• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan ATCS pada Bus Priority System

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan ATCS pada Bus Priority System"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PENERAPAN ATCS

(AREA TRAFFIC

CONTROL SYSTEM)

DALAM PENGOPERASIAN TRANS

JOGJA

BUS PRIORITY

PADA SIMPANG BERSINYAL

(Kode tulisan: S/ IM/ WR/ GE/ T )

Nowadays, Trans Jogja Bus is operated in mixed traffic conditions. This situation gives negarive impact to the performance of signalized intersection and Trans Jogja bus operational. One of the solution to prevent the worst impact is by implementing ATCS. This research aims to optimize the application of ATCS to prioritize Trans Jogja Bus in mixed traffic conditions. AIMSUN 6.1 software is used in this research with 3 scenarios of ATCS application on signalized intersection then compare those with the existing condition. The optimal condition is achieved in 3rd scenario by the decrease of 47% in traffic delay, 54% in the average queue length, 37% in Trans Jogja Bus travel time and 67% in Trans Jogja Bus trip delay. ATCS implementation can reach the optimal function if the placement of the ATCS application is applied more carefully and adaptable to the traffic conditions that occur on the road network.

Key Words: Trans Jogja Bus, ATCS, queue length, delay, travel time

Intisari

Saat ini Bus Trans Jogja dioperasikan dalam kondisi lalu lintas bercampur dengan kendaraan lain. Hal ini memberikan dampak buruk bagi kinerja simpang bersinyal dan operasional Bus Trans Jogja. Salah satu solusi untuk mencegah dampak yang terjadi menjadi semakin buruk adalah dengan menerapkan ATCS. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerapan ATCS dalam memprioritaskan Bus Trans jogja pada kondisi lalu lintas bercampur. Penelitian ini menggunakan piranti lunak AIMSUN 6.1., dengan 3 skenario penerapan ATCS pada simpang bersinyal dan dibandingkan dengan kondisi eksisting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimal tercapai pada penerapan ATCS dalam skenario 3 dengan penurunan tundaan lalu lintas sebesar 47%, panjang antrian rata-rata 54%, waktu perjalanan Bus Trans Jogja 37%, dan tundaan perjalanan Bus Trans Jogja 67%. Penerapan ATCS dapat berfungsi optimal jika penempatan posisi penerapan ATCS dilakukan lebih teliti dan disesuaikan dengan kondisi lalu intas yang terjadi pada jaringan jalan tersebut.

Kata kunci: Bus Trans Jogja, ATCS, panjang antrian, tundaan, waktu perjalanan

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan transportasi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi. Tata guna lahan di wilayah Kota Yogyakarta sudah sangat padat

(2)

yaitu Bus Trans Jogja. Pada kondisi lalu lintas di Kota Yogyakarta, pengoperasian Bus Trans Jogja dilakukan dengan lalu lintas bercampur dengan kendaraan lain. Hal ini menyebabkan nilai manfaat waktu yang bisa diberikan Bus Trans Jogja menjadi menurun. Dalam kondisi lalu lintas bercampur, semakin besar kemungkinan Bus Trans Jogja terjebak dalam antrian dengan arus lalu lintas kendaraan lain. Dalam rangka melakukan penerapan

Traffic Demand Management (TDM), yang bertujuan agar pengguna kendaraan pribadi dapat beralih menggunakan angkutan umum, yaitu Bus Trans Jogja, maka Pemerintah

DIY melakukan suatu studi strategi perbaikan pengoperasian Bus Trans Jogja yang

dilakukan dengan cara menerapkan prioritas lampu lalu lintas pada simpang bersinyal (ATCS). Penerapan ATCS untuk mengkoordinasi simpang bersinyal telah dilakukan di simpang bersinyal antara lain Simpang Gondomanan, Pingit, Demangan, Wirobrajan, Km

0, dan Jlagran, sedangkan untuk ATCS sebagai bus priority sudah pernah dilakukan

penerapan uji coba pada Simpang UIN, namun karena dirasa mengganggu lalu lintas yang

ada, uji coba dihentikan dan penerapan ATCS sebagai bus priority dibatalkan. Penelitian

ini dilakukan agar penerapan ATCS sebagai bus priority bisa berjalan optimal dengan

menghasilkan kinerja simpang bersinyal yang semakin membaik. Optimalisasi dilakukan terhadap indikator kinerja simpang bersinyal yakni waktu tundaan dan panjang antrian pada simpang dan kinerja pengoperasian Bus Trans Jogja yakni waktu tundaan dan waktu perjalanan pada rute yang ditinjau dengan tidak mempertimbangkan hambatan samping yang ada di lapangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan Transportasi

