• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kehidupan Yakuza Dalam Komik Gokusen Karya Kozueko Morimoto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kehidupan Yakuza Dalam Komik Gokusen Karya Kozueko Morimoto"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEHIDUPAN YAKUZA DALAM KOMIK

GOKUSEN KARYA KOZUEKO MORIMOTO

KOZUEKO MORIMOTO NO SAKUHIN NO “GOKUSEN”

MANGA NO YAKUZA NO SEIKATSU NO BUNSEKI NI

TSUITE

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

MEIKA DEBBY NIM : 050708032

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

(2)

ANALISIS KEHIDUPAN YAKUZA DALAM KOMIK

GOKUSEN KARYA KOZUEKO MORIMOTO

KOZUEKO MORIMOTO NO SAKUHIN NO “GOKUSEN”

MANGA NO YAKUZA NO SEIKATSU NO BUNSEKI NI

TSUITE

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Nandi S Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S.Ph.D NIP. 19600822 1988 03 1 002 NIP. 19580704 1984 12 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Disetujui oleh : Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang Ketua Departemen,

(4)

PENGESAHAN Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra.

Pada : Tanggal : Pukul :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan

Prof. Syaifuddin, M.A.Ph.D NIP.1965 1994 03 1 004

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. ( )

2. ( )

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat, rahmat, anugrah dan perllindungan-Nya, penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kehidupan Yakuza dalam

Komik Gokusen Karya Kozueko Morimoto” ini diajukan untuk memenuhi

persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Sastra Program

Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima

bantuan dan bimbingan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada

kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih, penghargaan, serta

penghormatan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu

penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Syaifuddin M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas

Sastra Univeritas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang M.S, Ph.D, selaku Ketua

Program Studi S-1 Sastra Jepang Sumatera Utara sekaligus dosen

pembimbing II penulis, yang telah menyediakan waktu disela –sela

kesibukannya dan jadwalnya yang padat untuk membimbing dan

memberi nasehat kepada penulis intuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. Nandi S, selaku Dosen Pembimbing I, yang dalam

(6)

pikiran dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan

memeriksa skripsi ini.

4. Dosen Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk

membaca dan menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis

ucapkan Kepada semua Dosen Pengajar Program Studi S-1 Sastra

Jepang Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak

ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan dengan baik. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk

Bang Amran dan Bang Mistam yang juga telah banyak membantu

penulis.

5. Keluargaku tercinta, opungku, Adinar br. Sinaga, ayah dan ibuku,

MA.Simangunsong dan AM. Sitanggang, atas segala cinta, kasih,

doa dan semangat yang diberikan tiada henti. Dan, kedua ‘young

bro’ku tersayang, makasih ya buat semangatnya..

6. Kepada orang tersmuamuanya di hati penulis, Ayku DTH

Pom-poM, yang tak lain dan tak bukan adalah Joko Supriadi, for all

uncountable spirit he always give, his patience, and all his kindness

to help me inside and fresh me outside… I can’t say nothing more!

Thank You for everything past, now and then… Hountou ni arigatou

buat kecerewetannya juga ya…

7. Buat Aotake no Uchi ’05 : Eva Mabok, Dewi Gimun Agak Congok,

Mae Picik Congok Mampus, Ocha MonMon Congok Juga, Rani

Paus Congok Kali, Irag, Vika, Nurul, Ellys, Gunawan, Tano-six

(7)

semangat juga menguatkan satu sama lain dalam menyelesaikan

studi serta telah membagi begitu banyak hal selama menjalani

proses belajar di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

8. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Skripsi ini, yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini,

termasuk juga dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis tetap mencari

kesempurnaan tersebut dalam suatu nilai pekerjaan yang dilakukan secara

maksimal. Maka dengan berangkat dari prinsip itu jugalah, penulis berusaha

merampungkan skripsi penulis tersebut.

Medan, Oktober 2009

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI………. iv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2. Perumusan Masalah……… 6

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan………... 7

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……… 7

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 11

1.6. Metode Penelitian……… 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP YAKUZA DAN KOMIK 14 2.1. Yakuza di Jepang……….……….. 14

2.1.1. Latar Belakang Munculnya Yakuza di Jepang……. 16

2.1.2. Nama Yakuza……….…………...…… 18

2.1.3. Organisasi Yakuza………..……... 19

2.1.4. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab…...……… 23

2.2. Kelompok-Kelompok yang Termasuk Yakuza……… 26

2.2.1. Tekiya atau pedagang keliling………... 27

2.2.2 Bakuto atau Penjudi………..……….. 28

2.3. Pola identitas Yakuza……….. 29

2.4. Perubahan Aktifitas Yakuza……… 32

(9)

BAB III ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH YAKUZA DALAM KOMIK

3.1. Sinopsis Cerita……….. 43

3.2.Analisis Kehidupan dalam Bentuk Cuplikan………….. .. 44

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……….. 64

4.1. Kesimpulan……….. 64

4.2. Saran………. 66

(10)

ABSTRAK

Sebagai makhluk sosial, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan

dengan kebudayaan. Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi sistem

ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan

sehari – hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Dalam salah satu unsure kebudayaan

terdapat satu bagian berupa karya sastra yang menyajikan nilai-nilai kesenangan

dalam berbagai bentuk yang disajikan berdasarkan kehidupan sehari-hari.

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa

kesusastraan, penggunaan kata – kata yang indah, gaya bahasa dan gaya bercerita

yang menarik. Istilah sastra hendaknya dibatasi pada seni sastra yang bersifat

imajinatif. Artinya, segenap kejadian atau peristiwa yang sesungguhnya

merupakan sesuatu yang dibayangkan saja. Salah satu hasil karya sastra yang

menarik adalah komik. Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan

gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga

membentuk jalinan cerita. Di Jepang, komik merupakan karya sastra yang paling

populer.

Komik di Jepang sangat berkembang dari waktu ke waktu. Komik Jepang

tidak hanya menampilkan cerita bertema kisah cinta, action, misteri, humor, atau

kepahlawanan saja, namun juga tentang kehidupan sosial masyarakat dan masalah

– masalah yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah komik berjudul Gokusen

karya Kozueko Morimoto. Komik ini menceritakan seputar tentang kehidupan

keluarga yakuza klan Kuroda, dengan berbagai aktifitas yang terjadi pada

(11)

Kumiko Yamaguchi yang tumbuh di lingkungan keluarga Yakuza yang juga

nantinya adalah pewaris tunggal dan penerus pemimpin kelompok yakuza klan

Kuroda ;juga melalui berbagai peran kehidupan tokoh yakuza lainnya. Dalam

komik ini digambarkan kehidupan sosial para Yakuza sebagaimana kita ketahui

dalam kehidupan nyata, yang terorganisir dengan rapi dalam segala aktifitas

anggotanya.

Yakuza dianggap mewakili kejahatan terorganisir di Jepang karena yakuza

memiliki struktur organisasi yang tersusun dengan rapi untuk mengatur segala

aktifitas anggotanya. Dilator belakangi oleh keadaan Jepang yang belum stabil

akibat perang menimbulkan banyak pengangguran dari kalangan bushi yang tidak

memiliki tuan (ronin) yang membentuk kelompok-kelompok untuk melakukan

aksinya, dan mereka menamakan dirinya kabuki-mono.

Istilah yakuza pada awalnya hanya ditujukan bagi seorang pemain yang

kalah dalam permainan kartu, namun maknanya berkembang dan tidak lagi

ditujukan kepada seorang pemain saja tetapi mengacu kepada seluruh orang yang

bermain judi dan kepada orang- orang yang melakukan penyimpangan dan

mengganggu ketentraman masyarakat. Dalam masyarakat Jepang pada masa

itu,orang-orang yang berjudi dianggap sebagai pecundang dan tidak berguna.

Golongan yakuza dalam kehidupan nyata ataupun yang tergambar dalam

hasil karya – karya sastra kebanyakan adalah sosok – sosok yang kejam, kasar dan

dipenuhi oleh berbagai tindak kejahatan. Merupakan kelompok yang dalam

menjalankan tugas – tugasnya harus tunduk kepada aturan-aturan yang telah

(12)

Hatomo-yakko atau pembantu shogun, merupakan asal mula organisasi

kriminal di Jepang. Namun yakuza modern tidak mengidentifikasikan diri mereka

sebagai keturunan hatomo-yakko, melainkan sebagai keturunan machi-yokko atau

pembantu kota. Machi-yokko merupakan suatu kelompok yang sebagian

anggotanya adalah berasal dari masyarakat kelas bawah yang ada di Jepang.

