• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP YAKUZA DAN KOMIK

2.3. Pola identitas Yakuza

Pada yakuza, kesetiaan mereka tunjukkan ke dalam beberapa hal, seperti rela mengorbankan diri sendiri untuk melindungi oyabun, dan siap menerima hukuman apa saja jika melakukan kesalahan yang ringan maupun berat, seperti memotong jari (yubitsume), dan menato seluruh tubuh, dan kemudian hal ini lama-kelamaan menjadi tradisi di organisasi yakuza dan menjadi identitas sebagai anggota yakuza. Bukan itu saja, anggota yakuza juga sering menggunakan kode dan bahasa rahasia jika bertemu dengan sesama anggota yakuza sehingga orang

lain yang bukan anggota yakuza tidak dapat mengetahui arti dari tindakan dan ucapan mereka. Berikut ini penjelasan dari pola identitas dari yakuza tersebut.

2.3.1 Yubitsume atau Pemotongan Jari

Bakuto memiliki peraturan-peraturan yang bersifat mengikat kepada

anggotanya, terutama yang menyangkut kesetiaan dalam menjaga rahasia bakuto dan kepatuhannya terhadap hubungan oyabun-kobun.

Ada beberapa hal yang ditabukan dan dilarang dalam bakuto, seperti memperkosa. Jika hal tersebut dilanggar, maka sipelaku akan dikenakan hukuman yang berat atau dikeluarkan dari organisasi. Bukan berarti kalau dikeluarkan dari organisasi lebih ringan hukumannya, karena dengan dikeluarkan dari organisasi maka tidak akan ada suatu organisasi yakuza yang lain akan mau menerimanya, hal ini dikarenakan oyabun akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh organisasi yakuza mengenai anggotanya telah diusir, untuk tidak menerimanya dalam organisasinya. Hal ini merupakan hukuman yang sangat berat bagi anggota yakuza, karena dengan begitu dia tidak akan dapat lagi bergabung ke organisasi yakuza lainnya, dan berarti dia akan kehilangan pekerjaannya selamanya.

Untuk beberapa kesalahan berat tetapi tidak sampai dijatuhi hukuman mati atau diusir, maka bakuto menerapkan peraturan pemotongan jari atau yubitsume, yang bisaanya dipotong terlebih dahulu adalah ruas jari pertama kelingking.

Yubitsume ini baik atas dasar perintah dari oyabun maupun atas kesadaran sendiri,

terbukti membuat kobun tergantung pada perlindungan oyabun. Pemotongan jari dimaksudkan sebagai permintaan maaf atas kesalahan yang telah dilakukan, maka

ruas jari yang telah dipotong itu kemudian dibungkus dengan kain yang baik kualitasnya lalu dipersembahkan kepada oyabun. Tradisi ini berasal dari bakuto pada zaman Edo, dimana pada masa itu jika seorang penjudi tidak mampu membayar hutang-hutangnya, maka ruas jarinya akan dipotong, ini dilakukan agar kemampuan untuk bermain judinya akan menjadi berkurang.

2.3.2 Tato

Selain yubitsume, tradisi yang diperkenalkan oleh kaum bakuto adalah tato. Tato pada awalnya merupakan bentuk hukuman yang digunakan untuk mengasingkan pelanggar dari masyarakat, yang bisaanya terdapat di sekitar lengan untuk setiap kejahatan yang dilakukannya.

Tradisi tato ini memiliki makna selain sebagai hukuman, diantaranya adalah sebagai tanda suatu perkumpulan masyarakat. Jika setiap orang dalam satu kelompok masyarakat melakukan suatu kegiatan yang sama, maka setiap orang di dalam kelompok itu juga harus melakukan hal yang sama. Hal tersebut juga berlaku dalam organisasi yakuza yang diidentikan dengan tato, jadi semua anggota yakuza juga harus ditato. Pada saat ini tato digunakan sebagai simbol atau lambang dari masing-masing organisasi yakuza tempat dia bergabung. Proses penatoan tradisional merupakan suatu yang sangat menyakitkan. Peralatan yang digunakan terbuat dari tulang atau kayu yang dipahat dan pada ujungnya dipasang jarum. Proses ini memakan waktu yang tidak sebentar, bahkan untuk tato sekujur tubuh waktu yang diperlukan bisa mencapai lebih dari 100 jam. Sampai saat ini tato masih sangat popular di kalangan yakuza, bahkan yakuza modern masih meneruskan kegiatan ini sampai sekarang, dan meskipun telah ada alat untuk

menato yang lebih canggih dan tidak sesakit dengan alat tradisional, para anggota

yakuza lebi memilih menggunakan dengan cara tradisional.

2.3.3 Kode dan Bahasa Rahasia

Pada saat sesama anggota yakuza bertemu, mereka memiliki kebisaaan tersendiri untuk saling memperkenalkan identitas mereka masing-masing. Jika yang bertemu adalah oyabun suatu organisasi dengan kobun dari organisasi lain, maka tata cara hirarki dapat dengan mudah dilakukan. Misalnya pada saat memperkenalkan diri masing-masing, oyabun mengidentifikasikan dirinya dengan cara menunjukkan ibu jarinya, sedangkan kobun akan menyembunyikan ibu jarinya dan menunjukkan jari kelingkingnya yang menandakan bahwa dia merupakan kobun yang masih muda.

Selain itu, organisasi yakuza juga memiliki bahasa rahasia yang dikembangkan dan hanya diketahui artinya oleh sesama anggota yakuza itu sendiri, gunanya agar rahasia dari organisasi mereka tidak mengalir hingga ke luar organisasi (Lebra, 1974 : 54).

2.4 Perubahan Aktifitas Yakuza

Yakuza pada zaman Edo atau sering disebut juga yakuza tradisional,

dikenal masyarakat sebagai sekumpulan orang yang tidak berguna karena pekerjaan mereka adalah merampok, memeras dan berjudi. Cara berpenampilan mereka juga sangat eksentrik dan tidak lazim bagi masyarakat pada zaman itu. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan pergantian pemerintahan,

yakuza pun ikut berkembang dan mulai meninggalkan aktifitas lama mereka

menuju aktifitas yang baru, dan yakuza berubah menjadi yakuza yang modern.

2.4.1 Yakuza pada Zaman Edo

Zaman Edo dikenal juga sebagai zaman feodal akhir, karena pemerintahan

yang berkuasa pada saat itu bersifat feodal di bawah pimpinan shogun Ieyashu Tokugawa. Pada zaman ini siapa yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar maka dialah yang akan memimpin, hukum itu juga berlaku di dalam organisasi yakuza, siapa yang paling kuat dan memiliki kekuasaan yang besar maka dialah yang akan memimpin organisasi.

Ketika pertama kali terbentuk, yakuza hanyalah sekumpulan orang-orang yang dianggap tidak berguna di tengah-tengah masyarakat karena yang mereka kerjakan hanyalah meresahkan masyarakat seperti merampok, berjudi, memeras dan lain sebagainya. Setiap kali beraksi mereka melakukannya tanpa ada koordinasi yang jelas dan melakukannya sesuai dengan keinginan dari diri mereka sendiri tanpa ada perintah yang jelas. Namun semakin bertambahnya anggota

yakuza semakin ditakuti pula organisasi ini oleh masyarakat. Tidak jarang terjadi

keributan-keributan dan perkelahian diantara sesama aggota yakuza dalam memperebutkan kekuasaan, dan siapa yang paling kuat diantara mereka akan diangkat menjadi pemimpin kelompok yang seterusnya akan mengatur dan memberikan perintah kepada anggota-anggotanya dalam menjalankan tugas.

Dapat dikatakan yakuza awal atau yakuza tradisional pada zaman edo belum memiliki struktur organisasi yang rapi dan jelas, mereka hanya terdiri dari pemimpin besar yang mengatur jalannya organisasi dan para anggota kecil, dan

hubungan ini sering juga disebut dengan oyabun (pemimpin atau atasan) dan

kobun (anggota atau bawahan). Inilah yang akan menjadi dasar dari struktur

organisasi yakuza pada zaman-zaman berikutnya hingga sekarang.

Di zaman ini, tidak ada sistem perekrutan khusus untuk bergabung menjadi anggota yakuza, setiap orang dapat bergabung ke dalam organisasi

yakuza jika ia merasa sanggup dan memiliki kemampuan untuk menjalankan

perintah dari oyabun.

Penerapan sistem ie pada organisasi kriminal Jepang seperti yakuza yang dikenal dengan istilah oyabun-kobun, yaitu hubungan orang tua dan anak yang fiktif. Organisasi yakuza sangat menekankan sekali hubungan seperti ini, dan hubungan ini dapat mempererat hubungan diantara sesama anggota yakuza. Sistem seperti ini terbukti sangat berfungsi dalam perkembangan yakuza saat ini, karena dengan sistem seperti ini yakuza masih dapat bertahan hingga sekarang, dan walaupun yakuza berkembang dan mengalami banyak perubahan, namun hubungan seperti ini masih tetap dipertahankan oleh organisasi yakuza hingga sekarang.

2.4.2 Yakuza Modern

Seiring modernisasi yang diawali dengan Restorasi Meiji, yakuza pun

mengikuti perkembangan tersebut. Mereka mulai mengubah pola bisnis mereka karena semakin ketatnya pengawasan oleh pemerintahan di zaman itu sehingga mereka kesulitan untuk meneruskan usaha-usaha ilegal mereka selama ini. Para

yakuza mulai mencari kegiatan lain untuk dapat melangsungkan kehidupan

Struktur yakuza setelah Perang Dunia II terlihat semakin jelas dan rapi, ini dapat dibuktikan dengan adanya kerja sama yang baik dan rapi antar sesama anggota yakuza. Selain itu organisasi yakuza pada saat ini telah memiliki beberapa jabatan layaknya pemerintahan sendiri. Sebelum bertindak, setiap anggota yakuza terlebih dahulu menunggu perintah dari oyabun, dan tidak akan bertindak sesuka hati tanpa ada perintah dari oyabun. Setiap organisasi yakuza memiliki peraturan- peraturan sendiri yang wajib dipatuhi dan dijalankan oleh anggotanya. Oyabun memegang kekuasaan penuh untuk mengatur jalannya organisasi termasuk wewenang untuk menentukan yang akan menikah dalam organisasinya, dan juga menghukum anggota yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan organisasi.

Sekarang ini, para anggota yakuza tidak hanya sebatas dari lingkungan

bakuto dan tekiya saja, melainkan meluas hingga masyarakat umum. Keanggotaan

yakuza juga berasal dari perekrutan oleh suatu kelompok yakuza terhadap orang-

orang yang dianggap berpotensi untuk masuk ke dalam kelompoknya, bisaanya terjadi di tempat-tempat hiburan. Di tempat seperti ini sering terjadi keributan dan perkelahian, pada saat seperti itulah suatu kelompok yakuza merekrut orang yang dianggap kuat karena mampu mengalahkan lawannya, karena modal utama menjadi anggota yakuza adalah kekuatan fisik dan kemauan yang besar untuk dapat melakukan apa saja yang akan diperintahkan atasan.

Setelah merekrut anggota baru tersebut, yakuza biasanya melakukan upacara penerimaan anggota baru dengan cara saling bertukar mangkuk sake yang dilakukan secara formal. Upacara tersebut dihadiri oleh seluruh anggota ie dan disaksikan oleh oyabun tempat ia bergabung.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa sejak berdirinya yakuza, yaitu pada zaman Edo, yakuza telah menganut sistem oyabun dan kobun. Pada zaman ini, hubungan oyabun-kobun tersebut sudah terasa kental sekali di tubuh organisasi yakuza. Hubungan yang terus dipelihara oleh anggota organisasi kriminal Jepang ini, lebih kepada hubungan mutualisme atau hubungan yang saling menolong dan menguntungkan satu sama lain. Selain itu adanya kesadaran akan giri (obligation atau kewajiban) dan ninjo (kesatriaan), membuat hubungan ini tetap terjaga sampai sekarang.

2.5 Tinjauan Umum Tentang Komik 2.5.1 Definisi Komik

Komik adalah suatu bent bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan (wikipedia.org/iki/komik). Bisaanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan dalam

Menurut Will Eisner (wikipedia.org/iki/komik), komik adalah tatanan gambar dan balon kata yang berurutan. Scott McCloud punya pendapat lain lagi, komik didefinisikan sebagai gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respon estetik pada yang melihatnya. Ada juga yang menyebut komik sebagai cerita bergambar yaitu gambar yang dinarasikan, kisah ilustrasi, gambaran-fiksi dan lain-lain.

Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. Sebagian diantaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan, yang lain lebih

mementingkan kesinambungan gambar (image) dan teks, dan sebagian lain lebih menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Pengertian komik sendiri sangat mudah untuk didefinisikan karena itu berkembanglah berbagai istilah baru.

Pada masa ini kita lebih banyak mengenal komik yang merupakan hasil karya produk Jepang terutama yang diperuntukan bagi anak-anak dan remaja. Kualitas dari cerita dan formatnya sangat menarik bahkan dapat mengalahkan komik dari Amerika.

Dalam bahasa Jepang komik disebut dengan istilah manga dan orang yang menggambar manga disebut dan komik adalah pembedaan pengelompokan, dimana manga lebih terfokus kepada komik-komik Jepang, sedangkan komik lebih kepada komik-komik buatan Eropa atau Barat. Beda dengan komik Amerika, manga bisaanya dibaca dari kanan ke kiri, sesuai dengan arah tulisan kanji Jepang.

Manga memang sangat digemari baik oleh anak-anak maupun orang

dewasa. Dewasa ini manga sudah tersebar ke seluruh dunia. Penjualan pertahunnya diperkirakan mencapai ratusan juta dolar. Beberapa yang terkenal dan sudah difilmkan adalah Doraemon, Detektif Conan, Inuyasha, Kungfu Boy, dan Sepatu Kaca.

Rata-rata mangaka di Jepang menggunakan gaya (style) sederhana dalam menggambar manga. Tetapi, gambar latar belakangnya hampir semua manga digambar serealistis mungkin, biarpun gambar karakternya benar-benar sederhana, khususnya pada bagian muka, dengan ciri khas mata besar, serta mulut dan hidung yang kecil.

2.5.1 Sejarah Munculnya Komik di Jepang

Manga merupakan istilah untuk komik Jepang. Istilah manga

diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1814 oleh Katsushika Hokusai, seniman

ukiyo-e yang terkenal. Ukiyo-e adalah teknologi pencetakan pada kertas

menggunakan blok-blok kayu (Velisha, 2001: 42 ). Kata manga dipakai Hokusai untuk menyebut gambar komikal buatannya yang berbeda dari gambar pemandangan atau manusia yang serius dan indah.

Namun jauh sebelum orang mengenal istilah manga, kira-kira pada abad pertengahan di Jepang sudah dikenal seni menulis cerita disertai lukisan untuk menggambarkan jalannya cerita. Itu pun belum berbentuk buku, tetapi masih dalam bentuk gulungan kertas yang disebut emakimono. Karya seni ini bisa disebut nenek moyangnya manga.

Manga yang muncul pertama kali berjudul Mankaku Zuihitsu yang

diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei pada tahun 1771. Berikutnya terbit Shiji no yukikai oleh Santo Kyoden tahun 1798 dan manga Hyakujo karya Aikawa Minwa tahun 1814. Namun ada juga yang menyebut manga pertama kali muncul abad 12.

Manga generasi awal ini bertajuk choju jinbutsu giga, yaitu gambar serta

kisah lucu hewan dan manusia yang dibuat oleh banyak seniman. Manga yang dibuat banyak seniman ini memenuhi hampir semua persyaratan manga. Sederhana, memiliki cerita di dalamnya, dan memiliki gambar artistik.

Kemudian pada abad ke-18 (zaman Edo), mulai dibuat buku cerita

bergambar yang mirip dengan manga, zaman sekarang disebut kusa-zoushi dimana gambar lebih dominan dari pada teks. Buku itu dicetak dengan teknologi

kurohon (buku biru) dan kibyoushi (buku kuning), sesuai dengan warna sampul

masing-masing (Velisha, 2001: 42).

Walaupun manga di Jepang sudah ada sejak zaman Edo, akan tetapi, menurut Kure Tomofusa (1986: 23), manga di Jepang tidak begitu berkembang sebelum usainya perang dunia.

Pada akhir abad ke-19 akhirnya Jepang membuka diri terhadap pengaruh dunia Barat, kusa-zoushi pun terpengaruh gaya kartunis Barat dan mulai beralih menjadi comic strip seperti yang dimuat di surat kabar negara-negara Barat. Kemudian pada tahun 1959, mulai diterbitkan dua majalah komik mingguan untuk anak laki-laki, yaitu Shonen Magazine dan Shonen Sunday.

Hampir 10 tahun kemudian barulah majalah komik untuk remaja mulai terbit, seperti Manga Action (1967), Young Comic (1967), Play Comic (1968), dan Big Comic (1967). Pembaca komik yang usianya 10 tahun pada 1959, telah berusia kurang lebih 20 tahun sehingga mereka yang sudah remaja ingin membaca komik yang cocok dengan selera mereka.

Di Jepang, manga diterbitkan di majalah komik terlebih dahulu, sebanyak

20 sampai 40 halaman dan berseri. Kalau serial-serial tersebut digemari, maka

manga itu akan terus berlanjut selama bertahun-tahun dan sampai mencapai

puluhan bahkan ada yang sampai ratusan jilid. Bisaanya sekitar 5 sampai 6 bulan terbit di majalah komik, baru diterbitkan komiknya (Ishiko, 1980: 5).

Manga adalah sebutan komik dalam bahasa Jepang. Perkembangan manga

sungguh sangat menjadi fenomena dalam perkembangan dunia komik di dunia.

Manga berkembang di dunia komik sebagai sebuah gaya gambar yang

Perkembangan korelasi antara cerita dan gambar ini makin berkembang dari buku cerita bergambar hingga komik strip dan buku komik. Seiring kemajuan teknik dalam percetakan maka perkembangan teknik atau gaya gambar pun makin beragam. Sejalan dengan perkembangan gaya gambar tadi para mangaka atau komikus mulai mengembangkan gaya gambar dengan maksimal.

Gaya gambar manga seperti ini sangat penuh dengan ekspresi gerak maupun karakter. Karakter yang unik dari manga, seperti mata besar dan model rambut tajam sepertinya menjadi ketertarikan sendiri bagi kalangan penggemar komik. Gaya manga ini bukan saja digemari oleh kalangan anak-anak namun sudah masuk ke kalangan dewasa. Kajian lain dari gaya manga ini adalah sudah masuknya manga ke wilayah budaya atau kultur. Sehingga manga mampu mewakili kultur dari mana komik itu berasal.

Dengan perkembangan gaya manga di banyak aspek kebudayan maka

manga juga mempengaruhi budaya-budaya lainnya. Perkembangan manga sudah

memberikan banyak pengaruh kepada kebudayaan masa kini. Ada banyak komik- komik dari negara di luar Jepang yang terpengaruh dengan gaya manga ini. Seiring perjalanan komik itu pun maka perkembangan gaya manga ini pun bercampur dengan gaya-gaya komik lainnya yang kini menghasilkan gaya-gaya perpaduan komik.

Maka tidaklah heran kalau saat ini manga sudah menjadi bagian dari komik dunia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya bermunculan komik-komik Amerika yang bergaya manga, begitupun dengan komik-komik yang sekarang bermunculan kembali di Indonesia hampir semuanya bergaya manga.

Perkembangan ini pun mulai masuk ke dalam budaya masyarakat. Hal ini menjadi relevan ketika hubungkan dengan penjelasan bagaimana sebuah komik, sebagai bacaan anak-anak sangat mempengaruhi pertumbuhan imajinasi dan cara berpikir anak.

Pada mulanya, komik Jepang sangat dipengaruhi gaya Amerika. Ini terlihat dari komik-komik buatan Osamu Tezuka yang sangat bergaya Walt Disney. Ia mengadaptasi karakter wajah komik Amerika, seperti mata, mulut, alis, dan hidung. Beberapa komiknya yang sangat terkenal dan sudah difilmkan adalah Kimba the White Lion, Black Jack, dan Astro Boy. Keahlian Osamu Tezuka membuat manga menjadikannya tempat berguru para mangaka. Beberapa diantara muridnya adalah Ishinomori Shotaro, Akatsuka Fujio, and Fujiko Fujio yang terkenal dengan Doraemonnya. Osamu Tezuka merupakan salah seorang yang paling mempengaruhi perkembangan manga.

Manga mulai menemukan ciri khasnya setelah perang dunia kedua. Salah

satu pelopornya adalah Fujiko Fujio yang sukses dengan Doraemon. Ciri khas itu meliputi karakter wajah serta penceritaan. Tokoh-tokoh manga kini bermata besar, memiliki raut wajah halus dengan pipi bulat, hidung kecil dan bibir tipis. Latar belakang gambarnya pun dibuat sealami mungkin. Para mangaka diketahui sangat memperhatikan detail. Mereka juga rela memotret sebuah objek berkali- kali dari berbagai sudut pandang untuk mendapatkan hasil yang sempurna.

Manga menjadi salah satu buku paling laris di Jepang. Majalah-majalah

manga dijual di atas satu juta kopi perminggu. Bahkan komik Doraemon

dengan manga, komik underground saja bisa laku hingga empat ratus ribu kopi per edisinya.

Tidak hanya populer di Jepang, pecinta manga datang dari berbagai penjuru dunia. Para pengemar manga ini membentuk klub-klub dan membuat situs sendiri. Mereka juga sering berkumpul untuk membincangkan manga dengan memakai kostum tokoh-tokoh manga pujaan mereka. Di Jepang, mereka menggunakan gaya harajuku untuk berparade kostum manga setiap hari (wikipedia.org).

Ishiko Junzoo mengatakan, pada awal tahun 1970 terjadi perkembangan yang amat pesat terhadap manga, sehingga di tahun 1974 ada sekitar 75 judul majalah komik (manga magazine) di Jepang yang di distribusikan sebanyak dua juta ekslempar tiap bulannya.

BAB III

ANALISIS KEHIDUPAN YAKUZA DALAM KOMIK GOKUSEN

3.1 Sinopsis Cerita

Alur ceritanya bersangkut paut dengan Kumiko Yamaguchi, cucu dari bos besar dari suatu kelompok yakuza, Ryuichiro Kuroda, Organisasi Keluarga Kuroda. Orang tuanya meninggal ketika ia masih sangat kecil dan kakeknya yang tidak memiliki keturunan lain akhirnya yang merawat dan membesarkan Kumiko di kelompok yakuza yang dipimpinnya. Kumiko pun akhirnya terlibat dalam kegiatan kelompok, dan dalam kelompok ia bisaa dipanggil “ojo-san”(panggilan untuk nona dalam kelompok yakuza). Namun walau bagaimana pun, Kumiko memiliki cita-cita lain, yaitu menjadi seorang guru.

Akhirnya sang kakek dapat menerima pilihannya, tapi orang-orang lain dalam kelompok sangat menginginkan Kumiko sebagai penerus pimpinan generasi ke empat selanjutnya. Sekalipun ia telah menjadi guru namun ia tetap aktif dan bertanggung jawab dalam aktifitas kelompok, terutama disaat kakeknya berhalangan. Hal ini membuat Kumiko semakin dikagumi oleh anggota yakuza lainnya dan bahkan dari luar kelompok lain.

Kumiko, yang akrab dipanggil “yankumi” oleh murid-murid sekelas. Ia menjadi guru di sekolah menengah khusus pria, Perguruan Shirokin. Kelasnya penuh dengan pelanggaran, namun Kumiko berusaha keras untuk mengajar mereka tidak hanya tentang matematika, tetapi juga mengenai latihan-latihan kehidupan, benar-benar berdedikasi sebagai seorang guru. Dengan susah payah ia tetap menjaga rahasia akan identitas aslinya sebagai yakuza dari publik.

3.2 Analisis Kehidupan Tokoh dalam Komik Gokusen

Dalam komik Gokusen terdapat tokoh-tokoh yakuza yang memiliki karakter serta peran yang berbeda-beda. Kehidupan tokoh yakuza tersebut adalah sebagai berikut :

3.2.1 Kumiko Yamaguchi Cuplikan 1 :

Ketika akan berkelahi di pinggir sungai belakang sekolah, tiba-tiba ada polisi patroli lewaat.

Polisi : (priiiiiiiiittttttttttt)

HEI!!! Apa yang sedang kalian lakukan di sana?!

Kumiko : POLISI!! (Kumiko tampak sangat terkejut dan ketakutan ketika polisi datang). POLISI!!

Waduh, bisa berabe nih!! Sial!! Wooi, ada polisi tuh!!

Shin : Aku tahu!! Cerewet!! Kumiko : Ayo cabut!!!

Kita kabur dan menyebar!!!

(Kumiko lari tunggang-langgang dan secepat mungkin) Shin dan anak-anak yang lain heran melihat wali kelasnya yang lari ketakutan karena ada polisi.

Dokumen terkait