TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta,
Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili:
Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensisMuell.Arg.
(Steenis et al ., 2005).
Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai 40 meter
dan mencapai umur 100 tahun. Warna permukaan batangnya abu-abu dan halus
(Webster and Paardekooper, 1990 dalam Lizawati, 2002).
Syarat Tumbuh Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 150 LS dan 150 LU.
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4000
mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai 150 Hari hujan/tahun. Suhu
harian yang diinginkan tanaman karet antara 250 sampai 300C. Tanamam karet
tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 sampai 600 meter diatas
permukaan laut (Siregar, 2012).
Tanah
alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik (Anwar, 2006).
Klon tanaman Karet
Klon adalah tanaman yang didapat dari hasil perbanyakan vegetatif atau
aseksual. Kelebihan klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih seragam, umur
produksinya lebih cepat, dan jumlah lateks yang dihasilkan lebih banyak. Akan
tetapi, klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan terhadap hama penyakit
tidak sama, serta lingkungan mempengaruhi pertumbuhan klon (Setiawan, 2013).
Dengan menggunakan prinsip diagnosis lateks (LD), maka pengelompokan
klon di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Hasil pengelompokan tersebut
diperoleh 27 klon metabolisme tinggi, 11 klon metabolisme sedang, dan 10 klon
metabolisme rendah (Sumarmadji, 2002).
Klon metabolisme tinggi yang telah diuji ada 27 klon yaitu PB 235, PB 260,
PB 280, PB 340, RRIM 712, IRR 1, IRR 2, IRR 3, IRR 4, IRR 5, IRR 6, IRR 7, IRR
8, IRR 10, IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR106, IRR 107, IRR 109, IRR 110, IRR
111, IRR 112, IRR 117, IRR 118, IRR 119, DAN IRR 120. Klon metabolisme sedang
yang telah diuji ada 11 klon yaitu GT 1, BPM 1, BPM 24, PR 255, PR 261, PR 300,
PB 330, RRIC 100, RRIC 110, RRIM 717, dan IRR 9. Adapun klon metabolism
rendah yang telah diuji ada 10 klon yaitu AVROS 2037, BPM 107, BPM 109, PB
217, RRIC 102, PR 303, TM 2, TM 6, TM 8, TM 9. Klon lain yang perlu segera diuji
adalah IRR 5, IRR 21, IRR 32, IRR 39, dan IRR 42 (Sumarmadji, 2001).
Klon metabolisme tinggi tidak memerlukan intensitas eksploitasi yang tinggi,
tinggi. Klon metabolisme tinggi seperti PB 260 dan IRR 118 dieksploitasi dengan
intensitas rendah tanpa menggunakan kulit pulihan, dan tanpa atau sedikit stimulan
(PTP Nusantara III, 2005).
Klon PB 260 merupakan klon anjuran komersial penghasil lateks. Klon PB
260 tergolong tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum, dan
Oidium), tetapi kurang tahan terhadap angin. Karakteristik klon PB 260 adalah
pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan sedang. Potensi
produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2107 kg/ha/tahun selama
9 tahun penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan. Lateks berwarna putih
kekuningan. Pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang
dan basah (Woelan, et al,2000).
Klon tanaman karet IRR 118 merupakan klon metabolisme tinggi yang
dihasilkan oleh Pusat Penelitian Karet Sungai Putih. Klon tersebut merupakan klon
yang memiliki respon sedang terhadap stimulan, ketahanan terhadap angin sangat
baik, dan ketahanan terhadap penyakit kering alur sadap baik. Klon IRR 118
memiliki pertumbuhan cepat dan produksi karet kering rata- rata 2057 kg/ha/th
(Woelan et al, 2006).
Penyadapan Karet
Terdapat beberapa kriteria dalam pemanenan karet, hal tersebut berhubungan
dengan umur tanaman dan pengukuran lilit batang, yaitu tanaman karet siap disadap
pada umur sekitar 5-6 tahun. Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit
batang100 cm dari pertautan okulasi untuk tanaman okulasi (Balai Penelitian Tanah
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008)
Faktor manajemen yang paling berpengaruh terhadap produktivitas klon
adalah sistem sadap. Untuk menggali potensi produksi secara optimal, diperlukan
dukungan teknologi eksploitasi yang tepat, sesuai dengan karakter fisiologi klon
(Kuswanhadi et al., 2009). Penyadapan yang tidak berdasarkan kepada kemampuan
fisiologi klon menyebabkan terjadinya penyadapan berlebihan (over exploitation)
ataupun kekurangan (under exploitation) karena belum tergalinya potensi produksi
(Siregar et al., 2008)
Sistem sadap yang sering diterapkan terdiri atas dua yakni perlakuan pertama
yang menggunakan sistem sadap setengah lingkaran tanpa stimulan dengan interval
penyadapan dua hari sekali (S/2 d2) dan sistem sadap dengan aplikasi stimulan 2,5%
setengah lingkaran dengan interval penyadapan tiga hari sekali (S/2 d3.ET2.5%
18/y(2w)) ( Junaidi, 2012)
Stimulan Etilen
Etilen adalah salah satu hormon yang mempengaruhi proses pertumbuhan
tanaman dan pematangan buah terutama buah yang tergolong klimaterik, respon
terhadap cekaman biotik dan abiotik, mempengaruhi proses perkecambahan biji, serta
pemanjangan akar tanaman dan mempengaruhi lama aliran lateks pada tanaman karet
(Bleecker et al., 2000).
Tanaman karet umumnya memiliki respon terhadap pemberian stimulan
meningkatkan produksi lateks pada waktu tertentu. Akan tetapi tiap tiap klon karet
memiliki respon yang berbeda terhadap stimulan (Siswanto, 2004).
