• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Dempster Shafer dan Metode Bayes Untuk Mendiagnosa Lumpuh Otak (Cerebral Palsy) Pada Anak Berbasis Android

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Metode Dempster Shafer dan Metode Bayes Untuk Mendiagnosa Lumpuh Otak (Cerebral Palsy) Pada Anak Berbasis Android"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Pakar

Sistem pakar merupakan salah satu cabang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) yang secara luas dapat diartikan sebagai penggunaan dan Knowledge

dalam arti khusus. Knowledge dalam sistem pakar dapat berupa sumber pengetahuan atau seorang ahli yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu yang kemampuannya tersebut tidak dimiliki atau diketahui orang lain sedangkan pengguna merupakan penyampai fakta atau informasi untuk sistem pakar dan kemudian memperoleh jawaban atau saran dari seorang ahli (Arhami, 2005).

Sistem pakar dirancang untuk meniru atau mendekati keahlian manusia pada suatu domain tertentu. Hasil yang didapat dari suatu sistem pakar merupakan solusi dari permasalahan yang rumit beserta penjelasan terhadap langkah yang diambil dan memberikan alasan terhadap kesimpulan yang ditemukannya (Kusrini,2006).

2.1.1. Ciri-ciri Sistem Pakar

Sistem pakar memiliki ciri-ciri yang dapat membedakannya dengan sistem yang lain antara lain sebagai berikut (Kusrini, 2006):

1. Terbatas pada bidang yang spesifik.

2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak pasti.

3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.

4. Berdasarkan rule atau kaidah tertentu.

5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap. 6. Outputnya tergantung dari dialog dengan user.

7. Outputnya bersifat nasihat atau anjuran.

(2)

2.1.2. Konsep Dasar Sistem Pakar

Menurut Arhami (2005) konsep dasar sistem pakar dapat dijelaskan pada Gambar 2.1. yaitu user atau pegguna bertugas menyampaikan fakta atau informasi untuk sistem pakar dan kemudian pakar akan memberikan umpan balik berupa saran atau jawaban. Sistem pakar memiliki 2 komponen utama, yaitu knowledge base yang berisi

knowledge dan mesin inferensi yang menggambarkan kesimpulan. Kesimpulan tersebut merupakan respon dari sistem pakar atas permintaan pengguna.

USER

Knowledge Base

Mesin Inferensi Fakta

Keahlian

Sistem Pakar

Gambar 2.1. Konsep Dasar Sistem Pakar

2.1.3. Komponen Sistem Pakar

Komponen sistem pakar dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut ini:

BASIS PENGETAHUAN (KAIDAH)

MESIN INFERENSI

AGENDA

MEMORI KERJA (FAKTA)

FASILITAS PENJELASAN

FASILITAS AKUISISI PENGETAHUAN

ANTAR MUKA PENGGUNA

Gambar 2.2. Komponen Sistem Pakar

(3)

Menurut (Giarratano dan Rilley, 1995) dalam buku (Hartati & Iswanti 2008) membangun komponen sistem pakar terdiri dari:

a) Antar muka pengguna yaitu mekanisme dimana antara pemakai dan sistem dapat berkomunikasi.

b) Basis pengetahuan (kaidah) merupakan kumpulan pengetahuan seorang pakar dalam bidang tertentu atau sumber-sumber pengetahuan yang lainnya. Basis pengetahuan bersifat dinamis karena sifat pengetahuan yang selalu bertambah dari waktu ke waktu.

c) Mesin inferensi merupakan otak dari sistem pakar, berupa perangkat lunak atau program komputer yang menyediakan metodologi untuk melakukan penalaran tentang informasi pada basis pengetahuan pada memori kerja, serta untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulan.

d) Memori kerja (fakta) merupakan tempat penyimpanan fakta-fakta yang didapat saat dilakukannya proses konsultasi. Mesin inferensi bertugas megolah sekumpulan fakta berdasarkan pengetahuan yang disimpan dalam basis pengetahuan untuk menentukan keputusan pemecahan masalah. Kesimpulannya dapat berupa hasil diagnosa, tindakan dan akibat.

e) Fasilitas penjelasan berperan sebagai pemberi informasi kepada pemakai mengenai jalannya penalaran sehingga dihasilkan suatu keputusan. Bentuk penjelasan dapat berupa suatu pertanyaan yang diajukan.

f) Fasilitas akuisisi pengetahuan merupakan fasilitas yang digunakan sebagai tempat proses pemutakhiran pengetahuan. Dengan adanya fasilitas ini seorang pakar dapat dengan mudah menambahkan pengetahuan ataupun kaidah baru pada sistem pakar.

