• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ADAT SEBAGAI WUJUD KEARIFAN LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM ADAT SEBAGAI WUJUD KEARIFAN LOKAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM ADAT SEBAGAI WUJUD KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT TALANG MAMAK DI RIAU DALAM PENGELOLAAN FUNGSI

HUTAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

Nuri Deswari

Universitas Pendidikan Indonesia

deswarinuri@gmail.com

ABSTRACT

Indigenous Talang Mamak is one of many indigenous peoples or tribes in Indonesia. This article describes the general description Indigenous Talang Mamak located in iiau rrovincei precisely at the Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) helped maintain the balance of the ecosystem. Such as indigenous peoples in generali Talang Mamak also have customary law as a form of existence. Talang Mamak lifes from birth to die are governed by custom. One of that is also regulated by customary on Indigenous reoples Talang Mamak is the management of forest functions with customary law. Customary law which is owned by Indigenous reoples Talang Mamak is a form of local wisdom that also contain ecological intelligence. IrS as subjects that examine society from various facets of life in an integrated manner with the aim of making young people become good citiiens through education. Values of ecological intelligence can be used as a source of learningi one of which is the value of local wisdom of Indigenous Talang Mamak in the management of forest functions.

Key Word: Indigenous Talang Mamaki customary lawi ecological intelligencei source of social studies learning.

PENDAHULUAN

Indonesia dengan kondisi geografisnya menyebabkan terjadinya perbedaan kebudayaan antar daerah yang ada di Indonesia, salah satunya yaitu kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan satu dari banyak produk budaya itu sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Gobyah dalam Mariane (2014: 112), kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Selanjutnya masih menurut pandangan Gobyah, kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.

(2)

antara tiga daerah serumpun ini, sebut saja dari segi makanan ataupun bahasa. Seperti yang dikemukakan oleh Hidayah (1997: 180) dalam bukunya Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, menjelaskan bahwasannya :

“Ras Melayu datang pertama kali ke daerah Riau ini sekitar tahun 2.500 SM. Mereka datang dari daratan Asia bagian tengah dan menyebarang dari Semenanjung Malaysia. Gelombang kedatangan kedua terjadi pada tahun 1.500 SM, dan gelombang kedatangan ketiga sekitar tahun 300 SM. Suku bangsa Melayu di daerah Riau adalah salah satu keturunan para migrant dari daratan Asia tersebut. Dalam sejarah kebudayaannya, mereka juga telah mengalami beberapa pengaruh peradaban, seperti Hindu, Islam, dan juga peradaban Cina dan Barat”.

Sejarah singkat diatas menegaskan bahwa suku asli masyarakat di Riau ialah Melayu yang tentunya memiliki budaya melayu. Program pemerintah tentang transmigrasi kemudian menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat di Riau menjadi masyarakat majemuk dengan banyak budaya pendatang. Selain program pemerintah, masyarakat yang bertransmigarsi ke Riau juga dikarenakan alasan pribadi. Hal tersebut tentunya menyebabkan terjadinya akulturasi yang berujung pada adanya sedikit pergesaran budaya melayu di Riau. Pergeseran budaya melayu di Riau ditandai dengan buramnya kekahasan Melayu Riau itu sendiri dan eksisnya kebudayaan pendatang dikarenakan masyarakat pendatang kemudian menjadi mayoritas di Riau. Sementara itu, masyarakat yang tinggal di pesisir Riau yaitu masyarakat Kepri yang justru masih kental dengan nuansa Melayu.

Meskipun didiami oleh masyarakat yang majemuk, Riau dengan budaya melayu-nya memilki beberapa kearifan lokal yang menjadikannya berbeda dengan masyarakat di daerah lain. Dalam makalah ini yang akan dibahas yaitu salah satu masyarakat adat yang ada di Riau dengan budayanya yang sarat akan hukum adat sebagai wujud kearifan lokal, yaitu masyarakat adat suku Talang Mamak. Di masyarakat adat suku Talang Mamak, terdapat hukum adat yang mencirikan kearifan lokal masyarakat tersebut dalam pengelolaan hutan. Kearifan lokal Masyarakat Adat Talang Mamak yang mengandung kecerdasan ekologis dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar di sekolah dengan mengintegrasikan nilai kearifan lokal melalui pembelajaran guna membangun kecerdasan ekologis peserta didik.

ISI

Gambaran Umum Masyarakat Adat Suku Talang Mamak di Riau

(3)

Salah satu masyarakat adat yang ada di Indonesia, di Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Indragiri Hulu ialah Masyarakat Adat Suku Talang Mamak.