Tujuan awal dibentuknya machi-yokko adalah untuk melindungi kota-kota dari

gangguan para hatomo-yakko. Berbeda dengan hatomo-yakko, kehadiran dari

machi-yokko dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Jepang, bahkan mereka

dianggap sebagai pahlawan pada zaman itu.

Yakuza (ヤクザ), yang juga dapat disebut dengan gokudou ( 極道 ) adalah

nama dari sindikat terorganisir di Jepang. Sedang dalam pengoperasian organisasi

ini, sering juga disebut mafia Jepang. Hingga sekarang, yakuza masih saja ditakuti

banyak orang, hal ini dikarenakan sepak terjangnya yang sangat mempengaruhi

Jepang, bahkan dunia sekaligus.

Dalam pelebaran dan perluasan anggota, yakuza tidak memandang status

sosial mereka. Bahkan bagi mereka (anggotanya) yang dinilai lemah dan tidak

mampu beradaptasi dengan kehidupan kesehariannya (bukan dalam yakuza),

yakuza tidak tanggung-tanggung untuk melindunginya. Dalam kepengurusannya,

yakuza dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Yakuza tak bertuan dan keluarga Yakuza.

Tidak semua anggota yakuza berasal dari kalangan bawah seperti burakunin, yaitu

masyarakat yang dianggap memiliki kedudukan yang rendah dalam masyarakat

Jepang, namun ada juga yang berasal dari keluarga terpandang, yang merasa

tertekan oleh tuntutan keluarga sehingga melarikan diri dari rumah dan kemudian

(13)

dibuang oleh orang tuanya karena kekurangan ekonomi dan lain-lain.

Keanggotaan yakuza selain seperti yang disebutkan di atas, juga berasal dari

perekruitan oleh suatu kelompok yakuza terhadap orang-orang yang dianggapnya

berpotensi untuk bergabung menjadi anggota yakuza.

Yakuza tradisional yang merupakan asal – usul dari yakuza modern, dapat

dibedakan menjadi bakuto atau penjudi, dan tekiya atau pedagang keliling. Pada

yakuza, kesetiaan itu mereka tunjukkan ke dalam beberapa hal, seperti rela

mengorbankan diri sendiri untuk melindungi oyabun, dan siap menerima

hukuman apa saja jika melakukan kesalahan yang ringan maupun berat, seperti

memotong jari (yubitsume), dan menato seluruh tubuh, dan kemudian hal ini

lama-kelamaan menjadi tradisi di organisasi yakuza dan menjadi identitas sebagai

anggota yakuza. Bukan itu saja, anggota yakuza juga sering menggunakan kode

dan bahasa rahasia jika bertemu dengan sesame anggota yakuza sehingga orang

lain yang bukan anggota yakuza tidak dapat mengetahui arti dari tindakan dan

ucapan mereka.

Yakuza pada zaman Edo atau sering disebut juga yakuza tradisional, dikenal

masyarakat sebagai sekumpulan orang yang tidak berguna karena pekerjaan

mereka adalah merampok, memeras dan berjudi. Yakuza tradisional yang

merupakan asal – usul dari yakuza modern, dapat dibedakan menjadi bakuto atau

penjudi, dan tekiya atau pedagang keliling. Namun seiring dengan perkembangan

zaman dan pergantian pemerintahan, yakuza pun ikut berkembang dan mulai

meninggalkan aktifitas lama mereka menuju aktifitas yang baru, dan yakuza

(14)

Struktur yakuza setelah Perang Dunia II terlihat semakin jelas dan rapi,

dan pada saat ini telah memiliki beberapa jabatan layaknya pemerintahan sendiri.

Setiap organisasi yakuza memiliki peraturan-peraturan sendiri yang wajib dipatuhi

dan dijalankan oleh anggotanya. Oyabun memegang kekuasaan penuh untuk

mengatur jalannya organisasi.

Sebagian dari kehidupan dan aktifitas yakuza tergambar dalam komik

Gokusen karya Kozueko Morimoto ini. Dalam komik Gokusen, pengarang lebih

menonjolkan sifat dan karakter yakuza.

Yakuza dalam komik Gokusen digambarkan juga sebagai sekelompok

orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Jepang saat itu.

Pengarang menonjolkan karakter yakuza dari sisi yang berbeda. Yakuza pada

komik Gokusen ini menunjukkan karakter utamanya ”Kumiko Yamaguchi”,

merupakan keturunan yakuza yang berprofesi sebagai guru di sebuah SMA.

Sebagai pemimpin kelompok Yakuza yang menjadi seorang guru, karakter

”Kumiko” menghadirkan image baru pada karakter yakuza yang selama ini ada

dalam bayangan masyarakat.

Kumiko menghadirkan karakter yakuza yang menyukai perdamaian,

membela kaum lemah, dan menghargai pendidikan. Sebagai guru dia mengajar

murid-muridnya yang nakal dan tidak berminat dalam belajar. Kumiko menjadi

guru yang disipilin dan tegas untuk meningkatkan prestasi muridnya. Demikian

juga para tokoh yang lain, antara masing-masing anggota di Keluarga Kuroda

harus saling menghormati dan melindungi satu sama lain.

Dalam komik ini diceritakan bagaimana kelompok yakuza masing-masing

(15)

mungkin mereka menghindari perkelahian dengan kelompok yakuza lainnya. Hal

inilah yang ditunjukkan komik tersebut, yaitu sisi yang berbeda dari kehidupan

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tujuan manusia hidup di dunia ini

adalah untuk mencari kesenangan. Banyak aspek di dunia ini yang mendukung

agar manusia dapat mencapai tujuan ini. Salah satu aspek yang menunjang itu bisa

didapatkan dalam unsur – unsur kebudayaan yang dapat memberikan nilai – nilai

kesenangan yang tersaji dalam beragam bentuk.

Adalah hal menarik jika kita berbicara dan membahas mengenai

kebudayaan sebagai bagian yang tak dapat terpisahkan dari segala aspek

kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dalam Ensiklopedia Umum (1990 :

973) dikatakan bahwa kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi

sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam

kehidupan sehari – hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Perwujudan dari

kebudayaan itu sendiri adalah benda– benda yang bersifat nyata, pola – pola

perilaku, bahasa, organisasi – organisasi sosial, agama dan sisitem kepercayaan,

kesenian dan yang lainnya, yang keseluruhannya ditujukan untuk membantu

manusia dalam melangsungkan kehidupannya.

Dalam salah satu unsur kebudayaan, yakni kesenian, terdapat satu aspek

dalam bentuk karya sastra yang dapat memberikan nilai – nilai kesenangan

dengan menikmati yang tersaji dalam beragam bentuk, termasuk bentuk yang

(17)

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Pada

umumnya, karya sastra memiliki jenis yang bervariasi, baik yang bersifat fiksi

maupun nonfiksi. Misalnya drama, teater, puisi, roman, prosa dan lain sebagainya.

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa

kesusastraan, penggunaan kata – kata yang indah, gaya bahasa dan gaya bercerita

yang menarik (Zainuddin, 1992 : 99). Rene Wellek dalam Melani Budianto (1997 :

109) berpendapat bahwa sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium

bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah

kenyataan sosial. Rene Wellek dalam Badrun (1983 : 16) juga mengatakan bahwa

istilah sastra hendaknya dibatasi pada seni sastra yang bersifat imajinatif. Artinya,

segenap kejadian atau peristiwa yang sesungguhnya merupakan sesuatu yang

dibayangkan saja.

Sedangkan menurut Boulton dalam Aminuddin (2000 : 37) bahwa cipta

sastra, selain menyajikan nilai – nilai keindahan serta paparan peristiwa yang

mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan

yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai

macam problema yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.

Sastra terdiri atas jenis – jenis sastra yang amat bervariasi, seperti

misalnya drama, teater, puisi, roman, prosa, dan sebagainya. Salah satu hasil

karya sastra berupa prosa adalah cergam (cerita bergambar), atau juga lebih

dikenal dengan sebutan Komik.

Komik merupakan salah satu seni yang mengunakan gambar – gambar

tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita.

(18)

merupakan salah satu sajian yang ditawarkan dalam dunia sastra yang dapat

menarik hati para penikmat sastra. Tidak hanya itu, komik mampu memikat

banyak orang di seluruh dunia, baik dari kalangan anak – anak, remaja, bahkan

juga orang tua.

Pada masa sekarang ini komik atau yang lebih popular dalam bahasa

Jepang yang disebut dengan Manga. Komik di Jepang sangat menjamur dan

berkembang dari waktu ke waktu. Pada zaman sekarang, komik tidak hanya

diminati oleh orang Jepang saja melainkan hampir keseluruh pelosok dunia seperti

Amerika, Eropa, bahkan sampai ke Indonesia. Di Jepang, istilah manga

diperkenalkan pertama kalinya oleh Katsuhika Hokusai. Pada saat itu komik

dibentuk pada percetakan pada kertas yang menggunakan blok – blok kayu.

