Kelompok : II
Anggota : Calvin Sukma Nugraha : Damiati
: Nazla Alniza Sitorus Kelas : PAI I (satu)
Semester : III
Mata kuliah : Fisafat Pendidikan Islam
Term Manusia dalam Al-Quran
Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi manusia dan juga sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Oleh karenanya, membaca al-Quran merupakan suatu ibadah. Dalam Quran, pengertian manusia sering terdapat dalam term basyar, an-nas, al-ins, dan al-insan. Dan memang pembicaraan tentang manusia dalam al-Quran sangat banyak, karena manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya akal dan kesadaran internal dan eksternal.
Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta sebagai amanah. Meskipun term-term tentang manusia di atas sering kita temukan dalam al-Quran, akan tetapi masingmasing term tersebut berbeda apabila ditinjau dari segi bahasa. Kata al-basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama, makan dan minum, bertambahnya usia, kondisi fisiknya akan menurun, menjadi tua, dan akhirnya ajal-pun menjemputnya.
sendiri yakni makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya akal dan kesadaran, baik internal dan eksternal cogito ergo sum.
Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah. Selain itu, manusia juga dilengkapi unsur lain yaitu hati. Dengan hatinya, manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran ilahi secara spiritual.
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beriburibu tahun, tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tentang dirinya, tidak mampu diperolehnya dengan mengandalkan daya nalar semata. Oleh karena itu, mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat yang mengkaji dirinya secara utuh, yaitu mengarah 5 M. Husni Muadz, Anatomi Sistem Sosial Rekonstruksi Normalitas Relasi Intersubyektivitas Dengan Pendekatan Sistem, (Mataram: Institute Pemelajaran Gelar Hidup (IPGH), 2014), 76. kepada kitab suci (al-Quran). Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memberi gambaran konkrit tentang manusia. Al-Quran memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia. Namun, jika ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan al-Qur’an itu sendiri, ketiga kata tersebut satu sama lain berbeda maknanya.
1.Al Basyar
Penamaan manusia dengan kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 27 kali.6 Kata basyar secara etimologis berasal dari kata (ba’, syin, dan ra’) yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan, memperhatikan atau mengurus suatu.
2015 kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.7 Kata basyar dapat juga diartikan sebagai makhluk biologis. Tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lainlain.8 Sebagimana dalam surat Yusuf ayat 31
Artinya : Maka tatkala wanita itu Zulaikha mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau untuk memotong jamuan, )kemudian Dia berkata( kepada Yusuf: )Keluarlah ( nampakkanlah dirimu )kepada mereka).
2. An Naas
Kata Nas dinyatakan dalam Qur’an sebanyak 240 kali dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.10 Kata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat 10M.
Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung : Mizan, 1998), 281. 44 Pandangan Al-Quran tentang Manusia Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015 yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersamasama manusia lainnya. 11 Sebagimana dalam al-qur’an Allah berfirman, tepatnya pada surah Al-Hujarat ayat 13
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
3. Al-Nas
menunjuk makna manusia, kata al-Nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al-Insan. Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang dikandungnya. Dalam al-Qur’an kata al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling kenal mengenal. (QS. 49: 13).
Manusia merupakan makhluk sosial yang secara fitrah senang hidup berkelompok, sejak dari bentuk satuan yang terkecil hingga ke yang paling besar dan kompleks, yaitu bangsa dan umat manusia. Dalam hal ini, Kata al-Nas yang menunjuk manusia sebagai makhluk social dan banyak digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah dan merupakan pengisi neraka, di samping iblis. (QS. 2:24 dan 10:11). Selanjutnya, Kata al-Nas juga dinyatakan Allah dalam al-Qur’an untuk menunjuk bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan keimanan yang kuat. Kadangkala ia beriman, sementara pada masa lain ia munafik.
Hal tersebut dinyatakan Allah dalam QS. 2:8, 13, 44, dan 83. Adapun secara umum, penggunaan kata al-Nas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti: jangan bersikap kikir dan ingkar nikmat (QS. 4:37), riya’ (QS. 4:38), tidak menyembah dan meminta pertolongan selain pada-Nya (QS. 5:44), larangan berbuat zalim (QS. 7:85), mengingatkan manusia akan adanya ancaman kaum Yahudi dan musyrik (QS. 5:82), semua amal manusia akan dibalas kelak di akhirat, sebagai konsekuensi dari perbuatannya di muka bumi (QS. 3:9), manusia merupakan objek utama ajaran Islam (QS. 3:4), kewajiban menjaga keharmonisan sosial antar sesamanya (QS. 5:32 dan 11: 85), menjadikan Ka’bah sebagai pusat peribadatan umat manusia (QS. 5:97), dan penjelasan Allah terhadap kebesaran-Nya melalui fenomena alam semesta, agar manusia dapat mengambil pelajaran dan menambah keimanannya pada Khaliknya (QS. 10:2 dan 11:17).