Adapun menurut Kamus Bahasa Melayu oleh Latif (2011, 283) mengartikan kata “Talang” yaitu: saluran air di kaki atap, orang yang meminjamkan uang, bambu yang berisi air. Menurut Simanjuntak dkk (2012, 4) “Talang” artinya bambu yang tumbuh/ hidup di lereng-lereng bukit di hutan, sedangkan “Mamak” berarti saudara laki-laki dari ibu kita. Dari kedua arti kata Talang Mamak tersebut dapat diartikan saudara laki-laki dari ibu yang hidup di daerah berbukit-bukit di daerah pedalaman.

Berbeda dengan Hidayah (1997: 253) yang juga mendefenisikan kata “Talang” dengar arti ladang, yaitu sesuai dengan kebiasaan masyarakat Talang Mamak yang hidup dengan berladang dengan sistem berpindah-pindah di Pegunungan Bukit Tigapuluh, sedangkan kata “Mamak” memiliki arti ibu, jadi “Talang Mamak” berarti ladang milik ibu atau pihak ibu.

Masyarakat adat suku Talang Mamak adalah suku melayu tua yang ada di Riau. Ada banyak versi tentang sejarah asal usul dari suku Talang Mamak, namun menurut beberapa peneliti baik dari kalangan akademis ataupun praktisi yang sudah pernah menulis tentang suku Talang Mamak menegaskan keberadaan mereka sebagai masyarakat adat di Riau sudah sejak lama (Hidayah, 1997; Azhar dkk, 2012; Simanjuntak dkk, 2012).

Ada yang mengatakan bahwa asal-usul Nenek Moyang mereka ialah dari Gunung Merapi Sumatera Barat, ini merupakan tahap pertama kedatangan Talang Mamak di Indragiri Hulu. Singkat cerita mereka pindah ke Indragiri dikarenakan Nenek Moyang Talang Mamak dahulunya merasa terancam hidupnya dikarenakan Gunung Merapi sering memuntahkan lahar, gas, dan lain sebagainya. Mereka kemudian meninggalkan daerah Gunung Merapi kemudian menghuni salah satu tempat di Indragiri Hulu. Di sinilah meraka mulai membuka lahan untuk tempat tinggal dan mencari nafkah. Tahap kedua Talang Mamak datang ke Indragiri Hulu ialah karena desakan agama islam pada zaman penjajahan Belanda di Sumatera Barat. Talang Mamak yang menjunjung tinggi adat mereka menolak keberadaan agam islam dan berpindah tempat ke Indragiri Hulu (Simanjuntak dkk, 2012). Versi yang sama diperkuat oleh Azhar dkk (2012) mengenai penolakan keras masyarakat adat suku Talang Mamak terhadap masuknya pengaruh agama islam. Hal ini tergambar dari motto Talang Mamak yaitu : “Dari pada mati adat, lebih baik mati anak”. Bagi Talang Mamak adat adalah pengganti agama, adat memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

(4)

pengetahuan, nilai, norma, dan etika bagi kehidupan mereka. Warisan dari leluhur mereka ini yang disebut sebagai aturan adat, adat yang mengatur kehidupan mereka mulai dari berladang, perkawinan, kelahiran, bahkan kematiian juga diatur oleh adat.

Adapun masyarakat adat suku Talang Mamak yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu ini tepatnya berada di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan Taman Nasional yang menghubungkan provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Namun sebaran terluas taman ini berada di Provinsi Riau jika ditinjau dari wilayah administratif. Di Taman Nasional ini juga terdapat salah satu suku terasing, yaitu biasa disebut Orang Rimba atau suku Anak Dalam, tepatnya bagian Taman Nasional Bukit Duabelas yang termasuk wilayah administratif provinsi Jambi. Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh ini pula merupakan salah satu tempat wisata alam yang ada di Riau.