Pemodelan transportasi merupakan salah satu cara penyederhanaan atau simplikasi dari kondisi transportasi yang terjadi di kenyataan lalu dilakukan simulasi dari simplikasi tersebut untuk mempresentasikan keadaan yang sesungguhnya dan kemungkinan yang akan terjadi terhadap sistem transportasi pada masa yang akan datang. Dengan demikian, dapat diketahui apa saja yang perlu dilengkapi oleh para perencana atau pengembang dengan hanya melihat dan mempelajari model tersebut. Beberapa simulasi skenario dapat dilakukan pada model sehingga dapat dipilih rencana pengembangan yang optimum yang sesuai dengan tujuan awal pembangunan (Tamin, 2000).

Sinyal Prioritas Bus dengan ATCS

ATCS merupakan sistem pengaturan lalu lintas bersinyal terkoordinasi yang diatur mencakup satu wilayah secara terpusat. Dengan penerapan ATCS atau lampu lalu lintas terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi pergerakan dan akan meningkatkan kapasitas simpang untuk melayani lalu lintas, waktu perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat resiko kecelakaan bagi pengendara dan kenyamanan pengguna jalan yang lebih baik. Penerapan ATCS sebagai sinyal prioritas bus dibutuhkan untuk memberikan prioritas pada bus dalam lalu lintas sehingga ruang jalan bus bisa dimaksimalkan dan waktu perjalanan bus bisa diminimalkan. Bus sebagai moda angkutan massal bisa bersaing dengan kendaraan pribadi dalam meningkatkan pelayanan akan ketepatan waktu perjalanan kepada masyarakat.

(3)

Penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta. Fokus kasus penelitian ini adalah meneliti kinerja rute Bus Trans Jogja pada lokasi sepanjang Jalan Diponegoro menuju Jalan Adi Sucipto. Bus Trans Jogja telah mengoperasikan 6 rute dengan panjang total trayek yang dilayani 200.55 km (Dishubkominfo Provinsi Yogyakarta, 2010), pada penelitian ini difokuskan pada rute Bus Trans Jogja yang merupakan bagian dari jaringan jalan utama di Kota Yogyakarta yang memiliki volume lalu lintas tinggi karena pada jaringan jalan tersebut merupakan jalur utama menuju pusat-pusat tarikan perjalanan, seperti kampus, pusat perbelanjaan, dan objek pariwisata. Rute yang menjadi fokus penelitian terdiri dari 9 simpang bersinyal utama, 25 simpang kecil, dan terdapat sebanyak 15 shelter Bus Trans Jogja. Data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1) Peta jaringan jalan Kota Yogyakarta dari Google Earth.

2) Data volume lalu lintas seperti bus, mobil, motor, dan truk, didapat dari data survei

a) Geometri ruas jalan utama didapat dari Dinas Pekerjaan Umum.

b)Geometri ruas jalan pada simpang kecil sepanjang lokasi penelitian didapat dari observasi di lapangan.

5) Waktu siklus pada simpang bersinyal didapat dari observasi di lapangan.

6) Data headway Bus Trans Jogja dan letak shelter Bus Trans Jogja didapat dari obervasi

di lapangan dan dari data hasil survei pemantauan operasional Bus Trans Jogja oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Provinsi Yogyakarta.

7) Kecepatan kendaraan didapat dari observasi di lapangan.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Kondisi Eksisting

Pemodelan dilakukan terhadap kondisi eksisting terlebih dahulu dengan melakukan input

data-data lalu lintas yang terjadi di kondisi lapangan pada software AIMSUN 6.1. Software

AIMSUN 6.1 ini memiliki keterbatasan seperti tidak dapat memodelkan pergerakan lalu lintas sepeda motor dan karakteristik pergerakan kendaraan sesuai dengan kondisi lapangan dalam penggunaan lajur kendaraan. Kalibrasi dan validasi dilakukan pada parameter perubahan lajur dengan penyesuaian terhadap kondisi pergerakan lalu lintas di lapangan. Pada kondisi lapangan, 2 lajur bisa digunakan untuk 3 kendaraan berdampingan sedangkan pada pemodelan AIMSUN hanya bisa digunakan untuk 2 kendaraan berdampingan, misalnya dengan total lebar jalan 7.5 meter dengan 2 lajur, dalam kondisi pemodelan hanya bisa dilalui satu kendaraan tiap lajurnya, sedangkan pada kondisi di lapangan jalan dengan lebar 7.5 meter tersebut bisa dilalui 3 kendaraan berdampingan kemudian dilakukan kalibrasi dan validasi dengan cara mengubah jumlah lajur pada pemodelan menjadi jalan 3 lajur dengan lebar masing-masing lajur 2.5 meter. Kalibrasi