4. Bani Adam
Adam di dalam al-Qur’an pada umumnya diartikan dengan anak Adam yakni keturunan Adam yang menunjukkan kepada umat manusia.
Pengertian ini didasarkan kepada makna ‘’Bani Adam’’ yang diterjemahkan di dalam al-Qur’an baik pada surah al-A’raf 26, 27, 31, 35 dan 172 maupun surah al-Isra ayat 70 dan surah Yasin ayat 60 pada umumnya diartikan ‘’Anak Adam’’. Pada surah al-A’raf ayat 72 dan surah al-Isra’ ayat 17 diartikan dengan ‘’anak-anak Adam’’ dan surah Yasin ayat 60 tetap diartikan dengan ‘’Bani Adam’’ yang maknanya tidak jauh dari makna.
Menurut Thabathaba’i, penggunaan kata Bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna menutup auratnya.
Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syaitan yang mengajak pada keingkaran.
Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkan-Nya.
Kesemua itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah, dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Bila dilihat pandangan di atas, terlihat bahwa pemaknaan kata Bani Adam, lebih ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus pemberi arah ke mana dan dalam bentuk apa aktifitas itu dilakukan. Pada dirinya diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian kegiatan dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di alam ini secara maksimal. Namun demikian, Allah memberikan garis pembatas kepada manusia pada dua alternative, yaitu kemuliaan atau kesesatan. Di sini terlihat demikian kasih dan demokratisnya Allah kepada makhluknya (manusia). Hukum kausalitas tersebut memungkinkan Allah untuk meminta pertanggung jawaban pada manusia atas semua aktifitas yang dilakukan.
yang selalu menggoda dan hubungannya dengan kemuliaan, mobilitas dan rezeki serta kesempurnaan ciptaan.
Keberadaan makna Bani Adam dalam hubungannya dengan keturunan dan kesaksian jiwa manusia jelas pada surah al-A’raf ayat 172 serta hubungannya dengan peringatan kedatangan Rasul yang akan membacakan ayat-ayat Allah tergambar dalam surah al-A’raf ayat 35, ayat ini jelas makna Bani Adam hubungannya dengan keturunan dan mengambil kesaksian akan adanya keesaan Allah SWT (di sinilah awal makna fitrah manusia) agar mereka dalam kehidupan tidak lengah dengan kesaksian ini yang akan ditanya pada hari kiamat nanti.
Ayat ini mempunyai hubungan erat dengan makna bani Adam surah al-A’raf ayat 35, ayat ini menjelaskan makna Bani Adam hubungannya dengan keturunan, kesaksian, dan kerasulan yang mesti diikuti dengan baik. Kemudian makna Bani Adam hubungannya dengan pakaian baik lahir maupun bathin tampak pada surah al-A’raf ayat 26 dan 31, kedua ayat ini jelas menggambarkan bahwa Bani Adam yang mesti menggunakan pakaian untuk menutup aurat dan pakaian indah yang digambarkan dengan takwa dan tidak berlebihan. Kemudian persoalan makna Bani Adam hubungannya dengan setan digambarkan dalam 2 ayat pada surah al-A’raf ayat 27 dan surah Yasin ayat 60. Dalam surah al-A’raf ayat 27 ini Allah sangat mengingatkan agar manusia berhati-hati tidak terperosok dengan tipu daya setan.
Proses penciptaan manusia
Secara umum ,Alquran memaparkan bahwa manusia diciptakan dari diri yang satu,yakni Adam as,yang darinya Allah SWT menciptakan perempuan ,yakni hawa ,dan dari keduanya Allah SWT memperkembangkan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Hal ini secara eksplisit dikemukakan Allah SWT melalui firmannya :
ّثَبَو اَهَجوَز اَهنِم َقَلَخَو ٍةَدِحاّو ٍسفَن نِم مُكَقَلَخ يِذّلا ُمُكّبَر اوُقّتا ُساّنلا اَههَّأأأَّ
أءاَسِن ّو اأريِثَك ألاَجِر اَمُهنِم
Artinya: Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada kedua nya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
pertama yakni Adam as. kedua,proses penciptaan seluruh manusia atau generasi yang diturunkan dari Adam as.
Alquran menginformasikan bahwa proses penciptaan Adam as berbeda dengan manusia pada umumnya. Menunjuk al-khaliq,dengan menggunakan dhamir berbentuk tunggal, yakni Aku. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa firman Allah :
أةَفْيِلَخ ِضْرَلا يِف ٌلِعاَج يّنِإ ِةَكِئ َلَمْلِل َُهبَر َلاَق ْذِإ َو ...
Artinya : dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan kepada para malaikat : sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.
نونسم ءامح نم لاصلص نم ارشب قلاخ ينإ ةكئ لملل ُبر لاقذإو
Artinya : dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan kepada malaikat : sesungguhnya Aku akan mencoba menciptakan seorang manusia dari tanah liat yang kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Berbeda dengan penciptaan Adam as, ketika berbicara tentang proses penciptaan manusai secara umum (yakni generasi yang diturunkan dari Adam as). Alquran menyebutkan kata ganti al-khaliq dengan dhamir yang berbentuk jamak, yakni Kami. Hal ini misalnya ditemui pada beberapa ayat Alquran :
نيبم ميصخ وه اذإف ةفطن نم هانقلخ انأ ناسننا رّ ملوا
اريصب اعيمس هانلعجف هيلتبن جاشمأ ةطفن نم ناسننا انقلخ انإ
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya ( dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat .
دبك يف ناسننا انقلخ دقل
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.
مّوقت نسحأ يف ناسننا انقلخ دقل
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.
Redaksi ayat dengan dhamir tunggal,yakni Allah SWT , sebagaimana dinyatakan dalam kasus penciptaan Adam as, memberi arti bahwa tidak ada campur tangan atau keterlibatan pihak lain dalam proses penciptaan Adam as , selain Allah SWT. Hal itu berbeda dengan kasus penciptaan manusia secara keseluruhan,yakni generasi yang diturunkan dari Adam as. Karenanya, ketika menafsirkan QS. At-tin (95):4. Shihab1 menyatakan bahwa
Dhamir jamak,yakni Kami, dalam ayat tersebut memberi arti bahwa ada keterlibatan pihak lain yang dilibatkan Allah SWT dalam proses penciptaan manusia. Pihak lain itu adalah Ayah dan Ibu. Keterlibatan keduanya tidak hanya mencakup proses reproduksi ,akan tetapi memilki pengaruh terhadap bentuk fisik dan psikis anak.
Dalam jurnal, Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan bermacammacam istilah, seperti : Turaab, Thieen, Shal-shal, dan Sulalah. Dapat diartikan sesungguhnya Allah menciptakan jasad manusia dari berbagai macam unsur kimiawi yang ada pada tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses berikutnya tidak terdapat dalam Al-Quran secara rinci. Ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan manusia diciptakan dari tanah, pada umumnya hanya dipahami secara lahiriah saja. Menimbulkan pendapat sesungguhnya
1 Lihat M. Quraish Shihab, tafsir al-misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran,
manusia diciptakan oleh Allah SWT berasal dari tanah, karena Allah maha kuasa, segala sesuatu pasti dapat terjadi. Disisi lain sebagian dari umat Islam memiliki asumsi bahwa Nabi Adam AS. bukan manusia yang pertama diciptakan.
Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa: Ayat-ayat Quran yang menerangkan tentang manusia diciptakan berasal dari tanah bukan berarti bahwa Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016 P-ISSN: 2086-9118 E-ISSN: 2528-2476 131 seluruh unsur kimia yang ada pada tanah turut mengalami reaksi kimia. Hal itu sebagaiman pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan merupakan bahan makanannya berasal dari tanah, sebab semua unsur kimia yang ada pada tanah tidak semua ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi hanya sebagian saja.(Rahmat, 1991) Oleh karenanya bahan-bahan yang membentuk manusia disebutkan dalam Quran merupakan petunjuk bagi manusia disebutkan dalam al-Quran, sebenarnya bahan-bahan yang membentuk manusia yaitu menthe, air, dan ammonia terdapat pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang ada pada Lumpur hitam, kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia)(Ibrahim, 1993). b. Manusia Dalam pandangan Islam Dalam al-Qur‟an Allah SWT. menciptakan manusia dari saripati yang berasal dari tanah: Firman Allah :
Alquran tidak menguraikan secara rinci bagaimana proses penciptaan atau kejadian Adam as, kecuali hanya menerangkan beberapa hal, yaitu:
1) Bahwa Adam as diangkat Allah SWT sebagai khalifah 2) Adam as diciptakan dari tanah
3) Para malaikat diperintahkan untuk sujud, yakni memberikan penghormatan kepada Adam as
4) Allah menta’limkan al-asma’a kullah kepada Adam as
Keistimewaan Manusia
Alquran menyebutkan bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang memili sejumlah keistimewaan bila dibanding dengan makhluk lainnya. Secara umum, keistimewaan tersebut setidaknya mencakup tiga hal pokok, yaitu:
1. Bentuk fisik yang terbaik sebagaimana yang disebut dalam Q.S at-Tin(95):4. Ketika menafsirkan ayat ini, shihab menjelaskan bahwa tidaklah tepat memahami ungkapan sebaik-baik bentuk (ahsan taqwim) terbatas dalam pengertian fisik semata-mata. Sebab, kata tawim adalah menjadikan sesuatu memiliki qiwam, yakni bentuk fisik yang pas dengan fungsinya. Dengan mengutip Ar-Raghib al-ishfahani, shihab
mengatakan bahwa kata taqwim merupakan isyarat keistimewaan manusia di banding binatang, yaitu akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Jadi kalimat ahsan taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.
