• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan ujung tombak perubahan dari setiap zaman. Tahap Anak-anak merupakan tahap dimana seseorang masih sangat memerlukan bimbingan dari orang terdekatnya karena pada masa ini seseorang masih belum memiliki pola pikir yang sempurna, masih sangat mudah terpengaruh atau menerima apa saja yang di dengar dan dilihatnya.

J. Pikunas dan R.J Havighurts menyatakan bahwa Remaja Dini (anak) mempunyai karakteristik kejiwaan antara lain : (a) sibuk menguasai tubuhnya, karena ketidakseimbangan postur tubuhnya, kekurangnyamanan tubuhnya; (b) mencari identitas dalam keluarga; (c) kepekaan sosial tinggi, solidaritas pada teman tinggi, dan cenderung mencari popularitas. Dan pada fase ini ia sibuk mengorganisasikan dirinya, mulai mengalami perubahan dalam sikap; (d) minat keluar rumah tinggi, kecenderungan untuk “trial and error” tinggi.2

Seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang baik dengan bimbingan dan perhatian, kasih sayang yang diberikan orang tua biasanya akan melahirkan Individu yang berkualitas. Pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi manusia seutuhnya sangat tergantung pada sistem moral meliputi nilai-nilai normatif sesuai masyarakat.3 Dampak negatif dari perubahan

2

Paulus Hadisuprapto, S.H, M.H, Juvenile Deliquency, Bandung : 1997, hal. 10 3

(2)

global yang cepat meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, kurangnya perhatian atau perlindungan serta perlakuan yang baik dan wajar dari keluarga dan lingkungan serta komunitas lainnya inilah yang pada umumnya menyebabkan pergeseran perilaku anak yang menuju pada kenakalan anak . Setiap anak termasuk anak nakal sekalipun mempunyai hak asasi manusia seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia No.39 tahun 1999 pasal 52 Ayat (2) :

“ Hak Anak adalah Hak Asasi Manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan”

Hak Asasi tersebut merupakan hak yang dimiliki oleh anak sejak lahir maupun saat anak tersebut berhadapan dengan hukum. Saat seorang anak berhadapan dengan hukum, anak tersebut harus mendapat perlindungan yang baik dari pemerintah, tetapi tetap diupakayan hal-hal yang membuat anak tersebut menyesali perbuatannya dan bertanggungjawab atas perbuatannya sehingga tidak akan melakukan kesalahan itu lagi.

(3)

Dewasa ini penggunaan narkotika tersebut telah meluas dikalangan masyarakat luas akan tetapi masyarakat tidak memanfaatkan zat tersebut sebagaimana ahli kesehatan dan peneliti. Dalam hal ini terjadi penyalahgunaan narkotika. Menurut Soedjono D., S.H, khusus Indonesia mengenai penyalahgunaan narkotika menjangkau masyarakat sejak puluhan tahun yang silam. Sekitar akhir tahun 1970 awal 1971, masyarakat dikejutkan oleh berita-berita mass media tentang mulai terjangkitnya penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Tetapi sebenarnya sejak tahun 1960-an telah terasa adanya beberapa penderita-penderita kecanduan narkotika yang dibawa dan dirawat dirumah sakit, yang mula-mula jumlahnya kecil, tetapi semakin meningkat. Dalam tahun 1970 pada Yayasan Kesehatan Jiwa Dharma Wangsa terdapat beberapa penderita

drugdependent dan pada tahun 1971 telah meningkat sampai berjumlah 47 orang penderita.4

Permasalahan penyalahgunaan psikotropika (Narkotika) berdasarkan Mukadimah Konvensi Psikotropika ialah akan memberikan dampak kepada permasalahan kesehatan dan kesejahteraan umat manusia serta permasalahan sosial lainnya. Dengan semakin pesatnya kemajuan dalam bidang transportasi dan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka penyalahgunaan dan peredalan gelap psikotropika menunjukkan gejala yang semakin meluas dan berdimensi internasional yang melewati batas territorial masing-masing Negara sehingga diperlukan peningkatan kerja sama Internasional, tentunya berdampak pada aspek hukum internasional. Di samping Konvensi

4

(4)

Psikotropika Substansi 1971, telah ditetapkan pula Konvensi PBB tentang pemberantasan Peredalan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1998. Konvensi ini merupakan penegasan dan penyempurnaan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerja sama internasional dibidang kriminal dalam upaya mencegah dan memberantas organisasi peredaran gelap narkotika.