2.1.4. Representasi Pengetahuan dalam Sistem Pakar

(4)

1. Representasi logika (Representation Logic) yaitu merupakan suatu ilmu untuk berfikir ataupun penalaran untuk menarik suatu kesimpulan yang benar. Representasi logika memiliki aturan-aturan penalaran berupa nilai benar atau salah. Reperesentasi logika dibagi menjadi dua yaitu: propositional logic dan

predicate logic

a. Propositional logic

Proporsi merupakan suatu pernyataan yang dapat bernilai benar (B) atau salah (S). Misal proporsi ditunjukkan dengan simbol P dan Q. Dua atau lebih proporsi tersebut digabungkan dengan operator logika seperti: konjungsi, disjungsi, negasi, implikasi, ekuivalensi.

b. Predicate logic

Predicate logic digunakan untuk merepresentasikan hal-hal yang tidak dapat direpresentasikan menggunakan propositional logic. Pada predicate logic, fakta-fakta direpresentasikan kedalam suatu pernyataan. Misalnya

• Cindy adalah seorang perempuan: A • Santi adalah seorang perempuan : B • Winda adalah seorang perempuan : C Dengan logika predikat dapat dituliskan:

Perempuan (x)

Dimana perempuan merupakan variabel yang disubsitusikan dengan Cindy, Santi dan Winda.

2. Kaidah Produksi (Production Rule) dalam kaidah produksi memiliki suatu notasi yang digunakan untuk menjelaskan produksi yaitu BNF (Backus-Normal Form). Notasi ini merupakan metalanguage untuk menjelaskan sintaks dari sebuah bahasa. Sintaks menjelaskan bentuk sedangakan semantik menjelaskan arti. Contoh kaidah produksi dapat dilihat dibawah ini:

<sentence> ::= <subject> <verb> <end-mark>

(5)

oleh apapun. Contoh terminal dan non-terminal dapat dijelaskan sebagai berikut:

<sentence> → <subject> <verb> <end-mark>

<subject> → I | You | We

<verb> → left | came

<end-mark> → . | ? |!

3. Jaringan Semantik (Semantic Network) merupakan teknik representasi yang digunakan untuk informasi proposional. Proposisi merupakan deklarasi dari pengetahuan yang menyatakan fakta. Biasanya jaringan semantik dibuat dalam bentuk graph berarah dan diberi label. Node berhubungan antar node-node

lainnya yang ditandai dengan panah. Node merupakan representasi dari objek dan panah yang merupakan representasi dari link atau edge.

Gambar 2.3. Semantic Network

4. Bingkai (Frame) yaitu suatu skema yang membentuk struktur dari kumpulan objek-objek yang khas pada situasi tertentu serta komponen-komponen yang berhubungan dengan objek. Prinsipnya frame memberikan pandangan menyeluruh fungsi setiap komponen yang saling berhubungan.

2.1.5. Sifat-sifat dan Kategori Masalah dalam Sistem Pakar

Sistem pakar merupakan program yang dikembangkan oleh manusia untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang khusus namun bersifat praktis dalam

(6)

penggunaannya. Dalam menyelesaikan masalah-masalah sistem pakar harus berdasarkan pada pengetahuan dan aturan. Berdasarkan hal tersebut sistem pakar memiliki sifat:

1. Memiliki informasi yang handal.

2. Mudah dimodifikasi, yaitu dengan menambah atau menghapus suatu kemampuan dari basis pengetahuannya.

3. Berdasarkan kaidah atau aturan tertentu.

4. Dapat digunakan dalam berbagai jenis komputer. 5. Terbatas pada bidang pengetahuan tertentu.

6. Hasil keluarannya dapat berupa kesimpulan, anjuran dll.

Menurut (Arhami, 2005) ada beberapa kategori permasalahan yang dapat diselesaikan dengan sistem pakar seperti; interpretasi, prediksi, diagnosis, desain, perencanaan, monitor, implementasi, instruksi, pengendalian, seleksi dan simulasi.

2.1.6. Membangun Sistem Pakar

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah sistem pakar menurut (Budiharto & Suhartono, 2014) yaitu:

1. Analisis, merupakan tahap identifikasi setiap permasalahan untuk membuat aplikasi agar dapat berjalan lebih baik dari sebelumnya. Pada tahap ini pengembang aplikasi harus menilai kesesuaian pengetahuan dengan rancangan teknologi yang akan dibuat.