lain dilakukan pada parameter Max Desired Speed dan Speed Acceptance, dengan

(4)

beda mulai dari 0.8, 0.9, 1.0, 1.1, dan 1.2. Selanjutnya kecepatan yang diperoleh dari simulasi pada detektor, dibandingkan dengan kecepatan observasi yang diperoleh di lapangan. Nilai chi-square yang didapat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai

RMSE (Root Mean Square Error) yang didapat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Nilai R-square yang didapat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 1 Trial and Error Eksperimen

NO.

Speed Acceptance Eksperimen 1 Eksperimen 2 Eksperimen 3

0.80 8.25 7.43 7.38

Speed Acceptance Eksperimen 1 Eksperimen 2 Eksperimen 3

0.80 16.04 9.87 9.82

Speed Acceptance Eksperimen 1 Eksperimen 2 Eksperimen 3

0.80 0.27 0.19 0.21

0.90 0.24 0.11 0.20

1.00 0.19 0.19 0.29

1.10 0.23 0.25 0.21

1.20 0.13 0.26 0.28

Berdasarkan eksperimen tersebut diperoleh eksperimen 3 dengan speed acceptance 0.8,

merupakan hasil yang terbaik. Eksperimen 3 dengan speed acceptance 0.8 memiliki

rata-rata nilai error yang paling kecil dengan nilai RMSE 7.38, nilai Chi-square 9.82, dan nilai

R-square 0.21.

Pemodelan Kondisi Skenario

(5)

lalu lintas bercampur (mixed traffic), namun ketika akan melewati simpang bersinyal, Bus Trans Jogja diberikan prioritas untuk bisa melewati simpang bersinyal. Pemberian prioritas simpang bersinyal ini pada pemodelan skenario dilakukan dengan mengatur lampu lalu lintas dan memberikan detektor-detektor ketika kendaraan akan memasuki simpang

bersinyal yang disebut priority request start dan ketika telah melewati simpang bersinyal

yang disebut priority request end. Detektordipasang sejauh 50 meter pada mulut simpang

untuk request start dan 10 meter untuk request end.

1) Kondisi Skenario 1

Pada skenario 1 dilakukan alternatif dengan menerapkan ATCS pada simpang bersinyal yang mengalami tundaan pada masing-masing lengan simpang lebih besar dari 2.5 menit pada kondisi eksisting, sedangkan pada simpang bersinyal dengan tundaan pada masing-masing lengan simpang kurang dari 2.5 menit tidak diterapkan ATCS, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Posisi Penerapan ATCS Pada Skenario 1

2) Kondisi Skenario 2

Pada skenario 2 dilakukan alternatif dengan menerapkan ATCS pada simpang bersinyal yang mengalami tundaan rata-rata simpang lebih besar dari 2.5 menit pada kondisi eksisting, sedangkan pada simpang bersinyal dengan tundaan rata-rata simpang kurang dari 2.5 menit tidak diterapkan ATCS, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Pada skenario 2 ini dilakukan optimalisasi terhadap kondisi skenario 1.

Gambar 2 Posisi Penerapan pada Skenario 2

3) Kondisi Skenario 3

Pada skenario 3 ini dilakukan penerapan ATCS hanya pada lengan-lengan simpang bersinyal yang mengalami penurunan tundaan cukup signifikan dengan adanya

(6)

simpang bersinyal yang mengalami peningkatan tundaan lebih besar dari 2.5 menit, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Posisi Penerapan ATCS Pada Skenario 3

Hasil Analisis

Analisis yang akan dibahas pada penelitian ini antara lain perbandingan analisis kinerja simpang bersinyal dan kinerja operasi Bus Trans jogja hasil model pada kondisi eksisting dengan kondisi skenario. Parameter yang digunakan adalah besar waktu tundaan lalu lintas, panjang antrian yang terjadi pada lengan dari simpang bersinyal yang ditinjau, besar waktu tundaan perjalanan dan waktu perjalanan dari rute Bus Trans Jogja yang ditinjau.

