Gambaran status karies dan kebersihan mulut siswa Sekolah Menengah
Pertama di kecamatan Melonguane kabupaten Talaud
1
Amelia Margareta Mataputun,
2Dinar A. Wicaksono,
2Ellen Tumewu
1Mahasiswa
2Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi rata-rata penduduk Indonesia bermasalah gigi dan mulut sebesar 23,4%. Beberapa penelitian menyebutkan karies dan radang gusi ialah penyakit gigi dan mulut yang paling banyak ditemui pada anak sekolah termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. World Health Organization merekomendasikan untuk melakukan kajian-kajian epidemiologi kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 12-15 tahun. Indeks yang umum digunakan untuk menilai status karies dan kebersihan mulut ialah indeks DMF-T dan OHI-S. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Melonguane umur 12-15 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 83 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode proportional simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan indeks DMF-T rata-rata sebesar 1,7 sedangkan untuk indeks OHI-S rata-rata sebesar 1,8. Berdasarkan hasil tersebut maka disimpulkan status karies siswa Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Melonguane termasuk kategori rendah sedangkan untuk status kebersihan mulut termasuk kategori sedang.
Kata kunci : status karies, status kebersihan mulut
Abstract
Report result Health Research Association of 2007 states that the average prevalence of Indonesia's population of oral problems by 23.4%. Some studies say caries and gingivitis is dental and oral diseases are most prevalent in school children, including students Junior High School World Health Organization recommends to conduct epidemiological studies of oral health in the age group 12-15 years. The index commonly used to assess the caries status and oral hygiene is DMF-T index and OHI-S. This study is a descriptive study with cross-sectional approach and performed on Junior High School students in District Melonguane age 12-15 years with total sample 83 students. Sampling technique using method proportional simple random sampling. The results showed DMF-T index average is 1.7 while OHI-S index average is 1.8. Based on these results it was concluded caries status of Junior High School students in the district Melonguane is low while for oral hygiene status is moderate.
PENDAHULUAN
Penyakit rongga mulut yang
paling banyak ditemui pada
masyarakat Indonesia yaitu karies
dan penyakit periodontal.
Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi
rata-rata penduduk Indonesia
bermasalah gigi dan mulut sebesar 23,4%, di mana prevalensi karies melalui pemeriksaan Decayed Missing Filled Teeth (DMF-T) untuk rata-rata nasional sebesar 4,85 artinya rata-rata penduduk Indonesia telah mengalami kerusakan gigi sebanyak lima buah gigi per orang. Indeks DMF-T untuk provinsi Sulawesi Utara sebesar 5,01 dan termasuk dalam kategori tinggi, artinya rata-rata penduduk di Sulawesi Utara memiliki kerusakan gigi sebanyak lima gigi per orang.1
Karies atau gigi berlubang merupakan penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum yang memfermentasi
karbohidrat pada gigi. Proses karies
ditandai dengan terjadinya
demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan
organiknya yang menyebabkan
terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.2 Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak dan menyebabkan gingiva mengalami peradangan.3
Karies dan penyakit periodontal sampai sekarang masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju
maupun di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia program pelayanan kesehatan gigi dan mulut telah dilaksanakan dari Pelita I sampai saat ini, namun angka kesakitan penyakit gigi dan mulut cenderung terus meningkat, salah satunya ialah rentannya anak usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Masalah tersebut harus menjadi perhatian penting dalam pembangunan karena anak usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas sumber daya manusia.
Beberapa penelitian menyebutkan kejadian karies dan penyakit periodontal masih tinggi dikalangan anak usia sekolah termasuk di dalamnya siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penelitian yang dilakukan oleh Indirawati di provinsi
Kalimantan Barat tahun 2010
menunjukan indeks DMF-T untuk umur 12 tahun sebesar 3,55 dan umur 15 tahun sebesar 3,75.4 Hasil penelitian pada siswa SMP Yayasan Nurul Hasanah Medan tahun 2011 oleh Yusuf menunjukkan rata-rata DMF-T siswa SMP Yayasan Nurul Hasanah Medan yaitu sebesar 2,44 dengan rata-rata indeks OHI-S sebesar 1,9 dan termasuk kriteria sedang.5 Hal ini
dipengaruhi oleh kurangnya
pengetahuan siswa terhadap
kebersihan gigi dan mulut.
