• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP YAKUZA DAN KOMIK. aktifitas anggotanya. Hal inilah yang membedakan yakuza dengan organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP YAKUZA DAN KOMIK. aktifitas anggotanya. Hal inilah yang membedakan yakuza dengan organisasi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP YAKUZA DAN KOMIK

2.1 Yakuza di Jepang

Yakuza dianggap mewakili kejahatan terorganisir di Jepang karena yakuza memiliki struktur organisasi yang tersusun dengan rapi untuk mengatur segala aktifitas anggotanya. Hal inilah yang membedakan yakuza dengan organisasi kriminal lain di dunia seperti mafia di Italia dan gangster di Amerika (www.virtualginza.com/ yakuza.htm).

Perkembangan yakuza di Jepang sangat cepat, bahkan melebihi jumlah perkembangan polisi di Jepang pada tahun 1958-1963. padahal yakuza sering melakukan tindakan yang di anggap illegal, seperti perdagangan narkotika, penjualan senjata api, perjudian dan juga usaha rumah bordil. Namun pemerintah Jepang sangat sulit untuk menghentikan perkembangan yakuza.

Jika membicarakan yakuza, terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana latar belakang dan faktor mendukung perkembangan yakuza.

2.1.1 Latar Belakang Munculnya Yakuza di Jepang

Sistem pemerintahan feodal di Jepang dibagi menjadi feodal awal dan feodal akhir, yang dimulai dengan zaman Kamakura (1192-1333) dan di akhiri dengan zaman Edo atau Tokugawa (1603-1868).

Zaman Edo ditandai dengan terjadinya perang terbesar di Jepang yang melibatkan keluarga Toyotomi dengan keluarga Tokugawa, yaitu Perang Sekigahara (1600). Perang tersebut berawal dari perselisihan para daimyo kedua

(2)

keluarga untuk memperebutkan kekuasaan dan kedudukan shogun sebagai pengganti Toyotomi Hideyoshi yang meninggal pada tahun 1598. Menurut tradisi, yang sebenarnya berhak untuk mewarisi kedudukan shogun tersebut adalah putra dari Toyotomi Hideyoshi, yaitu Toyotomi Hideyori. Namun kekuatan Tokugawa Ieyasu dari hari kehari semakin kuat dan hal tersebut merisaukan keluarga daimyo Ishida Mitsunari (1560-1600) yang merupakan pendukung dari Hideyori. Maka Ishida Mitsunari mengumpulkan pengikutnya untuk menjatuhkan Tokugawa Ieyasu, dan pihak Tokugawa Ieyasu tidak membiarkan begitu saja. Yang disebut dengan daimyo adalah penguasa daerah yang berpenghasilan di atas 10.000 koku padi per tahun, dan yang berpenghasilan di bawah tersebut disebut dengan hatamoto (Situmorang, 1995 : 43).

Perselisihan antara daimyo-daimyo pendukung dari kedua keluarga tersebut semakin meruncing dan akhirnya terjadilah perang di daerah Sekigahara.

Tokugawa Ieyasu berhasil memenangkan perang tersebut. Kemenangan Tokugawa Ieyasu tersebut menyebabkan munculnya penguasa baru, dan kemudian ia diangkat menjadi Jendral Berkuasa Penuh atau Seii tai Shogun oleh Tenno Haika. Tokugawa Ieyasu mendirikan pemerintahan Bakufu di Edo (Tokyo) pada tahun 1603 (Totman dalam Situmorang, 1995 : 20).

Perang tersebut melibatkan sekitar 80.000 bushi dari masing-masing kubu.

Walaupun Tokugawa Ieyasu berhasil mengalahkan keluarga Toyotomi, namun kerugian yang dideritanya juga tidak sedikit. Kondisi Jepang setelah perang Sekigahara dapat dikatakan damai namun belum stabil karena banyak bushi harus berpindah profesi dari samurai, dan sebagian dari mereka ada yang berpindah profesi menjadi pedagang, ada pula yang menjadi guru seni bela diri dan sebagian

(3)

kerja di pemerintahan. Bushi adalah serdadu professional yang sebelumnya adalah petani yang dipersenjatai dan dilatih untuk mengabdi kepada tuannya kizoku.

Namun tidak sedikit dari para bushi itu yang gagal dengan profesi baru mereka, dan mereka yang gagal ini kemudian menggunakan segala cara untuk memperoleh uang demi kelangsungan kehidupan mereka.

Para ronin tersebut bisaanya membentuk kelompok-kelompok dalam melakukan segala kegiatannya. Pada saat itu ada suatu kelompok yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Edo yang menamai dirinya kabuki-mono. Mereka adalah para ronin yang sering melakukan tindakan yang menyimpang dan sering berpenampilan eksentrik karena cara berpakaian serta potongan rambutnya yang tidak lazim dan selalu membawa pedang panjang kemanapun mereka pergi sebagai alat untuk menakut-nakuti masyarakat pada zaman itu.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keadaan Jepang yang belum stabil akibat perang menimbulkan banyak pengangguran dari kalangan bushi yang tidak memiliki tuan (ronin) yang membentuk kelompok-kelompok untuk melakukan aksinya, dan mereka menamakan dirinya kabuki-mono. Kabuki-mono dapat dikatakan sebagai kelompok kriminal legendaris pada zaman pertengahan di Jepang. Mereka dikenal juga sebagai kelompok ronin dengan sebutan hatomo- yakko atau pembantu shogun, yang menerapkan loyalitas yang tinggi pada tuannya dan sesama para anggotanya, seperti bersumpah untuk saling melindungi dalam berbagai keadaan.

Hatomo-yakko atau pembantu shogun, merupakan asal mula organisasi kriminal di Jepang. Namun yakuza modern tidak mengidentifikasikan diri mereka sebagai keturunan hatomo-yakko, melainkan sebagai keturunan machi-yokko atau

(4)

pembantu kota. Machi-yokko merupakan suatu kelompok yang sebagian anggotanya adalah berasal dari masyarakat kelas bawah yang ada di Jepang.

Tujuan awal dibentuknya machi-yokko adalah untuk melindungi kota-kota dari gangguan para hatomo-yakko. Berbeda dengan hatomo-yakko, kehadiran dari machi-yokko dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Jepang, bahkan mereka dianggap sebagai pahlawan pada zaman itu.

Ada beberapa kisah mengenai tokoh machi-yokko, namun yang paling terkenal adalah cerita mengenai Chobei Banzuiin. Chobei dilahirkan dalam keluarga biasa di bagian selatan Jepang. Pada tahun 1640, ia berkelana ke Edo dan kemudian bergabung dengan kakaknya, seorang biksu kepala di sebuah kuil Budha.