1) Analisis Kinerja Simpang Bersinyal

Hasil simulasi dari pemodelan terhadap skenario yang dilakukan memberikan dampak terhadap kinerja simpang bersinyal yang ditinjau dalam penelitian ini.

a) Waktu Tundaan Pada Simpang

Waktu tundaan rata-rata dari simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Tundaan Rata-rata Simpang

Simpang

Waktu Tundaan

Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

menit detik menit detik menit detik menit Detik

Tugu 4 2 2 50 3 1 2 4

Badran 0 27 0 24 0 22 0 22

Cik Ditiro 2 20 1 33 1 37 1 25

Mirota 2 47 2 43 2 47 2 26

Sagan 2 22 2 14 1 55 1 38

Galerian 1 15 1 13 1 6 0 44

Colombo 1 14 0 41 0 32 0 27

Demangan 6 34 5 34 5 14 3 47

UIN 9 47 3 31 3 32 3 8

Rata-rata 3 20 2 17 2 13 1 47

(7)

Waktu tundaan rata-rata simpang bersinyal pada kondisi eksisting sebesar 3 menit 20 detik yang menunjukkan bahwa tingkat pelayanan simpang bersinyal tersebut sudah sangat buruk serta dengan tundaan rata-rata sebesar itu maka kendaraan cenderung terkena 2 kali lampu merah untuk bisa melewati simpang bersinyal pada jaringan jalan yang ditinjau. Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2 ,dan 3 berhasil menurunkan tundaan rata-rata simpang sebesar 32%, 34%, dan 47%. Pada kondisi skenario 3 waktu tundaan berhasil diturunkan menjadi 1 menit 47 detik dan ini merupakan kondisi optimal sebab dengan waktu siklus maksimal dari simpang bersinyal yang ditinjau sebesar 130 detik maka dengan besar tundaan 1 menit 47 detik atau 107 detik, kendaraan hanya terkena 1 kali lampu merah untuk bisa melewati simpang bersinyal tersebut.

b) Panjang Antrian Pada Simpang

Panjang antrian rata-rata dari simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Panjang Antrian Rata-rata Simpang

Simpang Panjang Antrian (m)

Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Tugu 89.08 60.18 63.91 42.88

Panjang antrian rata-rata simpang bersinyal pada kondisi eksisting sebesar 82 m yang artinya kinerja dari keseluruhan jaringan jalan yang ditinjau belum cukup baik dan beberapa lengan simpang bersinyal pada jaringan jalan yang ditinjau memiliki tundaan yang sangat besar sehingga semakin banyak kendaraan yang terjebak dalam antrian untuk bisa melewati simpang bersinyal tersebut. Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2 ,dan 3 berhasil menurunkan tundaan rata-rata simpang sebesar 39%, 41%, dan 54%. Pada kondisi skenario 3 panjang antrian berhasil diturunkan menjadi 37.67 meter dan ini merupakan kondisi optimal sebab

dengan penerapan ATCS sebagai bus priority system pada Simpang Tugu, Badran,

(8)

alternatif pada skenario 2 dan menghasilkan penurunan jumlah titik kritis yang tidak jauh berbeda dengan skenario 1, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Selanjutnya dilakukan penerapan alternatif pada skenario 3 dan menghasilkan penurunan jumlah titik-titik kritis yang terjadi semakin besar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 4. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Eksisting

Gambar 5. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Skenario 1

Gambar 6. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Skenario 2

Gambar 7. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Skenario 3

2) Analisis Kinerja Operasi Bus Trans Jogja

Hasil simulasi dari pemodelan terhadap skenario yang dilakukan memberikan dampak terhadap kinerja dari operasi rute Bus Trans Jogja yang ditinjau dalam penelitian ini. Parameter yang digunakan dalam analisis kinerja operasi Bus Trans Jogja antara lain:

a) Waktu Perjalanan

(9)

Tabel 7 Waktu Perjalanan Masing-masing Rute

Rute

Waktu Perjalanan

Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

menit detik menit detik menit detik menit detik

Waktu perjalanan rata-rata pada kondisi eksisting dari keseluruhan rute dalam jaringan jalan yang ditinjau sebesar 18 menit 17 detik. Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2, dan 3, waktu perjalanan rata-rata berhasil diturunkan sebesar 28%, 29% dan 37%. Hasil dari skenario 3 merupakan hasil yang optimal dengan penurunan waktu tempuh perjalanan rata-rata sebesar 37%. Semakin sedikit waktu tempuh yang dibutuhkan, semakin baik kinerja dari rute Bus Trans Jogja tersebut. Dengan waktu tempuh yang semakin singkat maka rute tersebut semakin efisien. Waktu tempuh Bus Trans Jogja pada masing-masing rute tergantung

kecepatan dan kondisi lalu lintas. Dengan adanya hambatan berupa kemacetan

maka waktu tempuh yang dibutuhkan akan semakin besar. Waktu perjalanan dari masing-masing rute pada kondisi skenario 3 kurang dari 25 menit, hal ini menunjukkan dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 3, pengoperasian Bus Trans Jogja semakin baik.