Komik dibagi dalam empat kategori, antara lain :

1. Komik anak laki – laki (shounen manga)

2. Komik anak perempuan (shoujo manga)

3. Komik remaja (seinen manga)

4. Komik dewasa (seijin manga)

Dalam penyajian komik, pengarang menawarkan banyak hal yang dapat

dinikmati oleh para pembacanya. Tidak hanya konsep cerita yang berdasarkan

kisah nyata dalam kehidupan sehari –hari tetapi juga ditawarkan konsep seni dan

imajinasi yang tinggi serta nilai – nilai kebudayaan yang dapat membuat suatu

karya sastra itu, dalam hal komik khususnya, dapat menyampaikan dan

mengekspresikan ide – ide dan bahkan pesan – pesan moral dari pengarang

(19)

Komik Jepang tidak hanya menampilkan cerita bertema kisah cinta,

action, misteri, humor, atau kepahlawanan saja, namun juga tentang kehidupan

sosial masyarakat dan masalah – masalah yang ada di dalamnya. Salah satunya

adalah komik berjudul Gokusen karya Kozueko Morimoto, yang diterbitkan oleh

Level Comics; Shueisha Inc. Komik ini menceritakan seputar tentang kehidupan

tokoh utamanya yang bernama Kumiko Yamaguchi yang tumbuh di lingkungan

keluarga Yakuza yang juga nantinya adalah pewaris tunggal dan penerus

pemimpin kelompok yakuza keluarga Kuroda.

Yakuza dianggap mewakili kejahatan terorganisir di Jepang karena yakuza

memiliki struktur organisasi yang tersusun dengan rapi untuk mengatur segala

aktifitas anggotanya. Dilator belakangi oleh keadaan Jepang yang belum stabil

akibat perang menimbulkan banyak pengangguran dari kalangan bushi yang tidak

memiliki tuan (ronin) yang membentuk kelompok-kelompok untuk melakukan

aksinya, dan mereka menamakan dirinya kabuki-mono.

Istilah yakuza pada awalnya hanya ditujukan bagi seorang pemain yang

kalah dalam permainan kartu, namun maknanya berkembang dan tidak lagi

ditujukan kepada seorang pemain saja tetapi mengacu kepada seluruh orang yang

bermain judi dan kepada orang- orang yang melakukan penyimpangan dan

mengganggu ketentraman masyarakat. Dalam masyarakat Jepang pada masa

itu,orang-orang yang berjudi dianggap sebagai pecundang dan tidak berguna

(Inami, 1992 : 353).

Pada komik Gokusen karya Kozueko Morimoto ini, Kumiko Yamaguchi

;sebagai tokoh utama dalam komik ini; tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan

(20)

karakter yang keras dan menguasai bela diri sekalipun ia seorang wanita. Dalam

komik ini digambarkan kehidupan sosial para Yakuza sebagaimana kita ketahui

dalam kehidupan nyata, yang terorganisir dengan rapi dalam segala aktifitas

anggotanya.

Namun di sisi lain, Kumiko melakoni peran sebagai seorang guru di SMU

khusus pria, Shirokin. Sewaktu ia kecil ia pernah bertemu dengan seorang guru

yang benar – benar memiliki totalitas tinggi terhadap pekerjaannya sebagai guru.

Dan sejak saat itu Kumiko kecilpun menyimpan keinginan besar untuk bisa

menjadi seorang guru ketika ia dewasa nanti. Kini ia telah menjadi seorang guru,

Kumiko begitu fokus untuk keberhasilan kelulusan murid – muridnya dan benar –

benar memberikan rasa saying penuh terhadap murid – muridnya, selalu ada

ketika murid – muridnya membutuhkan pertolongannya.

Untuk dapat menjadi seorang guru tentu saja ia menyembunyikan

identitasnya sebagai seorang yakuza. Karena di Jepang ;oleh orang awam; yakuza

hanya dianggap sebagai pengganggu dan pembuat keonaran saja. Jadi ia tidak

mungkin tetap diterima atau diizinkan tetap mengajar jika identitasnya sebagai

yakuza diketahui pihak sekolah.

Tidak demikian di keluarganya. Pada awalnya keluarganya sangat

kebingungan dengan keputusan Kumiko untuk menjadi guru. Namun pada

akhirnya pemimpin kelompok Yakuza keluarga Kuroda, yang adalah kakek

Kumiko ;yang dikenal sangat bijaksana; melihat keinginan cucunya ini tulus dan

mengizinkan Kumiko untuk menjadi guru dan mendukung Kumiko sepenuhnya.

Komik Gokusen memuat cerita fiksi yang diambil berdasarkan kejadian –

(21)

Kozueko Morimoto berhasil menggambarkan kehidupan serta peran Kumiko yang

seorang yakuza dalam tugas dan tanggung jawabnya pada kelompoknya serta

kehidupannya sebagai seorang guru wanita di sekolah khusus pria.

Peran yakuza sebagai seorang guru tentulah sangat bertolak belakang

dengan profesi sebagai yakuza, yang tercermin baik dalam kehidupan nyata

maupun dalam komik Gokusen. Hal ini rasanya layak penulis angkat untuk

membahas skripsi yang berhubungan dengan yakuza melalui skripsi yang

berjudul ”ANALISIS KEHIDUPAN YAKUZA DALAM KOMIK GOKUSEN

KARYA KOZUEKO MORIMOTO”.

1.2 Perumusan Masalah

Golongan yakuza dalam kehidupan nyata ataupun yang tergambar dalam

hasil karya – karya sastra kebanyakan adalah sosok – sosok yang kejam, kasar dan

dipenuhi oleh berbagai tindak kejahatan. Merupakan kelompok yang dalam

menjalankan tugas – tugasnya harus tunduk kepada aturan-aturan yang telah

ditetapkan oleh pimpinan kelompoknya.

Namun kehidupan yakuza yang digambarkan dan ditegaskan oleh

Kozueko Morimoto dalam Gokusen ini sangat berbeda dari apa yang banyak

diketahui oleh umum. Keluarga Yakuza ini saling melengkapi, tokoh – tokoh

utama yang di gambarkan dalam komik ini memiliki rasa sosial yang cukup tinggi

terhadap lingkungan dan ikatan persahabatan yang kuat terhadap teman-temannya

sesama yakuza. Kumiko sebagai seorang yakuza mampu menghadapi segala

(22)

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba menjawab masalah yang

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang munculnya organisasi Yakuza dalam

kehidupan masyarakat Jepang?

2. Bagaimana kehidupan tokoh – tokoh utama Yakuza dalam komik

Gokusen karya Kozueko Morimoto?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini, agar masalah penelitian tidak terlalu luas, maka

penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan.

Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan

berkembang jauh, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam analisis ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup

pembahasan yang difokuskan pada kehidupan tokoh (sebanyak tujuh tokoh)

melalui cuplikan-cuplikan cerita dalam komik Gokusen ini, yaitu di mulai dari

komik Gokusen volume 1 – 10. Untuk mendukung pembahasan, akan dibahas

juga tentang latar belakang sejarah munculnya yakuza dalam kehidupan

masyarakat Jepang secara umum.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Macluer dan Page dalam Soekanto (2003:24), mengatakan bahwa

masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata krama, dari wewenang dan

(23)

laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Yakuza merupakan suatu bentuk

kebudayaan dalam hal sistem organisasi sosial masyarakat Jepang. Menurut

Suryohadiprojo (1982 : 192), kebudayaan adalah hasil dari budi daya dan hasil

dari pemikiran manusia. Yakuza merupakan suatu bentuk organisasi kriminal yang

terbentuk pertama kali pada zaman Edo, tepatnya pada pemerintahan Shogun

Tokugawa, dan hingga kini organisasi ini masih tetap ada dalam masyarakat

Jepang. Yakuza secara umum diidentikkan dengan organisasi yang penuh dengan

kekerasan dan kekejaman. Zairun (1982 :3) mengatakan bahwa organisasi adalah

suatu proses bangunan lembaga yang merupakan hasil proses pembagian dan

penyatuan usaha yang ditujukan kearah tercapainya suatu tujuan.

Setiap organisasi harus memiliki struktur organisasi agar apa yang ingin

dicapai dapat terwujud dengan baik. Anderson (1973 : 16) mengatakan bahwa

struktur organisasi adalah susunan hubungan-hubungan, pertanggungjawaban, dan

wewenang-wewenang melalui tujuan perusahaan pada pencapaian sasarannya.