Berbeda dengan kakaknya, Chobei bekerja sebagai makelar buruh. Selain menjadi makelar buruh, Chobei juga membuka tempat perjudian yang awalnya hanya untuk mengisi waktu istirahat. Taruhan yang dipasang selain untuk menarik perhatian para buruh untuk ikut berjudi, juga dimaksudkan agar uang yang telah ia bayarkan sebagai gaji kepada buruh yang ia pekerjakan, dapat kembali ke tangannya.

Walaupun Chobei memiliki tempat berjudi, namun di lain pihak ia jga dikenal masyarakat sebagai orang yang suka menolong rakyat jelata. Setiap kali orang yang ditolongnya mengucapkan terima kasih kepadanya, ia menjawab bahwa semua itu adalah jalan hidup yang ia pilih karena seandainya ia memilih jalan pedang maka ia akan kehilangan nyawanya. Seolah-olah telah diramalkan oleh kata-katanya sendiri, Chobei meninggal dibunuh dengan pedang oleh musuh utamanya, yaitu Jurozaemon Mizuno, pemimpin dari hatomo-yakko di Edo

(5)

(Kaplan, 1994 : 17). Kisah-kisah selama masa hidup Chobei yang suka menolong telah memberikan pengaruh yang cukup besar pada yakuza modern, sehingga mereka menganggap Chobei Banzuiin sebagai leluhur mereka.

2.1.2 Nama Yakuza (ヤ ク ザ)

Kebanyakan kaum Machi-yokko yang disewa berasal dari kelas bakuto atau penjudi. Hal ini dimaksudkan agar upah para pekerja terkuras di meja perjudian. Dengan begitu, uang yang telah dikumpulkannya akan cepat habis dan mereka dengan terpaksa agar segera mencari “tambahan” guna mencukupi kebutuhan hobinya, yaitu berjudi.

Dalam permainan judi, mereka bisaa menggunakan kartu Hanafuda (花札) dengan system permainan mirip Black Jack. Permainan yang dinamakan Oicho Kabu atau yang sering disebut sammai karuta atau tiga kartu ini digunakan karena dinilai sangat cepat dan menyenangkan. Cara permainannya sangat mudah.

Dengan hanya menjumlahkan angka dari masing-masing kartu maka dapat ditentukan siapa pemenangnya. Pemenang dari permainan ini adalah pemain yang memiliki nilai tertinggi. Untuk nilai tertingginya adalah 9, sedang nilai terendah adalah 0 (nol). Angka ini diambil dari penjumlahan ketiga kartu yang dibagikan dan angka terakhirlah yang menentukan.

Jika ditemukan angka 9-9-1, yang berjumlah 19, maka angka 9 yang digunakan. Demikian juga, apabila kartu yang dibagikan adalah adalah 5-5-5 dan jumlahnya 15 maka angka 5-lah yang digunakan. Dalam permainan ini, para pemain sangat membenci angka yang berakhiran 0 (nol). Karena secaralangsung mereka dinyatakan kalah. Mereka sering menyebutnya “kartu sial”.

(6)

Dalam permainan ini, kartu yang disebut dengan “kartu sial” ini sering ditemukan dengan nilai 8-9-3 yang berjumlah 20. dan istilah “yakuza” sendiri awalnya diambil dari “kartu sial” ini. Dalam bahasa Jepang, angka 8-9-3 dapat juga diucapkan sebagai Ya-Ku-Za.

8 ( 八) = Hachi = Ha/Ya ( ヤ ) 9 ( 九) = Kyu = Ku ( ク ) 3 ( 三) = San/ Zan = Sa/Za ( ザ )

Istilah yakuza pada awalnya hanya ditujukan bagi seorang pemain yang kalah dalam permainan kartu, namun maknanya berkembang dan tidak lagi ditujukan kepada seorang pemain saja tetapi mengacu kepada seluruh orang yang bermain judi dan kepada orang- orang yang melakukan penyimpangan dan mengganggu ketentraman masyarakat. Dalam masyarakat Jepang pada masa itu,orang-orang yang berjudi dianggap sebagai pecundang dan tidak berguna (Inami, 1992 : 353).

2.1.3 Organisasi Yakuza

Yakuza (ヤクザ), yang juga dapat disebut dengan gokudou ( 極道 ) adalah nama dari sindikat terorganisir di Jepang. Sedang dalam pengoperasian organisasi ini, sering juga disebut mafia Jepang. Hingga sekarang, yakuza masih saja ditakuti banyak orang, hal ini dikarenakan sepak terjangnya yang sangat mempengaruhi Jepang, bahkan dunia sekaligus. Meski pada dasarnya mereka adalah kelompok- kelompok ‘minor’ yang dikumpulkan, namun dalam perekruitan anggota, mereka tidak pernah memandang status sosial para calon anggotannya.

(7)

Jika awal dari pembentukan yakuza berasal dari “rakyat yang bukan dari kalangan bushi”, dalam pelebaran dan perluasan anggota, yakuza tidak memandang status sosial mereka. Bahkan bagi mereka (anggotanya) yang dinilai lemah dan tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan kesehariannya (bukan dalam yakuza), yakuza tidak tanggung-tanggung untuk melindunginya. Dalam kepengurusannya, yakuza dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Yakuza tak bertuan dan keluarga Yakuza

1. Yakuza tak bertuan/yakuza lepas

Dalam kepengurusan yakuza, tidak ditentukan atau diwajibkan bagi mereka untuk bergabung dalam suatu kelompok tertentu. Pada praktiknya, banyak ditemukan yakuza yang berdiri sendiri dan tidak memiliki “tuan”.

Seperti yang disebutkan, yakuza dapat berasal dari golongan manapun, tingkat sosial apapun, dan umur berapa pun. Dan ini berdampak dengan adanya yakuza lepas yang tidak memiliki tuan dan tidak terikat dengan organisasi apapun.

Yakuza lepas ini sering disewa oleh keluarga yakuza untuk melakukan kegiatannya. Sesuai dengan jabatannya, yakuza lepas berasal dari kalangan paling bawah, yang tidak memungkinkan menjalankan usaha apapun secara sendirian.

Mereka lebih dikenal oleh masyarakat tentang sepak terjang mereka yang selalu membuat keonaran diantaranya. Berbeda dengan keluarga yakuza yang lebih memilih “jalur elit”.

