• Tidak ada hasil yang ditemukan

nalisis Kehidupan Tokoh Utama Dalam Novel Yakuza Moon Karya Shoko Tendo Dilihat Dari Pendekatan Sosiologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "nalisis Kehidupan Tokoh Utama Dalam Novel Yakuza Moon Karya Shoko Tendo Dilihat Dari Pendekatan Sosiologis"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

“YAKUZA MOON” KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN SOSIOLOGIS

SHAKAIGAKUTEKI NI TSUITE SHOKO TENDO NO

SAKUHIN NO YAKUZA MOON NO SHOUSETSU NO

SHUJINKO NO SEIKATSU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

YOHANA SISKAWATI SIHALOHO NIM : 090708007

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN SOSIOLOGIS, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari keterbatasan bahan maupun keterbatasan penulis sendiri dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumtera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Adriana Hasibuan, SS.,M.Hum selaku pembimbing I yang telah begitu teliti dan sabar untuk membaca dan mengkoreksi skripsi ini untuk lebih sempurna disela-sela tugasnya yang banyak.

(3)

5. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Budaya khususnya dosen-dosen Sastra Jepang yang telah memberikan masukan dan pengetahuan tentang bahasa, masyarakat dan budaya Jepang.

6. Orang tuaku tercinta, Bapak alm.V. Sihaloho dan Ibu M. Simanihuruk yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada Ananda sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman Sastra Jepang stambuk 2009 yang telah memberikan inspirasi dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan teman-teman yang ingin mengetahui budaya Jepang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan untuk masa akan datang.

Medan, 22 Juli 2013

Penulis,

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I.PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... .5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 8

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Metode Penelitian ... 14

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA 2.1 Definisi Novel ... 16

2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel ... 17

2.1.2 Klasifikasi Novel ... 20

2.2 Setting Novel YakuzaMoon ... .23

2.3 Biografi Pengarang ... 25

2.4 Sosiologi Sastra ... .26

BAB III. ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON 3.1 Sinopsis Cerita ... 32

3.2 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Pada Masa kanak-kanak. ... 36

3.2.1 Di kalangan Keluarga ... 36

(5)

3.3.1 Di kalangan Keluarga………...……….. .. 44

3.3.2 Di kalangan Sekolah ... 47

3.3.3 Di kalangan Masyarakat ... 50

3.4 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Pada Masa Dewasa ... 53

3.5 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Setelah Menikah ... 56

BAB IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

(6)

ABSTRAK

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA NOVEL “YAKUZA MOON”

KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN

SOSIOLOGIS

Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi

dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Antara lain

seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu

membangkitkan kekaguman. Karya sastra tersebut dibedakan atas puisi,

drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng,

legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan

novel. Novel merupakan karya sastra yang imajinatif dan merupakan

hasil pemikiran pengarang mengenai suatu fenomena yang cerita-cerita

didalamnya adalah sebuah gambaran hidup manusia yang dituangkan

dalam tulisan dan dirangkai serta diolah sedemikian rupa sehingga

memiliki jalan cerita tentang lika-liku perjalanan hidup manusia. Salah

satu hasil karya sastra berupa novel adalah novel yang berjudul Yakuza

Moon karya Shoko Tendo. Novel ini menceritakan tentang kisah hidup

nyata seorang anak perempuan dari yakuza (organisasi kriminal Jepang)

yang bernama Shoko Tendo.

Kehidupan Shoko masa kanak-kanak sangat bahagia. Ayahnya adalah

pemimpin yakuza di Jepang yang sukses dengan bisnis-bisnis yang

dijalaninya. Walaupun sibuk, ayah Shoko tetap tidak mengabaikan

(7)

berubah menjadi menderita. Sejak ayahnya dipenjara tetangga kiri-kanan

Shoko yang dulu sangat segan dengan keluarga Shoko kini sudah mulai

berani menggunjing keluarga Shoko. Di sekolah pun Shoko selalu

dicemooh oleh teman-temannya dan mereka pun melakukan penindasan

kepada Shoko. Hampir setiap harinya seperti pakaian dan sepatu

senamnya dicampakkan ke tungku, ketika bersih-bersih Shoko

membersihkan lantai sedangkan teman yang lain hanya berdiam diri

melihat Shoko mengerjakan semuanya sendirian. Saat Shoko duduk di

kelas empat SD, ayahnya dibebaskan dari penjara, namun itu tidak

menghentikan penderitaan Shoko malah membuatnya semakin parah.

Ayah Shoko mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah untuk

mabuk-mabukan dan pulang tengah malam dalam rangkulan para hostes-hostes

yang ditemuinya di bar.

Ketika memasuki masa remaja yaitu lulus dari SD dan

melanjutkan ke SMP, kehidupan Shoko mulai berubah drastis. Dia

memutuskan menjadi seorang yanki (sebutan untuk anak liar di Jepang

yang mengecat putih rambutnya dan suka balapan liar) yang membuat

ayahnya selalu marah melihat setiap ulah nakalnya. Saat ayah marah,

Shoko akan mendapat pukulan keras benda-benda yang dilayangkan oleh

ayah Shoko kepadanya, sehingga Shoko merasa hampir seperti mau mati.

Walaupun mendapat perlakuan keras dari ayahnya Shoko tidak jera, ia

tetap menjadi seorang yanki. Shoko bangga dengan statusnya menjadi

seorang yanki, karena hanya di lingkungan yanki Shoko memiliki teman.

Walaupun Shoko adalah seorang yanki, namun Shoko tetap pergi ke

sekolah. Melihat tampilan Shoko sekarang otomatis tidak ada lagi

(8)

juga telah berani melawan gurunya karena tidak melakukan kejahatan

dengan menjawab dan melakukan perlawanan terhadap sesuatu yang

dituduhkan oleh gurunya seperti mengambil peroksida milik sekolah

untuk mengecat rambutnya.

Ketika dewasa, Shoko memutuskan meninggalkan kelompok

yanki dan mulai bekerja sebagai seorang hostes di bar. Di bar ia selalu

memberikan pelayan terbaik kepada para pelanggannya, hingga suatu

saat seorang pelanggan jatuh cinta padanya dan ingin mengajaknya

berkencan. Namun sayangnya setiap pria yang mencintainya dan

dicintainya semuanya telah beristri. Hingga dunia percintaannya

terus-menerus hanya menjadi gundik dari seorang pria yang telah beristri. Tak

jarang juga setiap pasangan Shoko melakukan tindak kekerasan kepada

Shoko sehingga membuatnya harus berulang kali masuk rumah sakit.

Suatu ketika Shoko bertemu dengan seorang pria di bar yang

pada akhirnya menikahi Shoko. Pria itu bernama Takamitsu. Setelah

menikah mereka memutuskan pindah dari Yokohama ke Tokyo dan

meninggalkan semua yang dimiliki di Yokomaha dan memulai hidup di

Tokyo mulai dari nol. Karena tidak memiliki apa pun keadaan Shoko dan

suaminya sangat miskin sehingga mereka harus bekerja keras untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Selain bekerja keras untuk memenuhi

kebutuhannya bersama suaminya, Shoko juga menjadi tulang punggung

di keluarga besarnya. Setiap bulan ia harus memberikan pinjamin kepada

kakaknya Maki dan juga kepada ayahnya. Keadaan tersebut membuat

Shoko sangat tertekan karena ia tidak pernah merasakan sedikit pun hasil

(9)

mengatasi masalah keluarganya, sehingga suatu saat karena merasa tidak

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tidak dapat dipungkiri salah satu tujuan manusia hidup di dunia ini ialah untuk mencari kesenangan. Banyak aspek yang mendukung agar manusia dapat mencapai tujuan ini. Salah satu aspek yang menunjang itu bisa didapat dalam bentuk-bentuk sastra yang dapat memberikan nilai-nilai kesenangan dengan menikmati yang tersaji dalam beragam bentuk, termasuk bentuk yang disajikan berdasarkan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

(11)

paradigma penafsiran masalah-masalah sosial. Ciri-ciri bahasa sebagai sistem sosial memampukan pembaca untuk menerobos berbagai dimensi imajinasi dan kreativitas penulis.