Bahwa narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan ketat dan seksama.

Penyalahgunaan narkoba yang di lakukan anak adalah merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum. Adapun Faktor yang mempengaruhi narkoba yang di lakukan oleh anak biasanya dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan dari luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan juga pengaruh kehidupan emosionalnya yang berganti-ganti, rasa ingin tahu yang lebih dalam terhadap sesuatu yang baru, kadangkala membawa mereka ke dalam hal-hal yang negatif, apalagi ketika anak tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pecandu narkoba.

(5)
(6)

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau singkatnya antara das sollen dengan das sein5.

Sedangkan perumusan masalah merupakan pedoman untuk penelitian dan penulisan suatu masalah yang akan diteliti, memudahkan penulis dalam membahas permasalahan, serta memandu penulis agar mencapai sasaran sesuai dengan harapan, tidak terlalu luas dan yang lebih utama adalah terarah. Untuk itu, berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka berikut ini akan dikemukakan masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak berdsarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana Penerapan sanksi Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang Nomor : 06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH?

5

(7)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai pemecahan masalah yang dihadapi. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak;

2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Hukum Pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak dalam putusan No. 06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH

Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberi manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis, bukan hanya untuk penulis melainkan juga untuk semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis;

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah yang memberikan sumbangan pemikiran dibidang ilmu hukum khususnya yang berkaian dengan hukum pidana dan hukum acara pidana.

(8)

bidang Hukum acara pidana khususnya tentang Penegakan Hukum penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta kajian pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berniat pada hal yang sama, baik itu dikalangan akademisi dan penegak hukum, untuk menambah wawasan dibidang hukum khususnya yang berkaitan dengan Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak.

D. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana atau perbuatan pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Banyak istilah lain untuk perbuatan pidana yaitu peristiwa pidana, tindak pidana, pelanggaran pidana, delik pidana dan straafbar feit.

(9)

Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan straafbar feit itu. Karena para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan istilah itu. Sayangnya sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat.6

Pengertian dari istilah strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang-undang. Menurut Pompe pengertian

strafbaar feit dibedakan :7

1. Defenisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana mati untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

2. Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum)

Pandangan J.E Jonkers, telah memberikan defenisi strafbaar feit menjdi dua pengertian :8

1. Defenisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.

2. Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum

6

Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Raja Grafindo: Jakarta, 2002), hal.67

7

Bambang Pramono, Asas-Asas Hukum Pidana, (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1993), hal.91 8

(10)

(wederechtelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan menurut beberapa pakar hukum pidana di Indonesia, pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut:

1. Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.9

2. Roeslan Saleh, menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.

3. Wirjono Prodjodikoro, Beliau mengemukakan definisi tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.10 Menurut R. Tresna, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatan-perbuatan terlarang, yang menetapkan mana yang harus ditetapkan sebagai peristiwa pidana dan mana yang dianggap tidak sedemikian pentingnya, dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum. Apa yang pada suatu waktu ditempat itu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dicela namun tidak membahayakan kepentingan masyarakat, pada suatu saat bisa berubah dan dianggap sebagai suatu kejahatan. Sebaliknya apa yang tadi dianggap

9

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,( PT. Citra Adya Bakti: Bandung, 1997), hal. 37