Peranan menurut Soekanto (1990:243) merupakan aspek dinamis

kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Setiap orang

mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola kehidupannya. Hal itu

sekaligus berarti bahwa seorang ninja mempunyai peranan untuk menentukan

apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta hal-hal yang diberikan oleh

masyarakat kepadanya.

Aminuddin (2000:39) mengatakan bahwa sastra adalah seni, karena itu ia

mempunyai sifat yang sama dengan karya seni suara, seni lukis, seni pahat, dan

(24)

eksistensinya, serta untuk membuka jalan kekebenaran. Yang membedakannya

dengan seni lain adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa.

Unsur – unsur penunjang terciptanya sebuah karya sastra, khususnya prosa

antara lain yaitu tema, penokohan, plot, setting, dan lain sebagainya. Tokoh dan

penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Penikmat sastra

dapat secara bebas menafsirkan watak, perwatakan dan karakter yang merujuk

pada sifat dan sikap para tokoh.

Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1995 : 165), adalah

orang – orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Hal ini

sangat tergantung pada si pengarang agar dapat melukiskan tokoh sesuai dengan

pesan, amanat, atau pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembacanya.

Di dalam komik Gokusen, melalui penokohannya, pengarang menyajikan

suatu karya sastra fiksi yang banyak mengandung nilai – nilai sosiologi yang

tergambar jelas dari sikap, sifat serta ucapan – ucapan para tokohnya sebagai

unsur yang membawa pesan, amanat atau pesan moral yang kiranya dapat

bermanfaat bagi pembacanya.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu pendekatan yang

berfungsi sebagai acuan penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam

penulisan ini penulis menggunakan pendekatan semiotika, pendekatan historis dan

(25)

Menurut Jan Van Luxemburg (1992 : 46), semiotik adalah ilmu yang

mempelajari tanda – tanda, lambang dan proses perlambangan. Ilmu tentang

semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial maupun masyarakat dan

kebudayaan itu merupakan tanda – tanda. Tanda – tanda tersebut dapat berupa

gerakan anggota badan, pakaian dan lain – lain. Kemudian tanda – tanda tersebut

dihubungkan dengan konsep budaya sehingga pada kondisi ini karya sastra yang

berbentuk komik akan dijadikan sebagai tanda untuk diinterpretasikan. Setelah

dapat tanda yang menunjukkan kondisi sosial tokoh dengan menggunakan

pendekatan semiotika, penulis melakukan analisis dengan pendekatan sosiologis.

Menurut Aminuddin (2000:46) pendekatan historis adalah suatu

pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar

belakang peristiwa kesejarahan yang melatar belakangi masa-masa terwujudnya

cipta sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan

penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke

zaman. Hal dasar yang melatar belakangi lahirnya pendekatan ini adalah

anggapan bahwa cipta sastra bagaimana pun juga merupakan bagian dari

zamannya.

Ratna (2004: 65) berpendapat bahwa pendekatan historis memusatkan

perhatian pada masalah bagaimana hubungannya terhadap karya yang lain,

sehingga dapat diketahui kualitas unsur-unsur kesejarahannya. Pada umumnya

pendekatan historis dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap

relevan. Maka penulis juga menggunakan pendekatan ini untuk melihat latar

belakang cerita yakuza dalam kehidupan nyata maupun yakuza dalam komik

(26)

Pendekatan sosiologis bertolak dari pandangan bahwa sastra adalah

pencerminan kehidupan masyarakat. Pendekatan sosiologis adalah pendekatan

yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan

masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap

lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat sastra itu diwujudkan

(Aminuddin, 2006 : 46).

Dalam hal ini, penulis menganalisa kondisi sosiologis dari komik Gokusen

yang kemudian dihubungkan dengan pendekatan historis serta pendekatan

semiotika yang digunakan untuk menjabarkan keadaan serta tanda – tanda yang

terdapat dalam komik ini. Oleh karena itu, analisis ini akan menjelaskan tentang

kondisi sosial yang dihadapi tokoh utama dalam komik ini.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuaan Penelitian

Dalam setiap penulisan skripsi tentu ada tujuan yang hendak dicapai sesuai

dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas. Adapun tujuan

tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya dan perkembangan yakuza di

Jepang.

(27)

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai makna yang terkandung dalam

komik Gokusen.

2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar Sastra jepang

khususnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai

perkembangan kehidupan yakuza di Jepang dewasa ini.

1.6 Metode Penelitian

Metode dapat diartikan sebagai prosedur atau tata cara yang sistematis

yang dilakukan seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan seperti

memecahkan masalah atau menguak kebenaran atas fenomena tertentu.

(Siswantoro, 2005 : 55)

Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis dalam komik

Gokusen, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam cakupan

penelitian kualitatif. Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30), bahwa penelitian

yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin

tentang suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif

juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek

penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang

tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan

cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan

(28)

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library

research) yaitu dengan menelusuri sumber – sumber kepustakaan dengan cara

mengumpulkan buku – buku dan referensi yang ada di perpustakaan umum

Universitas Sumatera Utara, perpustakaan jurusan Sastra Jepang, membaca

literatur yang berhubungan dengan isi penulisan ini dan melakukan penelusuran

(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP YAKUZA DAN KOMIK

2.1 Yakuza di Jepang

Yakuza dianggap mewakili kejahatan terorganisir di Jepang karena yakuza

memiliki struktur organisasi yang tersusun dengan rapi untuk mengatur segala

aktifitas anggotanya. Hal inilah yang membedakan yakuza dengan organisasi

kriminal lain di dunia seperti mafia di Italia dan gangster di Amerika

Perkembangan yakuza di Jepang sangat cepat, bahkan melebihi jumlah

perkembangan polisi di Jepang pada tahun 1958-1963. padahal yakuza sering

melakukan tindakan yang di anggap illegal, seperti perdagangan narkotika,

penjualan senjata api, perjudian dan juga usaha rumah bordil. Namun pemerintah

Jepang sangat sulit untuk menghentikan perkembangan yakuza.

Jika membicarakan yakuza, terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana

latar belakang dan faktor mendukung perkembangan yakuza.

2.1.1 Latar Belakang Munculnya Yakuza di Jepang

Sistem pemerintahan feodal di Jepang dibagi menjadi feodal awal dan

feodal akhir, yang dimulai dengan zaman Kamakura (1192-1333) dan di akhiri

dengan zaman Edo atau Tokugawa (1603-1868).

Zaman Edo ditandai dengan terjadinya perang terbesar di Jepang yang

melibatkan keluarga Toyotomi dengan keluarga Tokugawa, yaitu Perang

(30)

keluarga untuk memperebutkan kekuasaan dan kedudukan shogun sebagai

pengganti Toyotomi Hideyoshi yang meninggal pada tahun 1598. Menurut tradisi,

yang sebenarnya berhak untuk mewarisi kedudukan shogun tersebut adalah putra

dari Toyotomi Hideyoshi, yaitu Toyotomi Hideyori. Namun kekuatan Tokugawa

Ieyasu dari hari kehari semakin kuat dan hal tersebut merisaukan keluarga daimyo

Ishida Mitsunari (1560-1600) yang merupakan pendukung dari Hideyori. Maka

Ishida Mitsunari mengumpulkan pengikutnya untuk menjatuhkan Tokugawa

Ieyasu, dan pihak Tokugawa Ieyasu tidak membiarkan begitu saja. Yang disebut

dengan daimyo adalah penguasa daerah yang berpenghasilan di atas 10.000 koku

padi per tahun, dan yang berpenghasilan di bawah tersebut disebut dengan

hatamoto (Situmorang, 1995 : 43).

Perselisihan antara daimyo-daimyo pendukung dari kedua keluarga

tersebut semakin meruncing dan akhirnya terjadilah perang di daerah Sekigahara.

Tokugawa Ieyasu berhasil memenangkan perang tersebut. Kemenangan

Tokugawa Ieyasu tersebut menyebabkan munculnya penguasa baru, dan

kemudian ia diangkat menjadi Jendral Berkuasa Penuh atau Seii tai Shogun oleh

Tenno Haika. Tokugawa Ieyasu mendirikan pemerintahan Bakufu di Edo (Tokyo)

pada tahun 1603 (Totman dalam Situmorang, 1995 : 20).

Perang tersebut melibatkan sekitar 80.000 bushi dari masing-masing kubu.

Walaupun Tokugawa Ieyasu berhasil mengalahkan keluarga Toyotomi, namun

kerugian yang dideritanya juga tidak sedikit. Kondisi Jepang setelah perang

Sekigahara dapat dikatakan damai namun belum stabil karena banyak bushi harus

berpindah profesi dari samurai, dan sebagian dari mereka ada yang berpindah

(31)

kerja di pemerintahan. Bushi adalah serdadu professional yang sebelumnya adalah

petani yang dipersenjatai dan dilatih untuk mengabdi kepada tuannya kizoku.