Dengan bahasa, maka sastra dapat diungkapkan dengan banyak cara. Apabila bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan sistem pembentuk yang pertama, sastra merupakan sistem yang kedua. Pada masyarakat Indonesia, istilah sastra yang demikian dipakai untuk menyebut satu sistem yang terungkap pada ciptaan manusia, yang pada umumnya disebut karya seni yang menggunakan bahasa. Karya seni di sini dimaksudkan sebagai karya yang dalam proses produksi dan konsumsinya menuntut unsur keindahan. Di dalam dunia kesusasteraan, karya sastra dapat dibedakan kedalam berbagai bentuk dan jenis yang berbeda-beda. Karena unsur-unsur yang membentuk setiap karya sastra itu berbeda dan tujuan yang diharapkan dari karya sastra itu juga berbeda.

Menurut Culler (1977:264) karya sastra dianggap sebagai salah satu cara penafsiran dan pemberian makna yang terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, sebab karya sastra berusaha untuk memahami dan mengindentifikasi orang-orang lain, yaitu dalam kerangka intersubjektif.

(12)

kasih sayang dan kebencian, kesetiaan dan kemunafikan, serta segala sesuatu yang dialami manusia.

Sastra adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk gambar, melodi musik, lukisan atau pun karya lingkungan binaan. Dapat dikatakan juga bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif dari seorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni dan juga memberikan gambaran kehidupan sebagaimana yang diinginkan oleh pengarangnya sekaligus menunjukan sosok manusia sebagai insan seni.

Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Menurut Mukarovsky dalam Antoni (2010:1) sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasari aspek kebahasaan maupun aspek makna.

Dalam kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi dua yaitu sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral). Yang termasuk kedalam kategori sastra adalah novel, cerpen, komik, syair, pantun, drama, kaligrafi. Dalam makalah ini, penulis mengambil novel yang merupakan salah satu karya sastra yang dijadikan sebagai bahan pembahasan.

(13)

dirangkai serta diolah sedemikian rupa sehingga memiliki jalan cerita tentang lika-liku perjalanan hidup manusia. Pengertian novel menurut H.B. Jassin dalam Antoni (2010:9) adalah sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang.

Salah satu hasil karya sastra berupa novel adalah novel yang berjudul Yakuza Moon karya Shoko Tendo. Novel ini menceritakan tentang kisah hidup nyata seorang anak perempuan dari yakuza (organisasi hitam produk Jepang) yang bernama Shoko Tendo. Shoko adalah anak dari pasangan Hiroyashu yang merupakan bos yakuza dengan istrinya yang bernama Satomi. Shoko anak ketiga dari empat bersaudara. Daiki abangnya, Maki kakaknya, Natsuki adiknya. Shoko

dan ketiga saudaranya terlahir dalam sebuah keluarga yakuza yang cukup terkenal di Jepang.

Yakuza Moon merupakan memoar yang menceritakan fase perjalanan hidup

Shoko Tendo, penulis buku ini sendiri, secara detail dengan latar belakang kehidupan seputar yakuza yang benar-benar pernah menjalani hidup dalam lingkungan yang akrab dengan kekerasan, seks, dan narkoba.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas kehidupan tokoh utama dalam novel Yakuza Moon melalui penelitian yang berjudul “ANALISIS

KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON

KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN SOSIOLOGIS”.

1.2Perumusan Masalah

(14)

dasarnya suatu penelitian dilakukan bertujuan untuk memecahkan permasalahan. Permasalahan adalah rintangan yang dihadapi dan memerlukan pemecahan, begitu juga dengan karya sastra berupa novel Yakuza Moon karya Shoko Tendo banyak permasalahan yang harus dipecahkan.

Di dalam novel ini menceritakan tentang kehidupan nyata penulis sekaligus tokoh utama Shoko Tendo yaitu seorang perempuan muda yang berhasil memenangkan pergulatan dalam hidupnya yang keras. Di dalam novel ini juga memberikan pengalaman yang berbeda, namun nyata mengenai kehidupan yakuza

Jepang dari sudut pandang seseorang yang benar-benar pernah mengalaminya. Semula Shoko beserta keluarga tinggal di Toyonaka, sebelah utara Osaka, tetapi ketika Shoko masih kecil sekali mereka pindah ke rumah baru di Sakai.

Shoko dan saudaranya diajarkan tata krama kuno yang harus mengikuti apa kata-kata orang tua dan Shoko menyukainya.

(15)

Ketika Shoko tumbuh menjadi seorang gadis dewasa, dunia hitam menjadi lingkaran setan hidup Tendo. Sampai suatu saat ia memutuskan untuk hidup bersih dari narkoba. Tendo yang terjerat narkoba dari muda dari hanya mabuk menggunakan tiner hingga amfetamin, menuturkan bagaimana ia berhasil lepas dari ketergantungan hanya dengan usaha sendiri.

Tendo hidup dari satu kehidupan seorang anggota geng keanggota geng yang lain. Spirit untuk tetap hidup membuatnya selalu dapat bertahan menghadapi kekerasan yang dia dapatkan dari kehidupan tersebut. Dia tak menyerah untuk mendapatkan sebuah cinta dalam hidupnya dan dia mendapatkannya walau akhirnya dia memutuskan pula untuk melepaskannya. Tato di sekujur tubuhnya seakan ingin membuktikan bahwa ia tetap hidup dan tegar. Tegar menghadapi hitamnya kehidupan dan menuju warna putih kehidupan. Ketika keluarga Shoko

bangkrut Shoko memutuskan untuk bekerja sebagai seorang hostes, di tempat kerjanya ia bertemu dengan seseorang yang akhirnya menikah dengannya yaitu

Takamitsu. Sejak menikah mereka memutuskan untuk pindah ke Yokohama dan meninggalkan Osaka. Mereka memulai hidup baru namun hingga saat itu pun penderitaan yang dialami Shoko belum juga berakhir. Shoko bersama suaminya bekerja keras untuk membiayai keluarga Shoko.

Dari hari kehari penderitaan Shoko tak kunjung berakhir bahkan ketika ibu dan ayahnya telah meninggal, masih ada kakaknya Maki yang selalu membuatnya menderita. Karena merasa kasihan terhadap Takamitsu yang rela bekerja keras untuk keluarga Shoko maka Shoko memutuskan bercerai dengan Takamitsu.

(16)

“ Bagaimana kehidupan Shoko Tendo (tokoh utama) novel Yakuza Moon

sebagai anak seorang yakuza pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan setelah menikah? “.

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya pada analisis kondisi sosial kehidupan Shoko Tendo sebagai tokoh utama mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan setelah menikah, serta interaksi-interaksi antara Shoko Tendo dengan tokoh lainnya.

