komersialisasi dunia kedokteran.
F. Bidang Kesehatan5
1. Kode Etik Kedokteran
2. Kode Etik Keparawatan
3. Kode Etik Rumah Sakit
4. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)
5. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI)
II. ETIKA & HUKUM
1. Hukum menurut standar moral yang minimal
larangan-larangan
Etika menurut standar moral yang tertinggi
larangan-larangan dan hal- hal yang
positif dokter kepada pasiennya.
2. Perbuatan seorang yang profesional
a. Etis dan legal
b. Etis tidak legal – tidak ada – kriteria etis melanggar hukum
c. Tidak Etis dan legal – dokter mengiklankan diri
d. Tak Etis dan tidak legal – dokter membuat tagihan palsu kepada perusahaan
Kasus
: US Supreme Court (MakamahAgung AS). Memutuskan – Hak
konstitutional seorang wanita untuk dapat melakukan aborsi kehamilan trisemester pertama
-Keputusan Medis
Keputusan etis
-Keputusan Medis
Keputusan etis
Pilar Keputusan Klinis sehari2 Biomedik
Mindset non medis Struktur
Principles-based ethics
Prima Facie
T.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989)
Beneficence
Non Maleficence
Autonomy
Justice
Contextual features Quality of life
Etika kedokteran; 4 bab
Bab I: Kewajiban umum, pasal 1 -9
Bab II: Kewajiban dokter terhadap pasien,
pasal 10-13
Bab III: Kewajiban dokter terhadap teman
sejawat, pasal 14 – 15
Bab IV: kewajiban dokter terhadap diri
Pasal 1 : Sumpah dokter
Pasal 2 : Standar profesi tertinggi Pasal 3 : Tidak dipengaruhi, hilang
kebebasan dan kemandirian profesi
Pasal 4 : Menghindari diri dari sifat memuji
diri
PAsal 5 : hindari nasehat yang
melemahkan daya tahan psikis
Pasal 6 : hati-hati memakai penemuan
Pasal 7 : surat keterangan dan
pendapat yang benar
Pasal 7a : Pelayanan medis yang
kompeten, dasar moral dan empati
Pasal 7b : bersikap jujur dan
membantu pelayanan, tetap jujur
Pasal 7c : hak pasien dan tenaga
kesehatan
Pasal 7d : kewajiban melindungi hidup
Pasal 8 : perhatikan kepentingan
masyarakat, promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif
Pasal 9 : kerjasama didasari saling
Pasal 10 : sikap tulus ikhlas – tidak
mampu, rujuk
Pasal 11 : berikan pasien kesempatan
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
Pasal 12 : rahasia kedokteran
Pasal 14 : kesejawatan
Pasal 15 : tidak mengambil alih pasien
teman sejawat
Pasal 16 : jaga kesehatan
Pasal 17 : ikuti perkembangan ilmu
The man who did not want his leg amputated
Physician: This was a 64-year-old man who had had a stroke which had affected his mental condition, though his awareness was good. He also suffered from diabetes mellitus and hypertension. One day gangrene was found on his leg with sepsis, high
fever, and it was a progressive gangrene. I advised him and his family to have an amputation. The family agreed, but the patient did not. The family followed my reasoning, that is, I did not want the patient to die merely because of gangrene and diabetes. Then I
suggested to the family that if the patient falls into a coma, I would have the right to undertake a professional intervention to save his life without having to obtain his approval. Once the patient went into coma, I asked the family to sign the informed
consent for the amputation. The amputation was finally done.
When the patient became conscious, he was delighted because he felt that he had recovered. He was able to sit and became quite happy and felt that he still had his two legs. When he became completely conscious, and was about to descend from the bed and walk, he realized that he had been amputated. He was shocked. He flew into an extraordinary rage and threatened that he would prosecute me and his family. He was a