Pada umumnya, memang mata pencaharian masyarakat adat Talang Mamak ialah berladang yaitu menanam padi. Dengan adanya sentuhan dari perkembangan zaman, pada penelitian dan kajian oleh Simanjuntak dkk (2012: 42), mata pencaharian Masyarakat adat Talang mamak tidak lagi hanya mengandalkan hasil dari berladang, terdapat tujuah mata pencaharian utama masayarakat adat Talang Mamak, yaitu:

1. Bercocok tanam dengan tradisi Berladang Tugal (kasang) 2. Mencari dan mengumpulkan hasil hutan

3. Berburu hewan liar di hutan baik jenis unggas maupun hewan berkaki empat seperti kancil, kijang, dan Rusa

4. Berkebun, menanam karet, dan kelapa sawit

5. Memelihara atau menangkap ikan di perairan sungai

6. Industri rumah tangga, dalam bentuk kerajinan tangan rotan anyaman dan bentuk lainnya.

7. Menjadi tenaga buruh di perusahaan sekitar pemukiman tempat tingga mereka.

Namun meskipun ada sebagian dari mereka yang mencari nafkah dengan usaha selain berladang sifatnya cenderung sementara dan pada akhirnya mereka kembali berladang (Simanjuntak dkk, 2012: 43). Saat ini terdapat dua pola berladang bagi masyarakat ini, yaitu berladang kasang (menetap) dan ladang beringsut (dengan cara berpindah-pindah). Diduga karena terganggunya ekosistem masyarakat adat Talang Mamak ini oleh kebijakan pemerintah tentang konversi hutan dengan melakukan pembukaan lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), pola berladang masyarakat ini cenderung menetap.

(5)

berpindah-r

Mamak menjelaskan tentang sistem berladang yang berpindah-pindah dikarenakan mereka tidak menggunakan pupuk kimia melainkan pupuk alami yaitu “pupuk abu”. Selain itu, berladang ala Talang Mamak ini ialah jika ladang yang sebelumnya sudah bisa ditanami kembali maka mereka akan kembali ke tempat awal untuk kemudian lahan itu ditanami lagi, dalam artian berpindah-pindah tanpa sama sekali meninggalkan tempat sebelumnya. Sistem berladang ini merupakan turun temurun dari Nenek Moyang suku Talang Mamak. Bibit padi yang digunakan untuk ditanam juga diakui merupakan bibit asli Talang Mamak. Masyarakat Talang Mamak juga mengatakan bahwa bibit padi “Orang Teran” (istilah untuk orang pendatang) tidak cocok untuk ditanami di tanah ladang mereka. Umur padi untuk dipanen ialah enam bulan, dan umur padi untuk ditanam kembali juga enam bulan.

Hukum Adat Sebagai Salah Satu Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Talang Mamak di Riau dalam Pengelolaan Hutan

Kearifan lokal dan kebudyaan erat hubungannya dengan masyarakat tradisional yang berasal dari sub-bangsa atau suku-bangsa tertentu. Dalam hal penggunaan kata “bangsa” yang kemudian disandingkan dengan kata “suku” sehingga menjadi “suku bangsa”, kemudian disebut golongan etnik. Sedyawati (2012: 381) menjelaskan bahwa pada umumnya suatu suku bangsa (=golongan etnik) itu mempunyai suatu “tanah asal” tertentu di Indonesia ini, yang bisa meliputi wilayah yang kecil sampai ke yang sangat luas, atau yang ‘bercabang-cabang’. Selanjutnya, penegasan kata “lokal” pada istilah “kearifan lokal” tentunya menjadi perhitungan penting ketika kita ingin mencirikan suatu kebudayaan, bahwasannya kebudayaan tidak dibatasi oleh wilayah administratif, sehingga kata “lokal” lebih tepat disematkan untuk suku-suku bangsa atau golongan etnik tertentu.

Wujud kearifan lokal yang terdapat pada suku Talang Mamak sangat banyak, ada yang bersumber dari hukum adat, dari tradisi leluhur, nyanyian, semboyan, filosofi, perilaku, kepercayaan, adat istiadat, pepatah dan aturan-aturan khusus (Mariane: 2014). Wujud kearifan lokal pada masyarakat adat Talang Mamak yang diangkat dalam artikel ini ialah hukum adat masyarakat Talang Mamak dalam pengelolaan hutan.

(6)

Gambar 1. Pembagian Fungsi Hutan Masayarakat Adat Talang Mamak 1. Hutan untuk Pemukiman

Dari sekian luas tanah Hutan yang diakui milik masyarakat adat Talang Mamak, hutan untuk pemukiman ini ialah ukuran luasnya yang paling kecil. Hutan untuk pemukiman bagi masyarakat Talang Mamak ialah hutan yang mana pohonnya sengaja ditebang kemudian digunakan untuk membangun rumah di tempat penebangan itu. Luasnya tanah untuk masing-masing rumah tidak ada batasannya, selagi mereka berada dalam satu kawasan. Pemukiman masayarakat cenderung berkelompok dengan sesama anggota keluarganya. Hidayah (1997: 253) menerangkat bahwa masyarakat ini cenderung menganut sistem matriliniel, rumah tangga terbentuk dari keluarga inti yang membuat rumah sendiri di sekitar tempat tinggal orang tua istri.