10

(11)

sebagai suatu kejahatan, di waktu yang lain, karena keadaannya berubah, dianggap tidak merupakan suatu hal yang membahayakan, undang-undang harus mencerminkan keadaan, pendapat atau anggapan umum, dan meskipun pada umumnya undang-undang selalu terbelakang dalam mengikuti perkembangan gerak hidup masyarakat, akan tetapi terhadap beberapa perbuatan, ketentuan hukum tetap sesuai dengan anggapan umum. Misalnya pembunuhan, dari dulu kala sampai sekarang tetap dianggap sebagai suatu perbuatan jahat, baik dilihat dari sudut agama atau moral, maupun dilihat dari sudut sopan santun, sehingga sudah semestinya terhadap perbuatan yang demikian itu diadakan ancaman hukuman pidana.11

Suatu peristiwa itu dapat atau tidak dipidana, ditentukan oleh pembuat undang-undang bukan ditentukan oleh pendapat umum. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Tampak dalam rumusan itu tidak memasukkan unsure/anasir yang berkaitan dengan pelakunya. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam peristiwa pidana itu mempunyai syarat-syarat, yaitu :

1. Harus ada suatu perbuatan manusia, maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Adapun tindakan yang dilakukan merupakan sutu

11

(12)

perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai suatu peristiwa.

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum, artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat ini (hukum positif). Dan pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib dimintakan pertanggungjawaban akibat yang timbul dari apa yang telah diperbuatnya itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Perbuatan-perbuatan yang tidak dapat disalahkan ini adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat dan mereka yang tidak mempunyai kesalahan; 3. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat yaitu, orangnya

harus dapat dipertanggungjawabkan, maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan dan memang terbukti bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang disalahkan menurut ketentuan umum;

(13)

Perbuatan melawan hukum dimaksudkan jikalau tindakan atau perbuatan telah nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya, maksudnya kalau ada suatu ketentuan yang telah mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Ancaman hukuman ini dinyatakan secara tegas maksimal hukumannya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau didalam suatu perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu melaksanakan hukuman.

Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” dan beliau tidak setuju dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek daripada perbuatan, tetapi “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yang abstrak

seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit.12

b. Unsur-unsur tindak pidana

Berdasarkan rumusan Simons maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni :

1. Suatu perbuatan manusia

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang

12

(14)

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan13

Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif, yakni :

(1) Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (An act does not make a person guilty unless the mind is guilty

or actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan

(intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld). Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan” terdiri atas 3

(tiga) bentuk, yakni :

a. Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)

b. Kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn)

c. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus eventualis)

Dolus dalam bahasa Belanda disebut opzet dan dalam bahasa inggris disebut intention yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sengaja atau kesengajaan. Pertama-tama perlu kita ketahui dalam kitab

13

(15)

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan opzet. Walaupun pengertian opzet ini sangat penting, oleh karena dijadikan unsur sebagian pidana disamping peristiwa yang mempunyai unsur culpa.

KUHP sendiri tidak menjelaskan pengertian kesengajaan dan kealpaan itu. Oleh Memori van Toeliching dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesengajaan adalah willens en watens yang artinya adalah menghendaki atau menginsyafi atau mengetahui akibat yang mungkin akan terjadi karena perbuatannya. Mengenai kealpaan, hanya sekedar dijelaskan bahwa kealpaan atau culpa adalah kebalikan dari dolus disatu pihak dan kebalikan dari kebetulan dipihak lain. Unsur kesengajaan dan kealpaan ini hanya berlaku untuk kejahatan dan tidak untuk pelanggaran. Mengenai pengertian menghendaki tersebut, kehendak itu dapat ditujukan kepada :

1. Perbuatannya yang dilarang 2. Akibatnya yang dilarang

3. Keadaan yang merupakan unsure tindak pidana

Ditinjau dari sikap batin pelaku, terdapat tiga corak kesengajaan :

1. Kesengajaan Sebagai Maksud (dolus directus)

(16)

(atau membayangkan) akibatnya yang dilarang. Kalau akibat yang dikehendaki atau dibayangkan ini tidak ada, ia tidak akan melakukan perbuatan itu.

Contoh : dengan pistolnya X dengan sengaja mengarahkan dan menembakkan pistol itu kepada Y dengan kehendak matinya Y.

a) Ditinjau dari delik formal hal ini berarti bahwa ia sudah melakukan perbuatan itu dengan sengaja, sedang perbuatan itu memang dikehendaki atau dimaksud demikian.

b) Ditinjau dari delik materil hal ini berarti bahwa akibat kematian orang lain ini memang dikehendaki atau dimaksudkan agar terjadi.

2. Kesengajaan dengan Sadar Kepastian

Corak kesengajaan dengan sadar kepastian bersandar pada akibatnya. Akibat itu dapat merupakan delik tersendiri ataupun tidak. Tetapi disamping akibat tersebut ada akibat lain yang tidak dikehendaki yang pasti akan terjadi.

3. Kesengajaan dengan Sadar Kemungkinan (dolus eventualis)

(17)

disamping itu mungkin sekali terjadi akibat lain yang dilarang yang tidak dikehendaki atau dibayangkan.

Dalam bahasa Belanda istilah untuk kesengajaan atau opzet ini tidak seragam tetapi terdapat berbagai cara merumuskan kesengajaan antara lain :

1. Optezettelijk = dengan sengaja

2. Wetende dat = sedangkan ia mengetahui 3. Waarvan huj weet = yang diketahuinya 4. Van wie hij weet = yang diketahuinya 5. Kennis dragende van = yang diketahuinya 6. Met het oogmerk = dengan maksud 7. Waarvan hij bekend is = yang diketahuinya 8. Waarvan hij kent = yang diketahuinya

9. Tegen beter wetenin hiu = bertentangan dengan yang Diketahuinya

10.Met het kennelijk doel = dengan tujuan yang diketahuinya

Dalam ilmu hukum dikenal beberapa jenis kesengajaan yaitu (C.S.T Kansil 1999: 287) :

1. Dolus premeditates

(18)

memikirkan dengan tenang, pembuktiannya disimpulakan dari keadaan yang objektif.

2. Dolus determinatus dan dolus interdeminatus

Yang pertama adalah kesengajaan dengan tujuan yang pasti, misalnya menghendaki matinya orang tertentu, sedang yang kedua kesengajaan yang tanpa tujuan tertentu atau tujuan acak (random), misalnya menembakkan senjata kearah sekelompok orang, memasukkan racun kedalam reservoir air.

3. Dolus alternatives

Yaitu kesengajaan menghendaki sesuatu tertentu atau yang lainnya (alternatifnya) juga akibat yang lain.

4. Dolus indirectus

Yaitu kesengajaan melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat yang tidak diketahui oleh pelakunya misalnya, didalam perkelahian seseorang memukul lawannya tanpa maksud untuk membunuh.

5. Dolus directus

Yaitukesengajaan yang ditujukan bukan hanya kepada perbuatannya saja, meainkan juga pada akibatnya.

6. Dolus generalis

(19)

tindakan, misalnya untuk melakukan pembunuhan, mula-mula lawannya dicekik, kemudian dilemparkan ke sungai, karena mengira lawannya telah mati.

(2) Unsur Objektif

Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas (Simons 1992: 138) :

a. Perbuatan manusia, berupa :

1. Act, yakni berupa aktif atau perbuatan positif

2. Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang membiarkan atau mendiamkan

b. Akibat (result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya.

c. Keadaan-keadaan (circumstances)

Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain : 1. Keadaan pada saat perbuatan dilakukan

2. Keadaan setelah perbuatan dilakukan

(20)

KUHP juga memeiliki beberapa pengertian mengenai unsure-unsur tindak pidana. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, maka dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu :

a. Unsur tingkah laku b. Unsur melawan hukum c. Unsur kesalahan

d. Unsur akibat konstitutif

e. Unsur keadaan yang menyertai

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g. Unsur syarat tambahan untuk mempererat pidana h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana

Dari 8 unsur itu, diantaranya dua unsur yakni kesalahan dan melawan hukum adalah termasuk unsure subjektif, sedangkan selebihnya adalah berupa unsur objektif.14

2. Narkotika

a. Pengertian Narkotika

Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia dari sisi tata bahasa berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Narcotics” yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata Narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Secara umum narkotika diartikan suatu zat yang dapat

14

(21)

menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/ penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan zat syaraf pusat.15

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.16 Narkotika membawaefek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :

a. Mempengaruhi kesadaran;

b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia;

c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa: 1)Penenang;

2)Perangsang (bukan rangsangan sex)

3)Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat)

15

Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, (UMM Press: Malang, 2009), hal.12

16

(22)

Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata

“Narkoties”, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Sifat

zat tersebut terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, halusinasi, disamping dapat digunakan untuk pembiusan. Di Malaysia benda berbahaya ini disebut dengan

dadah. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.

Jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan sehari-hari karena mempunyai dampak sebgaimana disebut diatas, terutama terhadap kaum remaja yang dapat menjadi sampah masyarakat bila terjerumus ke jurangnya, adalah sebagai berikut:17

1. Candu atau disebut juga dengan Opium

Berasal dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver Somniferium, nama lain dari candu selain opium adalah madat, di Jepang disebut “ikkanshu”, di Cina dinamakan “Japien”. Banyak ditemukan di Negara-negara, seperti Turki, Irak, Iran, India, Mesir, Cina, Thailand dan beberapa tempat lain. Bagian yang dapat dipergunakan dari tanaman ini adalah getahnya yang diambil dari buahnya, narkotika jenis candu ini termasuk jenis depressants yang mempunyai pengaruh hypnotics dan

tranglizers. Depressants, yaitu merangsang system saraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai sebagai pembunuh rasa sakit yang kuat.

17

(23)

2. Morphine

Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu „mentah, diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine

termasuk jenis narkotika yang membahayakan dan memiliki daya ekskalasi yang relative cepat, dimana seseorang pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingini selalu memerlukan penambahan

dosis yang lambat laun membahayakan jiwa.

3. Heroin

Berasal dari tumbuhan papaver somniferum, sepertitelah disinggung diatas bahwa tanaman ini juga menghasilkan codeine, morphine, dan opium. Heroin disebut juga dengan sebutan putau, zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa mati seketika.

4. Cocaine

Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut erythroxylon coca. Untuk memperoleh cocaine yaitu dengan memetik daun coca, lalu dikeringkan dan diolah dipabrik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Serbuk cocaine bewarna putih, rasanya pahit dan lama-lama serbuk tadi menjadi basah. Ciri-ciri cocaine antara lain adalah :

a. Termasuk golongan tanaman perdu atau belukar

(24)

d. Tidak berduri, tidak bertangkai, berhelai daun satu, tumbuh satu-satu pada cabang atau tangkai;

e. Buahnya berbentuk lonjong berwarna kuning-merah atau merah saja apabila sudah dimasak;

5. Ganja

Berasal dari bunga dan daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis dengan mariyuana adalah hashis yang dibuat dari dammar tumbuhan cannabis sativa. Efek dari hashis lebih kuat dari pada ganja. Ganja di Indonesia pada umumnya banyak terdapat di daerah Aceh, walau di daerah lain bisa tumbuh.

6. Narkotika Sintesis atau buatan

Adalah sejenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses kimia secara farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu kependekan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Napza tergolong zat psikoaktif, yaitu zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 penggolongan Narkotika dibagi atas:

(25)

Dalam penggolongan Narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh karena itu didalam penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi. Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan medis yang sangat terbatas.

2. Narkotika Golongan II

Narkotika pada golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat terhadap pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dipergunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika golongan ini mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkotika Golongan III

Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan.

b. Penyalahgunaan Narkotika

Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang

(26)

narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan yang menyeleweng terhadap narkotika.

