• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengidentifikasi buku Filsafat Anti Koru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mengidentifikasi buku Filsafat Anti Koru"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Putri Puspita, Ilmu Politik 2A

Judul Buku : FILSAFAT ANTI-KORUPSI: Membedah Hasrat Kuasa, Pemburuan Kenikmatan, dan Sisi Hewani Manusia di Balik Korupsi

Pengarang : Reza A.A Wattimena Penerbit : Kanisius

Tebal : 207 halaman

Buku ini mengupas akar-akar korupsi dari sudut pandang filsafat dengan tujuan untuk mencegah dan melenyapkannya. Dilihat dari judulnya, FILSAFAT ANTI-KORUPSI: Membedah hasrat Kuasa, Pemburuan Kenikmatan, Dan Sisi Hewani Manusia di Balik Korupsi, telah membeli gambaran secara garis besar mengenai apa yang akan dibahas dalam buku ini. Pada halaman 9, penulis memberikan beberapa definisi korupsi dari sudut pandang yang berbeda. Pada ranah moral korupsi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang merusak moral. Dalam wacana ekonomi dan hukum, korupsi adalah pembayaran atau pengeluaran yang mengangkangi aturan hukum yang berlaku. Dan dalam filsafat klasik, korupsi dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan kemurnian (jiwa). Pada halaman 12 penulis menuliskan definisi sendiri mengenai apa arti dari korupsi. Menurutnya, korupsi secara umum adalah suatu tindak penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Sedangkan dari kacamata filsafat, korupsi adalah ekspresi dari situasi manusiawi kita sebagai manusia, yakni karena kita memiliki hasrat berkuasa, gemar berburu kenikmatan, memiliki sisi-sisi hewani yang brutal, sehingga korupsi seolah menjadi tindakan wajar yang tak lagi dilihat sebagai kejahatan.

Dari definisi penulis diatas, terdapat setidaknya 4 kata kunci yang teridentifikasi, yaitu hasrat berkuasa, pemburu kenikmatan, sisi hewani yang brutal, dan kejahatan yang tidak dilihat sebagai kejahatan.

1. Hasrat Berkuasa

(2)

positif, yang menyarankan kita memeluk dunia dengan segala aspeknya, dan merayakan kehidupan. Pada halaman 43 penulis mengungkapkan kesepakatannya dengan Nietzsche bahwa kekuasaan bukan untuk di ingkari, melainkan untuk diraih, dirayakan, dan digunakan untuk mencipta, hanya dengan begini kekuasaan tidak bermuara pada kemunafikan maupun korupsi.

2. Pemburu Kenikmatan

Ada beberapa fenomena menarik salah satunya budaya tato dan tindik. Ketika jarum tusuk menyentuh kulit, yang terasa adalah sakit. Namun, beberapa orang menikmatinya. Hal ini termasuk “kenikmatan yang menyimpang” yang menjadi argumen utama Marquis de Sade. Ia menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk-makhluk seksual yang tujuan hidupnya mendapatkan kenikmatan tertinggi, walaupun kenikmatan itu membutuhkan rasa sakit di dalamnya. Pada halaman 66 penulis mengaitkan filsafat de Sade dan korupsi dengan kesimpulan bahwa korupsi adalah bentuk konkret dari pemburuan kenikmatan tanpa batas yang dilakukan oleh manusia, yang selalu diselubungi oleh kemunafikan penampilan dan pencitraan.

3. Sisi Hewani Manusia

Penulis menggunakan pemikiran Canetti yang tergolong unik. Ia berteori bahwa lepas dari segala sifat luhurnya, manusia memiliki kodrat hewani yang memungkinkan manusia bertindak kejam terhadap manusia lainnya, termasuk bertindak korup. Di halaman 82, penulis beranggapan Canetti tidak melihat manusia sebagai mahluk yang lebih tinggi, lebih luhur, ataupun lebih suci, melainkan merupakan bagian integral alam dengan segala keganasan dan ambivalensinya. Namun disisi lain manusia memiliki perilaku binatang yang sering kali amat kejam. Manusia memiliki mulut, cengkraman, gigi dan sebagainya yang dikatakan Canetti dapat “membunuh mangsa”. Semua ini adalah kekutan alamiah yang bersifat sangat primitif. Namun kekuatan manusia tidaklah identik dengan kekuatan fisik semata. Pada halaman 99 penulis menegaskan bahwa peradaban manusia bergerak dengan hukum rimba, siapa yang terkuat, dialah yang memerintah dan menguasai segalanya. Ini berlaku juga pada era kapitalisme sekarang ini, juga terhadap orang yang duduk pada singgasana kekuasaan.

4. Kejahatan Yang Tidak Dilihat Sebagai Kejahatan

(3)

Terdapat beberapa asumsi yang diberikan oleh penulis dalam buku ini, antara lain:

1. Etimologi: pada halaman 8 disebutkan bahwa korupsi berasal dari kata Latin, yakni corruptus yang berarti merusak atau menghancurkan.

2. Bentuk: masih pada halaman yang sama penulis menyebut bentuk korupsi pertama adalah korupsi politik, artinya adalah penyalahgunaan kekuasaan publik (politik) untuk memperoleh keuntungan pribadi.

3. Asal: masalah utama menyebarnya korupsi adalah karena orang tidak tahu persis apa arti kata korupsi. Secara umum korupsi adalah penggunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Namun tetap saja tidak ada definisi yang pas untuk menggambarkan kerumitan kata korupsi.

4. Esensi: pada halaman 74 penulis mencoba merumuskan filsafat Canetti bahwa manusia tidak dapat beranjak dari kodrat hewaninya yang brutal dan merusak.

Penulis tidak menerangkan tindakan seperti apa yang disebut korupsi atau proses bagaimana persisnya korupsi dilakukan. Penulis juga tidak menjawab pertanyaan “apakah pemberian hadiah pada seseorang adalah suap yang berarti korupsi?” yang ia sendiri tanyakan di awal buku.

Dalam relasi dengan daftar isi, buku ini terdiri dari 7 Bab. Sebelum masuk pada Bab I, ada Bab Pendahuluan yang membahas sekilas namun jelas. Menurut saya, pendahuluan ini sudah mencerminkan seluruh pembahasan di buku bahkan tanpa harus membaca habis seluruh isi buku. Selanjutnya pada Bab I, penulis melihat korupsi sebagai bentuk konkret dari kehendak untuk berkuasa yang tertanam di diri manusia, penulis banyak mengungkap pemikiran Friedrich Nietzsche dalam bab ini. Pada Bab II, penulis mencoba memahami korupsi sebagai bentuk konkret dari pemburuan kenikmatan yang khas manusia, penulis menggunakan pemikiran Marquis de Sade di dalam bab ini. Kemudian penulis menempatkan korupsi sebagai bentuk konkret dari sisi hewani manusia dalam Bab III dan menggunakan pemikiran Ellias Canetti sebagai pijakan teoritis. Pada Bab IV, penulis memahami korupsi dengan term yang Hannah Arendt sebut sebagai banalitas kejahatan, yaitu kejahatan yang tidak lagi dilihat sebagai kejahatan, tetapi sebagai sesuatu yang wajar. Pada Bab V, penulis memahami korupsi dalam kaitannya dengan simbol-simbol kejahatan yang tersebar di dalam sejarah manusia, penulis menggunakan pemikiran Paul Ricoeur dalam bab ini. Penulis menggunakan pemikiran Adorno di Bab VI, dalam memahami korupsi sebagai suatu bentuk kejahatan sistemik. Pada Bab VII, penulis mencoba memahami korupsi sebagai bentuk kekosongan jiwa manusia dan penulis banyak terbantu oleh pemikiran Slavoj Zizek dalam bab terakhir ini.

(4)

Objek utuh yang terdapat dalam buku ini tak lain adalah korupsi itu sendiri. Penulis menyebutkan kultur korupsi di masyarakat bisa tercipta, karena adanya lingkaran setan kesenjangan ekonomi, tidak adanya kepercayaan, adanya korupsi yang berkelanjutan, dan mulai lagi menciptakan kesenjangan ekonomi yang lebih besar. Dalam kultur seperti ini, perbuatan korup seperti menyuap dan mencuri adalah sesuatu yang biasa, bagian dari rutinitas. Dengan kata lain, orang harus korupsi kalau mau selamat. Korupsi telah menjadi hegemoni yang menindas. Di halaman 12 ia kembali menegaskan korupsi bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal kultur. Jika korupsi hanya dilihat sebagai soal hukum, pasal-pasal yang multitafsir dapat digunakan oleh para koruptor untuk melakukan korupsi. Penulis hanya menyebutkan di Indonesia pasal-pasal multitafsir dan bertentangan amatlah banyak, tanpa memberi salah satu contohnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan (Ita Nur Anisa dkk, 2013), ekstrak air daun kecubung gunung memberikan efek bronkodilator pada dosis 25 mg/kg bb.Dari

Dengan terbentuknya Kota Sungai Penuh sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Jambi berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya Kelembagaan Dewan

Selain itu, daerah supraglotis memiliki sistem limfatik yang lebih banyak mengakibatkan tumor yang berada di daerah supraglotis cenderung bermetastasis.Penurunan berat badan

Selanjutnya adalah senar nomor lima atau A dengan ketentuan frekuensi atau set point 110Hz, sebelum melakukan pengujian senar nomor lima diturunkan frekuensinya kemudian

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Alusinsing, Bodhi dan Sudewi (2014) dengan menggunakan ekstrak etanol kulit batang kayu manis, ekstrak etanol tanaman ini

Most third-party libraries around functional programming are collections of higher-order functions, and sometimes enhancements to the tools for working lazily with iterators

asuransi dapat mengunduh atau melihat langsung data outstanding dengan pengecualian hanya file pdf yang dapat dilihat langsung dan dengan catatan data outstanding tersebut

study is to analyze ornamental plants species which grow in the home garden along the corridor of Kopendukuh Village as one of the potential attractions