Namun tidak sedikit dari para bushi itu yang gagal dengan profesi baru mereka,

dan mereka yang gagal ini kemudian menggunakan segala cara untuk memperoleh

uang demi kelangsungan kehidupan mereka.

Para ronin tersebut bisaanya membentuk kelompok-kelompok dalam

melakukan segala kegiatannya. Pada saat itu ada suatu kelompok yang cukup

terkenal di kalangan masyarakat Edo yang menamai dirinya kabuki-mono. Mereka

adalah para ronin yang sering melakukan tindakan yang menyimpang dan sering

berpenampilan eksentrik karena cara berpakaian serta potongan rambutnya yang

tidak lazim dan selalu membawa pedang panjang kemanapun mereka pergi

sebagai alat untuk menakut-nakuti masyarakat pada zaman itu.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keadaan Jepang yang belum stabil

akibat perang menimbulkan banyak pengangguran dari kalangan bushi yang tidak

memiliki tuan (ronin) yang membentuk kelompok-kelompok untuk melakukan

aksinya, dan mereka menamakan dirinya kabuki-mono. Kabuki-mono dapat

dikatakan sebagai kelompok kriminal legendaris pada zaman pertengahan di

Jepang. Mereka dikenal juga sebagai kelompok ronin dengan sebutan

hatomo-yakko atau pembantu shogun, yang menerapkan loyalitas yang tinggi pada

tuannya dan sesama para anggotanya, seperti bersumpah untuk saling melindungi

dalam berbagai keadaan.

Hatomo-yakko atau pembantu shogun, merupakan asal mula organisasi

kriminal di Jepang. Namun yakuza modern tidak mengidentifikasikan diri mereka

(32)

pembantu kota. Machi-yokko merupakan suatu kelompok yang sebagian

anggotanya adalah berasal dari masyarakat kelas bawah yang ada di Jepang.

Tujuan awal dibentuknya machi-yokko adalah untuk melindungi kota-kota dari

gangguan para hatomo-yakko. Berbeda dengan hatomo-yakko, kehadiran dari

machi-yokko dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Jepang, bahkan mereka

dianggap sebagai pahlawan pada zaman itu.

Ada beberapa kisah mengenai tokoh machi-yokko, namun yang paling

terkenal adalah cerita mengenai Chobei Banzuiin. Chobei dilahirkan dalam

keluarga biasa di bagian selatan Jepang. Pada tahun 1640, ia berkelana ke Edo dan

kemudian bergabung dengan kakaknya, seorang biksu kepala di sebuah kuil

Budha.

Berbeda dengan kakaknya, Chobei bekerja sebagai makelar buruh. Selain

menjadi makelar buruh, Chobei juga membuka tempat perjudian yang awalnya

hanya untuk mengisi waktu istirahat. Taruhan yang dipasang selain untuk menarik

perhatian para buruh untuk ikut berjudi, juga dimaksudkan agar uang yang telah ia

bayarkan sebagai gaji kepada buruh yang ia pekerjakan, dapat kembali ke

tangannya.

Walaupun Chobei memiliki tempat berjudi, namun di lain pihak ia jga

dikenal masyarakat sebagai orang yang suka menolong rakyat jelata. Setiap kali

orang yang ditolongnya mengucapkan terima kasih kepadanya, ia menjawab

bahwa semua itu adalah jalan hidup yang ia pilih karena seandainya ia memilih

jalan pedang maka ia akan kehilangan nyawanya. Seolah-olah telah diramalkan

oleh kata-katanya sendiri, Chobei meninggal dibunuh dengan pedang oleh musuh

(33)

(Kaplan, 1994 : 17). Kisah-kisah selama masa hidup Chobei yang suka menolong

telah memberikan pengaruh yang cukup besar pada yakuza modern, sehingga

mereka menganggap Chobei Banzuiin sebagai leluhur mereka.

2.1.2 Nama Yakuza (ヤ ク ザ)

Kebanyakan kaum Machi-yokko yang disewa berasal dari kelas bakuto

atau penjudi. Hal ini dimaksudkan agar upah para pekerja terkuras di meja

perjudian. Dengan begitu, uang yang telah dikumpulkannya akan cepat habis dan

mereka dengan terpaksa agar segera mencari “tambahan” guna mencukupi

kebutuhan hobinya, yaitu berjudi.

Dalam permainan judi, mereka bisaa menggunakan kartu Hanafuda (花札)

dengan system permainan mirip Black Jack. Permainan yang dinamakan Oicho

Kabu atau yang sering disebut sammai karuta atau tiga kartu ini digunakan karena

dinilai sangat cepat dan menyenangkan. Cara permainannya sangat mudah.

Dengan hanya menjumlahkan angka dari masing-masing kartu maka dapat

ditentukan siapa pemenangnya. Pemenang dari permainan ini adalah pemain yang

memiliki nilai tertinggi. Untuk nilai tertingginya adalah 9, sedang nilai terendah

adalah 0 (nol). Angka ini diambil dari penjumlahan ketiga kartu yang dibagikan

dan angka terakhirlah yang menentukan.

Jika ditemukan angka 9-9-1, yang berjumlah 19, maka angka 9 yang

digunakan. Demikian juga, apabila kartu yang dibagikan adalah adalah 5-5-5 dan

jumlahnya 15 maka angka 5-lah yang digunakan. Dalam permainan ini, para

pemain sangat membenci angka yang berakhiran 0 (nol). Karena secaralangsung

(34)

Dalam permainan ini, kartu yang disebut dengan “kartu sial” ini sering

ditemukan dengan nilai 8-9-3 yang berjumlah 20. dan istilah “yakuza” sendiri

awalnya diambil dari “kartu sial” ini. Dalam bahasa Jepang, angka 8-9-3 dapat

juga diucapkan sebagai Ya-Ku-Za.

8 ( 八) = Hachi = Ha/Ya ( ヤ )

9 ( 九) = Kyu = Ku ( ク )

3 ( 三) = San/ Zan = Sa/Za ( ザ )

Istilah yakuza pada awalnya hanya ditujukan bagi seorang pemain yang

kalah dalam permainan kartu, namun maknanya berkembang dan tidak lagi

ditujukan kepada seorang pemain saja tetapi mengacu kepada seluruh orang yang

bermain judi dan kepada orang- orang yang melakukan penyimpangan dan

mengganggu ketentraman masyarakat. Dalam masyarakat Jepang pada masa

itu,orang-orang yang berjudi dianggap sebagai pecundang dan tidak berguna

(Inami, 1992 : 353).

2.1.3 Organisasi Yakuza

Yakuza (ヤクザ), yang juga dapat disebut dengan gokudou ( 極道 ) adalah

nama dari sindikat terorganisir di Jepang. Sedang dalam pengoperasian organisasi

ini, sering juga disebut mafia Jepang. Hingga sekarang, yakuza masih saja ditakuti

banyak orang, hal ini dikarenakan sepak terjangnya yang sangat mempengaruhi

Jepang, bahkan dunia sekaligus. Meski pada dasarnya mereka adalah

kelompok-kelompok ‘minor’ yang dikumpulkan, namun dalam perekruitan anggota, mereka

(35)

Jika awal dari pembentukan yakuza berasal dari “rakyat yang bukan dari

kalangan bushi”, dalam pelebaran dan perluasan anggota, yakuza tidak

memandang status sosial mereka. Bahkan bagi mereka (anggotanya) yang dinilai

lemah dan tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan kesehariannya (bukan

dalam yakuza), yakuza tidak tanggung-tanggung untuk melindunginya. Dalam

kepengurusannya, yakuza dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Yakuza tak bertuan

dan keluarga Yakuza

1. Yakuza tak bertuan/yakuza lepas

Dalam kepengurusan yakuza, tidak ditentukan atau diwajibkan bagi

mereka untuk bergabung dalam suatu kelompok tertentu. Pada praktiknya, banyak

ditemukan yakuza yang berdiri sendiri dan tidak memiliki “tuan”.

Seperti yang disebutkan, yakuza dapat berasal dari golongan manapun,

tingkat sosial apapun, dan umur berapa pun. Dan ini berdampak dengan adanya

yakuza lepas yang tidak memiliki tuan dan tidak terikat dengan organisasi apapun.

Yakuza lepas ini sering disewa oleh keluarga yakuza untuk melakukan

kegiatannya. Sesuai dengan jabatannya, yakuza lepas berasal dari kalangan paling

bawah, yang tidak memungkinkan menjalankan usaha apapun secara sendirian.