Keterlibatan antara yakuza lepas dengan keluarga yakuza adalah apabila keluarga yakuza menginginkan keonaran dengan tanpa campur tangan pribadinya, atau hanya ingin “lempar batu sembunyi tangan”, keluarga yakuza menyewa yakuza lepas ini.

(8)

Yakuza lepas sangat mandiri karena tidak bertuan. Sehingga yakuza lepas lebih mudah dalam beraksi tanpa harus menunggu atau ditunggu. Dalam alur keuangannya, yakuza lepas sangat rawan apabila pada akhirnya yakuza lepas mampu mengungguli keluarga yakuza.

Dan, apabila hal tersebut benar-benar terjadi, maka keluarga yakuza tidak segan-segan untuk menghabisi yakuza lepas tersebut yang dinilai mengganggu dan sebagai ancaman di kemudian hari.

2. Keluarga Yakuza

Keluarga yakuza berbeda dengan yakuza lepas. Mereka lebih terkoordinir dan berjalan sesuai alurnya. Susunan kepengurusan juga sangat jelas sehingga mereka memiliki pertanggungjawaban secara terarah. Selain itu, peraturan- peraturan yang disusun juga harus dilakssanakan.

Dalam kepengurusan Keluarga Yakuza atau yang dapat disebut Organisai yakuza, mirip dengan susunan keluarga pada umumnya dan memiliki tugas dan tanggung jawab seperti organisasi-organisasi pada umumnya. Kombinasi kedua susunan struktural ini mampu membawa yakuza menjadi organisasi “keluarga”

yang sangat kuat dan ditakuti.

Susunan keluarga rumah tangga; dalam keluarga kecil, kepala rumah tangga biasa dipegang oleh lelaki tertua yang biasanya diperankan oleh ayah dengan istri yang mendampingi dan diteruskan ke bawah oleh anaknya. Jika ditarik kebelakang, menjadi keluarga besar, lelaki tertualah yang menjadi kepala rumah tangga (bila masih mampu). Atau juga yang paling mampu dalam mengurusi segala kebutuhan rumah tangga. Dengan didampingi istri, diteruskan hingga anak(-anak)nya. Menurun kembali menjadi keluarga ke-3, atau yang

(9)

sering disebut sebagai cucu(-cucu). Di antara ank(-anak) dan atau cucu(-cucu), mereka memiliki ikatan tali persaudaraan yang disebut dengan kakak-adik.

Jika ditarik secara keseluruhan, tali ikatan keluarga besar tersebut memiliki ikatan antara bapak-anak, kakek-cucu, paman-keponakan, dan kakak- adik.

Berbeda dengan susunan organisasi (secara umum); “Atasan” bisa jadi seseorang uang memiliki jabatan terendah atau bahkan ‘pemilik’” bisa jadi seseorang yang memiliki jabatan terendah atau bahkan ‘pemilik’ perusahaan sendiri dan kemudian turun ke kepala pusat hingga ke masing-masing kepala cabang. Susunan ini terus secara menurun kepada masing-masing anak buah hingga sampai dasar. Bahkan sekarang mengenal sistem kontrak atau bahkan buruh lepas.

Dengan gambaran susunan keluarga rumah tangga dan organisasi, jika digabungkan, pasti menjadi suatu organisasi yang sangat kuat. Yakuza adalah salah satu organisasi yang memiliki susunan organisasi tersebut. Oleh karenanya disebut sebagai “Organisasi Keluarga Yakuza”.

Susunan keluarga Yakuza, atau dapat disebut sebagai Klan Yakuza; Kepala Tinggi, dapat disebut sebagai Oyabun 親分 (ayah/father) dan menurun secara kebawah kepada Wakashu 若衆 (anak/child). Dan masing-masing anak(-anak) tersebut menjadi Kyodai (saudara/brother).

Melihat susunan struktural tersebut, seperti dalam kepengurusan organisasi perusahaan, yakuza juga memiliki “staf khusus” untuk mengurusi keuangan, hukum, dan sekretaris. Mereka adalah termasuk angkatan pertama di bawah “kaki tangan” atau “Orang Kepercayaan” yang disebut sebagai Saiko Komon 最高顧問.

(10)

2.1.4 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab a. Oyabun

Oyabun, dalam istilah mafia atau bahkan organisasi teroris besar dimanapun, sama artinya yaitu Bos Besar. Oyabun dalan yakuza dapat diartikan sebagai Father atau bahkan God Father. Oyabun sendiri adalah “nenek moyang”

dari berbagai elemen yakuza yang ada di Jepang.

Dalam kepengurusannya, oyabun dibantu oleh saiko komon, yang menjadi salah satu kaki tangannya dalam menjalankan organisasinya baik di bidang hukum maupun keuangan. Selain itu juga ada Waka Gashira yang juga sebagai

“anak”nya.

Seluruh ucapan dan perintah oyabun adalah hukum, dan “anak-anak”nya wajib mengikutinya. Bagi mereka yang membelot, hanya akan membahayakan kehidupannya. Bukan hanya secara personal, melainkan yang berhubungan dengan dirinya, termasuk keluarga dan kerabatnya. Oyabun yang sangat terkenal adalah Yoshio Kodama. Dia berhasil mempersatukan beberapa kelompok yakuza menjadi organisasi terkuat di jepang setelah peristiwa Pearl Harbour.

b. Saiko Komon

Yakuza adalah salah satu organisasi yang memiliki struktur organisasi terbaik.

Yakuza bahkan memikirkan sampai ke pengurus hukum. Saiko Komon, penasihat yang mendampingi Oyabun dalam berperan memiliki beberapa staf yang setara dengannya. Mereka terbagi sesuai dengan pekerjaannya. Di antaranya adalah penasihat pribadi, sekretaris, pengacara, dan staf keuangan.

(11)

Meski begitu, mereka yang termasuk ke dalam golongan Saiko Komon, juga memiliki hak yang sama seperti oyabun untuk menjadi “ayah” dari kelompok-kelompoknya. Hanya saja, mereka dituntut agar tetap setia mendampingi sang ayah.

c. Shatei Gashira

Meski oyabun dinilai sebagai pimpinan tertinggi, tidak menjadikan dirinya sebagai pimpinan tunggal selamanya. Oyabun juga memiliki saingan yang sama- sama memiliki basis tinggi. Mereka disebut sebagai “adik” oyabun atau shatei Gashira.