Judul novel : Yakuza Moon

Halaman novel : 231 halaman Istilah bahasa : Bahasa Indonesia Jumlah cuplikan : 18 cuplikan

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

(17)

dihadapinya. Realitas itu merupakan faktor penyebab pengarang menciptakan sebuah karya disamping unsur imajinasi.

Karya sastra pada dasarnya dibagi menjadi dua macam. Karya sastra yang bersifat fiksi dan non fiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi berupa novel, cerpen, essai, dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat non fiksi berupa puisi, drama dan lagu. Dalam kajian penelitian ini penulis mengkaji sebuah novel. Nursisto (2000:168) mengatakan bahwa novel adalah media menuangkan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Pada setiap karya sastra, terdapat dua unsur yang berpengaruh dalam membangun suatu karya sastra yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Dengan mempertimbangkan kapasitas intrinsik karya sastra, Robert Stanton dalam Ratna (2003:186) membedakan unsur-unsur fiksi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Tema

2. Alat-alat penceritaan 3. fakta-fakta cerita

(18)

adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme suatu karya sastra. Salah satu bagian dari unsur ekstrinsik adalah sosiologi. Sosiologi berasal dari akar kata

sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi

(logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, menurut Ratna (2003:1) sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan (evousi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Menurut Soekanto dalam Keliat (2012:07) objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbal balik dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Menurut Ratna (2003:4) masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Sedangkan Menurut Macluer dan Page dalam Soekanto (2003:24) bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata karma, dari wewenang dan kerja sama antar berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan manusia. Membahas tentang sosiologi tokoh utama dalam suatu karya sastra, maka hal ini tidak lepas dari unsur ekstrinsik dari sebuah karya sastra.

(19)

Dalam novel Yakuza Moon, pengarang menyajikan suatu karya sastra fiksi yang mengandung banyak nilai-nilai sosiologi yang tergambar jelas dari sikap, sifat, serta ucapan-ucapan para tokohnya sebagai unsur yang membawa pesan, amanat, atau moral yang kiranya dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

2. Kerangka Teori

Dalam meneliti suatu karya sastra diperlukan suatu pendekatan yang berfungsi sebagai titik tolak atau acuan penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan semiotik dan sosiologi sastra.

Menurut Pradopo (2002:270) semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa sosial masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensasi-konvensasi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Menurut Peirce dalam Antoni (2010:12) tanda adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni : sastra, lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita. Atau secara general semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco dalam Faruk, 1999:44). Selanjutnya penulis melakukan analisis menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

(20)

didalamnya. Sosiologi sastra mewakili keseimbangan antara kedua komponen, yaitu sastra dan masyarakat. Oleh karenanya, analisis sosiologi memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu. Penelaah unsur sosiologi sastra juga dikaitkan dengan sistem kemasyarakatan karena dalam sistem ini terjadi interaksi sosial yang cenderung menghasilkan suatu kebudayaan. Dimana di dalamnya mengatur cara hidup manusia hidup berkelompok, dan berinteraksi dalam jalinan hidup bermasyarakat.

Menurut Joseph B. Gittler dalam Ratna (2003:178) interaksi sosial merupakan interaksi yang paling penting bagi pembentukan personalitas individu. Interaksi sosial melibatkan makna, nilai, tujuan, dan sistem simbolik. Interaksi sosial memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas terhadap wilayah sosiologi sastra. Tahap perkembangan menurut E.Hurlock (http://www.siputro.com/2011/05/tahap-perkembangan-menurut-erikson-hurlock/)

1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir. 2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua. 3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. 4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.

5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun. 6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun

7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun. 8. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.

(21)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus diketahui dulu apa itu tujuan penelitian. Hal ini dikarenakan supaya tidak mengalami kesulitan untuk meneliti sebuah masalah. Adapun tujuan penelitian iniadalah:

“Untuk mengetahui kehidupan Shoko Tendo yang merupakan anak seorang pimpinan yakuza mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan setelah menikah”

2. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sosiologi sastra dalam karya sastra fiksi terutama dalam novel Yakuza Moon yang merupakan objek kajian peneliti.

2. Bagi penulis lain, agar menjadi sumber masukan dan referensi untuk menganalisis karya sastra novel lainnya yang menggunakan pendekatan sosiologis sastra dimasa yang akan datang.

1.6 Metode Penelitian

(22)

dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.

Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif. Ratna (2004:46) mengatakan bahwa metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dengan hubungannya dengan konteks kebenarannya. Cara-cara inilah yang mendorong kualitatif dianggap sebagai multi metode sebab pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan.

Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan (library research), dengan mengambil sumber acuan dari berbagai buku yang berhubungan dengan karya sastra, kritik sastra, serta buku-buku lainnya sebagai literatur tambahan.

(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA

2.1 Definisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa” (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:9). Dalam bahasa Jerman novel disebut novelle dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia.

Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Menurut Sumardjo (1999:11), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur suspensi dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan dari pada fakta.

2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel

(24)

satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Sehingga dengan unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Secara garis besar unsur-unsur pembangun sebuah novel antara lain:

1. Unsur intrinsik

Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. (Nurgiyantoro 1995:23) berpendapat unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur atau plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan lain-lain.

a. Tema

(25)

b. alur atau Plot

Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:14) mengemukakan bahwa plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita, tiap kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya.

Alur terbagi dua bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

c. penokohan

Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Penokohan mencakup pada masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan atau karakter tokoh, dan bagaimana penempatan atau pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus mencakup pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

d. Latar

(26)

e. Sudut pandang

Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:142) memaparkan bahwa sudut pandang

(point of view) mengacu pada cara sebuah cerita dikisahkan. Hal ini merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya.

f. Gaya bahasa

Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang berbeda satu sama lain. hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.

g. Amanat

Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

2. Unsur ekstrinsik

(27)

Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur intrinsik juga memiliki beberapa unsur diantaranya subjektifitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra, yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.

Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama dan sebagainya.

2.1.2 Klasifikasi Novel

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel merupakan dunia dalam sekala yang lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berkaitan.

Menurut Sumardjo dalam Suroto (1989:27), novel terdiri dari dua jenis yaitu novel pop (novel populer) dan novel serius.

1. Novel populer (novel pop)

(28)

berusaha meresapi masalah kehidupan, karena akan dapat membuat novel menjadi berat dan dapat berubah menjadi novel serius. Ciri-ciri novel populer yaitu :

1. Temanya selalu menceritakan kisah asmara belaka tanpa masalah lain yang lebih serius.

2. Novel populer terlalu menekankan plot cerita sehingga mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsur-unsur novel lainnya.

3. Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional, cerita disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca, akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan kehidupan, dangkal tanpa pendalaman.

4. Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artifisial, tidak nyata dalam kehidupan. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.

5. Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang rata-rata tunduk pada hukum konvensional.

6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup dikalangan mudi kontemporer, dan Indonesia pengaruh gaya berbicara serta bahasa hari Jakarta sangat berpengaruh dalam novel jenis populer ini.

2. Novel Serius (novel sastra)

(29)

Disamping memberikan hiburan, novel serius juga memiliki tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru juga. Karena adanya unsur pembaharuan tersebut teks kesastraan menjadi mengesankan. Oleh karena itu, novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang besifat ketinggalan karena pengarang akan berusaha untuk menghindarinya.