2. Hutan untuk Perladangan

Hutan perladangan hanya diolah untuk aktifitas berladang bagi masyarakat ini, tetap saja hutan ini dikhususkan untuk masyarakat asli suku Talang Mamak dan tidak boleh diganggu gugat oleh orang luar. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sistem berladang masyarakat Talang Mamak ada yang menetap dan ada yang berpinda-pindah.

3. Hutan Lindung

Hutan lindung disebut juga hutan keramat, bagi masyarakat Talang Mamak hutan keramat dianggap angker. Hutan lindung ini dipercaya oleh orang Talang Mamak sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang mereka yang telah meninggal. Masyarakat ini mengasumsikan bahwa hutan ada karena masyarakat adat ada. Adapun fungsi hutan lindung bagi masyarakat Talang Mamak ialah untuk obat-obatan, baik dari akar-akaran, daun-daunan, ataupun sejenis tumbuhan yang mengeluarkan air dari dalam batangnya. Dalam sebuah jurnal hasil penelitian oleh Yunus dkk, ditemukan 36 jenis tumbuhan yang digunakan oleh Suku Talang mamak dalam pengobatan tradisional (Yunus dkk, tt). Hutan keramat tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun termasuk oleh masyarakat adat Talang Mamak sendiri, tidak bisa siapapun mengambil bahkan masyarakatnya sendiri. Dari sebuah video diceritakan sudah beberapa kali ada orang dari luar yang mencoba menebang pohon di hutan lindung milik masyarakat adat ini menggunakan mesin pemotong kayu yaitu senso. Adapun kemudian dikatakannya bahwa senso milik orang tersebut diambil dan tidak dikembalikan oleh masyarakat adat ini, dan lagi orang tersebut harus mengembalikan kayu yang ditebangnya ke tempat kayu tersebut berasal.

(7)

Tabel 1. Hukum Adat Suku Talang Mamak Tentang Pengelolaan Tanah dan Hutan

Hukum Dan Sanksi

Adat Jenis Kesalahan Bahan Dan Alat-Alat Dalam Sanksi Adat Setahil Sepaha - Menduduki (mendirikan

bangunan atau bercocok

- Beras 10kg atau 3 Gantang - Ayam (tergantung 7 Tahil - Mencuri, menebang,

mengambil dan merusak dirimba puaka

- Anggaran pembelian alat 12 juta ditambah pohon Sialang

Sejarah hukum adat suku Talang Mamak mulai ada pada masa keturunan Patih yang keenam (Patih Tatap). Sebelum masa itu, hukum adat yang diberlakukan di masyarakat ini sangatlah ketat dan berlaku tetap. Aturan-aturan yang dibuat oleh masyarakat Talang Mamak disamping secara tertulis juga ada dalam bentuk petatah petitih, adat yang diturun temurunkan melalui petatah petitih akan disampaikan ketika acara adat diperingati, diperdengarkan kepada anak dan kemenakan. Hukum adat banyak diatur secara tertulis yaitu berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam seperti hutan dan lahan (Nurman dkk, 2014).

(8)

memiliki hukum adat terkait pengelolaan hutan, tentunya masyarakat Talang mamak ini juga mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya yang yang berkaitan dengan pengakuan dan penghormatan oleh Negara terhadap masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya. Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tersebut pada BAB IX tentang Masyarakat Hukum Adat, Pasal 67 dengan tegas membahas tentang pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak masyrakat hukum adat terhadap pengelolaan hutan di tempat mereka tinggal.

Beberapa tahun terakhir hutan di Riau mengalami nasib yang sangat tragis, adanya tangan-tangan kapitalis kemudian mengabaikan kepentingan prioritas generasi di masa depan. Rusaknya fungsi hutan oleh orang luar yang membuat buram ketegasan hukum adat ini. Hectare demi hectare hutan yang ada di Riau digarap menjadi HTI (Hutan Tanaman Industri). Hal ini dimotivasi oleh isu peningkatan Pendapatan Daerah. Tentunya dampak terhadap lingkungan tidak bisa hanya dikalkulasikan dari segi pengurangan wilaya hutan. Dampak terhadap lingkungan alah sangat merugikan semua aspek kemanusiaan sebagai satu-satunya penyebab ketidakbertanggung-jawaban dari sebuah tindakan.