Susunan strukturalnya sama, hanya yang membedakan, keturunan dari mereka menjadi saudara tertua dari keturunan-keturunan Waka Gashira karena shatei gashira sendiri menduduki peringkat pertama dari susunan yakuza. Meski begitu, shatei gashira tidak memiliki keagungan layaknya oyabun. Namun shatei gashira harus tunduk kepada oyabun.

d. Wakashu

Anaknya atau sebagai “pimpinan ke-2” ini sering dipanggil oleh sang ayah sebagai waka gashira. Wakashu atau waka gashira juga dapat disebut sebagai Kumicho 組長.

Hampir keseluruhan Wakashu memiliki keturunan. Bagi Wakashu yang memiliki keturunan inilah yang berhak mendapatkan julukan Waka Gashira. Dan dia kemudian mendapatkan panggilan kumicho bagi kelompok-kelompok di bawahnya.

(12)

Saat menjalankan jabatannya sebagai Wakashu, dia tetap harus menjalankan norma-norma yakuza terhadap pimpinannya (God Father). Karena bagaimanapun juga, oyabun adalah satu-satunya pimpinan tertinggi dalam yakuza.

Kumicho, meski sebagai pimpinan tinggi, yang dalam ilmu perang dapat disebut sebagai “shogun/Panglima Perang” ini juga memiliki struktur organisasi yang sama dengan organisasi besar pimpinan oyabun. Kumicho juga dibantu oleh Saiko Komonnya sendiri.

e. Wakashu Kyodai

“Saudara” oyabun atau sering disebut sebagai Shatei Gashira juga sering disebut sebagai kyodai. Namun demikian, kyodai tidak terhenti hanya sebatas

“saudara” oyabun saja. Pada dasarnya kyodai adalah “saudara” seangkatan.

Seluruh keturunan baik dari Saiko Komon, Shatei Gashira, atau bahkan Waka Gashira adalah kyodai. Mereka layaknya sebuah keluarga dan dalam suatu komunitas atau organisasi pekerja, selalu memiliki dua kubu, antara pro dan kontra.

Bagi kubu ‘pro’, mereka lebih mementingkan persaudaraan dengan saling berbagi dan membantu. Tapi bagi ‘kontra’, mereka cenderung memperebutkan jabatan dan memperlihatkan kekuasaannya.

2.2 Kelompok-Kelompok yang Termasuk Yakuza

Setelah hampir seratus tahun kematian Chobei Banzuiin, barulah muncul yakuza tradisional. Yakuza tradisional adalah yakuza yang muncul pada awal zaman Edo dan masih terikat oleh masyarakat feodal di bawah kekuasaan shogun.

(13)

Mereka bisaanya berasal dari kalangan bawah yang merasa terbuang atau tidak sesuai dengan masyarakat Jepang pada umumnya. Tetapi tidak semua anggota yakuza berasal dari kalangan bawah seperti burakunin, yaitu masyarakat yang dianggap memiliki kedudukan yang rendah dalam masyarakat Jepang karena mata pencaharian mereka adalah berburu binatang untuk dijual kulitnya. Namun ada juga yang berasal dari keluarga terpandang yang merasa tertekan oleh tuntutan kedua orang tua mereka sehingga melarikan diri dari rumah dan kemudian bergabung dengan yakuza, atau pelajar yang dikeluarkan dari sekolah, anak yang dibuang oleh orang tuanya karena kekurangan ekonomi dan lain-lain.

Keanggotaan yakuza selain seperti yang disebutkan di atas, juga berasal dari perekruitan oleh suatu kelompok yakuza terhadap orang-orang yang dianggapnya berpotensi untuk bergabung menjadi anggota yakuza. Perekruitan ini biasanya dilakukan di tempat-tempat tertentu seperti tempat-tempat hiburan, prostitusi, klub-klub malam dan tempat-tempat keramaian lainnya. Di tempat- tempat seperti ini tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian, dan hal tersebut merupakan saat yang tepat untuk merekruit seseorang yang dianggap kuat karena berhasil mengalahkan lawan-lawannya.

Yakuza tradisional yang merupakan asal – usul dari yakuza modern, dapat dibedakan menjadi bakuto atau penjudi, dan tekiya atau pedagang keliling. Kedua kelompok ini memiliki kebiasaan yang sangat berbeda sehingga polisi Jepang sampai saat ini sangat sulit untuk membedakan yakuza sebagai bakuto atau tekiya.

Baik bakuto maupun tekiya memiliki daerah kerja masing-masing, dan mereka tidak pernah berselisih seandainya mereka berada pada daerah yang sama. Berikut ini dipaparkan kelompok-kelompok yang termasuk dalam anggota yakuza.

(14)

2.2.1 Tekiya atau Pedagang Keliling

Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul tekiya. Goro Fujita, mantan anggota Tosi-kai, yaitu kelompok etnis Korea terbesar yang dibentuk pada tahun 1948, yang mengontrol klub-klub malam di Ginza, percaya bahwa tekiya pada awalnya adalah bangsa nomaden yang berkeliling untuk menjual dagangannya di kota-kota dan pusat-pusat perdagangan.

Bagaimanapun asal-usulnya, pada pertengahan 1700-an para pedagang keliling atau tekiya bergabung untuk menggalang kerja sama dan saling melindungi daerah kekuasaan Tokugawa Ieyasu. Mereka mampu mengontrol tempat-tempat berjualan di pasar atau bazaar yang diadakan di kuil-kuil. Pada saat diadakan bazaar, sepanjang jalan menuju kuil dipenuhi oleh tempat-tempat berjualan macam-macam barang, mulai dari barang keperluan rumah tangga sampai dengan mainan anak-anak. Para pedagangnya adalah tekiya, dan masyarakat Jepang pada umumnya mengetahui bahwa mereka adalan yakuza, tetapi tidak semua pedagang yang berjualan adalah tekiya. Pedagang yang bukan tekiya diharuskan untuk membayar iuran kepada tekiya jika ingin berjualan ditempat tersebut. Tekiya-lah yang menentukan lokasi didirikannya tempat-tempat berjualan tersebut, dan polisi tidak dapat melakukan tindakan apapun. Apabila seorang pedagang ingin membuka usaha di daerah yang berada di bawah kekuasaan tekiya, maka ia harus bersedia membayar sejenis uang iuran kepada tekiya, dan jika menolak maka dipastikan ada barang-barang yang hilang, atau pelayannya berkurang, bahkan tekiya tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam mempertahankan monopoli di daerah tersebut.