Novel sastra menurut aktifitas pembaca secara lebih serius, menuntut pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya. Pembaca dituntut untuk ikut merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antar tokoh. Teks kesastraan sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga menyebabkan pembaca harus benar-benar mengerahkan konsentrasinya untuk memahami teks cerita. Stanton (2007:4) menjelaskan bahwa secara implisit maupun eksplisit disebutkan bahwa novel serius dimaksudkan untuk mendidik dan mengajarkan sesuatu yang berguna untuk kita dan bukan hanya memberikan kenikmatan. Faktanya, novel serius dapat memberikan kenikmatan dan memang begitu adanya. Pernyataan ini telah diungkapkan dan dibuktikan oleh banyak orang.

Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel Yakuza Moon

(30)

2.2 Setting Novel Yakuza Moon

Setiap karya sastra disusun atas unsur-unsur yang menjadikannya sebuah kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya sastra adalah unsur intrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra dalam hal ini adalah novel.

Setting atau latar yang disebut juga landasan tumpuan, menyarankan pada lingkungan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216). Unsur-unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa nama tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dalam novel Yakuza Moon mengambil latar tempat di beberapa tempat di Jepang seperti Osaka, Yokohama, dan Tokyo. Latar peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat – tempat seperti di sekolah, rumah, penjara, bar dan lain-lain.

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan latar tempat dan latar waktu faktual.

(31)

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial, konflik sosial yang terjadi pada masyarakat.

Novel Yakuza Moon bila dilihat dari latar sosialnya adalah menggambarkan tentang kondisi masyarakat modern. Latar sosial tokoh utama juga digambarkan memiliki kelas sosial yang berbeda-beda.

2.3Biografi Pengarang

Shoko yang bernama asli Shoko Tendo lahir tahun 1968 di musim dingin merupakan putri seorang pimpinan yakuza yaitu Hiroyashu dan istrinya yang bernama Satomi. Shoko adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Yakuza Moon “Memoar Seorang Putri Gangster Jepang” adalah buku pertama yang ditulis oleh Shoko Tendo pada tahun 2004. Isi dari novel Yakuza Moon menceritakan kembali kisah kehidupannya sedari masa kecil hingga kini ia yang hanya tinggal dengan putrinya.

(32)

kekerasan, kecanduan narkoba dan pemerkosaan. Saat pembuatan buku tersebut (2004), Shoko baru berusia 32 tahun, ia mengubah hidup di sekeliling sebelum menulis biografinya.

Dari semua kejadian yang Shoko alami telah meninggalkan bekas luka seperti patah tulang dan gigi, gendang telinga berlubang, hernia, dan hepatitis, mungkin dampak dari penggunaan narkoba juga. Operasi plastik telah membantu merekonstruksi wajahnya, namun kesehatannya sangat rawan walau dia sudah mulai pulih dari berbagai operasi yang ia jalani. Sepanjang masa kecilnya, Tendo mendengarkan cerita-cerita romantis tentang kehormatan yakuza dan perannya dalam masyarakat. Cerita-cerita tersebut merupakan pembelaan dari ayahnya, meskipun keterlibatannya massa dalam prostitusi, narkoba, penipuan real estate

dan bahkan pembunuhan telah diketahui Shoko.

Dan saat ini, Shoko adalah ibu tunggal dari putrinya yang dia besarkan sejak saat ia mulai menulis kelanjutan untuk Yakuza Moon. Pasangannya adalah seorang fotografer dan jauh dari orang-orang sesama ‘yakuza’ yang hampir menghancurkan hidupnya.

2.4 Sosiologi dalam Kajian Sastra

(33)

Menurut Ratna (2003:2) sesungguhnya kedua ilmu tersebut yaitu sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian hakikat sosiologi dan sastra berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang sastra sosiologi merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri, sebagaimana ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan, fiksi dan fakta.

Menurut Ratna (2003:2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya dengan masyarakat, antara lain:

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasayarakatannya.

2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakangi.

4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah antara sastra dengan masyarakat, dan

5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepedensi antara sastra dan masyarakat.

(34)

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan moral. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang sukses yaitu karya sastra yang dapat merefleksikan zamannya.

Di dalam genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah yang dianggap paling diminati dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga cenderung merupakan bahasa sehari-hari.

Bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsive sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Oleh karena itulah, menurut Hauser dalam Ratna (2004:336) karya sastra lebih jelas mewakili ciri-ciri zamannya. Seperti pada novel Yakuza Moon yang menunjukkan kehidupan masyarakat Jepang masa kini atau masyarakat modern, dimana masyarakatnya memiliki kelas sosial yang berbeda-beda yang terjadi di tengah masyarakat terutama dalam lingkungan yakuza. Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan dengan ilmu sosial dan humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra.

(35)

masalah kehidupan terhadap pembaca. Artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya satra dengan hakikat yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari.

Inilah aspek-aspek sosial karya sastra. Dimana karya sastra diberikan kemungkinan yang luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecendrungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. selama pembaca karya sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain.

Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang terlibat adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi,dan politik. Yang perlu diperhatikan dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu.

Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dilakukan menurut Ratna (2004:339-340) meliputi tiga macam, yaitu:

1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi.

(36)
(37)

BAB III

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA

MOON KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN

SOSIOLOGIS

3.1 Sinopsis Cerita

Tokoh utama dalam cerita “Yakuza Moon” adalah seorang putri yakuza yang bernama Shoko Tendo. Shoko lahir di musim dingin tahun 1968 di Toyonaka, sebelah utara Osaka. Ayah Shoko bernama Hiroyashu dan ibunya bernama Satomi. Shoko memiliki kakak laki-laki Daiki, dua belas tahun lebih tua dan kakak perempuannya Maki, hanya terpaut dua tahun lebih tua serta adik bungsunya

Shoko bernama Natsuki, lima tahun lebih muda dan sering dipanggil dengan Na-chan.

Semula Shoko beserta keluarga tinggal di Toyonaka, tetapi ketika Shoko masih kecil sekali mereka pindah ke rumah baru di Sakai sebelah selatan Osaka. Rumah yang indah dan besar untuk ukuran rumah di Jepang pada umumnya.

Ayah Shoko merupakan bos yakuza setempat, dan juga menjalankan tiga bisnis yaitu ; kontraktor pekerjaan umum, perusahaan konstruksi bangunan, dan perusahaan real estate. Sebagai seorang bos yakuza, ayah Shoko sangat sibuk mengurus gengnya dan sibuk mengurus bisnis-bisnisnya. Namun, dimata anak-anaknya ayah merupakan sosok yang menyenangkan. Disela kesibukannya ada seorang istri yang sangat setia mendampingi ayah yaitu ibu Shoko. Sosok ibu

(38)

saudaranya diajarkan tata krama kuno yang harus mengikuti apa kata-kata orang tua dan Shoko menyukainya.

Ketika usia Shoko berumur tujuh tahun, nenek Shoko meninggal dunia. Setelah pemakaman, seluruh keluarga berkumpul dan terjadilah pertengkaran antara ayah Shoko dan pamannya. Beberapa hari setelah itu, ayahnya terlilit perkara dan dijebloskan ke penjara. Semula, sebelum ayahnya masuk penjara mereka adalah keluarga yang sangat ditakuti dan tidak pernah berurusan dengan tetangga kiri-kanan. Tetapi setelah ayahnya masuk penjara, tiba-tiba setiap orang menggunjing dan melecehkan Shoko. Hampir setiap hari dia mendengar hal yang baginya sangat menjijikkan. Bahkan, di sekolah pun, ketika Shoko kelas dua, mendengar suara guru-guru yang dia kenal bersikap lembut, mengoloknya dengan berkata bahwa Shoko adalah anak yang idiot. Dia masih kecil, dan tak mampu berbuat apa-apa. Dan teman-temannya pun jadi sering menindas dan melecehkannya dengan cara yang sangat baik sehingga tak dapat diketahui oleh guru. Tapi Shoko tidak pernah menceritakan hal itu kepada siapa pun, kecuali pada buku dan pensil yang ia miliki.

(39)

Selama hampir enam tahun siksaan dan derita menghampiri Shoko di sekolah dasar, akhirnya Shoko lulus dan ia tahu bahwa bukan berarti ia tidak akan mendapat siksaan dan hinaan dari orang lain. Ketika Shoko memasuki SMP, kakaknya Maki mulai meninggalkan sekolah dan memilih menjadi yanki.Yanki

adalah sebutan untuk orang liar yang mengecat putih rambutnya dan kebut-kebutan motor maupun mobil dengan knalpot tanpa peredam suara. Dan bagi Shoko itu adalah hal yang sangat keren dan mengagumkan.

Saat larut malam, Shoko memergoki Maki kakaknya tengah berjingkat-jingkat keluar rumah. Takut jika Shoko melaporkan hal itu, maka Maki mengajak Shoko

ikut dengannya dan mendandani Shoko alaYanki. Shoko tahu itu akan membuat ibunya sedih jika ketahuan, namun karena rasa penasaran dan keingintahuan

Shoko akhirnya ikut dengan Maki. Shoko sangat mengagumi penampilannya kini dengan ala yanki. Dan kabar ini sudah sampai ke sekolah bahwa Shoko sekarang adalah yanki. Tetapi Shoko masih tetap pergi ke sekolah dan ia menjadi ditakuti, tak ada lagi yang berani menghinanya. Begitulah awal dari perjalanan Shoko yang akhirnya Shoko terjerumus ke dunia seks, obat terlarang, dan dapat disebut sebagai orang kriminal karena terus diburu oleh polisi.

Hal itu diketahui oleh ayahnya, namun Shoko tetap tidak mau mengubah gaya hidupnya. Ketika Shoko tertangkap oleh geng ayahnya, Shoko diantar ke rumah, maka saat itu Shoko mendapatkan perlakuan yang menyakitkan dari ayahnya. Namun Shoko tidak akan pernah menangis dan itu pun tidak akan mengubah gaya hidupnya.

(40)

Akhirnya Shoko meninggalkan dunia yang membawanya bersenang-senang kedunia pekerjaan. Dia mulai bekerja menjadi seorang hostes di sebuah tempat hiburan.

Sebagai hostes Shoko masih mendapat penghinaan dan penderitaan yang sangat keji. Suatu hari Shoko bertemu dengan seorang pria di bar bernama

Takamitsu yang akhirnya menikahinya. Sejak mereka menikah, mereka pindah ke Yokohama untuk memulai hidup dari awal. Tapi penderitaan belum juga pergi dari kehidupan mereka. Shoko bersama suaminya harus bekerja keras untuk membiayai keluarga Shoko.

Bahkan ketika ayah dan ibu Shoko meninggal dunia, penderitaan mereka belum berakhir, masih ada kakaknya Maki yang selalu membuatnya menderita. Dan melihat suaminya yang bekerja keras untuk membantu keluarganya, Shoko

akhirnya mengambil keputusan untuk bercerai dengan Takamitsu.

Setelah kematian ayahnya hidupnya pun mulai benar-benar berubah. Dia tidak lagi bekerja sebagai hostes, tetapi dia berani untuk mengambil langkah menjadi seorang penulis dan Shoko tinggal di Tokyo.

3.2 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Kanak-Kanak

3.2.1 Di Kalangan Keluarga

Cuplikan 1 (hal. 3)

(41)

semuanya disajikan di atas meja susun tiga berpelitur hitam mengkilap. Dihari pertama tahun baru, setelah selesai makan, kami sekeluarga akan pergi ke kuil terdekat dan menyampaikan doa pertama kami. Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami. Inilah ritual tahunan keluarga Tendo.”

Analisis

Pada cuplikan di atas menerangkan kehidupan masa kanak-kanak Shoko di kalangan keluarga tepatnya pada usia sebelum menginjak sekolah dasar. Hal ini ditandai dengan adanya kalimat, “Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu

menerangkannya kepada kami.” Dalam kalimat itu jelas terlihat kalau Shoko belum bisa membaca sehingga ia meminta orang tuanya untuk membaca dan menerangkan gulungan kertas yang diambilnya. Sedangkan pada kalimat, “Ayah sibuk mengurus geng dan bisnis-bisnisnya yang lain, tetapi ia akan selalu

meluangkan pekan pertama tahun baru untuk keluarga.” Menunjukan bahwa sang ayah sangat menyayangi dan memperdulikan keluarganya sehingga sesibuk apa pun pekerjaannya, ia akan menyempatkan waktu di pekan pertama tahun baru untuk bersama-sama dengan keluarganya. Dan dalam kalimat, “Dihari pertama tahun baru, setelah selesai makan, kami sekeluarga akan pergi ke kuil terdekat

dan menyampaikan doa pertama kami. Kami yang kanak-kanak akan mengambil

gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu

(42)

Cuplikan 2 (hal. 4)

“Orang tuaku selalu bersikap lembut, tetapi mereka tak bisa dibantah dalam urusan tata krama. Bahkan pembantu kami pun dilarang memanjakan kami. Kami tidak dibolehkan menonton televisi selagi makan. Kami harus mengucapkan syukur sebelum dan sesudah makan, lalu setelah selesai makan, kami harus membersihkan sendiri piring kami. Meskipun dididik dalam tata krama kuno, aku menyukainya.”

Analisis

Cuplikan di atas menandakan ketika masih kanak-kanak Shoko dididik dalam keluarga yang cukup disiplin, dan dengan tata krama yang telah ditanamkan oleh orang tua mereka sejak masih dini. Walaupun dididik dalam tata krama kuno seperti tidak boleh menonton televisi saat makan, harus mengucapkan syukur sebelum dan sesudah makan, serta membersihkan piring sendiri, namun shoko menyukainya. Meskipun Shoko hidup dalam keluarga yakuza, namun hidup mandiri dan disiplin menjadi sebuah didikan dalam keluarga Shoko.

Cuplikan 3 (hal.10)

(43)

“ Kelihatannya lezat sekali ayah.” Dan aku memaksakan diri tersenyum setiap kali menghabiskan kue atau biskuit yang ia bawa pulang. Itulah awal mula saat berat badanku naik pesat.”

Analisis

“Tak lama setelah aku duduk di kelas empat, Ayah dibebaskan dari penjara.

Ia mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah dan pulang tengah malam

bersama hostes-hostes dalam rangkulannya.” Pada cuplikan di atas dapat diketahui ketika ayah Shoko bebas dari penjara, tepatnya ketika Shoko duduk di kelas empat sekolah dasar, hidup Shoko berubah drastis, dulu sebelum ayahnya terjerat perkara dan mengharuskannya masuk penjara, kehidupan Shoko di keluarga sangat bahagia. Namun kini kebahagiaan itu sedikit berubah. Ayah Shoko tidak lagi memperhatikan perasaan ibu Shoko, ia selalu pulang malam dalam pelukan hostes-hostes yang ditemuinya di bar. Dalam kalimat, “Aku tidak ingin melihat ayah mengamuk ketika ia mabuk, maka betapa pun mengantuknya

aku atau sekenyang apapun perutku, aku meninggalkan tempat tidurku.

“ Kelihatannya lezat sekali ayah.” Dan aku memaksakan diri tersenyum setiap

kali menghabiskan kue atau biskuit yang ia bawa pulang.” Menunjukkan bahwa kehidupan Shoko tersiksa dan menderita karena perilaku ayahnya yang suka mabuk dan selalu pergi ke bar, serta berpelukan dengan hostes-hostes di bar.

3.2.2 Di Kalangan Sekolah

Cuplikan 1 (hal.7)

(44)

senamku dicampakkan ke tungku. Ketika tugas bersih-bersih, aku selalu menjadi satu-satunya yang harus membersihkan lantai. Selebihnya aku nyaris sepenuhnya diabaikan sehingga rasanya aku tak pernah ada. Yang paling banyak menindasku dan melecehkanku adalah anak-anak pintar yang orang tuanya memiliki pekerjaan yang terhormat. Cara mereka menyakitiku sungguh licik dan cerdik sehingga guru-guru tidak mengetahuinya, kecuali aku melakukan perlawanan. Aku sadar, tak ada gunanya menceritakan kepada siapa pun, itu hanya akan membuat urusan makin runyam. Para penggangguku akan melakukan segala cara agar tidak ketahuan dilain waktu. Tetapi peduli setan dengan apa yang mereka lakukan padaku. Aku tak pernah menangis atau mangkir dari sekolah, kecuali aku benar-benar sakit. Satu-satunya temanku hanyalah pensil dan buku catatan. Aku menghabiskan waktu makan dan istirahat dengan menggambar apa saja dan mengabaikan segala ejekan teman-teman sekelasku.”

Analisis

(45)

3.2.3 Di Kalangan Masyarakat

Cuplikan 1 (hal.5)

“Beberapa hari setelah itu, ayah terlilit perkara dan dijebloskan ke dalam penjara. Kami tidak pernah punya urusan dengan tetangga kiri-kanan sejak kami pindah rumah, tetapi tiba-tiba setiap orang menggunjing kami, dan semuanya menjijikan. Inilah pengalaman pertamaku dilecehkan, tetapi itu bukan yang terakhir.”

Analisis

Cuplikan di atas menunjukan bahwa penderitaan Shoko diejek, ditindas maupun dilecehkan oleh masyarakat sekitar bermula ketika ayah Shoko masuk penjara. Dulu sebelum masuk penjara ayah Shoko adalah sosok yakuza yang kuat dan dihormati, sehingga masyarakat takut kepada mereka, namun ketika ayahnya kehilangan kekuatan dan dijebloskan ke penjara, maka masyarakat mulai mengusik kehidupan keluarga Shoko dan mulai menggunjingnya.

Cuplikan 2 (hal.5)

(46)

Analisis

Pada cuplikan di atas menunjukan bahwa masyarakat sekitar rumah Shoko

berusaha untuk merusak keharmonisan keluarganya dengan mencoba mendoktrin

Shoko tentang hal-hal negatif seperti mengatakan bahwa kakak Shoko yaitu Daiki

bukanlah kakak kandungnya karena ibu Shoko sebelum bertemu dengan ayahnya sudah mempunyai anak. Namun Shoko tidak terpengaruh terhadap omongan-omongan buruk masyarakat tentang keluarganya.

Cuplikan 3 (hal.7)

“Ayahmu yakuza, serem!” Aku yakin ayahmu tak akan datang mengambil rapor karena ia di dalam penjara!”Apa salahnya menjadi yakuza?”balasku, satu-satunya yang membuatku tak tahan adalah mendengar orang tuaku dilecehkan. Dan sekalipun menjadi putri seorang yakuza berarti aku akan terus diperlakukan sebagai sampah, aku memutuskan untuk tidak berpura-pura menjadi orang lain sekedar demi mendapatkan teman.”

Analisis

(47)

Shoko, dia cukup menjadi dirinya sendiri bukan orang lain hanya untuk mendapatkan teman.

3.3 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Remaja

3.3.1 Di Kalangan Keluarga

Cuplikan 1 (hal.15)

“Waktu itu musim semi menjelang aku masuk SMP. Saat larut malam, aku memergoki Maki (kakak Shoko) tegah berjingkat-jingkat keluar rumah. Takut jika aku membongkar rahasianya, ia menanyaiku apakah mau ikut dengannya. Aku merasa bersalah jika memikirkan ibu yang kalang kabut menghadapi perangai Maki. Aku tahu, ia akan semakin sedih jika satu lagi putrinya juga menjadi yanki namun, aku penasaran sekali apa yang dilakukan oleh Maki ”

Analisis

(48)

3.3.2 Di Kalangan Sekolah

Cuplikan 1 (hal.19)

“Ketika aku masuk SMP sebulan kemudian aku sudah melubangi telingaku menggunakan jarum mesin jahit. Jarum itu dipanaskan dengan api geretan dan dimasukan ke dalam antiseptik. Aku berdandan habis-habisan, mengecat kuku dan berpakaian sebagaimana lazimnya yanki. Namun aku tetap masuk sekolah setiap hari. Dengan penampilan seperti itu, tak seorang pun berani mengolok-ngolokku dan dengan demikian gangguan terhadapku pun berhenti sama sekali.”

Analisis

Dari cuplikan di atas terlihat bahwa Shoko merasa aman dan nyaman dengan penampilan barunya sebagai seorang yanki. Karena terlihat jelas bahwa ketika remaja saat Shoko mulai memutuskan menjadi anak liar yang tetap bersekolah,

(49)

Cuplikan 2 (hal.27)

“Aku masih terus keluyuran dengan teman-temanku, dan dari waktu ke waktu. Jika suasana hatiku sedang baik, aku pergi ke sekolah. Lebih tepatnya, ketika seragam dan model rambutku benar-benar melabrak peraturan sekolah. Aku hanya datang untuk mengunjungi guru-guru. Begitu melihat penampilanku, murid-murid lain merasa jijik. Sebagian pastilah karena eksim merah bengkak yang menyembul dari balik lengan bajuku, dan mereka memandangku seperti memandang kotoran.” Analisis

Dari cuplikan di atas terdapat kalimat, “Jika suasana hatiku sedang baik, aku pergi ke sekolah. Lebih tepatnya, ketika seragam dan model rambutku

benar-benar melabrak peraturan sekolah. Aku hanya datang untuk mengunjungi

guru-guru. Begitu melihat penampilanku, murid-murid lain merasa jijik. Sebagian

pastilah karena eksim merah bengkak yang meneymbul dari balik lengan bajuku,

dan mereka memandangku seperti memandang kotoran.” Yang menunjukan bahwa semenjak menjadi yanki tujuan Shoko ke sekolah tidak lagi untuk menimba ilmu, namun hanya sekedar menjalankan kebiasaan sebagai anak sekolahan saja dan mencari-cari masalah dengan melanggar peraturan sekolah. Dari kecil sampai

Shoko remaja pun di sekolah ia tidak pernah mempunyai teman. Ditambah lagi dengan penampilan yankinya sekarang membuat semua teman-temannya menjauhinya.

Cuplikan 3 (hal.39-40)

(50)

begini.” Aku balas teriak. Kutarik segenggam rambutku ke akar-akarnya dan ku lemparkan ke mukanya. Kemudian aku mendorong dia sekuat-kuatnya ndan lari setelah itu. Untuk menghindari guru-guru yang memburuku, aku berlari ke pagar. Sekolah ini mendasarkan diri pada nurani kita dan bukan pada kungkungan fisik. Pagar itu tidak terlalu tinggi. Aku merasa tidak enak melakukan ini, tetapi aku tidak sudi disalahkan untuk hal yang tidak pernah aku lakukan.”