b) Tundaan Perjalanan

Pada hasil pemodelan diperoleh besar tundaan perjalanan untuk setiap rute Bus Trans Jogja yang ditinjau pada kondisi eksisting dan kondisi penerapan alternatif pada skenario, seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Tundaan Perjalanan Masing-masing Rute

Rute

Tundaan Perjalanan

Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

(10)

Waktu tundaan perjalanan rata-rata pada kondisi eksisting dari keseluruhan rute dalam jaringan jalan yang ditinjau sebesar 13 menit 14 detik. Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2, dan 3, tundaan perjalanan rata-rata yang terjadi berhasil diturunkan sebesar 35%, 34%, dan 67%. Pada kondisi skenario 3, diperoleh penurunan tundaan perjalanan rata-rata yang cukup optimal dengan besar tundaan perjalanan pada masing-masing rute lebih kecil dari 15 menit sehingga

headway yang terjadi lebih kecil dari 15 menit dan jadwal berangkat menjadi tepat waktu. Dengan tundaan perjalanan yang semakin kecil maka ketepatan waktu keberangkatan pada rute tersebut akan semakin tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap pemodelan jaringan jalan yang

ditinjau pada kondisi eksisting dan skenario penerapan ATCS sebagai bus priority system

menggunakan software AIMSUN 6.1. maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan

adanya penerapan ATCS sebagai bus prioriy pada skenario 1, 2, dan 3 berhasil

meningkatkan kinerja simpang bersinyal dan pengoperasian Bus Trans Jogja. Kondisi optimal dicapai pada penerapan skenario 3 dengan penurunan tundaan rata-rata simpang sebesar 47%, panjang antrian rata-rata simpang sebesar 54%, waktu perjalanan rata-rata sebesar 37%, dan tundaan perjalanan rata-rata sebesar 67%.

Penerapan ATCS sebagai bus priority menghasilkan kinerja dari simpang bersinyal dan

Bus Trans Jogja menjadi semakin baik dengan semakin berkurangnya jumlah titik-titik kritis kemacetan yang terjadi sehingga besar tundaan perjalanan yang terjadi juga semakin

berkurang. Pada kondisi mixed traffic, penerapan ATCS bisa berfungsi optimal jika

penempatan posisi penerapan ATCS dilakukan dengan lebih teliti dan disesuaikan dengan kondisi lalu lintas yang terjadi pada jaringan jalan tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Yogyakarta. Survei Volume Lalu Lintas Kota Yogyakarta Tahun 2010.

Salim, H.A. Abbas. 2012. Manajemen Transportasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Gambar

Tabel 1 Trial and Error Eksperimen
Gambar 1. Posisi Penerapan ATCS Pada Skenario 1
Gambar 3 Posisi Penerapan ATCS Pada Skenario 3
Tabel 6. Tabel 6 Panjang Antrian Rata-rata Simpang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut Untuk mengetahui Tindakan Hukum atas perbuatan melawan Hukum

– Pengiriman parameter berupa array dua dimensi hampir sama dengan pengiriman parameter array satu dimensi, hanya saja perbedaannya adalah dalam array dua

- Jika Anda lebih yakin dengan Browser lain, silakan saja mungkin hasilnya bisa lebih baik.. Setelah memiliki 50 akun Facebook klonengan, maka lakukanlah postingan

By considering the results of the implementation of real objects and realia in teaching vocabulary that could improve the students’ vocabulary achievement and the students’

Muna, maka dengan ini kami undang untuk mengikuti Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Harga serta Pembuktian Kualifikasi atas penawaran yang saudara sampaikan, yang akan

ELLY ARLIANI, M.Si. ttrKrsMrANl'rNI,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT serta Nabi Muhammad SAW atas rahmat, nikmat, dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Dinas Pekerjaan Umum mempunyai fungsi menyusun program dibidang Pekerjaan Umum sesuai dengan