Bahan aktif etephon yang biasa dipakai untuk stimulan mengeluarkan gas
etilen (C2H4) yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Gas
tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya dalam pembuluh lateks.
Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya
aliran lateks (Setiawan dan Andoko, 2008).
Keluarnya lateks adalah dengan adanya tekanan pada pembuluh lateks sebagai
akibat adanya tekanan turgor, yaitu tekanan pada dinding sel oleh isi sel.Semakin
banyak isi sel semakin besar tekanan pada dinding sel atau turgor. Dengan semakin
besarnya turgor ini semakin besar tekanan pada pembuluh lateks dan semakin banyak
lateks yang keluar melalui pembuluh lateks. (Balai Penelitian Sembawa, 2010).
Peningkatan frekuensi stimulan atau konsentrasi stimulan dapat dilakukan
dalam upaya merealisasikan produksi optimal, bukan produksi maksimal yang sering
kali identik dengan over-tapping. Karena setiap satuan stimulan hanya akan efektif
pada klon-klon yang responnya tinggi terhadap stimulan. Pemberian stimulan yang
berlebihan tidak akan meningkatkan produksi, bahkan sebaliknya akan merugikan
kesehatan tanaman yang ditandai dengan Kering Alur Sadap (KAS) ( Siregar et al.l
2009).
Stimulasi lateks umumnya diapliksikan pada tanaman karet yang telah dewasa
dengan tujuan untuk mendapatkan kenaikan hasil lateks sehingga diperoleh tambahan
keuntungan bagi pengusaha perkebunan karet. Pemberian stimulan tanpa menurunkan
tanaman yang masih muda. Karenanya tanaman karet hanya bisa dipacu produksinya
dengan stimulan jika telah berumur 15 tahun atau 10 tahun jika disadap dengan
intensitas rendah (S/2 d3.ET2.5% 18/y(2w)) (Sainoi, 2012)
Umur Tanaman menentukan efektivitas penggunaan stimulan gas etilen.
Tanaman yang masih muda umumnya kurang efektif apabila digunakan stimulan gas
etilen. Pengaruh penggunaan stimulan terhadap peningkatan tanaman muda hanya
sekitar 10%. Disamping itu, tanaman yang masih muda relative kurang tahan
terhadap stimulant gas etilen, sehingga setelah 3 – 5 tahun penggunaan stimulant gas
etilen kekeringan alur sadap (KAS) dapat mencapai 5 kali lipat. Dengan demikian
aplikasi stimulant sebaiknya diberikan pada tanaman berumur sekitar 15 tahun
(Karyudi, 2006).
Aplikasi stimulant gas etilen tidak memberi dampak negatif berupa penurunan
produksi apabila prosedur aplikasinya benar dan kesehatan tanaman dijaga. Selain
diterapkan secara selektif pada tanaman yang potensial dan sehat, juga diperlukan
strategi berupa penerapan sistem sadap yang tepat, prosedur pemasangan aplikator
stimulant gas yang benar, dan pemenuhan pupuk sesuai kebutuhan tanaman (Rouf,
et.al. 2015)
Kenaikan produksi lateks yang tinggi ketika menggunakan stimulan gas etilen
tidak selamanya dipandang positif. Hingga saat ini, ada kekhawatiran bahwa
peningkatan produksi lateks hanya terjadi sesaat saja, dan pada tahap lanjut
dikhawatirkan tanaman mengalami kering alur sadap. Penggunaan stimulan yang
tidak sesuai dengan karakter fisiologis tanaman memang dapat menurunkan
stimulan gas etilen dilakukan sesuai prosedur yang benar dan kesehatan tanaman
dijaga maka kesinambungan produksi yang tinggi dapat dipertahankan (Sumarmadji,
2009)
Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang
Pisang tergolong buah klimaterik, ditandai dengan peningkatan CO2 secara
mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode
mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut
terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan
etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarief,1988).
Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan
selama proses masaknya hasil pertanian terutama pada buah-buahan dan
sayur-sayuran. Pada hasil-hasil pertanian klimaterik, produksi etilen sangat efektif selama
fase permulaan klimaterik (Hadiwiyo dan soehardi, 1981).
Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang. Etilen
pada buah klimaterik dapat mempercepat proses pematangan serta tingkat
kematangan yang seragam. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung
untuk naik secara bertahap sesudah panen (Sakti, 2008).
Produksi etilen selama proses pemasakan pada buah klimaterik naik
perlahan-lahan sampai mencapai puncak tingkat kematangan. Contohnya pada buah pisang,
produksi etilen naik pada enam hari pertama kemudian sedikit menurun sampai
tingkat kematang yang optimal ( Wills, 1982 ).
Pada buah pisang yang masih hijau, selama pengamatan produksi etilen naik
sangat tajam dan kemudian turun lagi sesudah hari ke-13. Kenaikan yang tajam
kemudian turun lagi mungkin disebabkan karena perubahan suhu dari 23O ke 270C
dan adanya mikroorganisme yang terdapat pada buah. Kedua faktor ini dapat
meningkatkan produksi etilen dan akhirnya akan mempercepat proses pemasakan
karena hormon tersebut (Nurjanah, 2002).
Macam-macam hasil tanaman dengan konsentrasi etilen pada
stadiumpertumbuhan /perkembangan yang berbeda
Macam Hasil Tanaman Kandungan Etilen (ppm)
Buah apel 0,2 – 1000
Buah alpukat 0,5 – 500
Buah pisang 0,2 – 50
Buah lemon (jeruk lemon) 0,11 – 0,17
Buah mangga 0,04 – 3,0
Buah jeruk 0,13 – 0,32
Buah persik 0,9 – 21
Buah per 0,1 – 300
Buah nenas 0,16 – 0,40
Buah prem 0,14 – 0,23
Buah labu 0,04 – 2,1