Analisis

Pada kalimat di atas terdapat kalimat, “Aku ingat kejadian di kelas tujuh ketika guru wali kelas memarahiku gara-gara warna rambutku dan aku naik

pitam. “Lihat sendiri! Warna rambutku memang begini.” Aku balas teriak.

Kutarik segenggam rambutku ke akar-akarnya dan ku lemparkan ke mukanya.

Kemudian aku mendorong dia sekuat-kuatnya ndan lari setelah itu. Untuk

menghindari guru-guru yang memburuku, aku berlari ke pagar. Sekolah ini

mendasarkan diri pada nurani kita dan bukan pada kungkungan fisik. Pagar itu

tidak terlalu tinggi. Aku merasa tidak enak melakukan ini, tetapi aku tidak sudi

disalahkan untuk hal yang tidak pernah aku lakukan.” Menunjukan kehidupan

Shoko saat menjadi yanki. Shoko tidak hanya berani terhadap murid-murid yang berniat menggangu ataupun mengusiknya, ketika SMP Shoko pun mulai berani melawan gurunya. Shoko dituduh untuk suatu perbuatan yang tak pernah dilakukannya seperti yang dilontarkan oleh guru wali kelasnya bahwa Shoko

(51)

3.3.3 Di Kalangan Masyarakat

Cuplikan 1 (hal.46)

“Gunjingan kasar segera beredar bahwa Daiki (abang Shoko) tetap membujang karena ada yang “tidak beres” pada dirinya. Bisakah mereka berhenti mengorek urusan orang lain dan menjadikannya gunjingan? Kami kakak beradik tetapi kami tetaplah dua orang yang berbeda sama sekali. Kenapa mereka seenaknya menyamaratakan kami? Aku merasa terganggu, tetapi tak sekejap pun terlintas dalam pikiranku untuk mengakhiri gaya hidup urakanku.”

Analisis

Pada cuplikan, “Bisakah mereka berhenti mengorek urusan orang lain dan menjadikannya gunjingan? Kami kakak beradik tetapi kami tetaplah dua orang

yang berbeda sama sekali. Kenapa mereka seenaknya menyamaratakan kami?”

yang menunjukan bahwa penilaian masyarakat terhadap keluarga Shoko karena ulah nakal Shoko mengakibatkan dampak buruk bagi abangnya, Daiki. Masyarakat menyamaratakan semua pribadi dalam keluarga Shoko, sehingga ketika satu orang yang melakukan hal buruk maka orang terdekatnya akan mendapatkan imbas. Padahal walaupun Shoko dan abangnya kakak beradik, namun mereka tetaplah dua orang yang berbeda sama sekali.

Cuplikan 3 (hal.23)

(52)

perempuan anggota geng kami yang berusia lebih tua, mereka menganggap kami terlalu congkak. Ketika kami datang, kami segera sadar sedang berada dalam kesulitan, ada 4 anak perempuan dan dua anak lelaki tengah berbaring-baring menunggu kami. Kami tahu tak mungkin menang tetapi jika bisa menghajar satu saja dari mereka itu sudah cukup baik, maka kami mencoba. Hasilnya mudah ditebak, Yoshimi dan aku dihajar remuk.”

Analisis

Pada cuplikan di atas terdapat kalimat, “Suatu hari kami dipanggil oleh anak-anak perempuan anggota geng kami yang berusia lebih tua, mereka menganggap

kami terlalu congkak. Ketika kami datang, kami segera sadar sedang berada

dalam kesulitan, ada 4 anak perempuan dan dua anak lelaki tengah

berbaring-baring menunggu kami.” Yang menunjukan bahwa semenjak menjadi yanki,

banyak orang yang tidak menyukai Shoko. Tidak hanya di lingkungan sekolah dan sekitar rumah, bahkan anggota gengnya sendiri pun banyak yang tidak menyukainya. Mereka menganggap bahwa Shoko terlalu congkak dengan tampilan seperti memakai rok yang terlalu mencolok dan gayanya yang berlebihan dibandingkan dengan anak-anak perempuan lain dalam gengnya.

3.4 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Dewasa

Cuplikan 1 (hal.100)

(53)

membuatku terjatuh dari ranjang. Ia memburuku, menendang rusukku, menjambak rambutku, dan kemudian menarikku ke lantai.”

Analisis

Cuplikan di atas menunjukkan bahwa ketika dewasa Shoko banyak mengalami tindak kekerasan dari seorang pria yang mendekatinya yang bernama Maejima. Ia tidak mampu melakukan perlawanan karena ayah Shoko memiliki hutang yang besar pada Maejima, sehingga membuat Maejima sesuka hatinya memperlakukan

Shoko seperti memukul, menendang dan menjambak rambut Shoko.

Cuplikan 2 (hal.116)

“Ada satu perasaan lagi yang membuatku tertekan, jika menjalin hubungan dengan Kuramochi, ini akan menjadi sebuah skandal lagi. Kenapa aku selalu jatuh cinta pada suami orang? Aku tahu itu keliru, tetapi aku terpaksa melakukannya. Apakah aku akan selalu menjadi gundik seseorang? Apakah jatuh cinta selalu sesulit ini. Aku tahu aku harus putus dengan Shin begitu aku mulai membuat skandal dengan Kuramochi, tetapi aku tidak dapat menghapuskannya begitu saja dari hatiku. Yang harus kulakukan adalah memilih kuramochi dan orangtuaku akan memulai hidupa baru.”

Analisis

Pada cuplikan di atas menunjukkan tentang kehidupan percintaan Shoko ketika dewasa. Shoko selalu jatuh cinta pada pria yang telah beristri. ketika Shoko

(54)

lebih royal daripada Shin pacar lamanya, karena apabila Shoko dibiayai hidupnya oleh Kuramochi maka Shoko pun bisa membantu ekonomi keluarganya yang memang saat itu sangat memprihatinkan.

3.5 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Setelah Menikah

Cuplikan 1 (hal.167)

“Kami memulai dalam keadaan miskin papa. Di bulan sebelum hari gajian yang pertama, kami berusaha tidak membelanjakan uang kami dengan cara mendaur ulang apa saja, termasuk gelas-gelas plastik dari warung mesin. Dalam perjalanan ke tempat kerja, kami melewati sebuah rumah yang dibongkar, dan di reruntuhannya kami menemukan sekeping persegi cermin. Kami membawanya pulang dan menaruhnya di atas tumpukan majalah lama, menciptakan meja rias seketika. Tepi-tepi cermin sudah menghitam dan kacanya buram sehingga wajah yang terpantul di permukaannya seperti berada di tengah kabut. Namun tidak jadi soal betapa beratnya yang kami jalani karena satu-satunya yang ada dalam pikiran adalah bekerja keras semampunya.”

Analisis

Ketika memutuskan untuk menikah dengan Takamitsu, Shoko dan suaminya pindah dari Yokohama ke Tokyo dan meninggalkan segala sesuatu yang mereka miliki disana serta memutuskan untuk memulai hidup baru mereka mulai dari nol. Saat itu kehidupan Shoko sangat miskin dan serba kekurangan, oleh karena itu untuk menghemat segala keperluan rumah tangga ataupun peralatannya, Shoko

(55)

ulangnya agar dapat bermanfaat sehingga Shoko dapat menghemat untuk menutupi kebutuhan yang lain.