(15)

Tidak seperti penjudi, kegiatan tekiya pada umumnya adalah legal, bahkan pemerintah feodal membantu memperkuat kedudukan para pemimpin tekiya dengan menjamin pengakuan status mereka secara resmi pada kurun waktu 1735- 1740. untuk mengurangi berkembangnya praktek penipuan pada pedagang- pedagang tekiya, pemerintah menunjuk beberapa oyabun sebagai pengawas dan memberikan penghargaan kepada mereka berupa nama keluarga dan dua buah pedang, yang merupakan simbol dari samurai.

2.2.2 Bakuto atau Penjudi

Berbeda dengan tekiya, usaha yang dilakukan oleh bakuto adalah jelas- jelas ilegal, yaitu berjudi. Pada awalnya kelompok penjudi ini terdiri dari ronin, namun lama-kelamaan para pegawai pemerintah dan bos-bos lokal, seperti pimpinan pemadam kebakaran atau mandor kuli bangunan yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan konstruksi dan irigasi di bawah kekuasaan Tokugawa mulai tertarik untuk mengadu nasib di meja judi. Pekerjaan ini mengharuskan mereka untuk membayarkan sejumah uang kepada para buruh, dan uang yang telah mereka bayarkan kepada para buruh sebagai upah itu kemudian diusahakan agar dapat kembali lagi ke tangan pegawai pemerintah dan bos-bos tersebut. Cara yang mereka lakukan adalah dengan membuka meja judi, dan hal tersebut sangat manjur, banyak para buruh yang menghabiskan upah yang mereka terima di meja judi tersebut, dan lama kelamaan bukan hanya para buruh yang mengadu nasib di meja ini, banyak dari para pedagang, seniman dan bahkan orang-orang dari kalangan atas seperti samurai dan juga pegulat sumo tertarik untuk bermain judi.

(16)

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kata yakuza berasal dari sebuah permainan kartu yang dilakukan oleh para bakuto, yang mengacu kepada sesuatu yang tidak berguna, dan kemudian mengacu kepada para bakuto itu sendiri karena mereka dianggap tidak berguna. Selama bertahun-tahun kata yakuza digunakan terbatas pada kaum bakuto saja, karena para anggotanya terus mempertahankan kemurnian kelompoknya yang menganggap bahwa yakuza yang sebenarnya adalah para penjudi tradisional.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kata yakuza tidak lagi hanya digunakan untuk bakuto saja tetapi juga kepada tekiya, dan kelompok-kelompok kriminal terorganisir lainnya di Jepang. Lebih lanjut yang dikatakan dengan kelompok terorganisir menurut seorang mantan polisi Jepang, Raisuki Miyawaki (2006 : 11), adalah struktur yang kuat dan saling menunjang yang melibatkan hubungan manusia dan peredaran uang. Dalam struktur tersebut ikut terlibat di dalamnya adalah debitor besar, mantan pejabat bank, dan organisasi kriminal.

2.3 Pola Identitas Yakuza

Pada yakuza, kesetiaan mereka tunjukkan ke dalam beberapa hal, seperti rela mengorbankan diri sendiri untuk melindungi oyabun, dan siap menerima hukuman apa saja jika melakukan kesalahan yang ringan maupun berat, seperti memotong jari (yubitsume), dan menato seluruh tubuh, dan kemudian hal ini lama-kelamaan menjadi tradisi di organisasi yakuza dan menjadi identitas sebagai anggota yakuza. Bukan itu saja, anggota yakuza juga sering menggunakan kode dan bahasa rahasia jika bertemu dengan sesama anggota yakuza sehingga orang

(17)

lain yang bukan anggota yakuza tidak dapat mengetahui arti dari tindakan dan ucapan mereka. Berikut ini penjelasan dari pola identitas dari yakuza tersebut.

2.3.1 Yubitsume atau Pemotongan Jari

Bakuto memiliki peraturan-peraturan yang bersifat mengikat kepada anggotanya, terutama yang menyangkut kesetiaan dalam menjaga rahasia bakuto dan kepatuhannya terhadap hubungan oyabun-kobun.

Ada beberapa hal yang ditabukan dan dilarang dalam bakuto, seperti memperkosa. Jika hal tersebut dilanggar, maka sipelaku akan dikenakan hukuman yang berat atau dikeluarkan dari organisasi. Bukan berarti kalau dikeluarkan dari organisasi lebih ringan hukumannya, karena dengan dikeluarkan dari organisasi maka tidak akan ada suatu organisasi yakuza yang lain akan mau menerimanya, hal ini dikarenakan oyabun akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh organisasi yakuza mengenai anggotanya telah diusir, untuk tidak menerimanya dalam organisasinya. Hal ini merupakan hukuman yang sangat berat bagi anggota yakuza, karena dengan begitu dia tidak akan dapat lagi bergabung ke organisasi yakuza lainnya, dan berarti dia akan kehilangan pekerjaannya selamanya.

Untuk beberapa kesalahan berat tetapi tidak sampai dijatuhi hukuman mati atau diusir, maka bakuto menerapkan peraturan pemotongan jari atau yubitsume, yang bisaanya dipotong terlebih dahulu adalah ruas jari pertama kelingking.

Yubitsume ini baik atas dasar perintah dari oyabun maupun atas kesadaran sendiri, terbukti membuat kobun tergantung pada perlindungan oyabun. Pemotongan jari dimaksudkan sebagai permintaan maaf atas kesalahan yang telah dilakukan, maka

(18)

ruas jari yang telah dipotong itu kemudian dibungkus dengan kain yang baik kualitasnya lalu dipersembahkan kepada oyabun. Tradisi ini berasal dari bakuto pada zaman Edo, dimana pada masa itu jika seorang penjudi tidak mampu membayar hutang-hutangnya, maka ruas jarinya akan dipotong, ini dilakukan agar kemampuan untuk bermain judinya akan menjadi berkurang.

2.3.2 Tato

Selain yubitsume, tradisi yang diperkenalkan oleh kaum bakuto adalah tato.

Tato pada awalnya merupakan bentuk hukuman yang digunakan untuk mengasingkan pelanggar dari masyarakat, yang bisaanya terdapat di sekitar lengan untuk setiap kejahatan yang dilakukannya.