Mereka lebih dikenal oleh masyarakat tentang sepak terjang mereka yang selalu

membuat keonaran diantaranya. Berbeda dengan keluarga yakuza yang lebih

memilih “jalur elit”.

Keterlibatan antara yakuza lepas dengan keluarga yakuza adalah apabila

keluarga yakuza menginginkan keonaran dengan tanpa campur tangan pribadinya,

atau hanya ingin “lempar batu sembunyi tangan”, keluarga yakuza menyewa

(36)

Yakuza lepas sangat mandiri karena tidak bertuan. Sehingga yakuza lepas

lebih mudah dalam beraksi tanpa harus menunggu atau ditunggu. Dalam alur

keuangannya, yakuza lepas sangat rawan apabila pada akhirnya yakuza lepas

mampu mengungguli keluarga yakuza.

Dan, apabila hal tersebut benar-benar terjadi, maka keluarga yakuza tidak

segan-segan untuk menghabisi yakuza lepas tersebut yang dinilai mengganggu

dan sebagai ancaman di kemudian hari.

2. Keluarga Yakuza

Keluarga yakuza berbeda dengan yakuza lepas. Mereka lebih terkoordinir

dan berjalan sesuai alurnya. Susunan kepengurusan juga sangat jelas sehingga

mereka memiliki pertanggungjawaban secara terarah. Selain itu,

peraturan-peraturan yang disusun juga harus dilakssanakan.

Dalam kepengurusan Keluarga Yakuza atau yang dapat disebut Organisai

yakuza, mirip dengan susunan keluarga pada umumnya dan memiliki tugas dan

tanggung jawab seperti organisasi-organisasi pada umumnya. Kombinasi kedua

susunan struktural ini mampu membawa yakuza menjadi organisasi “keluarga”

yang sangat kuat dan ditakuti.

Susunan keluarga rumah tangga; dalam keluarga kecil, kepala rumah

tangga biasa dipegang oleh lelaki tertua yang biasanya diperankan oleh ayah

dengan istri yang mendampingi dan diteruskan ke bawah oleh anaknya. Jika

ditarik kebelakang, menjadi keluarga besar, lelaki tertualah yang menjadi kepala

rumah tangga (bila masih mampu). Atau juga yang paling mampu dalam

mengurusi segala kebutuhan rumah tangga. Dengan didampingi istri, diteruskan

(37)

sering disebut sebagai cucu(-cucu). Di antara ank(-anak) dan atau cucu(-cucu),

mereka memiliki ikatan tali persaudaraan yang disebut dengan kakak-adik.

Jika ditarik secara keseluruhan, tali ikatan keluarga besar tersebut

memiliki ikatan antara bapak-anak, kakek-cucu, paman-keponakan, dan

kakak-adik.

Berbeda dengan susunan organisasi (secara umum); “Atasan” bisa jadi

seseorang uang memiliki jabatan terendah atau bahkan ‘pemilik’” bisa jadi

seseorang yang memiliki jabatan terendah atau bahkan ‘pemilik’ perusahaan

sendiri dan kemudian turun ke kepala pusat hingga ke masing-masing kepala

cabang. Susunan ini terus secara menurun kepada masing-masing anak buah

hingga sampai dasar. Bahkan sekarang mengenal sistem kontrak atau bahkan

buruh lepas.

Dengan gambaran susunan keluarga rumah tangga dan organisasi, jika

digabungkan, pasti menjadi suatu organisasi yang sangat kuat. Yakuza adalah

salah satu organisasi yang memiliki susunan organisasi tersebut. Oleh karenanya

disebut sebagai “Organisasi Keluarga Yakuza”.

Susunan keluarga Yakuza, atau dapat disebut sebagai Klan Yakuza; Kepala

Tinggi, dapat disebut sebagai Oyabun 親分 (ayah/father) dan menurun secara

kebawah kepada Wakashu 若衆 (anak/child). Dan masing-masing anak(-anak)

tersebut menjadi Kyodai (saudara/brother).

Melihat susunan struktural tersebut, seperti dalam kepengurusan organisasi

perusahaan, yakuza juga memiliki “staf khusus” untuk mengurusi keuangan,

hukum, dan sekretaris. Mereka adalah termasuk angkatan pertama di bawah “kaki

(38)

2.1.4 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab a. Oyabun

Oyabun, dalam istilah mafia atau bahkan organisasi teroris besar

dimanapun, sama artinya yaitu Bos Besar. Oyabun dalan yakuza dapat diartikan

sebagai Father atau bahkan God Father. Oyabun sendiri adalah “nenek moyang”

dari berbagai elemen yakuza yang ada di Jepang.

Dalam kepengurusannya, oyabun dibantu oleh saiko komon, yang menjadi

salah satu kaki tangannya dalam menjalankan organisasinya baik di bidang hukum

maupun keuangan. Selain itu juga ada Waka Gashira yang juga sebagai

“anak”nya.

Seluruh ucapan dan perintah oyabun adalah hukum, dan “anak-anak”nya

wajib mengikutinya. Bagi mereka yang membelot, hanya akan membahayakan

kehidupannya. Bukan hanya secara personal, melainkan yang berhubungan

dengan dirinya, termasuk keluarga dan kerabatnya. Oyabun yang sangat terkenal

adalah Yoshio Kodama. Dia berhasil mempersatukan beberapa kelompok yakuza

menjadi organisasi terkuat di jepang setelah peristiwa Pearl Harbour.

b. Saiko Komon

Yakuza adalah salah satu organisasi yang memiliki struktur organisasi terbaik.

Yakuza bahkan memikirkan sampai ke pengurus hukum. Saiko Komon, penasihat

yang mendampingi Oyabun dalam berperan memiliki beberapa staf yang setara

dengannya. Mereka terbagi sesuai dengan pekerjaannya. Di antaranya adalah

(39)

Meski begitu, mereka yang termasuk ke dalam golongan Saiko Komon,

juga memiliki hak yang sama seperti oyabun untuk menjadi “ayah” dari

kelompok-kelompoknya. Hanya saja, mereka dituntut agar tetap setia

mendampingi sang ayah.

c. Shatei Gashira

Meski oyabun dinilai sebagai pimpinan tertinggi, tidak menjadikan dirinya

sebagai pimpinan tunggal selamanya. Oyabun juga memiliki saingan yang

sama-sama memiliki basis tinggi. Mereka disebut sebagai “adik” oyabun atau shatei

Gashira.

Susunan strukturalnya sama, hanya yang membedakan, keturunan dari

mereka menjadi saudara tertua dari keturunan-keturunan Waka Gashira karena

shatei gashira sendiri menduduki peringkat pertama dari susunan yakuza. Meski

begitu, shatei gashira tidak memiliki keagungan layaknya oyabun. Namun shatei

gashira harus tunduk kepada oyabun.

d. Wakashu

Anaknya atau sebagai “pimpinan ke-2” ini sering dipanggil oleh sang ayah

sebagai waka gashira. Wakashu atau waka gashira juga dapat disebut sebagai

Kumicho 組長.

Hampir keseluruhan Wakashu memiliki keturunan. Bagi Wakashu yang

memiliki keturunan inilah yang berhak mendapatkan julukan Waka Gashira. Dan

dia kemudian mendapatkan panggilan kumicho bagi kelompok-kelompok di

(40)

Saat menjalankan jabatannya sebagai Wakashu, dia tetap harus

menjalankan norma-norma yakuza terhadap pimpinannya (God Father). Karena

bagaimanapun juga, oyabun adalah satu-satunya pimpinan tertinggi dalam yakuza.

Kumicho, meski sebagai pimpinan tinggi, yang dalam ilmu perang dapat disebut

sebagai “shogun/Panglima Perang” ini juga memiliki struktur organisasi yang

sama dengan organisasi besar pimpinan oyabun. Kumicho juga dibantu oleh Saiko

Komonnya sendiri.

e. Wakashu Kyodai

“Saudara” oyabun atau sering disebut sebagai Shatei Gashira juga sering

disebut sebagai kyodai. Namun demikian, kyodai tidak terhenti hanya sebatas

“saudara” oyabun saja. Pada dasarnya kyodai adalah “saudara” seangkatan.

Seluruh keturunan baik dari Saiko Komon, Shatei Gashira, atau bahkan Waka

Gashira adalah kyodai. Mereka layaknya sebuah keluarga dan dalam suatu

komunitas atau organisasi pekerja, selalu memiliki dua kubu, antara pro dan

kontra.

Bagi kubu ‘pro’, mereka lebih mementingkan persaudaraan dengan saling

berbagi dan membantu. Tapi bagi ‘kontra’, mereka cenderung memperebutkan

jabatan dan memperlihatkan kekuasaannya.

