• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Kanak-Kanak .1 Di Kalangan Keluarga

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN

3.2 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Kanak-Kanak .1 Di Kalangan Keluarga

Cuplikan 1 (hal. 3)

“Ayah sangat sibuk mengurus geng dan bisnis-bisnisnya yang lain, tetapi ia akan selalu meluangkan pekan pertama tahun baru untuk keluarga. Kami tak sabar menunggu pesta makan besar yang disiapkan sendiri oleh ibu : tumis sayuran

semuanya disajikan di atas meja susun tiga berpelitur hitam mengkilap. Dihari pertama tahun baru, setelah selesai makan, kami sekeluarga akan pergi ke kuil terdekat dan menyampaikan doa pertama kami. Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami. Inilah ritual tahunan keluarga Tendo.”

Analisis

Pada cuplikan di atas menerangkan kehidupan masa kanak-kanak Shoko di kalangan keluarga tepatnya pada usia sebelum menginjak sekolah dasar. Hal ini ditandai dengan adanya kalimat, “Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami.” Dalam kalimat itu jelas terlihat kalau Shoko belum bisa membaca sehingga ia meminta orang tuanya untuk membaca dan menerangkan gulungan kertas yang diambilnya. Sedangkan pada kalimat, “Ayah sibuk mengurus geng dan bisnis-bisnisnya yang lain, tetapi ia akan selalu meluangkan pekan pertama tahun baru untuk keluarga.” Menunjukan bahwa sang ayah sangat menyayangi dan memperdulikan keluarganya sehingga sesibuk apa pun pekerjaannya, ia akan menyempatkan waktu di pekan pertama tahun baru untuk bersama-sama dengan keluarganya. Dan dalam kalimat, “Dihari pertama tahun baru, setelah selesai makan, kami sekeluarga akan pergi ke kuil terdekat dan menyampaikan doa pertama kami. Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami. Inilah ritual tahunan keluarga Tendo.” Ini menunjukan bahwa saat Shoko masih kanak-kanak, keluarga Shoko selalu menjalani tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat jepang setiap tahunnnya.

Cuplikan 2 (hal. 4)

“Orang tuaku selalu bersikap lembut, tetapi mereka tak bisa dibantah dalam urusan tata krama. Bahkan pembantu kami pun dilarang memanjakan kami. Kami tidak dibolehkan menonton televisi selagi makan. Kami harus mengucapkan syukur sebelum dan sesudah makan, lalu setelah selesai makan, kami harus membersihkan sendiri piring kami. Meskipun dididik dalam tata krama kuno, aku menyukainya.”

Analisis

Cuplikan di atas menandakan ketika masih kanak-kanak Shoko dididik dalam keluarga yang cukup disiplin, dan dengan tata krama yang telah ditanamkan oleh orang tua mereka sejak masih dini. Walaupun dididik dalam tata krama kuno seperti tidak boleh menonton televisi saat makan, harus mengucapkan syukur sebelum dan sesudah makan, serta membersihkan piring sendiri, namun shoko menyukainya. Meskipun Shoko hidup dalam keluarga yakuza, namun hidup mandiri dan disiplin menjadi sebuah didikan dalam keluarga Shoko.

Cuplikan 3 (hal.10)

“Tak lama setelah aku duduk di kelas empat, ayah dibebaskan dari penjara. Ia mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah dan pulang tengah malam bersama hostes-hostes dalam rangkulannya. Lalu, ia akan berteriak, “Satomi! Shoko! Aku membawa hadiah untuk kalian. Kemarilah dan bantu aku memakannya.”Aku tidak ingin melihat ayah mengamuk ketika ia mabuk, maka betapa pun mengantuknya

“ Kelihatannya lezat sekali ayah.” Dan aku memaksakan diri tersenyum setiap kali menghabiskan kue atau biskuit yang ia bawa pulang. Itulah awal mula saat berat badanku naik pesat.”

Analisis

“Tak lama setelah aku duduk di kelas empat, Ayah dibebaskan dari penjara. Ia mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah dan pulang tengah malam bersama hostes-hostes dalam rangkulannya.” Pada cuplikan di atas dapat diketahui ketika ayah Shoko bebas dari penjara, tepatnya ketika Shoko duduk di kelas empat sekolah dasar, hidup Shoko berubah drastis, dulu sebelum ayahnya terjerat perkara dan mengharuskannya masuk penjara, kehidupan Shoko di keluarga sangat bahagia. Namun kini kebahagiaan itu sedikit berubah. Ayah Shoko tidak lagi memperhatikan perasaan ibu Shoko, ia selalu pulang malam dalam pelukan hostes-hostes yang ditemuinya di bar. Dalam kalimat, “Aku tidak ingin melihat ayah mengamuk ketika ia mabuk, maka betapa pun mengantuknya aku atau sekenyang apapun perutku, aku meninggalkan tempat tidurku. “ Kelihatannya lezat sekali ayah.” Dan aku memaksakan diri tersenyum setiap kali menghabiskan kue atau biskuit yang ia bawa pulang.” Menunjukkan bahwa kehidupan Shoko tersiksa dan menderita karena perilaku ayahnya yang suka mabuk dan selalu pergi ke bar, serta berpelukan dengan hostes-hostes di bar.

3.2.2 Di Kalangan Sekolah Cuplikan 1 (hal.7)

“Namun akibatnya, karena aku tidak pernah bercerita kepada siapa pun, penindasan yang ditujukan kepadaku segera menjadi rutin. Pakaian dan sepatu

senamku dicampakkan ke tungku. Ketika tugas bersih-bersih, aku selalu menjadi satu-satunya yang harus membersihkan lantai. Selebihnya aku nyaris sepenuhnya diabaikan sehingga rasanya aku tak pernah ada. Yang paling banyak menindasku dan melecehkanku adalah anak-anak pintar yang orang tuanya memiliki pekerjaan yang terhormat. Cara mereka menyakitiku sungguh licik dan cerdik sehingga guru-guru tidak mengetahuinya, kecuali aku melakukan perlawanan. Aku sadar, tak ada gunanya menceritakan kepada siapa pun, itu hanya akan membuat urusan makin runyam. Para penggangguku akan melakukan segala cara agar tidak ketahuan dilain waktu. Tetapi peduli setan dengan apa yang mereka lakukan padaku. Aku tak pernah menangis atau mangkir dari sekolah, kecuali aku benar-benar sakit. Satu-satunya temanku hanyalah pensil dan buku catatan. Aku menghabiskan waktu makan dan istirahat dengan menggambar apa saja dan mengabaikan segala ejekan teman-teman sekelasku.”

Analisis

Pada cuplikan di atas dapat diketahui bahwa ketika Shoko SD, ia tidak mempunyai teman sama sekali, semua siswa selalu mengejek dan menyiksanya nyaris hampir setiap hari. Cara mereka menyiksa Shoko sungguh rapi sehingga guru-guru sekolah Shoko tidak mengetahui semua yang telah dilakukan teman-teman Shoko selama di sekolah. Shoko tidak pernah mengadu kepada siapa pun bahkan keluarganya sekali pun, bukan karena takut, buktinya walaupun ia selalu disiksa tapi ia tidak pernah absen untuk hadir ke sekolah kecuali dia benar-benar sedang sakit, namun karena Shoko tidak mau urusan ini menjadi panjang dan runyam, sehingga ia tutup mulut atas semua perlakuan buruk yang diterimanya.

3.2.3 Di Kalangan Masyarakat Cuplikan 1 (hal.5)

“Beberapa hari setelah itu, ayah terlilit perkara dan dijebloskan ke dalam penjara. Kami tidak pernah punya urusan dengan tetangga kiri-kanan sejak kami pindah rumah, tetapi tiba-tiba setiap orang menggunjing kami, dan semuanya menjijikan. Inilah pengalaman pertamaku dilecehkan, tetapi itu bukan yang terakhir.”

Analisis

Cuplikan di atas menunjukan bahwa penderitaan Shoko diejek, ditindas maupun dilecehkan oleh masyarakat sekitar bermula ketika ayah Shoko masuk penjara. Dulu sebelum masuk penjara ayah Shoko adalah sosok yakuza yang kuat dan dihormati, sehingga masyarakat takut kepada mereka, namun ketika ayahnya kehilangan kekuatan dan dijebloskan ke penjara, maka masyarakat mulai mengusik kehidupan keluarga Shoko dan mulai menggunjingnya.

Cuplikan 2 (hal.5)

“Suatu saat, ketika aku menggambar di depan rumah, salah seorang perempuan yang melintas di jalanan mendekatiku. Ia membungkuk dan membisikkan sesuatu di telingaku, “Shoko-chan, tahukah kamu bahwa kakakmu yang paling tua bukan kakak kandungmu? Ibumu sudah punya anak sebelum bertemu dengan ayahmu. Apa yang dikatakan perempuan itu tidak mempengaruhi perasaanku terhadap kakak lelakiku. Aku hanya tidak paham kenapa seseorang harus menyampaikan kepada anak kecil hal semacam itu. Dan anak-anak di sekitar rumah segera meniru kelakuan orang tua mereka.”

Analisis

Pada cuplikan di atas menunjukan bahwa masyarakat sekitar rumah Shoko

berusaha untuk merusak keharmonisan keluarganya dengan mencoba mendoktrin

Shoko tentang hal-hal negatif seperti mengatakan bahwa kakak Shoko yaitu Daiki

bukanlah kakak kandungnya karena ibu Shoko sebelum bertemu dengan ayahnya sudah mempunyai anak. Namun Shoko tidak terpengaruh terhadap omongan-omongan buruk masyarakat tentang keluarganya.

Cuplikan 3 (hal.7)

“Ayahmu yakuza, serem!” Aku yakin ayahmu tak akan datang mengambil rapor karena ia di dalam penjara!”Apa salahnya menjadi yakuza?”balasku, satu-satunya yang membuatku tak tahan adalah mendengar orang tuaku dilecehkan. Dan sekalipun menjadi putri seorang yakuza berarti aku akan terus diperlakukan sebagai sampah, aku memutuskan untuk tidak berpura-pura menjadi orang lain sekedar demi mendapatkan teman.”

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun Shoko sebagai putri seorang yakuza yang sering mendapatkan pelecehan dan ejekan dari teman-temannya, ia tetap berpandangan baik terhadap yakuza. Shoko tidak masalah kalau dia diejek oleh teman-temannya bahkan sampai dikucilkan, namun Shoko tidak suka ketika mereka melecehkan orang tuanya dengan mengatakan bahwa ayahnya adalah sosok seorang yakuza yang menyeramkan dan ia tidak mungkin

Shoko, dia cukup menjadi dirinya sendiri bukan orang lain hanya untuk mendapatkan teman.

3.3 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Remaja

Dokumen terkait