Tradisi tato ini memiliki makna selain sebagai hukuman, diantaranya adalah sebagai tanda suatu perkumpulan masyarakat. Jika setiap orang dalam satu kelompok masyarakat melakukan suatu kegiatan yang sama, maka setiap orang di dalam kelompok itu juga harus melakukan hal yang sama. Hal tersebut juga berlaku dalam organisasi yakuza yang diidentikan dengan tato, jadi semua anggota yakuza juga harus ditato. Pada saat ini tato digunakan sebagai simbol atau lambang dari masing-masing organisasi yakuza tempat dia bergabung. Proses penatoan tradisional merupakan suatu yang sangat menyakitkan. Peralatan yang digunakan terbuat dari tulang atau kayu yang dipahat dan pada ujungnya dipasang jarum. Proses ini memakan waktu yang tidak sebentar, bahkan untuk tato sekujur tubuh waktu yang diperlukan bisa mencapai lebih dari 100 jam. Sampai saat ini tato masih sangat popular di kalangan yakuza, bahkan yakuza modern masih meneruskan kegiatan ini sampai sekarang, dan meskipun telah ada alat untuk

(19)

menato yang lebih canggih dan tidak sesakit dengan alat tradisional, para anggota yakuza lebi memilih menggunakan dengan cara tradisional.

2.3.3 Kode dan Bahasa Rahasia

Pada saat sesama anggota yakuza bertemu, mereka memiliki kebisaaan tersendiri untuk saling memperkenalkan identitas mereka masing-masing. Jika yang bertemu adalah oyabun suatu organisasi dengan kobun dari organisasi lain, maka tata cara hirarki dapat dengan mudah dilakukan. Misalnya pada saat memperkenalkan diri masing-masing, oyabun mengidentifikasikan dirinya dengan cara menunjukkan ibu jarinya, sedangkan kobun akan menyembunyikan ibu jarinya dan menunjukkan jari kelingkingnya yang menandakan bahwa dia merupakan kobun yang masih muda.

Selain itu, organisasi yakuza juga memiliki bahasa rahasia yang dikembangkan dan hanya diketahui artinya oleh sesama anggota yakuza itu sendiri, gunanya agar rahasia dari organisasi mereka tidak mengalir hingga ke luar organisasi (Lebra, 1974 : 54).

2.4 Perubahan Aktifitas Yakuza

Yakuza pada zaman Edo atau sering disebut juga yakuza tradisional, dikenal masyarakat sebagai sekumpulan orang yang tidak berguna karena pekerjaan mereka adalah merampok, memeras dan berjudi. Cara berpenampilan mereka juga sangat eksentrik dan tidak lazim bagi masyarakat pada zaman itu.

Namun seiring dengan perkembangan zaman dan pergantian pemerintahan,

(20)

yakuza pun ikut berkembang dan mulai meninggalkan aktifitas lama mereka menuju aktifitas yang baru, dan yakuza berubah menjadi yakuza yang modern.

2.4.1 Yakuza pada Zaman Edo

Zaman Edo dikenal juga sebagai zaman feodal akhir, karena pemerintahan yang berkuasa pada saat itu bersifat feodal di bawah pimpinan shogun Ieyashu Tokugawa. Pada zaman ini siapa yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar maka dialah yang akan memimpin, hukum itu juga berlaku di dalam organisasi yakuza, siapa yang paling kuat dan memiliki kekuasaan yang besar maka dialah yang akan memimpin organisasi.

Ketika pertama kali terbentuk, yakuza hanyalah sekumpulan orang-orang yang dianggap tidak berguna di tengah-tengah masyarakat karena yang mereka kerjakan hanyalah meresahkan masyarakat seperti merampok, berjudi, memeras dan lain sebagainya. Setiap kali beraksi mereka melakukannya tanpa ada koordinasi yang jelas dan melakukannya sesuai dengan keinginan dari diri mereka sendiri tanpa ada perintah yang jelas. Namun semakin bertambahnya anggota yakuza semakin ditakuti pula organisasi ini oleh masyarakat. Tidak jarang terjadi keributan-keributan dan perkelahian diantara sesama aggota yakuza dalam memperebutkan kekuasaan, dan siapa yang paling kuat diantara mereka akan diangkat menjadi pemimpin kelompok yang seterusnya akan mengatur dan memberikan perintah kepada anggota-anggotanya dalam menjalankan tugas.

Dapat dikatakan yakuza awal atau yakuza tradisional pada zaman edo belum memiliki struktur organisasi yang rapi dan jelas, mereka hanya terdiri dari pemimpin besar yang mengatur jalannya organisasi dan para anggota kecil, dan

(21)

hubungan ini sering juga disebut dengan oyabun (pemimpin atau atasan) dan kobun (anggota atau bawahan). Inilah yang akan menjadi dasar dari struktur organisasi yakuza pada zaman-zaman berikutnya hingga sekarang.

Di zaman ini, tidak ada sistem perekrutan khusus untuk bergabung menjadi anggota yakuza, setiap orang dapat bergabung ke dalam organisasi yakuza jika ia merasa sanggup dan memiliki kemampuan untuk menjalankan perintah dari oyabun.

Penerapan sistem ie pada organisasi kriminal Jepang seperti yakuza yang dikenal dengan istilah oyabun-kobun, yaitu hubungan orang tua dan anak yang fiktif. Organisasi yakuza sangat menekankan sekali hubungan seperti ini, dan hubungan ini dapat mempererat hubungan diantara sesama anggota yakuza.

Sistem seperti ini terbukti sangat berfungsi dalam perkembangan yakuza saat ini, karena dengan sistem seperti ini yakuza masih dapat bertahan hingga sekarang, dan walaupun yakuza berkembang dan mengalami banyak perubahan, namun hubungan seperti ini masih tetap dipertahankan oleh organisasi yakuza hingga sekarang.

2.4.2 Yakuza Modern

Seiring modernisasi yang diawali dengan Restorasi Meiji, yakuza pun mengikuti perkembangan tersebut. Mereka mulai mengubah pola bisnis mereka karena semakin ketatnya pengawasan oleh pemerintahan di zaman itu sehingga mereka kesulitan untuk meneruskan usaha-usaha ilegal mereka selama ini. Para yakuza mulai mencari kegiatan lain untuk dapat melangsungkan kehidupan mereka, dan mereka menjadi yakuza yang modern.

(22)

Struktur yakuza setelah Perang Dunia II terlihat semakin jelas dan rapi, ini dapat dibuktikan dengan adanya kerja sama yang baik dan rapi antar sesama anggota yakuza. Selain itu organisasi yakuza pada saat ini telah memiliki beberapa jabatan layaknya pemerintahan sendiri. Sebelum bertindak, setiap anggota yakuza terlebih dahulu menunggu perintah dari oyabun, dan tidak akan bertindak sesuka hati tanpa ada perintah dari oyabun. Setiap organisasi yakuza memiliki peraturan- peraturan sendiri yang wajib dipatuhi dan dijalankan oleh anggotanya. Oyabun memegang kekuasaan penuh untuk mengatur jalannya organisasi termasuk wewenang untuk menentukan yang akan menikah dalam organisasinya, dan juga menghukum anggota yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan organisasi.