2. Fakultas psikis, antara lain al-sam’a, al-abshar,dan al-af’idah yang memungkinkan manusia untuk berterima kasih atau bersyukur kepada Tuhan dan
mempertanggungjawab kan amal dan perbuatannya. Kemudian al-‘aql yang
dengannya manusia mampu melakukan penalaran, al-nafs yang dengannya manusia memiliki kecenderungan, baik pada hal-hal yang bersifat material maupun non material, dan al-qalb yang dengannya manusia mampu melakukan pensucian dan pencerahan diri.
diperintahkan untuk tetap konsisten pada agama hanif, yakni agama yang sesuai dengan fithrah manusia ketika Allah SWT menciptakan mereka.
Secara rinci, Alquran mengemukakan sejumlah keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, antara lain:
1. Kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta dan dirinya sendiri 2. Akal untuk memahami tanda-tanda keagungan-Nya
3. Nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi
4. Ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia
Dalam konteks yang lebih luas, keistimewaan-keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia setidaknya mencakup:
1. Potensi naluriah atau hidayah al-ghariziyah 2. Potensi inderawi atau hidayah al-hissiyah 3. Potensi menalar atau hidayah al-‘aqliyah 4. Potensi beragama atau hidayah al-diniyyah
Tujuan, fungsi dan tugas penciptaan manusia
ada sebuah ungkapan populer yang menyatakan:
artinya :pada mulanya, Aku adalah zat yang tersembunyi, maka Aku ingin dikenal, lalu Kuciptakan makhluk agar mereka mengenak-Ku.
Ungkapan diatas menginformasikan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengenal Tuhannya. Karenanya, ketika berada di alam ruh, Allah SWT telah mengambil syahadah atau kesaksian diri manusia terhadap keberadaan dan keesaan-Nya. Dalam konteks ini, syahadah atau kesaksian merupakan bukti pengenalan dan kesadaran diri manusia akan keberadaan Tuhannya. Agar manusia tidak mudah melupakan syahadah itu, maka Allah SWT menganugerahkan kepada mereka potensi al-sam’a, al-abshar, dan al-af’idah.
tulus-ikhlas hanya kepada Allah SWT semata. Secara eksplisit, hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya :
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdikan diri (menyembah) kepada-Ku.
Secara sempit, makna ibadah mengacu pada tugas-tugas pengabdian manusia secara individual sebagai hamba Allah SWT. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan ibadah ritual yang dilaksanakan secara terus-menerus dengan penuh keikhlasan.
Kalimat liya’budun pada ayat diatas beerbentuk fi’il mudhari’, yang dalam gramatika bahasa Arab lazim digunakan untuk suatu perbuatan yang sedang dan akan terus-menerus dilakukan dimasa mendatang. Pemenuhan fungsi ini memerlukan penghayatan yang dalam agar seorang hamba sampai pada tingkat religiusitas dimana tercapainya kedekatan diri dengan Allah SWT. Bila tingkat ini berhasil diraih, maka seorang hamba akan bersikap tawadhu’, tidak arogan dan akan selalu pasrah pada segala ketentuan dan ketetapan Allah SWT (tawaqqal).
ءافنح نّدلا هل نيصلخم ا دبعيل لإ اورمأ امو
Dafttar Pustaka
Arifin, Muzayyin.2003.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:PT Bumi Aksara.
Fuad, Ahmad.1985.Firafat Islam.Jakarta:Pustaka Firdaus.
Hanum, Khadijah.2017.Filsafat Pendidikan Islam.:Rayyan Press.
Jalaluddin, dkk.1994.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Salam , Burhanuddin.1985.Filsafat Manusia.Bina Bina Aksara: Jakarta.
Majid, Abdul.2011.Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Kosim,Muhammad.2012.Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Usiono.2006.Pengantar Filsafat Pendidikan.Jakarta: Pustaka Utama.
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016 P-ISSN: 2086-9118 E-ISSN: 2528-2476 129 MANUSIA DALAM PERSPSEKTIF AGAMA ISLAM Heru Juabdin Sada.