World Health Organization
(WHO) merekomendasikan untuk
kelompok umur 12-15 tahun dan ditetapkan sebagai usia pemantauan global untuk karies serta merupakan usia kritis untuk pengukuran indikator penyakit periodontal pada remaja.3 Berdasarkan teori di usia ini seluruh gigi sulung telah digantikan dengan gigi tetap kecuali gigi molar ketiga. Apabila gigi tetap mengalami kerusakan dan harus dicabut, maka gigi tersebut tidak akan ada penggantinya, sehingga menimbulkan berbagai macam kelainan di dalam mulut yang akan mengganggu kondisi secara umum baik fisik, mental
menyebabkan kekurangan gizi.
Dampak lainnya, turunnya
kemampuan belajar sehingga
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.6
Penting untuk mengetahui
gambaran status karies dan kebersihan mulut karena dari hasil tersebut bisa diketahui seberapa besar masalah kejadian penyakit atau masalah kesehatan gigi dan mulut. Metode
yang umum digunakan untuk
mengukur status karies dan kebersihan mulut ialah lewat pemeriksaan indeks DMF-T dan OHI-S. Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H dan Green Vermillion dan telah digunakan oleh WHO.
Kabupaten Talaud merupakan bagian dari provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota kabupaten berada di kecamatan Melonguane. Di kecamatan Melonguane ada tiga unit SMP yang diselenggarakan oleh pemerintah yaitu SMP Negeri 1, SMP Negeri 2 dan
SMP Negeri 4. Penelitian tentang status karies pada siswa SMP belum pernah dilakukan di sana.Survei awal yang dilakukan, penulis melihat banyak siswa SMP yang mempunyai sekolah usia 12-15 tahun pada masing-masing kabupaten dan kota di provinsi Sulawesi Utara. Hal ini yang melatar belakangi penulis untuk mengadakan penelitian tentang “Gambaran Status Karies dan Kebersihan Mulut pada Siswa SMP di kecamatan Melonguane kabupaten Talaud”.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan
cross sectional
dan
dilakukan pada bulan April tahun 2012. Populasi penelitian ini yaitu yaitu seluruh siswa SMP yang ada di kecamatan Melonguane umur 12-15 tahun. Berdasarkan survei awal berjumlah 494 siswa.Dengan menggunakan metode
proportional simple random sampling
berdasar kriteria dan karakteristik tertentu yang telah dibuat, diperoleh sampel sebesar 83 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk data primer diambil dari hasil pemeriksaan status karies dan kebersihan mulut pada masing-masing siswa-siswi sedangkan data sekunder berupa nama, umur, jenis kelamin dan jumlah siswa di peroleh dari profil masing-masing SMP di kecamatan Melonguane.
univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi variabel status karies dan kebersihan mulut kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram dan tabel lalu diinterpretasikan.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian status karies dan kebersihan mulut siswa SMP di
kecamatan Melonguane kabupaten
Talaud sebagai berikut:
Gambar 1. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin
Gambar 2. Distribusi subyek penelitian berdasarkan umur
Gambar 3. Distribusi subyek penelitian berdasarkan pendidikan orang tua
Gambar 4. Distribusi subyek penelitian berdasarkan pekerjaan orang tua
35 42,2 48
57,8
0 50 100
Laki-laki Perempuan
n %
34 31
15
3
41 37,3
18
4 0
20 40 60
12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun
n
%
13 19 20
31
15,7 23 24
37,3
0 20 40
SD SMP SMA PERGURUAN
TINGGI
n
%
34 32
10
4 2 1
41 38,6
12
4,8 2,4 1,2
0 20 40 60
PNS Petani Wiraswasta Nelayan Pendeta Polisi n
Tabel 1. Hasil penelitian status karies
Ʃn ƩD ƩM ƩF DMF-T DMF-T rata-rata Kriteria (Jumlah subyek) (Ʃ D+M+F)
83 136 0 1 137 1,6 Rendah
Tabel 2. Hasil penelitian status kebersihan mulut
Ʃn ƩDI ƩCI OHI-S OHI-S rata-rata Kriteria (Jumlah subyek) (Ʃ DI+CI)
83 67,3 78,8 146,1 1,7 Sedang
Gambar 1-4 menunjukan gambaran karakteristik subyek penelitian menurut jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua sebagai berikut: berdasarkan jenis kelamin, jumlah siswa perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan jumlah perempuan sebanyak 48 orang (57,8%) sedangkan laki laki sebanyak 35 orang (42,2%). Berdasarkan umur, kelompok umur 12 tahun lebih banyak yaitu sebanyak 34 orang (41%) kemudian secara berturut-turut umur 13, 14 dan 15 tahun. Berdasarkan pendidikan orang tua, disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada di Indonesia yaitu tamat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi dengan jumlah pendidikan orang tua terbanyak pada perguruan tinggi sebanyak 31 orang (37,3%). Berdasarkan pekerjaan orang tua, ada lima jenis pekerjaan yaitu petani, nelayan, wiraswasta, pendeta, polisi dan PNS dengan jumlah pekerjaan orang tua paling banyak ialah PNS sebanyak 34 orang (41%) dan petani sebanyak 32 orang (38,6%).
Berdasarkan hasil penelitian status karies pada tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa dari 83 siswa SMP di kecamatan Melonguane diperolah indeks D sebanyak 136, indeks M tidak ada dan indeks F sebanyak 1 gigi. Jadi, total indeks DMF-T sebanyak 137 dengan rata-rata sebesar 1,6 termasuk kriteria rendah. Hasil penelitian status kebersihan mulut pada tabel 2 menunujukkan indeks debris sebesar 67,3 dan indeks kalkulus sebesar 78,8 sehingga total indeks OHI-S sebesar 146,1 dengan rata-rata sebesar 1,7 termasuk kategori sedang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada 83 siswa
SMP di kecamatan Melonguane
diperoleh data karakteristik siswa menurut jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua sebagai berikut: berdasarkan jenis kelamin, jumlah siswa perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan jumlah perempuan sebanyak 48 orang (57,8%) sedangkan laki laki sebanyak 35 orang (42,2%). Berdasarkan umur,
polisi dan PNS dengan jumlah pekerjaan orang tua paling banyak ialah PNS sebanyak 34 orang (41%) dan petani sebanyak 32 orang (38,6%). Hasil penelitian status karies di tabel 6 menunjukkan jumlah indeks DMF-T yang paling banyak yaitu indeks D sebanyak 136 gigi yang karies sedangkan untuk indeks M yaitu gigi yang ditumpat hanya 1 gigi dan indeks F tidak ada gigi yang dicabut. Banyaknya jumlah gigi yang karies mengindikasikan bahwa siswa belum
memahami betapa pentingnya
menyikat gigi setelah sarapan dan sebelum tidur, selain itu bisa saja karena pemahaman dan perhatian orang tua terhadap kebersihan gigi dan mulut anak yang masih kurang. Tidak adanya siswa yang mencabut dan menumpat giginya bisa saja karena mereka belum mengenal adanya dokter dan perawat gigi sebab untuk tenaga kesehatan gigi di daerah tersebut masih sangat kurang.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh indeks DMF-T rata-rata sebesar 1,6 berdasarkan kategori karies
menurut WHO termasuk dalam
kategori status karies rendah artinya rata-rata tiap siswa telah mengalami kerusakan gigi sebanyak 2 buah gigi per orang. Penelitian yang sama dilakukan oleh Listrianah dan Malaka pada murid SMP di kota Palembang tahun 2011 menunjukkan status karies siswa termasuk kategori rendah. Epidemi kejadian karies ditiap negara ataupun daerah berbeda-beda.23 Menurut Chandra (2007) epidemi karies dipengaruhi oleh tiga faktor salah satunya faktor lingkungan seperti letak geografis dan makanan atau nutrisi. Letak geografis suatu daerah dapat mempengaruhi status karies orang-orang yang tinggal di daerah
tersebut.2 Hasil penelitian Wiratmo yang meneliti tentang kejadian karies pada siswa usia 12-15 tahun yang tinggal di daerah pantai dan pegunungan di kabupaten Takalar tahun 2008 menyebutkan bahwa status karies siswa yang tinggal di daerah pantai rendah dibandingkan dengan siswa yang tinggal di daerah pegunungan hal ini karena dipengaruhi oleh air minum di daerah pantai yang mengandung banyak fluoride serta konsumsi makanan laut seperti ikan laut.24
Fluor telah dikenal sebagai salah satu unsur yang dapat mencegah karies gigi.12 Fluor terdapat di udara, air,
tanah, tumbuhan dan hewan.
Konsentrasi fluor tergantung
lokasinya, air laut lebih banyak mengandung fluor daripada air tawar yaitu sebanyak 1,2-1,5 mg/L. Air minum di sekitar derah peisisir mendapatkan suplai air dari air tanah maupun dari resapan aliran air laut yang mengandung mineral fluor sehingga masyarakat yang tinggal di daerah tersebut akan mendapatkan pemasukan fluor lebih banyak dari air minum yang mereka konsumsi. Kadar fluor maksimal di dalam air minum sebesar 1-2 mg/l. Kekurangan fluor bisa menyebabkan karies gigi dan
kelebihan fluor menyebabkan
fluorosis.25 Secara umum fluor bekerja dalam tiga cara, yaitu dengan memperlambat perkembangan lesi karies dengan cara menghambat proses
demineralisasi, meningkatkan
konsentrasi fluor dalam air minum
dengan prevalensi karies.11
Berdasarkan hal di atas, penulis berpendapat bahwa status karies siswa di kecamatan Melonguane sangat rendah, bisa saja karena ada pengaruh dari letak geografis yang berada di pesisir pantai dimana air minum di
daerah pesisir lebih banyak
mengandung fluor.
Karies dipengaruhi juga oleh faktor makanan atau nutrisi seperti mengkonsumsi makanan hasil laut. Daerah pesisir pantai identik dengan hasil laut yang berlimpah seperti ikan. Di dalam ikan terkandung mineral yang mirip kandungan susu seperti kalsium dan fosfor tapi kadarnya lebih tinggi sehingga bermanfaat untuk kesehatan tulang dan gigi bagi yang
mengkonsumsinya. Ikan juga
mengandung fluor yang bermanfaat untuk mencegah karies.26 Status karies siswa termasuk kategori rendah bisa saja karena dipengaruhi oleh faktor konsumsi makanan hasil laut yang katanya mengandung fluor.
Hasil penelitian status kebersihan mulut pada tabel 7 terlihat jumlah indeks kalkulus lebih besar dari indeks debris. Hal ini menunjukkan masih banyak siswa yang jarang menyikat giginya. Gigi yang jarang dibersihkan akan meyebabkan sisa-sisa makanan yang tertinggal di rongga mulut mengendap di dalam mulut menjadi plak. Plak yang dibiarkan lama-kelamaan akan terkalsifikasi karena terjadi pengendapan garam kalsium fosfat, kalsium karbonat, dan magnesium fosfat kemudian mengeras lalu menjadi kalkulus.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh indeks OHI-S rata-rata sebesar 1,7 dan termasuk kategori sedang, itu artinya rata-rata tiap siswa
memiliki 2 gigi tetap yang mempunyai debris dan kalkulus. Penelitian yang sama dilakukan oleh Sihite pada siswa SMP Yayasan Nurul Hasana Medan tahun 2011 diperoleh status kebersihan mulut siswa termasuk kategori sedang.27 Status kebersihan mulut
termasuk kategori sedang
menunjukkan bahwa ada sebagian siswa yang sudah bisa menjaga kebersihan mulutnya dan ada siswa yang belum bisa menjaga kebersihan mulut.
Menurut Notoatmojo, kebiasaan menjaga kebersihan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mempengaruhi baik atau buruknya kesehatan gigi dan mulut.28 Perilaku merupakan suatu aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi pola hidup yang akan dijalaninya. Pemeliharaaan kebersihan mulut yang tidak benar menyebabkan mudahnya penumpukan plak yang pada akhirnya akan menyebabkan karies gigi serta merugikan kesehatan periodontal. Perilaku memiliki peran penting untuk mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Peran penting perilaku ialah pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan sikap merupakan hasil dari indera dan peran penting dari satu tindakan. Meningkatkan pengetahuan dan sikap
akan meningkatkan kesadaran
kesehatan. Semakin baik perilaku membersihkan gigi, maka semakin baik tingkat kebersihan gigi dan mulut, sebaliknya semakin jelek perilaku membersihkan gigi, semakin jelek pula
tingkat kebersihan gigi dan
Status karies dan kebersihan mulut bisa juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi seseorang misalnya tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua siswa SMP di kecamatan Melonguane berdasarkan karakteristik subyek penelitian menunjukkan pendidikan orang tua terbanyak ialah perguruan tinggi sedangkan untuk pekerjaan orang tua paling banyak ialah PNS dan petani.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sogi dan Basgar pada siswa sekolah di India menunjukkan status karies dan kebersihan mulut lebih baik pada anak dengan status pekerjaan orang menengah ke atas. Hal ini dikarenakan orang tua dari kalangan menengah keatas mereka menganggap penting pemeliharaan kesehatan gigi serta mengharapkan gigi dapat digunakan selama mungkin, oleh karena itu mereka pasti akan secara teratur menjaga kebersihan gigi dan mulutnya, termasuk anaknya.30 Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor luar yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak, namun bagi masyarakat dengan sosial ekonominya menengah ke bawah yang memiliki penghasilan dan pengetahuan yang kurang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut tidaklah begitu penting. Hal ini karena mereka menganggap masih ada kebutuhan dasar lain yang harus mereka penuhi daripada pergi ke dokter gigi atau perawat gigi untuk memeriksakan kesehatan gigi dan
mulut. Menurut Thirthankar
pendidikan merupakan salah satu faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal, maka semakin baik pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan yang akan berpengaruh pada perilaku untuk hidup sehat.11 Penulis berpendapat bisa saja status karies dan kebersihan mulut siswa SMP di kecamatan Melonguane dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran status karies dan kebersihan mulut maka disimpulkan bahwa status karies pada siswa
Sekolah Menengah Pertama di
kecamatan Melonguane kabupaten Talaud termasuk kategori rendah sedangkan status kebersihan mulut termasuk kategori sedang.
Dari kesimpulan di atas, maka beberapa hal yang perlu penulis sarankan ialah:
1. Bagi pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan kabupaten Talaud, diharapkan untuk perlu meningkatkan kembali pelayanan kesehatan gigi dan mulut lewat program Usaha Kesehatan Gigi
Sekolah (UKGS) secara
berkesinambungan dengan
perencanaan yang baik serta melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan program tersebut sehingga persentase status karies dan status kebersihan mulut pada siswa SMP
di kecamatan Melonguane
semakin sangat rendah dan baik. 2. Bagi sekolah, kiranya guru-guru
dengan Dinas Kesehatan dalam
upaya peningkatan derajat
kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS.
3. Bagi orang tua diharapkan dapat memberi motivasi, pendidikan
dan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut yang benar terhadap anak sehingga nantinya anak tersebut dapat memelihara kesehatan gigi dan mulut secara mandiri. Sebaiknya setiap enam bulan sekali orang tua wajib membawa anaknya ke dokter gigi untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulut.
4. Dilakukan penelitian lebih lanjut dan meluas untuk mendapatkan gambaran status karies dan kebersihan mulut pada seluruh siswa SMP yang ada di kabupaten Talaud.