Sekarang ini, para anggota yakuza tidak hanya sebatas dari lingkungan bakuto dan tekiya saja, melainkan meluas hingga masyarakat umum. Keanggotaan yakuza juga berasal dari perekrutan oleh suatu kelompok yakuza terhadap orang- orang yang dianggap berpotensi untuk masuk ke dalam kelompoknya, bisaanya terjadi di tempat-tempat hiburan. Di tempat seperti ini sering terjadi keributan dan perkelahian, pada saat seperti itulah suatu kelompok yakuza merekrut orang yang dianggap kuat karena mampu mengalahkan lawannya, karena modal utama menjadi anggota yakuza adalah kekuatan fisik dan kemauan yang besar untuk dapat melakukan apa saja yang akan diperintahkan atasan.

Setelah merekrut anggota baru tersebut, yakuza biasanya melakukan upacara penerimaan anggota baru dengan cara saling bertukar mangkuk sake yang dilakukan secara formal. Upacara tersebut dihadiri oleh seluruh anggota ie dan disaksikan oleh oyabun tempat ia bergabung.

(23)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa sejak berdirinya yakuza, yaitu pada zaman Edo, yakuza telah menganut sistem oyabun dan kobun. Pada zaman ini, hubungan oyabun-kobun tersebut sudah terasa kental sekali di tubuh organisasi yakuza. Hubungan yang terus dipelihara oleh anggota organisasi kriminal Jepang ini, lebih kepada hubungan mutualisme atau hubungan yang saling menolong dan menguntungkan satu sama lain. Selain itu adanya kesadaran akan giri (obligation atau kewajiban) dan ninjo (kesatriaan), membuat hubungan ini tetap terjaga sampai sekarang.

2.5 Tinjauan Umum Tentang Komik 2.5.1 Definisi Komik

Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita (wikipedia.org/iki/komik). Bisaanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.

Menurut Will Eisner (wikipedia.org/iki/komik), komik adalah tatanan gambar dan balon kata yang berurutan. Scott McCloud punya pendapat lain lagi, komik didefinisikan sebagai gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respon estetik pada yang melihatnya. Ada juga yang menyebut komik sebagai cerita bergambar yaitu gambar yang dinarasikan, kisah ilustrasi, gambaran-fiksi dan lain-lain.

Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. Sebagian diantaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan, yang lain lebih

(24)

mementingkan kesinambungan gambar (image) dan teks, dan sebagian lain lebih menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Pengertian komik sendiri sangat mudah untuk didefinisikan karena itu berkembanglah berbagai istilah baru.

Pada masa ini kita lebih banyak mengenal komik yang merupakan hasil karya produk Jepang terutama yang diperuntukan bagi anak-anak dan remaja.

Kualitas dari cerita dan formatnya sangat menarik bahkan dapat mengalahkan komik dari Amerika.

Dalam bahasa Jepang komik disebut dengan istilah manga dan orang yang menggambar manga disebut mangaka. Perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik adalah pembedaan pengelompokan, dimana manga lebih terfokus kepada komik-komik Jepang, sedangkan komik lebih kepada komik-komik buatan Eropa atau Barat. Beda dengan komik Amerika, manga bisaanya dibaca dari kanan ke kiri, sesuai dengan arah tulisan kanji Jepang.

Manga memang sangat digemari baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Dewasa ini manga sudah tersebar ke seluruh dunia. Penjualan pertahunnya diperkirakan mencapai ratusan juta dolar. Beberapa yang terkenal dan sudah difilmkan adalah Doraemon, Detektif Conan, Inuyasha, Kungfu Boy, dan Sepatu Kaca.

Rata-rata mangaka di Jepang menggunakan gaya (style) sederhana dalam menggambar manga. Tetapi, gambar latar belakangnya hampir semua manga digambar serealistis mungkin, biarpun gambar karakternya benar-benar sederhana, khususnya pada bagian muka, dengan ciri khas mata besar, serta mulut dan hidung yang kecil.

(25)

2.5.1 Sejarah Munculnya Komik di Jepang

Manga merupakan istilah untuk komik Jepang. Istilah manga diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1814 oleh Katsushika Hokusai, seniman ukiyo-e yang terkenal. Ukiyo-e adalah teknologi pencetakan pada kertas menggunakan blok-blok kayu (Velisha, 2001: 42 ). Kata manga dipakai Hokusai untuk menyebut gambar komikal buatannya yang berbeda dari gambar pemandangan atau manusia yang serius dan indah.

Namun jauh sebelum orang mengenal istilah manga, kira-kira pada abad pertengahan di Jepang sudah dikenal seni menulis cerita disertai lukisan untuk menggambarkan jalannya cerita. Itu pun belum berbentuk buku, tetapi masih dalam bentuk gulungan kertas yang disebut emakimono. Karya seni ini bisa disebut nenek moyangnya manga.

Manga yang muncul pertama kali berjudul Mankaku Zuihitsu yang diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei pada tahun 1771. Berikutnya terbit Shiji no yukikai oleh Santo Kyoden tahun 1798 dan manga Hyakujo karya Aikawa Minwa tahun 1814. Namun ada juga yang menyebut manga pertama kali muncul abad 12.

Manga generasi awal ini bertajuk choju jinbutsu giga, yaitu gambar serta kisah lucu hewan dan manusia yang dibuat oleh banyak seniman. Manga yang dibuat banyak seniman ini memenuhi hampir semua persyaratan manga.

Sederhana, memiliki cerita di dalamnya, dan memiliki gambar artistik.

Kemudian pada abad ke-18 (zaman Edo), mulai dibuat buku cerita bergambar yang mirip dengan manga, zaman sekarang disebut kusa-zoushi dimana gambar lebih dominan dari pada teks. Buku itu dicetak dengan teknologi ukiyo-e dalam beberapa format yaitu akahon (buku merah), aohon (buku biru),

(26)

kurohon (buku biru) dan kibyoushi (buku kuning), sesuai dengan warna sampul masing-masing (Velisha, 2001: 42).

Walaupun manga di Jepang sudah ada sejak zaman Edo, akan tetapi, menurut Kure Tomofusa (1986: 23), manga di Jepang tidak begitu berkembang sebelum usainya perang dunia.

Pada akhir abad ke-19 akhirnya Jepang membuka diri terhadap pengaruh dunia Barat, kusa-zoushi pun terpengaruh gaya kartunis Barat dan mulai beralih menjadi comic strip seperti yang dimuat di surat kabar negara-negara Barat.