Keresahan masyarakat adat Talang Mamak akan pelebaran HTI sangat dirasakan. Salah satu cntoh tanaman yang di tanam sebagai HTI ialah sawit. Sawit adalah tanaman yang sanga boros air. Sawit merupakan tanaman yang akar tinggalnya menyebabkan tidak bisa tumbuhnya tanaman lain, sehingga sistem berladang untuk tanah yang ditanam kembali otomastis tidak bisa digunakan. Untuk kembali menanam sawit satu-satunya solusi ialah menanam kembali disebelah sawit sebelumnya. Banyaknya HTI dengan tanaman sawit mengindikasikan banyaknya tanah yang tidak bisa digunakan kembali sekalipun untuk regenerasi hutan. Madu sialang yang dulunya menjadi unggulan masyarakat adat Talang Mamak kini tidak lagi menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan. Madu yang dulu manis karena berasal dari bunga padi dan bunga-bungan asli hutan kini tergantikan dengan bunga sawit, alhasil selain madu tidak lagi berwarna cerah, madu juga menjadi pahit karena lebah menghisap bunga sawit.

Kearifan Lolak Masyarakat Adat Talang Mamak Sebagai Sumber Belajar IPS Masyarakat adat seperti suku Talang Mamak patut berbangga dengan petatah petitih yang mereka miliki sebagai keunggulan lokal dalam pelestarian lingkungan. Keputusan menjaga hutan, terlepas dari kata “keramat” ataupun “angker”, merupakan hal bijak yang patut dijadikan contoh, begitupun halnya dengan keputusan untuk tidak menggunakan pupuk kimia dalam berladang. Pertimbangan mereka sangat sederhana, mereka tidak ingin disalahkan oleh cucu mereka akan alam yang tak lagi mampu menopang kehidupan yang akan datang karena ulah mereka di masa sekarang. Dapatkah diakatakan masyarakat adat Talang Mamak lebih cerdas? Lebih memikirkan masa depan? Pertanyaan sederhana, namun daya pikir kita sebagai masyarakat yang tidak terikat oleh hukum adat seharusnya melebihi itu, karena kita dibekali oleh kemewahan informasi.

(9)

kearifan lokal dapat membentuk perilaku yang selaras dengan alam. Kearifan-kearifan tersebut terwujud dalam perilaku masyarakat tradisional seperti masyarakat adat ketika berinteraksi dengan alamnya yang diwarisi dari para pendahulunya. Mereka mempunyai nilai-nilai yang sangat mulia dalam memandang alam sebagai lingkungan hidup.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang merupakan bagian dari kurikulum sekolah (NCSS dalam Jarolimek dan Parker, 1993; Sapriya et al, 2006; Maxim, 2010). Mata pelajaran IPS mengangkat tema isu lingkungan sebagai salah satu tema wajib dalam pembelajaran (Palmer, 1998; NCSS, 2002; Rifki, 2013; Sapriya, 2014). Lebih dalam terkait interaksi manusia dengan lingkungan, keduanya saling mempengaruhi satu sama lain, hal ini merupakan pernyataan yang dijadikan bahan kajian dalam mata pelajaran IPS. Maxim (2010, hlm. 195) merumuskan pernyataan tersebut, “how people have been changed by the environment” dan “how the environment has been changed by people”.

Kearifan lokal Masyarakat Adat Talang Mamak dalam menjaga hutan dapat dijadikan sumber pembelajaran dalam mengajarkan IPS, dengan tujuan yang lebih spesifik yaitu meningkatkan kecerdasan ekologis peserta didik sebagai penerus generasi bangsa dan penerus peradaban. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Goleman (2010: 39), kecerdasan ekologis akan memepengaruhi cara pandang kita terhadap alam. Hal tersebut dikarenakan kecerdasan ekologi yang dibangun oleh perpaduan kognitif dan empati terhadap orang lain, kemudian mencoba melakukan hal yang sama kepada alam. Rasa empati manusia tidak hanya kepada sesama manusia, akan tetapi rasa empati manusia terhadap alam juga bisa dirasakan dengan kesedihan akan tanda-tanda penderitaan bumi dan atau ingin berusaha memperbaiki hubungan dengan alam.