2.2 Kelompok-Kelompok yang Termasuk Yakuza

Setelah hampir seratus tahun kematian Chobei Banzuiin, barulah muncul

yakuza tradisional. Yakuza tradisional adalah yakuza yang muncul pada awal

(41)

Mereka bisaanya berasal dari kalangan bawah yang merasa terbuang atau tidak

sesuai dengan masyarakat Jepang pada umumnya. Tetapi tidak semua anggota

yakuza berasal dari kalangan bawah seperti burakunin, yaitu masyarakat yang

dianggap memiliki kedudukan yang rendah dalam masyarakat Jepang karena mata

pencaharian mereka adalah berburu binatang untuk dijual kulitnya. Namun ada

juga yang berasal dari keluarga terpandang yang merasa tertekan oleh tuntutan

kedua orang tua mereka sehingga melarikan diri dari rumah dan kemudian

bergabung dengan yakuza, atau pelajar yang dikeluarkan dari sekolah, anak yang

dibuang oleh orang tuanya karena kekurangan ekonomi dan lain-lain.

Keanggotaan yakuza selain seperti yang disebutkan di atas, juga berasal

dari perekruitan oleh suatu kelompok yakuza terhadap orang-orang yang

dianggapnya berpotensi untuk bergabung menjadi anggota yakuza. Perekruitan ini

biasanya dilakukan di tempat-tempat tertentu seperti tempat-tempat hiburan,

prostitusi, klub-klub malam dan tempat keramaian lainnya. Di

tempat-tempat seperti ini tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian, dan hal

tersebut merupakan saat yang tepat untuk merekruit seseorang yang dianggap kuat

karena berhasil mengalahkan lawan-lawannya.

Yakuza tradisional yang merupakan asal – usul dari yakuza modern, dapat

dibedakan menjadi bakuto atau penjudi, dan tekiya atau pedagang keliling. Kedua

kelompok ini memiliki kebiasaan yang sangat berbeda sehingga polisi Jepang

sampai saat ini sangat sulit untuk membedakan yakuza sebagai bakuto atau tekiya.

Baik bakuto maupun tekiya memiliki daerah kerja masing-masing, dan mereka

tidak pernah berselisih seandainya mereka berada pada daerah yang sama. Berikut

(42)

2.2.1 Tekiya atau Pedagang Keliling

Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul tekiya. Goro Fujita, mantan

anggota Tosi-kai, yaitu kelompok etnis Korea terbesar yang dibentuk pada tahun

1948, yang mengontrol klub-klub malam di Ginza, percaya bahwa tekiya pada

awalnya adalah bangsa nomaden yang berkeliling untuk menjual dagangannya di

kota-kota dan pusat-pusat perdagangan.

Bagaimanapun asal-usulnya, pada pertengahan 1700-an para pedagang

keliling atau tekiya bergabung untuk menggalang kerja sama dan saling

melindungi daerah kekuasaan Tokugawa Ieyasu. Mereka mampu mengontrol

tempat-tempat berjualan di pasar atau bazaar yang diadakan di kuil-kuil. Pada saat

diadakan bazaar, sepanjang jalan menuju kuil dipenuhi oleh tempat-tempat

berjualan macam-macam barang, mulai dari barang keperluan rumah tangga

sampai dengan mainan anak-anak. Para pedagangnya adalah tekiya, dan

masyarakat Jepang pada umumnya mengetahui bahwa mereka adalan yakuza,

tetapi tidak semua pedagang yang berjualan adalah tekiya. Pedagang yang bukan

tekiya diharuskan untuk membayar iuran kepada tekiya jika ingin berjualan

ditempat tersebut. Tekiya-lah yang menentukan lokasi didirikannya tempat-tempat

berjualan tersebut, dan polisi tidak dapat melakukan tindakan apapun. Apabila

seorang pedagang ingin membuka usaha di daerah yang berada di bawah

kekuasaan tekiya, maka ia harus bersedia membayar sejenis uang iuran kepada

tekiya, dan jika menolak maka dipastikan ada barang-barang yang hilang, atau

pelayannya berkurang, bahkan tekiya tidak segan-segan menggunakan kekerasan

(43)

Tidak seperti penjudi, kegiatan tekiya pada umumnya adalah legal, bahkan

pemerintah feodal membantu memperkuat kedudukan para pemimpin tekiya

dengan menjamin pengakuan status mereka secara resmi pada kurun waktu

1735-1740. untuk mengurangi berkembangnya praktek penipuan pada

pedagang-pedagang tekiya, pemerintah menunjuk beberapa oyabun sebagai pengawas dan

memberikan penghargaan kepada mereka berupa nama keluarga dan dua buah

pedang, yang merupakan simbol dari samurai.

2.2.2 Bakuto atau Penjudi

Berbeda dengan tekiya, usaha yang dilakukan oleh bakuto adalah

jelas-jelas ilegal, yaitu berjudi. Pada awalnya kelompok penjudi ini terdiri dari ronin,

namun lama-kelamaan para pegawai pemerintah dan bos-bos lokal, seperti

pimpinan pemadam kebakaran atau mandor kuli bangunan yang bertanggung

jawab terhadap pekerjaan konstruksi dan irigasi di bawah kekuasaan Tokugawa

mulai tertarik untuk mengadu nasib di meja judi. Pekerjaan ini mengharuskan

mereka untuk membayarkan sejumah uang kepada para buruh, dan uang yang

telah mereka bayarkan kepada para buruh sebagai upah itu kemudian diusahakan

agar dapat kembali lagi ke tangan pegawai pemerintah dan bos-bos tersebut. Cara

yang mereka lakukan adalah dengan membuka meja judi, dan hal tersebut sangat

manjur, banyak para buruh yang menghabiskan upah yang mereka terima di meja

judi tersebut, dan lama kelamaan bukan hanya para buruh yang mengadu nasib di

meja ini, banyak dari para pedagang, seniman dan bahkan orang-orang dari

(44)

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kata yakuza berasal dari sebuah

permainan kartu yang dilakukan oleh para bakuto, yang mengacu kepada sesuatu

yang tidak berguna, dan kemudian mengacu kepada para bakuto itu sendiri karena

mereka dianggap tidak berguna. Selama bertahun-tahun kata yakuza digunakan

terbatas pada kaum bakuto saja, karena para anggotanya terus mempertahankan

kemurnian kelompoknya yang menganggap bahwa yakuza yang sebenarnya

adalah para penjudi tradisional.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kata yakuza tidak lagi hanya

digunakan untuk bakuto saja tetapi juga kepada tekiya, dan kelompok-kelompok

kriminal terorganisir lainnya di Jepang. Lebih lanjut yang dikatakan dengan

kelompok terorganisir menurut seorang mantan polisi Jepang, Raisuki Miyawaki

(2006 : 11), adalah struktur yang kuat dan saling menunjang yang melibatkan

hubungan manusia dan peredaran uang. Dalam struktur tersebut ikut terlibat di

dalamnya adalah debitor besar, mantan pejabat bank, dan organisasi kriminal.

2.3 Pola Identitas Yakuza

Pada yakuza, kesetiaan mereka tunjukkan ke dalam beberapa hal, seperti

rela mengorbankan diri sendiri untuk melindungi oyabun, dan siap menerima

hukuman apa saja jika melakukan kesalahan yang ringan maupun berat, seperti

memotong jari (yubitsume), dan menato seluruh tubuh, dan kemudian hal ini

lama-kelamaan menjadi tradisi di organisasi yakuza dan menjadi identitas sebagai

anggota yakuza. Bukan itu saja, anggota yakuza juga sering menggunakan kode

(45)

lain yang bukan anggota yakuza tidak dapat mengetahui arti dari tindakan dan

ucapan mereka. Berikut ini penjelasan dari pola identitas dari yakuza tersebut.

2.3.1 Yubitsume atau Pemotongan Jari

Bakuto memiliki peraturan-peraturan yang bersifat mengikat kepada

anggotanya, terutama yang menyangkut kesetiaan dalam menjaga rahasia bakuto

dan kepatuhannya terhadap hubungan oyabun-kobun.

Ada beberapa hal yang ditabukan dan dilarang dalam bakuto, seperti

memperkosa. Jika hal tersebut dilanggar, maka sipelaku akan dikenakan hukuman

yang berat atau dikeluarkan dari organisasi. Bukan berarti kalau dikeluarkan dari

organisasi lebih ringan hukumannya, karena dengan dikeluarkan dari organisasi

maka tidak akan ada suatu organisasi yakuza yang lain akan mau menerimanya,

hal ini dikarenakan oyabun akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada

seluruh organisasi yakuza mengenai anggotanya telah diusir, untuk tidak

menerimanya dalam organisasinya. Hal ini merupakan hukuman yang sangat berat

bagi anggota yakuza, karena dengan begitu dia tidak akan dapat lagi bergabung ke

organisasi yakuza lainnya, dan berarti dia akan kehilangan pekerjaannya

selamanya.