Kemudian pada tahun 1959, mulai diterbitkan dua majalah komik mingguan untuk anak laki-laki, yaitu Shonen Magazine dan Shonen Sunday.

Hampir 10 tahun kemudian barulah majalah komik untuk remaja mulai terbit, seperti Manga Action (1967), Young Comic (1967), Play Comic (1968), dan Big Comic (1967). Pembaca komik yang usianya 10 tahun pada 1959, telah berusia kurang lebih 20 tahun sehingga mereka yang sudah remaja ingin membaca komik yang cocok dengan selera mereka.

Di Jepang, manga diterbitkan di majalah komik terlebih dahulu, sebanyak 20 sampai 40 halaman dan berseri. Kalau serial-serial tersebut digemari, maka manga itu akan terus berlanjut selama bertahun-tahun dan sampai mencapai puluhan bahkan ada yang sampai ratusan jilid. Bisaanya sekitar 5 sampai 6 bulan terbit di majalah komik, baru diterbitkan komiknya (Ishiko, 1980: 5).

Manga adalah sebutan komik dalam bahasa Jepang. Perkembangan manga sungguh sangat menjadi fenomena dalam perkembangan dunia komik di dunia.

Manga berkembang di dunia komik sebagai sebuah gaya gambar yang mempunyai kekhasannya sendiri.

(27)

Perkembangan korelasi antara cerita dan gambar ini makin berkembang dari buku cerita bergambar hingga komik strip dan buku komik. Seiring kemajuan teknik dalam percetakan maka perkembangan teknik atau gaya gambar pun makin beragam. Sejalan dengan perkembangan gaya gambar tadi para mangaka atau komikus mulai mengembangkan gaya gambar dengan maksimal.

Gaya gambar manga seperti ini sangat penuh dengan ekspresi gerak maupun karakter. Karakter yang unik dari manga, seperti mata besar dan model rambut tajam sepertinya menjadi ketertarikan sendiri bagi kalangan penggemar komik. Gaya manga ini bukan saja digemari oleh kalangan anak-anak namun sudah masuk ke kalangan dewasa. Kajian lain dari gaya manga ini adalah sudah masuknya manga ke wilayah budaya atau kultur. Sehingga manga mampu mewakili kultur dari mana komik itu berasal.

Dengan perkembangan gaya manga di banyak aspek kebudayan maka manga juga mempengaruhi budaya-budaya lainnya. Perkembangan manga sudah memberikan banyak pengaruh kepada kebudayaan masa kini. Ada banyak komik- komik dari negara di luar Jepang yang terpengaruh dengan gaya manga ini.

Seiring perjalanan komik itu pun maka perkembangan gaya manga ini pun bercampur dengan gaya-gaya komik lainnya yang kini menghasilkan gaya-gaya perpaduan komik.

Maka tidaklah heran kalau saat ini manga sudah menjadi bagian dari komik dunia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya bermunculan komik-komik Amerika yang bergaya manga, begitupun dengan komik-komik yang sekarang bermunculan kembali di Indonesia hampir semuanya bergaya manga.

(28)

Perkembangan ini pun mulai masuk ke dalam budaya masyarakat. Hal ini menjadi relevan ketika hubungkan dengan penjelasan bagaimana sebuah komik, sebagai bacaan anak-anak sangat mempengaruhi pertumbuhan imajinasi dan cara berpikir anak.

Pada mulanya, komik Jepang sangat dipengaruhi gaya Amerika. Ini terlihat dari komik-komik buatan Osamu Tezuka yang sangat bergaya Walt Disney. Ia mengadaptasi karakter wajah komik Amerika, seperti mata, mulut, alis, dan hidung. Beberapa komiknya yang sangat terkenal dan sudah difilmkan adalah Kimba the White Lion, Black Jack, dan Astro Boy. Keahlian Osamu Tezuka membuat manga menjadikannya tempat berguru para mangaka. Beberapa diantara muridnya adalah Ishinomori Shotaro, Akatsuka Fujio, and Fujiko Fujio yang terkenal dengan Doraemonnya. Osamu Tezuka merupakan salah seorang yang paling mempengaruhi perkembangan manga.

Manga mulai menemukan ciri khasnya setelah perang dunia kedua. Salah satu pelopornya adalah Fujiko Fujio yang sukses dengan Doraemon. Ciri khas itu meliputi karakter wajah serta penceritaan. Tokoh-tokoh manga kini bermata besar, memiliki raut wajah halus dengan pipi bulat, hidung kecil dan bibir tipis.

Latar belakang gambarnya pun dibuat sealami mungkin. Para mangaka diketahui sangat memperhatikan detail. Mereka juga rela memotret sebuah objek berkali- kali dari berbagai sudut pandang untuk mendapatkan hasil yang sempurna.

Manga menjadi salah satu buku paling laris di Jepang. Majalah-majalah manga dijual di atas satu juta kopi perminggu. Bahkan komik Doraemon menembus angka 10 juta kopi per edisinya. Karena terlalu cintanya orang Jepang

(29)

dengan manga, komik underground saja bisa laku hingga empat ratus ribu kopi per edisinya.

Tidak hanya populer di Jepang, pecinta manga datang dari berbagai penjuru dunia. Para pengemar manga ini membentuk klub-klub dan membuat situs sendiri. Mereka juga sering berkumpul untuk membincangkan manga dengan memakai kostum tokoh-tokoh manga pujaan mereka. Di Jepang, mereka menggunakan gaya harajuku untuk berparade kostum manga setiap hari (wikipedia.org).

Ishiko Junzoo mengatakan, pada awal tahun 1970 terjadi perkembangan yang amat pesat terhadap manga, sehingga di tahun 1974 ada sekitar 75 judul majalah komik (manga magazine) di Jepang yang di distribusikan sebanyak dua juta ekslempar tiap bulannya.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penyuluhan tentang SADARI pada posttest 1 dan posttest 2, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tentang SADARI dengan kategori tinggi

[r]

(2) Dalam hal DPRD dan Bupati tidak dapat menerima keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan

menyampaikan SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke

(1) DPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), diumumkan oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat desa

 Today, DB2, Oracle, and SQL Server are the most prominent commercial DBMS products based on the relational model.. Personal

(2) Musyawarah pemilihan Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara terbuka dengan dihadiri oleh Kepala Desa, Perangkat Desa, dan

Desa mempunyai sumber pendapatan Desa yang terdiri atas pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana