• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Paper Prinsip Penggantian Antidep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Review Paper Prinsip Penggantian Antidep"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Review Paper

Prinsip Penggantian Antidepresan, Waktu Terbaik Melakukan Penggantian,

dan Parameter Keberhasilan Terapi Antidepresan pada Pasien Penderita

Depresi

Dibuat sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelayanan Informasi Obat

Disusun Oleh :

Nama

: Ajeng Inggit Anindita

NIM

: 12613018

Kelas

: A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

A. Prinsip Penggantian (Switching) antidepresan dengan antidepresan lain.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa Depresi adalah ganguan mental umum yang menyajikan gangguan mood, kehilangan minat atau kesenangan, perasan bersalah atau rendah diri, tidur tergangu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan ganguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus tangung jawab sehari-harinya (WHO, 2011).

Antidepresan sendiri adalah obat yang dikonsumsi pasien depresi untuk meningkatkan suasana jiwa (mood), dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung. Antidepresan tidak bekerja pada orang sehat. Antidepresan secara umum diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu heterosiklik dan monoamine inhibitor oksidase (MAOI). Heterosiklik merupakan antidepresan yang paling sering digunakan. Heterosiklik dikelompokkan lagi menjadi beberapa jenis obat, yaitu trisiklik (terbagi atas amin tersier dan amin sekunder) dan antidepresan generasi kedua. Trisiklik amin tersier terdiri dari imipramin, klomipramin, dan amitripilin. Trisiklik amin sekunder terdiri dari desipramin, nortriptilin, dan protriptilin. Sedangkan antidepresan generasi kedua terdiri dari fluoxetin, sertralin, citalopram, fluvoxamine, mianserin, mirtazapin, dan venlafaxine.

Pada penggunaan obat Antidepresi sulit diprediksi sebelumnya mana yang lebih efektif, karena itu peresepan obat depresi pertama kali dilakukan secara empiris. Faktor yang biasanya dapat menjadi pertimbangan pemilihan obat pertama kali diantaranya adalah riwayat respons pasien terhadap obat, farmakogenetik, jenis depresi, kemungkinan interaksi obat dan profil adverse event obat. Karena Pemilihan obat Antidepresan yang pertama kali ini masih berdasarkan resep empiris maka dimungkinkan adanya switching (penggantian) atau discontinuing (penghentian) karena pasien dalam rentang waktu terapi tidak kunjung mencapai target keberhasilan terapi.

Beberapa strategi untuk mengatasi pasien yang tidak berespon atau res-ponnya parsial tersebut adalah:

1. Mengganti dengan antidepresan lainnya dari klas farmakologik berbeda (misalnya dari SSRI ke TCA)

2. Mengganti dengan antidepresan lain dari klas farmakologi sama (misalnya, dari SSRI ke SSRI lainnya)

(3)

4. Menambah antidepresan dengan obat lain, misalnya litium, hormon tiroid, atau dengan antipsikotika atipik.

Young Min Lee dalam penelitiannya tentang waktu yang tepat untuk menghentikan pengobatan SGA (Second Generation Antidepressant) yang mengkatagorikan status kepatuhan pasien depresi yang menjalani terapi antidepresan dikategorikan sebagai penggantian (switching), penghentian (discontinuing) dan sedang diperjuangkan sembuh (persistent). Jika resep terlambat ditebus untuk antidepresan pertama kali dalam waktu <30 hari setelah tanggal pengeluaran resep, pasien diklasifikasikan sebagai switch. Jika keterlambatan penebusan resep adalah >30 hari, pasien diklasifikasikan sebagai discontinuing. Jika terapi tidak diaktifkan atau dihentikan, pasien diklasifikasikan sebagai persistent. Jika antidepresan diganti, tanggal pengeluaran resep antidepresan baru tercatat sebagai tanggal switch. Hasilnya Tidak ada perbedaan signifikan dalam rasio hazard untuk switching atau discontinuing antara ketiga SGA (Second Generation Antidepressant) bahkan ketika sampel telah heterogen dan memperhatikan perwakilan antar populasi seperti usia, jenis kelamin, obat co-resep, dan CIRS untuk penyakit medis yang kronis (Young Min Lee et al, 2011).

Prinsip utama yang harus dipegang dalam switching Antidepresan ini adalah Jika respon tidak tercapai dalam waktu 6 – 8 minggu terapi, maka diganti dengan antidepresan lain dengan golongan sama, jika belum berhasil, diganti ke antidepresan golongan yang lain. Sebagai contoh, evidence dari prinsip switching antidepresan ini adalah > 50% pasien yang gagal terhadap sertralin, memberikan respon baik terhadap fluoksetin (Thase M.E et al, 1997). Terlebih ketika pilihan switching yang berbeda dibandingkan, seperti beralih ke venlafaxine setelah kegagalan untuk merespon pada SSRI pada minggu ke 5 terapi sedikit lebih baik daripada beralih ke SSRI lain tetapi tidak ada bukti yang kuat untuk merekomendasikan golongan lain antidepresan (Toshi A. Furukawa et al, 2011).

Evidence berikutnya menyatakan bahwa diperoleh manfaat positif untuk mengganti (switch) obat dari SSRI ke TCA atau sebaliknya pada pasien yang mengalami depresi kronik dan resisten terhadap antidepresan, misalnya switching antara sertralin dengan imipramin terbukti efektif (Thase M.E. et al, 2002).

(4)

noradrenalinergic and specific serotonergic antidepressant (NaSSA) dan yang lainnya seperti bupropion. Peledakan konsumsi antidepressant terjadi di negara berkembang dimana Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia. Selama hampir dua dekade ini menunjukkan peningkatan konsumsi SSRI, SNRI, dan generasi antidepressants yang baru ditunjukkan dengan banyaknya peresepan dokter atas obat-obat tersebut. Perlakuan pada depresi mayor tidaklah mudah karena hanya sekitar 50 % menimbulkan respon. Ketika pasien penderita depresi mayor tidak menunjukkan respon pada obat lini pertama, pengobatan lini kedua harus segera dimulai. Rekomendasi guideline untuk pengobatan lini kedua meliputi peningkatan dosis dan penggantian untuk antidepresan dari golongan berbeda.

Penggantian ke mirtazapin adalah pilihan yang masuk akal sebagai pengobatan lini kedua karena alasan Studi menunjukkan MANGA mirtazapin mungkin yang paling efektif sebagai antidepresan generasi baru. Switching ini bisa dibilang lebih disukai karena menggabungkan dua obat yang sebelumnya dikenal dan efek samping yang minimal daripada tetap menggunakan obat sebelumnya (Toshi A. Furukawa et al, 2011).

Sementara Frederic R. Curtiss meneliti khasiat relatif 4 strategi pengobatan pada pasien remaja dengan diagnosis utama Major Depresive Disorders (MDD) yang tidak merespon setelah 2 bulan pengobatan awal dengan SSRI. Pada 334 pasien berusia 12-18 tahun, 12 minggu CBT ditambah beralih ke salah satu alternatif SSRI lain (20 mg-40 mg per hari paroxetine, citalopram, atau fluoxetine) atau venlafaxine (150 mg- 225 mg per hari) menimbulkan tingkat respons yang lebih tinggi (54,8%; 95% confidence interval [CI] = 47% -62%) daripada penggantian golongan obat (40,5%; 95% CI = 33% -48%) (Frederic R. Curtiss et al, 2008).

Penelitian switching Antidepresan pada penderita Bipolar Disorder menunjukkan bahwa Dalam beberapa pasien bipolar teridentifikasi bahwa data penelitian "tidak menyarankan switching kembali pada yang sudah umum digunakan pada antidepresan komplikasi awal" Namun, dengan tingkat beralih 10% dengan TCA, mereka juga menyimpulkan bahwa "Mungkin lebih bijaksana untuk menggunakan SSRI atau inhibitor monoamine oxidase daripada TCA sebagai pengobatan lini pertama". (Heinz C.R. Grunze, MD, 2008)

(5)

panjang dan tampaknya memiliki risiko rendah menyebabkan discontinuing (Beth McHugh dan Rajeev Krishnadas, 2011)

B. Waktu Terbaik melakukan penggantian antidepresan

Sebagian besar antidepresan berpengaruh terhadap metabolisme neurotransmiter monoamin dan reseptornya terutama norepinefrin (NE) dan serotonin (5HT). Ada tiga fase pengobatan pasien depresi yang perlu dipahami:

1. Fase akut selama 6–10 minggu yang bertujuan mencapai remisi (sampai gejala tidak ada lagi), merupakan fase yang sangat penting dalam pengobatan depresi.

2. Fase lanjutan selama 4–9 bulan se telah tercapai remisi bertujuan menghilangkan gejala sisa atau men cegah relaps (relaps adalah kemunculan gejala dalam 6 bulan setelah remisi).

3. Fase pemeliharaan selama 12–36 bulan yang bertujuan mencegah rekurensi (sudah sembuh namun ganggu an kembali berulang).

Durasi pengobatan sangat bergantung pada resiko dan berat ringan depresi masing-masing pasien. Ada pasien yang sampai perlu pengobatan seumur hidup. Perhatikan efek samping masing-masing obat pada penggunaan jangka panjang. Hentikan atau ganti pengobatan bila risiko efek samping lebih besar daripada manfaat terapinya.

Setelah 2-4 minggu pemberian antidepresan, respon terapi hendaklah dievaluasi. Bila tidak adekuat, dosis obat harus dioptimalkan. Dibutuhkan paling sedikit sekitar 8-10 minggu untuk menyatakan penurunan gejala. Bila terapi awal dihentikan karena efek samping yang tidak dapat ditoleransi, penggantian ke terapi lain hendaklah segera dilakukan. (Verena Engkel, 2008)

Mengganti terapi terlalu cepat dapat menyebabkan kesalahan mengambil simpulan, misalnya menganggap obat tidak efektif sehingga dapat pula mengecewakan pasien. Sebaliknya, mempertahankan terapi terlalu lama tanpa respon, dapat menyebabkan pemanjangan penderitaan pasien dan lamanya durasi episode.

(6)

memperlihatkan respons parsial setelah 2-4 minggu, ada kemungkinan pasien akan berespons sempurna setelah 8-12 minggu. (Verena Engkel, 2008)

Mungkin orang akan berasumsi bahwa "switch" dalam antidepresan akan terjadi dalam depresi episode yang sama, dengan mungkin kesenjangan antara terapi tidak lebih dari 15-30 hari. Namun, dalam mendefinisikan jeda penggantian antar obat, Frederic R. Curtiss menyatakan tidak ada persyaratan khusus jeda waktu penghentian obat lama dengan pemakaian pertama Antidepresan baru. Jarak mengakibatkan pengobatan antidepresan bisa saja selama 360 hari, dan kesenjangan rata-rata di terapi obat adalah 60-61 hari (Frederic R. Curtiss, 2008).

Mengenai resistensi pengobatan, efek samping, atau sesuatu yang lain? Bahkan jika semua pasien dengan penggunaan berurutan antidepresan yang berbeda golongan yang benar-benar dilakukan switching, wajar sebenarnya jika ada keraguan mengenai sebenarnya berapa besar adanya kemungkinan resistensi pengobatan. Efek samping memang terlibat sebagai faktor penting yang mendorong penghentian pengobatan antidepresan atau penggantian sekalipun. Dalam survei telepon dari 226 pasien yang menjalani penghentian pengobatan SSRI (n = 189) atau beralih ke antidepresan yang berbeda (n = 37) dalam waktu 3 bulan pengobatan inisiasi, 43% melaporkan bahwa perubahan perlakuan mereka adalah karena minimal 1 efek samping yang mengganggu. Untuk memaksimalkan kemungkinan (meskipun tanpa jaminan) beralih yang disebabkan karena efek samping yang kurang nyaman, pendekatan yang masuk akal sebaiknya diterapkan jeda minimum terapi obat antidepresan awal sebelum penggantian (Frederic R. Curtiss et al, 2008).

Sebenarnya tidak mungkin bahwa seorang praktisi kesehatan akan langsung beralih terapi setelah, misalnya, hanya 1 minggu pengobatan yang tidak menimbulkan respon. Namun memang sebaiknya dilakukan analisa farmakokinetik obat untuk mengetahui periode wash out berupa 5 kali waktu paruh obat dari obat sebelumnya sehingga dapat diprediksikan klirens obat dan secara umum dapat diprediksi posisinya dalam tubuh pasien sehingga dapat diganti obat baru.

(7)

menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai menggunakan MAOI.

Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara pergantian. Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas, hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit, kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak 14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik. Pada beberapa laporan kasus, krisis hipertensif, pendarahan serebral, dan kematian dapat terjadi karena penggantian MAOI ke obat lain tanpa adanya periode jeda. Periode jeda selama 10-14 hari dianjurkan jika mengganti suatu MAOI ke yang lainnya atau dari suatu senyawa dibenzazepin (misalnya amitriptilin, perfenazin).

Jika seseorang memiliki respon minimal terhadap antidepresan setelah 3-4 minggu pengobatan dengan dosis terapi antidepresan pertama, NICE guideline merekomendasikan baik meningkatkan dosis sesuai dengan SPC atau beralih untuk antidepresan kedua. Switching antidepresan harus juga harus dipertimbangkan jika ada efek samping yang signifikan mengganggu.

Ketika penggantian antidepresan, sebagian bisa diabsorbsi dengan aman dan tidak perlu dibersihkan sama sekali sebelum memulai obat yang baru. Namun demikian, beberapa pengecualian penting untuk ini, untuk contoh jeda 14-hari diperlukan setelah pemberhentian MAOI sebelum mulai antidepresan lain. Di kasus fluoxetine, di mana paruh cukup panjang, dianjurkan untuk menunggu jangka waktu empat sampai tujuh hari sebelum memulai lagi antidepresan baru. Ketika beralih antara antidepresan ada baiknya memeriksa apa yang dianjurkan untuk setiap cirikhas individu (Pertimbangan Farmakogenomik) menurut Maudsley Prescribing Guidelines dan GP Psychotropic Handbook yang keduanya menyediakan tabel yang berguna untuk menginformasikan proses switching (Beth McHugh dan Rajeev Krishnadas, 2011).

C. Parameter keberhasilan terapi Antidepresan

Ada tiga fase pengobatan depresi:

1. Fase akut, biasanya berlangsung selama 6-10 minggu

(8)

Tujuan terapi pada fase lanjutan yaitu untuk mempertahankan atau untuk meningkatkan respons terhadap terapi akut dan mencegah relaps. Terapi rumatan bertujuan untuk mencegah rekurensi. Depresi merupakan penyakit kronik yang cenderung rekuren. Tujuan pengobatan depresi adalah asimptomatik atau pulih.

Ada tiga jenis luaran (outcome) terapi depresi:

1. Responsif, yaitu berkurangnya gejala depresi, bila dibandingkan dengan saat terapi dimulai (baseline), sebanyak ≥50%, dinilai dengan HAM-D17, selama tiga minggu berturut-turut.

2. Remisi, yaitu gejala depresi hampir atau tidak ada sama sekali. Nilai skor HAMD17 ≤7 atau skor MADRS ≤3, tiga minggu berturut-turut.

3. Pulih, yaitu menetapnya remisi (asimptomatik) dalam waktu yang lebih lama (± 4-6 bulan). Fungsi pekerjaan dan sosial kembali pulih seperti semula.

Untuk menilai ada/tidaknya depresi, Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID) dapat digunakan. Instrumen yang dapat digunakan untuk menilai beratnya derajat depresi, antara lain, adalah Hamilton Depression Rating Scale (HAM-D) dan Montgomery-Asberg Depression Rating Scale (MADRS). Ada dua gejala kunci pada GDM, yaitu mood yang sedih dan hilangnya minat. Kedua gejala ini tidak boleh ada dalam keadaan remisi. Sebuah penelitian naturalistik, yang mengikutsertakan 1.014 pasien rawat inap, melaporkan bahwa setelah dua minggu pertama pengobatan, skor HAM-D21 turun sebanyak 34% dan skor MADRS sebanyak 33% (Seemuller F. et al,2008)

Konsensus American College of Neuropsychopharmacology (ACNP) menetapkan kriteria remisi, yaitu bila nilai HAM-D17 ≤7 menetap dalam tiga minggu berturut-turut. Fungsi sehari-hari bukan merupakan kriteria remisi.Kriteria lain untuk remisi adalah bila skor HAM-D17 ≤7 atau HAM-D7 ≤3. Dikatakanremisi parsial bila skor HAM-D17 antara 7-13. Skor 3 pada HAM-D7 ekuivalen dengan skor 7 pada HAM-D17. Skala HAM-D7 cukup sensitif untuk menilai beratnya gejala depresi. Apabila menggunakan MADRS, skor untuk menilai remisi bervariasi, yaitu ≤8, ≤9, ≤10, atau ≤11 (Carmody TJ et al, 2006).

(9)

Depression (STAR*D), menggunakan citalopram setelah pengobatan 12 minggu, nilai skor HAM-D ≤ 8 tercatat sebanyak 27,5%. Tidak ada perbedaan angka remisi antara pasien yang diobati di perawatan primer (26,6%) dengan yang dirawat di perawatan psikiatri (28,0%) (Trivedi MH et al 2006).

Definisi remisi parsial adalah:

a. Beberapa gejala depresi mayor masih ada (residual), tetapi tidak lagi memenuhi kriteria episode depresi, atau

b. Gejala depresi tidak ada lagi, tetapi lamanya kurang dari dua bulan. Remisi parsial atau adanya gejala sisa merupakan faktor risiko relaps. Menetapnya gejala, meskipun ringan, dapat mengurangi harapan pulihnya fungsi secara sempurna. Karena itu, mengevaluasi gejala sisa merupakan strategi terapeutik untuk mencapai remisi sempurna (Thase ME et al, 2003).

(10)

Tabel Summary

Nama Peneliti :

-Tahun Penelitian :

-Judul : Depression

Metodologi Penelitian :

-Hasil :

-Kesimpulan :

-Refrensi : http://www.who.int/mental_health/management/depression/en/

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Joseph T.Dipiro, Robert L. Talbert, et al Tahun Penelitian : 2008

Judul : Buku

Metodologi Penelitian : Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition

Hasil : -

Kesimpulan :

-Refrensi : Dipiro,T. Joseph, Talbert L.Robert, et al. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. New York: The Mac Graw Hill Medical.

Penilaian : Sangat Baik

Nama Peneliti : Thase ME, Blomgren SL, Birkett MA, Apter JT, Tepner RG. Tahun Penelitian : 1997

Judul : Fluoxetine treatment of patients with major depressive disorder who failed initial treatment with sertraline.

Metodologi Penelitian : Pasien rawat jalan dewasa (N = 106) dengan DSM-III-R penyakit depresi dan sejarah baik intoleransi (N = 34) atau nonresponse (N = 72) untuk pengobatan dengan sertraline diobati dengan fluoxetine (rata-rata dosis = 37,2 mg / hari ) standar, open-label, percobaan 6-minggu klinis. Hasil dinilai pada setiap kunjungan menggunakan Hamilton Rating Scale untuk Depresi (HAM-D), Clinical Global Impressions (CGI-Peningkatan dan CGI-Severity) skala, dan Peningkatan global (PGI) skala Pasien.

(11)

signifikan yang dicatat pada semua ukuran gejala depresi dan fungsi global. Ada kecenderungan yang tidak signifikan untuk pasien dengan riwayat percobaan sertraline untuk merespon lebih baik terhadap fluoxetine. Terapi Fluoxetine ditoleransi dengan baik, dan hanya ada sedikit perbedaan dalam efek samping yang dilaporkan oleh pasien yang telah toleran terhadap sertraline dibandingkan mereka yang tidak menanggapi.

Kesimpulan : Temuan ini menunjukkan bahwa fluoxetine dan sertraline, dua obat paling banyak digunakan di SSRI, Pasien yang baik menoleransi kesulitan atau tidak menanggapi sertraline dapat melakukannya dengan baik pada pengobatan fluoxetine.

Refrensi : Thase ME1, Blomgren SL, et al, 1997, Fluoxetine treatment of patients with major depressive disorder who failed initial treatment with sertraline,1997, J Clin Psychiatry. 1997 Jan;58(1):16-21 Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9055832

Penilaian : Kurang baik

Nama Peneliti : Young Min Lee, MD and Kyoung-Uk Lee, MD, PhD Tahun Penelitian : 2011

Judul : Time to discontinuation among the three second-generation antidepressants in a naturalistic outpatient setting of depression

Metodologi Penelitian : Data dari retrospektif. Ulasan rekam medis pasien yang dirujuk ke sebuah klinik rawat jalan psikiatri antara Januari 2003 sampai Desember 2005. kelompok pasien (paroxetine-, venlafaxine-, dan mirtazapin diobati) dibandingkan satu sama lain berkaitan dengan penghentian mereka kali untuk jangka waktu 6 bulan setelah pengobatan diinisiasi.

Hasil : Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penghentian kali antara TSA selama 6 bulan Periode setelah memulai terapi obat.

Kesimpulan : Dalam pengaturan naturalistik untuk perawatan depresi, tampaknya tidak ada perbedaan penghentian kali antara ketiga secondgeneration antidepresan.

(12)

Penilaian : Cukup baik

Nama Peneliti : Michael E. Thase, MD; A. John Rush, MD; Robert H. Howland, MD; Susan G. Kornstein, MD; James H. Kocsis, MD; Alan J. Gelenberg, MD; Alan F. Schatzberg, MD; Lorrin M. Koran, MD; Martin B. Keller, MD; James M. Russell, MD; Robert M. A. Hirschfeld, MD; Lisa M. LaVange, PhD; Daniel N. Klein, PhD; Jan Fawcett, MD; Wilma Harrison, MD

Tahun Penelitian : 2002

Judul : Double-blind Switch Study of Imipramine or Sertraline Treatment of Antidepressant-Resistant Chronic Depression

Metodologi Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian multisite di mana pasien rawat jalan dengan depresi berat kronis (dengan atau tanpa dysthymia bersamaan), yang gagal untuk menanggapi 12 minggu pengobatan double-blind dengan baik sertraline hydrochloride (n = 117) atau imipramine hydrochloride (n = 51), yang menyeberang atau beralih ke 12 minggu tambahan pengobatan double-blind dengan obat alternatif. Ukuran hasil termasuk 24-item Hamilton Rating Scale untuk Depresi dan Clinical global Tayangan-Severity dan skala Perbaikan.

Hasil : Beralih dari sertraline ke imipramine (rata-rata dosis, 221 mg / d) dan dari imipramine untuk sertraline (rata-rata dosis, 163 mg / d) menghasilkan data klinis dan statistik perbaikan yang signifikan. Beralih ke pengobatan sertraline dikaitkan dengan keluhan efek samping yang lebih sedikit dan kurang signifikan karena efek samping. Walaupun pengobatan sertraline juga mengakibatkan respon signifikan lebih tinggi dalam sampel intent-to-treat (60% pada kelompok sertraline dan 44% pada kelompok imipramine), baik tingkat remisi intent-to-treat maupun respon dan remisi tarif antara studi berbeda secara signifikan. Selain itu, setelah mempertimbangkan efek gesekan, tidak ada efek pengobatan signifikan pada persamaan estimasi yang lebih komprehensif umum analisis terus menerus tergantung tindakan.

(13)

sertraline umumnya baik ditoleransi daripada imipramine. Beralih ke antidepresan pada standar kelas yang berbeda adalah strategi pengobatan yang berguna untuk tidak menanggapi antidepresan dan dapat dianggap sebagai standar perbandingan untuk studi masa depan strategi alternatif baru.

Refrensi : Michael E. Thase, MD, et al, Double-blind Switch Study of Imipramine or Sertraline Treatment of Antidepressant-Resistant Chronic Depression, Arch Gen Psychiatry. 2002;59(3):233-239

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Heinz C.R. Grunze, MD, Tahun Penelitian : 2008

Judul : Switching, Induction of Rapid Cycling, and Increased Suicidality With Antidepressants in Bipolar Patients: Fact or Overinterpretation? Metodologi Penelitian :

-Hasil : Review article

Kesimpulan : Artikel ini tidak akan mengakhiri diskusi pada kegunaan dan risiko antidepresan di pasien bipolar. Selain membangun atau menolak klaim bahwa antidepresan berkhasiat, kami masih perlu menyelidiki lebih lanjut resikonya, meskipun setidaknya antidepresan modern yang tampaknya tidak dikaitkan dengan peningkatan TEH, frekuensi dan bunuh diri meningkat pada umumnya, kita masih perlu mengidentifikasi prediktor pasien yang baik melakukan baik atau buruk pada penggunaan antidepresan.

Refrensi : Heinz C.R. Grunze, MD, Switching, Induction of Rapid Cycling, and Increased Suicidality With Antidepressants in Bipolar Patients: Fact or Overinterpretation? CNS Spectr. 2008;13(9):790-795

Penilaian : Cukup baik

Nama Peneliti : Beth McHugh, Rajeev Khrisnadas MD, Tahun Penelitian : 2011

Judul : Guide to safely withdrawing antidepressants in primary care Metodologi Penelitian :

-Hasil :

-Kesimpulan : Cukup baik

(14)

Guideline

Penilaian : Kurang Baik

Nama Peneliti : Prof. Zullies Ikawati ph. D, Apt. Tahun Penelitian : 2011

Judul : Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat Metodologi Penelitian : Buku

Hasil : -

Kesimpulan :

-Refrensi : Ikawati, Zullies. 2011, Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Verena Engkel et al Tahun Penelitian : 2008

Judul : Does early improvement triggered by antidepressants predict response/remission? — Analysis of data from a naturalistic study on a large sample of inpatients with major depression

Metodologi Penelitian : Ini merupakan salah satu studi prospektif. Semua pasien (N = 795) yang dirawat di rumah sakit dan memenuhi kriteria DSM-IV untuk depresi menurut wawancara klinis terstruktur (SCID). Penilaian dilakukan dua kali seminggu. Beberapa definisi perbaikan awal (20%, 25% dan pengurangan 30% di Hamd-21 awal skor total) pada dua kunjungan yang berbeda diuji. Sensitivitas, spesifisitas dan prediksi nilai dihitung untuk definisi yang berbeda dari perbaikan awal. ROC-analisis serta model regresi logistik telah dilakukan. Respon didefinisikan sebagai peningkatan 50% dari total dasar Hamd-21 skor dan remisi sebagai skor ≤7 di debit. Selain itu, waktu respon dianalisis dengan menghitung perkiraan survival dari Kaplan-Meier. Definisi perbaikan awal dibandingkan dengan peningkatan non awal. Analisis subkelompok dilakukan untuk menguji apakah hasilnya konsisten di seluruh subkelompok perawatan.

(15)

awal lebih sensitif untuk remisi (80%) dengan kekhususan yang terbatas (43%). Nilai AUC sekitar 0,68 untuk respon awal (peningkatan 20%) menunjukkan prediktabilitas yang baik untuk kedua interval waktu diuji (Hari 14 dan Hari 28) dan berubah hanya sedikit dengan peningkatan persentase pengurangan skor (AUC = 0,71 dan 0,73, masing-masing). Lebih dari sepertiga (37%) dari semua pasien yang tidak membaik pada hari ke-14 menunjukkan tidak respon dalam program perawatan selanjutnya (ini adalah kasus selama hampir setengah dari semua pasien (43%) pada Hari 28). Hasil yang sama diperoleh oleh Kaplan-Meier. Log-rank test menunjukkan waktu jauh lebih lama untuk respon pada pasien dengan peningkatan non-awal (p <0,0001).

Kesimpulan : Hasil mendukung temuan sebelumnya bahwa perbaikan awal dua minggu pertama memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap respon dan remisi, bahkan pada pasien rawat inap yang menderita tingkat yang lebih parah dari depresi. Karena kita menggunakan desain studi naturalistik, data dapat dianggap sebagai replikasi hasil sebelumnya diambil dari RCT dalam lingkungan naturalistik. Kami menemukan efek antidepresan dunia yang konsisten di seluruh subkelompok perlakuan mengenai nilai-nilai sensitivitas. Namun, kami menyadari ketidakmampuan studi efektivitas untuk menarik hubungan kausal pengobatan dari pendekatan yang tidak terkendali. Namun demikian, replikasi hasil sebelumnya mungkin menunjukkan bahwa beralih obat selama pengobatan dalam kasus kurangnya perbaikan awal bisa dipercepat.

Refrensi : Henkel, Verena, Seemuller, Florian et al. 2008. Does early improvement triggered by antidepressants predict response/remission? — Analysis of data from a naturalistic study on a large sample of inpatients with major depression. Elsevier B.V. Volume 115, Issue 3. Pages 439–449.

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Frederic R. Curtiss, PhD, RPh, CEBS, and Kathleen A. Fairman, MA Tahun Penelitian : 2008

(16)

the Time—What TORDIA, STAR*D, and Observational Research Have Taught Us About Treatment-Resistant Depression

Metodologi Penelitian :

-Hasil :

-Kesimpulan :

-Refrensi : Frederic R. Curtiss, PhD, RPh, CEBS, and Kathleen A. Fairman, MA , Switching Antidepressant Drug Therapy Helps Some Patients Some of the Time—What TORDIA, STAR*D, and Observational Research Have Taught Us About Treatment-Resistant Depression Journal of Managed Care Pharmacy JMCP June 2008 Vol. 14, No. 5

Penilaian : Baik

Nama Peneliti :

-Tahun Penelitian : 2007

Judul : PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENDERITA GANGGUAN

DEPRESIF Metodologi Penelitian :

-Hasil :

-Kesimpulan :

-Refrensi : Anonim, 2007, PHARMACEUTICAL CARE UNTUK

PENDERITA GANGGUAN DEPRESIF, DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 31, 36

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Mann JJ.

Tahun Penelitian : 2005

Judul : The medical management of depression. Metodologi Penelitian : Review Article on Drug Therapy

Hasil :

-Kesimpulan :

-Refrensi : Mann JJ. The medical management of depression. New Eng J Med.

2005;353:1819-34. Available at

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra050730 access on 31 Desember 2014

(17)

Nama Peneliti : Rush AJ, Kraemer HC, Sackeim HA, Fava M, Trivedi MH, Frank E. Tahun Penelitian : 2006

Judul : Report by the ACNP Task Force on response and remission in major depressive disorder. Neuropsychipharmacology

Metodologi Penelitian :

-Hasil :

-Kesimpulan : Hampir semua rekomendasi ini sebagian besar didasarkan pada logika, kesan klinis, dan konsensus. Rekomendasi dan penilaian ini harus dievaluasi secara empiris dan dibandingkan dengan konseptualisasi alternatif (perbaikan empiris rekomendasi ini sangat penting). Baik data post hoc analisis dan studi prospektif sangat dianjurkan. Hanya dengan penyelidikan tersebut kita dapat mendefinisikan metode terbaik dan sarana untuk mengoperasionalkan konsep remisi, pemulihan, kambuh, dan kekambuhan. Untuk praktisi, pengukuran rutin kriteria inti gejala depresi pada interval yang cukup sering untuk memfasilitasi perubahan pengobatan yang tepat waktu dianjurkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil out come untuk pasien depresi.

Refrensi : Rush AJ, Kraemer HC, Sackeim HA, Fava M, Trivedi MH, Frank E. Report by the ACNP Task Force on response and remission in major depressive disorder. Neuropsychipharmacology 2006;31:1841-53 available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16794566 access 31 Desember 2014

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Richard AH, Shih Yin Chen, Bradley Ng, Matthew LM, Tahun Penelitian : 2010

Judul : Relationship of Pharmaceutical promotion to antidepressant switching and adherence : a retrospective cohort study

Metodologi Penelitian : Klaim medis dan resep dari rencana kesehatan nasional besar berafiliasi dengan i3 Innovus diperoleh dari tahun 2000-2004

Hasil :

(18)

berpengaruh secara signifikan fase akut switching atau kepatuhan, tapi DTCA alternati antidepresan berdampak pada kepatuhan jangka panjang. temuan ini menunjukkan bahwa aspek-aspek tertentu dari promosi meningkatkan kemungkinan bahwa pasien menerima pedoman-sesuai pengobatan antidepresan.

Refrensi : Richard AH, Shih Yin Chen, et al, Relationship of Pharmaceutical promotion to antidepressant switching and adherence : a retrospective cohort study, 2010, 6 (12) 1232-1238

Penilaian : Cukup Baik

Nama Peneliti : Alissa C bell, Thomas JD Tahun Penelitian : 2009

Judul : Problem solving therapy for depression : a meta analysis

Metodologi Penelitian : Untuk mengidentifikasi studi untuk meta-analisis, komputerisasi pencarian dilakukan dengan menggunakan PsycINFO, PubMed, dan Disertasi Abstrak. Kata kunci berikut ini digunakan untuk enargetkan artikel untuk melakukan dengan PST: masalah terapi pemecahan, pemecahan masalah sosial terapi, pemecahan masalah pelatihan, dan pemecahan masalah sosial pelatiha. Kata kunci berikut ini digunakan untuk hubungannya dengan depresi simtomatologi: depresi, dysthymia, depresi, depresi, bunuh diri, dan keinginan bunuh diri. Hasil : Hasil ini meta-analisis menunjukkan bahwa PST adalah intervensi

yang efektif untuk mengurangi simtomatologi depresi. Efek yang kecil-menengah yang signifikan ditemukan pasca perawatan. Sampel pasca-pengobatan termasuk 14 memiliki ukuran efek menunjukkan bahwa PST lebih efektif daripada kelompok pembanding dalam mengurangi depresi, sementara hanya tujuh sampel menunjukkan bahwa PST adalah kurang efektif. Sebuah efek hampir menengah yang signifikan ditemukan tindak lanjut. Sampel tindak lanjut termasuk, sembilan memiliki efek positif ukuran sementara hanya dua memiliki ukuran efek negatif. Ketika jenis kelompok pembanding diperiksa secara khusus, PST ditemukan sama-sama efektif sebagai terapi psikososial alternatif dan perawatan dan secara signifikan lebih efektif daripada dukungan / perhatian dan menunggu daftar kontrol.

Kesimpulan :

(19)

meta analysis, Clinical Psychology Review 29 (2009) 348–353

Penilaian : Baik

Nama Peneliti : Patricia Arean PhD, Mark Hegel, PhD, Steven Vannoy, PhD, Ming-Yu Fan, PhD, and Jurgen Unuzter3

Tahun Penelitian : 2008

Judul : Effectiveness of Problem-Solving Therapy for Older, Primary Care Patients With Depression: Results From the IMPACT Project

Metodologi Penelitian : Kami memperoleh data untuk penelitian ini dari Meningkatkan mood-Mempromosikan Akses ke Kolaboratif Pengobatan (IMPACT) studi (Unutzer et al., 2002).

Hasil : Untuk memperjelas penggunaan psikoterapi dalam penelitian ini, kami melaporkan tingkat akses psikoterapi di sampel yang lebih besar, jumlah sesi psikoterapi yang digunakan dalam PST-PC dan CBP dalam 12 bulan pertama pengacakan dan kemudian di babak 12 bulan (24 bulan follow-up), dan antidepresan Penggunaan obat-obatan. Pertama, kami menemukan bahwa peserta dengan perawatan kolaboratif, yang ditawarkan PSTPC, memiliki serapan psikoterapi yang lebih besar daripada peserta dalam kelompok perawatan biasa, yang ditawarkan CBP (29,7% vs 18,3%).

Kesimpulan : Meskipun keterbatasan studi metodologis ini, data yang disajikan di sini menunjukkan bahwa depresi pada pasien perawatan primer yang lebih tua bisa berhasil dirawat di pengaturan perawatan primer dengan menggunakan terapi yang dikembangkan. Tambahan lagi, akses ke konsultasi ahli juga meningkatkan kualitas perawatan depresi untuk pasien ini. Dampak jangka panjang dari terapi ini, bagaimanapun, menunjukkan bahwa baik dukungan yang berkelanjutan dari DCS atau modifikasi PST-PC dijamin untuk mengamankan remisi depresi

Refrensi : Patricia Arean PhD et al, Effectiveness of Problem-Solving Therapy for Older, Primary Care Patients With Depression: Results From the IMPACT Project, The Gerontologist Vol. 48, No. 3, 311–323

Gambar

Tabel Summary

Referensi

Dokumen terkait

Pada sesi ini akan dibagikan potensi pengembangan gula baik di Jawa maupun luar Jawa, strategi yang dijalankan pemerintah atau asosiasi untuk mengstabilkan harga,

Seluruh data yang terkumpul akan dikupas pada pembahasan sekaligus menjawab pertanyaan penelitian tentang penggunaan prinsip-prinsip Islam dalam mendidik lanjut usia

Suka Fajar Pekanbaru merupakan salah satu perusahaan dagang yang bergerak dalam bidang perbengkelan dan penjualan baik penjualan secara tunai maupun secara kredit,

Pada suatu malam, Zakaria duduk di mihrabnya mengheningkan cipta kepada Allah dan bermunajat serta berdoa dengan khusyuk dan yakin. Dengan suara

Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula siswa diajak membuat

a). Volume yang tercantum dalam daftar harga kuantitas dan harga disesuaiikan dengan yang tercantum dalam dokumen pengadaan b) Koreksi aritmatik hanya dilakukan untuk

Hubungan antara rentenir dengan nasabah juga merupakan hubungan timbal balik yang saling memberi keuntungan, bunga yang ditetapkan akan memberi keuntungan pada

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan yang terjadi antara persepsi keadilan prosedural, persepsi keadilan interaksional, dan persepsi keadilan