Ada kalanya belajar dari cara hidup dan cara pandang masyarakat tradisional menjadi pertimbangan yang mungkin tidak perlu persetujuan. Masalah penebangan hutan di Riau, pembakaran lahan, pelebaran HTI demi kepentingan kapitalis, menyebabkan berkurangnya persentase jumlah hutan di Riau saat ini. HTI memang menambah pendapatan daerah, namun gambaran akan kondisi tanah sesudahnya haruslah membuat kita berpikir lebih kritis ketika berhubungan dengan konversi hutan di Riau. Berkompromi dengan alam seperti yang dilakukan masyarakat adat Talang Mamak merupakan salah satu dari banyak cara agar kita tidak mengecewakan generasi yang akan datang, anak cucu kita.

KESIMPULAN

(10)

wajib yang diajarkan. Hal ini bertujuan untuk dengan sengaja menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki kecerdasan ekologis.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, dkk. 2012. Upacara Adat Melayu Indragiri Hulu. Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kabupaten Indragiri Hulu 2012.

Goleman, D. (2010). Ecological Intelligence (KecerdasanEkologis): MengungkapRahasia di BalikProduk-produk yang Kita Beli. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.

Hidayah, Zulyani. 1997. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indoneisia. Jakarta: PT Pustaka LP3ES

https://www.youtube.com/watch?v=hk3v29w72jg

Jarolimek, J & Parker, W.C. (1993). Social Studies in Elementary School (9th ed.).

New York: MacMillan Publishing Company.

Latif, Syamsuri. 2011. Kamus Bahasa Melayu. Pekanbaru: Yayasan Taman Karya Riau.

Mariane, Irene. 2014. Kearifan Lokal Pengelolaan Huatan Adat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Maxim, George W. (2010). Dynamic Social Studies for Contructivist Classroom, Inspiring Tomrrow’s Social Scientist 9th Edition. USA: Pearson Education

Muhaimin. 2015. Mengembangkan Kecerdasan ekolis; model pendidikan untuk meningkikaykan kompertensi ekologis. Bandung: Alfabeta

NCSS, (2002). National Council for the Social Studies. Washington: National Commission on Social Studies.

Nurman, dkk. 2014. Jurnal Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau: Kearifan Lokal Masyarakat Talang Mamak Dalam Berladang

Palmer, J. A. (1998). Environmental Education in the 21st Century: Theory, Practice,

Progress and Promise. London: Routledge

Rifki, Afandi. (2013). Integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup Melalui Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Sebagai Alternatif Menciptakan Sekolah Hijau. Jurnal Ilmiah Pedagogi. Vol. 2. No. 1. Hal. 98-108. (Dosen Jurusan PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Muhamadiyah Sidoarjo)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Sapriya. 2014. Pendidikan IPS, Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Sapriya, et al. 2006. Bahan Belajar Mandiri, Konsep Dasar IPS. Bandung: UPI Press. Sedyawati, Edi. 2012. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, seni, dan sejatah,

Jakarta: Rajawali Pers.

Simanjuntak, dkk. 2012. Budaya Pengobatan Masyarakat Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Huku. Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kabupaten Indragiri Hulu.

Gambar

Tabel 1. Hukum Adat Suku Talang Mamak Tentang Pengelolaan Tanah dan Hutan

Referensi

Dokumen terkait

Penyelesaian Sengketa Antar Warga Masyarakat Adat Berdasarkan Kearifan Lokal Dalam Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Hutan Wonosadi...37. Wujud-wujud Kearifan Lokal

Wujud Kearifan Budaya Lokal Masyarakat Using Kemiren Dalam Mendukung Pariwisata Budaya Banyuwangi; Umi Akroma Sapii, 110903102011; 2014 : 70 halaman; Jurusan Ilmu

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas tradisi pesta lomban yang sarat akan makna budaya dan agama,

Kearifan lokal pada masyarakat adat Baduy menjadi nilai etika inti yang diejawantahkan dalam bentuk perilaku keseharian yakni sangat peduli pada lingkungan, bekerja sama yang

Kearifan lokal pada masyarakat adat Baduy menjadi nilai etika inti yang diejawantahkan dalam bentuk perilaku keseharian yakni sangat peduli pada lingkungan, bekerja sama yang

Ana Diana, 2023 KECERDASAN EKOLOGIS DALAM NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KAMPUNG CIKONDANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS Universitas Pendidikan Indonesia |

Pada tulisan ini, berbicara mengenai kearifan lokal adat masyarakat Sunda dalam hubungan dengan lingkungan alam, pada dasarnya diambil dari pemahaman atau perspektif kehidupan

21 Penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya faktor pendukung pengintegrasian nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Ammatoa dalam interaksi di lingkungan sekolah yaitu