Untuk beberapa kesalahan berat tetapi tidak sampai dijatuhi hukuman mati

atau diusir, maka bakuto menerapkan peraturan pemotongan jari atau yubitsume,

yang bisaanya dipotong terlebih dahulu adalah ruas jari pertama kelingking.

Yubitsume ini baik atas dasar perintah dari oyabun maupun atas kesadaran sendiri,

terbukti membuat kobun tergantung pada perlindungan oyabun. Pemotongan jari

(46)

ruas jari yang telah dipotong itu kemudian dibungkus dengan kain yang baik

kualitasnya lalu dipersembahkan kepada oyabun. Tradisi ini berasal dari bakuto

pada zaman Edo, dimana pada masa itu jika seorang penjudi tidak mampu

membayar hutang-hutangnya, maka ruas jarinya akan dipotong, ini dilakukan agar

kemampuan untuk bermain judinya akan menjadi berkurang.

2.3.2 Tato

Selain yubitsume, tradisi yang diperkenalkan oleh kaum bakuto adalah tato.

Tato pada awalnya merupakan bentuk hukuman yang digunakan untuk

mengasingkan pelanggar dari masyarakat, yang bisaanya terdapat di sekitar

lengan untuk setiap kejahatan yang dilakukannya.

Tradisi tato ini memiliki makna selain sebagai hukuman, diantaranya

adalah sebagai tanda suatu perkumpulan masyarakat. Jika setiap orang dalam satu

kelompok masyarakat melakukan suatu kegiatan yang sama, maka setiap orang di

dalam kelompok itu juga harus melakukan hal yang sama. Hal tersebut juga

berlaku dalam organisasi yakuza yang diidentikan dengan tato, jadi semua

anggota yakuza juga harus ditato. Pada saat ini tato digunakan sebagai simbol atau

lambang dari masing-masing organisasi yakuza tempat dia bergabung. Proses

penatoan tradisional merupakan suatu yang sangat menyakitkan. Peralatan yang

digunakan terbuat dari tulang atau kayu yang dipahat dan pada ujungnya dipasang

jarum. Proses ini memakan waktu yang tidak sebentar, bahkan untuk tato sekujur

tubuh waktu yang diperlukan bisa mencapai lebih dari 100 jam. Sampai saat ini

tato masih sangat popular di kalangan yakuza, bahkan yakuza modern masih

(47)

menato yang lebih canggih dan tidak sesakit dengan alat tradisional, para anggota

yakuza lebi memilih menggunakan dengan cara tradisional.

2.3.3 Kode dan Bahasa Rahasia

Pada saat sesama anggota yakuza bertemu, mereka memiliki kebisaaan

tersendiri untuk saling memperkenalkan identitas mereka masing-masing. Jika

yang bertemu adalah oyabun suatu organisasi dengan kobun dari organisasi lain,

maka tata cara hirarki dapat dengan mudah dilakukan. Misalnya pada saat

memperkenalkan diri masing-masing, oyabun mengidentifikasikan dirinya dengan

cara menunjukkan ibu jarinya, sedangkan kobun akan menyembunyikan ibu

jarinya dan menunjukkan jari kelingkingnya yang menandakan bahwa dia

merupakan kobun yang masih muda.

Selain itu, organisasi yakuza juga memiliki bahasa rahasia yang

dikembangkan dan hanya diketahui artinya oleh sesama anggota yakuza itu sendiri,

gunanya agar rahasia dari organisasi mereka tidak mengalir hingga ke luar

organisasi (Lebra, 1974 : 54).

2.4 Perubahan Aktifitas Yakuza

Yakuza pada zaman Edo atau sering disebut juga yakuza tradisional,

dikenal masyarakat sebagai sekumpulan orang yang tidak berguna karena

pekerjaan mereka adalah merampok, memeras dan berjudi. Cara berpenampilan

mereka juga sangat eksentrik dan tidak lazim bagi masyarakat pada zaman itu.

(48)

yakuza pun ikut berkembang dan mulai meninggalkan aktifitas lama mereka

menuju aktifitas yang baru, dan yakuza berubah menjadi yakuza yang modern.

2.4.1 Yakuza pada Zaman Edo

Zaman Edo dikenal juga sebagai zaman feodal akhir, karena pemerintahan

yang berkuasa pada saat itu bersifat feodal di bawah pimpinan shogun Ieyashu

Tokugawa. Pada zaman ini siapa yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang

besar maka dialah yang akan memimpin, hukum itu juga berlaku di dalam

organisasi yakuza, siapa yang paling kuat dan memiliki kekuasaan yang besar

maka dialah yang akan memimpin organisasi.

Ketika pertama kali terbentuk, yakuza hanyalah sekumpulan orang-orang

yang dianggap tidak berguna di tengah-tengah masyarakat karena yang mereka

kerjakan hanyalah meresahkan masyarakat seperti merampok, berjudi, memeras

dan lain sebagainya. Setiap kali beraksi mereka melakukannya tanpa ada

koordinasi yang jelas dan melakukannya sesuai dengan keinginan dari diri mereka

sendiri tanpa ada perintah yang jelas. Namun semakin bertambahnya anggota

yakuza semakin ditakuti pula organisasi ini oleh masyarakat. Tidak jarang terjadi

keributan-keributan dan perkelahian diantara sesama aggota yakuza dalam

memperebutkan kekuasaan, dan siapa yang paling kuat diantara mereka akan

diangkat menjadi pemimpin kelompok yang seterusnya akan mengatur dan

memberikan perintah kepada anggota-anggotanya dalam menjalankan tugas.

Dapat dikatakan yakuza awal atau yakuza tradisional pada zaman edo

belum memiliki struktur organisasi yang rapi dan jelas, mereka hanya terdiri dari

(49)

hubungan ini sering juga disebut dengan oyabun (pemimpin atau atasan) dan

kobun (anggota atau bawahan). Inilah yang akan menjadi dasar dari struktur

organisasi yakuza pada zaman-zaman berikutnya hingga sekarang.

Di zaman ini, tidak ada sistem perekrutan khusus untuk bergabung

menjadi anggota yakuza, setiap orang dapat bergabung ke dalam organisasi

yakuza jika ia merasa sanggup dan memiliki kemampuan untuk menjalankan

perintah dari oyabun.

Penerapan sistem ie pada organisasi kriminal Jepang seperti yakuza yang

dikenal dengan istilah oyabun-kobun, yaitu hubungan orang tua dan anak yang

fiktif. Organisasi yakuza sangat menekankan sekali hubungan seperti ini, dan

hubungan ini dapat mempererat hubungan diantara sesama anggota yakuza.

Sistem seperti ini terbukti sangat berfungsi dalam perkembangan yakuza saat ini,

karena dengan sistem seperti ini yakuza masih dapat bertahan hingga sekarang,

dan walaupun yakuza berkembang dan mengalami banyak perubahan, namun

hubungan seperti ini masih tetap dipertahankan oleh organisasi yakuza hingga

sekarang.

2.4.2 Yakuza Modern

Seiring modernisasi yang diawali dengan Restorasi Meiji, yakuza pun

mengikuti perkembangan tersebut. Mereka mulai mengubah pola bisnis mereka

karena semakin ketatnya pengawasan oleh pemerintahan di zaman itu sehingga

mereka kesulitan untuk meneruskan usaha-usaha ilegal mereka selama ini. Para

yakuza mulai mencari kegiatan lain untuk dapat melangsungkan kehidupan

Referensi

Dokumen terkait

Pada sebuah karya seni, harus memiliki insight yang bersifat unik, sesuatu yang baru yang tidak pernah sama dengan yang pernah tercipta, karena insight merupakan modal utama

Beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi keikutsertaan peternak dalam kelembagaan kelompok tani dibagi dalam variabel utama, yaitu karakteristik peternak,

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat.. Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu

[r]

dibuat dalam lembaran komik yang sangat dihargai sebagai suatu karya seni.. Populernya karya-karya Tezuka memacu munculnya banyak serial

dalam komik yang berjudul Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa yang. menceritakan tentang tokoh utama yang bernama Eikichi Onizuka

dalam komik yang berjudul Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa yang. menceritakan tentang tokoh utama yang bernama Eikichi Onizuka

Pada sebuah karya seni, harus memiliki insight yang bersifat unik, sesuatu yang baru yang tidak pernah sama dengan yang pernah tercipta, karena insight merupakan modal utama