Cuplikan 2 (hal.170)

“Yang lebih menyakitkan dari luka operasi adalah rasa bersalahku terhadap anak yang kugugurkan. Air mata mengalir di wajahku dan membasahi bantal. Taka masuk dan duduk di samping ranjang.

“Ini keputusan yang tepat, “katanya.” Tak ada hal lain yang bisa kita lakukan. Jangan menyalahkan dirimu sendiri karena hal ini.” Ia meraih tanganku dan menekankan ke dadanya, tetapi ia tidak kuasa memandang mataku. Kenyataan begitu kasar memperlakukan kami saat itu.”

Analisis

Pada cuplikan di atas terdapat kalimat, ”Yang lebih menyakitkan dari luka operasi adalah rasa bersalahku terhadap anak yang kugugurkan. Air mata

mengalir di wajahku dan membasahi bantal. Taka masuk dan duduk di samping

ranjang.

“Ini keputusan yang tepat, “katanya.” Tak ada hal lain yang bisa kita lakukan.”

(56)

Cuplikan 3 (hal.189)

“Keputusanku untuk bekerja keras demi membantu keluargaku berarti juga tekanan kepada diriku sendiri. Persoalan besarnya adalah aku harus meminjami Maki uamg karena kebiasaan judi itchan. Ia tidak mau bekerja dan hanya meminta kiriman dari orangtuanya. Kehidupan Maki sungguh menyedihkan, ia tidak bisa mencari pekerjaan karena punya bayi, dan tercekik utang pada lintah darat. Belum lama ini, ia mulai datang kepadaku untuk urusan pinjam-meminjam. Segera aku memikul beban untuk meminjaminya uang setiap bulan. Namun itu pun tidak cukup, Maki mulai meminjam ke ayah juga. Ayah menjadi kewalahan dan ia pun meminjam kepadaku. Aku merasa seperti seekor anjing yang sedang memburu ekornya sendiri.”

Analisis

Pada cuplikan di atas dapat di ketahui bahwa setelah menikah pun Shoko

(57)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Kehidupan Shoko masa kanak-kanak sangat bahagia. Ayahnya adalah

pemimpin yakuza di Jepang yang sukses dengan bisnis-bisnis yang dijalaninya. Walaupun sibuk namun ayah Shoko tetap tidak mengabaikan keluarganya sehingga Shoko tidak pernah merasa kekurangan perhatian dari kedua orang tuanya. Namun saat Shoko SD, ayahnya terlilit perkara dan dijebloskan ke penjara. Saat itu lah kehidupan Shoko mulai berubah menjadi menderita. Sejak ayahnya dipenjara tetangga kiri-kanan Shoko yang dulu sangat segan dengan keluarga Shoko kini sudah mulai berani menggunjing keluarga Shoko. Di sekolah pun Shoko menjadi bahan cemooh teman-temannya dan mereka pun melakukan penindasan kepada Shoko hampir setiap harinya seperti pakaian dan sepatu senamnya dicampakkan ke tungku, ketika bersih-bersih Shoko menjadi satu-satunya yang membersihkan lantai sedangkan teman satu piketnya yang lain hanya berdiam diri melihat Shoko mengerjakan semuanya sendirian. Saat

Shoko duduk di kelas empat SD, ayahnya dibebaskan dari penjara, namun itu tidak menghentikan penderitaan Shoko malah membuatnya semakin parah. Ayah Shoko mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah untuk mabukan dan pulang tengah malam dalam rangkulan para hostes-hostes yang ditemuinya di bar.

(58)

yanki (sebutan untuk anak liar di Jepang) yang membuat ayahnya selalu marah melihat setiap ulah nakalnya. Saat ayah marah, Shoko akan mendapat pukulan keras benda-benda yang dilayangkan oleh ayah Shoko kepadanya, sehingga

Shoko merasa hampir seperti mau mati. Walaupun mendapat perlakuan keras dari ayahnya Shoko tidak jera, ia tetap menjadi seorang yanki. Shoko bangga dengan statusnya menjadi seorang yanki, karena hanya di lingkungan yanki Shoko memiliki teman. Walaupun Shoko adalah seorang yanki, namun Shoko

tetap pergi ke sekolah. Melihat tampilan Shoko sekarang otomatis tidak ada lagi teman-teman sekolahnya yang berani mengganggu Shoko. Selain telah berani terhadap teman-teman dulu yang suka mengganggunya di sekolah, Shoko juga telah berani melawan gurunya dengan menjawab dan memberontak dengan keras terhadap sesuatu yang dituduhkan oleh gurunya seperti mengambil peroksida milik sekolah untuk mengecat rambutnya padahal Shoko tak pernah melakukannya.

(59)

4. Shoko bertemu dengan seorang pria di bar yang pada akhirnya menikahi Shoko.

Pria itu bernama Takamitsu. Setelah menikah mereka memutuskan pindah dari

Yokohama ke Tokyo dan meninggalkan semua yang dimiliki di Yokomaha dan memulai hidup di Tokyo mulai dari nol. Karena tidak memiliki apa pun keadaan Shoko dan suaminya sangat miskin sehingga mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya bersama suaminya, Shoko juga menjadi tulang punggung di keluarga besarnya. Setiap bulan ia harus memberikan pinjamin kepada kakaknya Maki dan juga kepada ayahnya. Keadaan tersebut membuat Shoko

sangat tertekan karena ia tidak pernah merasakan sedikit pun hasil dari kerja kerasnya selama ini karena semuanya harus ia berikan kepada keluarganya. Keadaan tersebut terpaksa menyeret Taka ikut dalam mengatasi masalah keluarganya, sehingga suatu saat karena merasa tidak enak telah menyusahkan

(60)

4.2 Saran

1. Melalui novel Yakuza Moon ,penulis berharap pembaca dapat mengambil pelajaran yang berguna dari karakter tokoh, sehingga bermanfaat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seperti pengalaman Shoko yang begitu mengerikan, namun kita dapat melihat keteguhan hatinya dalam menjalani hidup dan ia berhasil memenangkan pergulatan hidupnya yang keras. Hendaknya kita sebagai ciptaan Tuhan mensyukuri dan menjalani hidup dengan tulus hati.

2. Untuk siapa saja yang tengah mencari pemahaman mendalam dan personal tentang masyarakat Jepang terutama dalam lingkungan yakuza, dapat membaca skripsi ini ataupun membaca tulisan Shoko Tendo dalam novel Yakuza Moon.

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Antoni, Febri. 2010. Analisis Sosiologi Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel “SKANDAL” Karya Shusaku Endo. Skripsi. Medan: USU.

Culler, Jonathan. 1977. Structuralist Poetics: Strukturalism Linguistics and the Study of Literature. Routledge & Kegan Paul: London.

Endraswara, suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Edisi revisi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fowler, Roger. 1977. Linguistics and the Novel. Methuen & Co. Ltd. :London. Keliat, Sry Indah. 2012. Analisis Sosiologi Tokoh Utama Dalam Novel “The Last

Shogun” Karya Ryotaro Shiba. Skripsi. Medan: USU.

Luxemburg, dkk. Pengantar Ilmu Sastra (Terj. Dick Hartoko). Jakarta: PT. Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nursisto. 2000. Ikhtiar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa.

2002. Kritik Sastra Modern. Yogyakarta: Gema Media.

Ratna, Nyoman Kuta. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan tugas akhir

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat meneyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Portofolio Saham Indeks

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian

ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pengaruh