Djoko Prakoso, Bambang R.L, dan Amir M. menjelaskan yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika adalah:

1. Secara terus-menerus/ berkesinambungan; 2. Sekali-sekali/ kadang-kadang;

3. Secara berlebihan;

4. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik)18

Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur dalam Pasal 1 butir 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :

“..Penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum”

Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling sering dijumpai adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu narkotika. Adapun pengertian pecandu narkotika adalah seperti termuat didalam Pasal 1 butir 12 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 trntang Narkotika, yaitu :

“..Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis”

18

Djoko Prakoso, Kejahatan-kejahatan yang merugikan dan membahayakan Negara.

(27)

Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan pada diri pecandu narkotika sebagaimana diatur didalam pasal 1 butir 14 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

“..Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaanya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menibulkan gejala fisik dan psikis yang khas”

Menurut Rachman Hermawan, Pemakaian narkotika secara terus-menerus akan mengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika, secara mental maupun fisik, yang dikenal dengan istilah kebergantungan fisik dan mental. Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan mental bila ia selalu terdorong oleh hasrat dan nafsu ynag besar untuk menggunakan narkotika, karena terpikat oleh kenikmatannya. Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahan perangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman narkotika tersebut karena, apabila tidak memakai narkotika, akan merasakan siksaan badaniah, seakan-akan dianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperoleh uang guna membeli narkotika. Kebergantungan fisik dan mental lambat-laun dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan.19

19

(28)

Penyalahgunaan narkotika merupakan jenis kejahatan yang mempunyai (potensi) dampak social yang sangat luas dan kompleks, lebih-lebih ketika yang melakukan adalah anak-anak. Dampak social penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak-anak itu bukan hanya disebabkan oleh karena akibat yang ditimbulkan akan melahirkan penderitaan dan kehancuran fisik maupun mental yang teramat panjang, tetapi juga oleh karena kompleksitas di dalam penanggulangannya terutama ketika pilihan jatuh pada penggunaan hukum pidana sebagai sarananya.

Dalam konsideran undang-undang narkotika pada huruf c, disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengawasan yang ketat dan seksama.

(29)

Oleh karena itu, dilakukan pengaturan narkotika dalam bentuk Undang- Undang Narkotika secara tegas menyebutkan tujuannya, dan dituangkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Narkotika, sebagai berikut,

Pengaturan narkotika bertujuan untuk :

1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan;

2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; 3. Memberantas peredaran gelap narkotika.

3. Kejahatan Anak

a. Pengertian Kejahatan Anak

Dalam konsep baku psikologi kejahatan anak disebut juga dengan istilah

Juvenile Deliquency yang secara etimologis dijabarkan bahwa Juvenile berarti anak sedangkan Deliquency berarti kejahatan. Dengan demikian pengertian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subyek/pelakunya, maka menjadi Juvenile Deliquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat.20

Perluasan kualifikasi anak nakal (juvenile delinquency) termasuk tindakan kenakalan semu atau status offences , merupakan konsekuensi dari asas Parent Patrie. Asas yang berarti Negara berhak mengambil alih peran orangtua apabila

20

(30)

ternyata orangtua/ wali/ pengasuhnya dianggap tidak menjalankan perannya sebagai orangtua.21

Anak remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang teerjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai perbuatan nakal.22

Menurut beberapa ahli pengertian Juvenile Deliquency sebagai kejahatan anak dapat diinterprestasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung semacam menjadi trade-mark. Seperti Drs. B. Simanjuntak, S.H dalam bukunya Latar Belakang Kenakalan Anak menegaskan lebih suka menggunakan istilah kenakalan anak. Sehingga secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnya, yakni istilah kejahatan menjadi kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subyek/pelakunya pun mengalami pergeseran.

Istilah kejahatan anak dirasakan terlalu tajam karna memiliki konotasi negatif secara kejiwaan terhadap anak, sehingga di perhalus dengan istilah Kenakalan Anak. Sementara istilah Kenakalan anak sering disalah tafsirkan dengan kenakalan yang tertuang dalam pasal 489 KUHP.penjelasan pasal tersebut

21

Ibid. Hal 210 22

(31)

selanjutnya menerangkan serta memperinci beberapa perbuatan yang dapat dimasukkan kedalam perngertian umum dan dapat pula terjadi pada anak-anak.23

Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan remaja dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio yang mendefinisikan bahwa kejahatan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman24

Anak- anak ini pada umumnya memiliki kelompok-kelompok tertentu (gang) dan memiliki kebiasaan memakai seragam atau pakaian yang khas, aneh dan mencolok, dengan gaya rambut yang khusus, punya lagak

Tingkah laku yang khas, suka mendengar jenis lagu-lagu tertentu, senang mengunjungi tempat-tempat hiburan atau kesenangan, suka minum-minuman sampai mabuk, suka berjudi dan sebagainya. Pada umumnya mereka senang mencari gara-gara, membuat jengkel hati orang lain, dan mengganggu orang dewasa serta objek lainnya yang menjadi sasaran buruannya.

Remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut, dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain. Kejahatan yang mereka lakukan tersebut pada umumnya disertai

23

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Polites: Bogor 1965), hal.249 24

(32)

unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Pada umumnya anak-anak remaja tadi sangat egoistis dan suka sekali menyalahkan atau melebih-lebihkan harga dirinya.

b. Klasifikasi Kejahatan Anak

Kejahatan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahap/fase negatif ini atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kejahatan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja. Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat.

Bentuk kejahatan anak terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : “kebetulan, kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah.klasifikasi yang lain menggunakan penggolongan tripartite, yaitu: historis, instinctual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab musabab terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok.”25

Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek piker, sangat

25

(33)

emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.

Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak dibedakan menjadi beberapa macam:

1. Kenakalan Biasa

2. Kenakalan yang menjurus pada tingkat kriminal 3. Kenakalan khusus26

Ad. 1 Kenakalan Biasa

Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, membuang sampah sembarangan dan lain sebagainya.

Ad. 2 Kenakalan yang menjurus pada tingkat criminal

Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan pidana, berupa kenakalan yang meliputi: mencuri, menganiaya, menodong, mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton dan mengedarkan film porno atau menggandakannya serta mengedarkan obat-obat terlarang dan sebagainya.

26

(34)

Ad. 3 Kenakalan khusus

Kenakalan khusus adalah kenakalan yang datur dalam undang-undang pidana khusus seperti kenakalan narkotika, psikotropika, kenakalan di internet (cyber crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya. Bentuk lain dari kenakalan anak adalah berdasarkan ciri kepribadian yang defek, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini pada umumnya bersifat labil, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat di gugah, beku.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan (library research) khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, terhadap judul “Tindak

PidanaPenyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh anak (Studi Putusan No. 06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH )” ini, belum pernah ada judul dan permasalahan yang sama.

(35)

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.27

Agar suatu penelitian dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan suatu metode penelitian yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian normatif. Dimana penelitian ini merupakan suatu penelitian yang meneliti tentang penerapan undang-undang ke dalam putusan hakim. Dalam hal ini, putusan hakim yang telah ada dianalisis oleh peneliti dengan mengkaitkan dengan norma-norma yang ada yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak terhadap suatu perkara pidana. Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian normatif karena bahan yang dipakai adalah berasal dari data sekunder.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif disebut juga sebagai penelitian doctrinal ( doctrinal research ) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku ( law as it is written

27

(36)

in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan ( law is decided by the judge through judicial process).28

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena. Penelitian deskriptif sangat berguna untuk mempertegas suatu hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori yang sudah ada atau mencoba merumuskan suatu teori yang baru.

Penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada masalah pengumpulan dan penyusunan data, tapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Oleh karena itu, penelitian deskriptif mungkin saja mengambil bentuk penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang membandingkan satu fenomena atau gejala dengan fenomena atau gejala lain, atau dalam bentuk studi kuantitatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian, menetapkan standar, dan hubungan kedudukan satu unsur dengan unsur yang lain.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara lengkap dan sistematis keadaan objek yang diteliti, yang dalam hal ini adalah meneliti apakah putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap kasus pada Pengadilan negeri Sukabumi ini, apakah sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.

28

(37)

3. Bahan Hukum

Bahan Hukum adalah tempat dimana diperoleh data sesuai dengan jenis data. Sebagaimana umumnya penelitian yuridis normatif dilakukan dengan pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka atau data sekunder. Adapun sumber data sekunder ini ada beberapa jenis yaitu :

(a) Bahan hukum primer, adalah merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas,29 bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, traktat, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan. Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Kitab Undang- undang Hukum Pidana, Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana, dan peraturan lain yang relevan.

(b) Bahan hukum sekunder, adalah yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku- buku atau literatur yang berkaitan dengan judul yang dibahas.

(c) Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus.

29

(38)

4. Teknik pengumpulan data

Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yakni melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai sumber, melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang – undangan, buku – buku, majalah dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

5. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data dari bahan hukum yang telah disebutkan sebelumnya, mengkualifikasikan, menghubungkannya dengan masalah yang dibahas, kemudian menarik kesimpulan dari penelitian.

6. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus (case approach). Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh penulis adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. 30

Menurut Goodheart, ratio decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, serta segala hal yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Dalam pendekatan kasus, putusan pengadilan merupakan bahan yang digunakan

30

(39)

dalam penelitian.31

Selanjutnya akan dilihat ketentuan asas dan norma yang berlaku dan terkandung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dan mengaitkannya dengan putusan yang dibuat hakim melalui proses pengadilan tentang tindak pidana tersebut yaitu Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang Nomor : 06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH.

G. Sistematika Penulisan

Adapun untuk memberikan gambaran mengenai sistematika skripsi, maka berikut ini akan diuraikan sistematika penulisannya, yang terdiri dari bab-bab beserta sub-sub bab yang memudahkan pemahaman terhadap hasil penelitian:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan gambaran awal tentang penelitian, yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan kepustakaan, keaslian penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Bab ini berisikan pembahasan rumusan masalah pertama, yaitu untuk memahami bagaimana pengaturan tindak pidana

31

(40)

penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak terkhususnya dalam suatu perkara pidana.

BAB III PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK

PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG

DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN

NO.06/PID.SUS-ANAK/2015/PN KPH

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian, Aplikasi SOM dapat digunakan untuk mendesain Model Data SOM dan mentransformasikan model data tersebut ke dalam basis data Oracle.. Kata Kunci:

Sama halnya dengan laju pertumbuhan y-on-y , laju pertumbuhan yang mengalami pertumbuhan paling besar dibandingkan dengan komponen pengeluaran lainnya adalah

(sumber: Jurnal Persepsi Masyarakat terhadap Upacara rambu Solo’ berdasarkan stratifikasi sosial studi kasus kel. Makale Tana Toraja, 2012 ) berdasarkan jurnal tersebut

Keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh bangsa- bangsa lain, ditambah dengan keunggulan kompetitif berupa Pola Dasar dan Rencana Pembangunan NKRI yang archipelagic

Tak hanya itu, ia juga memiliki keingin- an agar penyelenggaraan OSN ini dapat terjaga mutu serta integritas para siswanya, sehingga akan lahir Tim Nasional Indonesia yang tangguh

1) Melaksanakan kegiatan SMA Zonasi tahun 2019 sesuai dengan RAB dan Surat Perjanjian yang telah disepakati dengan PIHAK PERTAMA. 2) Mempertanggungjawabkan penggunaan dana bantuan

Berdasarkan latar belakang pemilihan judul, maka yang menjadi permasalahan adalah bahwa aplikasi permainan yang telah ada belum menerapkan generator untuk membangkitkan

[r]