2. Spesifikasi, merupakan tahap pendefinisian kemampuan sistem pakar. dalam tahap ini dibutuhkan kerja sama antar pengembang dan pakar untuk pengembangan sistem. Pengembang harus memperoleh pengetahuan dari ahli/pakar dan bagaimana cara ahli menangani permasalahan tersebut. Seorang pengembang dalam tahap ini harus dapat meyakinkan seorang ahli bahwa sistem pakar dibangun bukan untuk menggantikan para ahli melainkan untuk pengembangan pengetahuan dari suatu keahlian yang teroganisir.

(7)

4. Penyebaran, merupakan tahap penyelesaian akhir pembuatan program dengan melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap sistem, jika pengujian berhasil maka dapat didistribusikan kepada pengguna.

2.1.7. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pakar

Sistem pakar diciptakan dalam satu paket pemrograman komputer yang dapat membantu orang awam (user) dalam memecahkan suatu masalah atau penyedia konsultasi pada suatu bidang tertentu (Arhami, 2005). Ada beberapa keuntungan bila menggunakan sistem pakar, antara lain yaitu:

1. Menjadikan pengetahuan dan nasihat lebih mudah didapat.

2. Meningkatkan output dan produktivitas. Menyimpan keahlian dan kemampuan pakar.

3. Meningkatkan penyelesaian masalah. 4. Meningkatkan reliabilitas.

5. Memberikan respon yang cepat. 6. Merupakan panduan yang cerdas.

7. Dapat bekerja dengan informasi yang kurang lengkap dan mengandung ketidakpastian.

8. Basis data dapat diakses dengan cara cerdas.

Selain keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan sistem pakar namun terdapat juga kelemahan sistem pakar anatara lain sebagai berikut:

1. Pengetahuan tidak selalu didapatkan dengan mudah, terkadang pakar dari masalah yang kita buat tidak ada dan pendekatan atau pemikiran pakar bisa berbeda-beda.

2. Biaya yang sangat besar untuk membuat dan mengembangkan sistem pakar yang berkualitas tinggi.

3. Terkadang sistem pakar tidak dapat membuat keputusan.

(8)

2.2. Metode Dempster Shafer

Pada pertengahan tahun 1960 Arthur P Dempster mengembangkan sebuah teori probabilitas. Teori yang dihasilkan merupakan suatu nilai pendekatan untuk menjelaskan suatu nilai ketidakpastian dari seorang ahli. Sekitar sepuluh tahun kemudian teori dempster diperbarui oleh Glenn Shafer sebagai teori evidence

matematika yang kemudian dikenal sebagai teori dempster shafer. Suatu ketidakpastian terjadi karena keterbatasan informasi yang tersedia. Adanya prefensi dalam metode Dempster shafer merupakan suatu kelebihan dari metode dempster shafer untuk mengatasi masalah ketidakpastian.

Menurut Yarni (2013) penggunaan metode dempster shafer untuk sistem pakar mendiagnosa penyakit tulang memberi kesimpulan bahwa metode dempster shafer

sistem akan semakin cepat menentukan penyakit (diagnosa) apabila jumlah fakta-fakta dan hipotesis semakin banyak karena dalam menghasilkan diagnosa metode dempster shafer tidak hanya bertumpu pada aturan (rule) melainkan nilai kepercayaan yang dianggap lebih akurat. Tingkat kepercayaan akan semakin besar jika pemilihan gejala semakin banyak karena banyaknya informasi yang diinput. Sedangkan Prijodiprojo & Wahyuni (2013) metode dempster shafer digunakan untuk mencari besarnya nilai probabilitas dan persentase kemungkinan tingkat resiko terkena penyakit jantung koroner. Berdasarkan penelitiannya hasil ujicoba 10 kasus dari rekam medis rumah sakit menghasilkan nilai kebenaran 100% dari prediksi diagnosa yang sesuai dengan pengetahuan pakar. Menurutnya sistem penalaran metode dempster shafer dapat dijadikan solusi akibat adanya perubahan pengetahuan yang menghambat penentuan kesimpulan dalam sistem pakar karena metode dempster shafer bekerja tidak berpengaruh terhadap pengurangan atau penambahan fakta baru sehingga cocok dan aman untuk pekerjaan seorang pakar. Secara umum Teori Dempster-Shafer ditulis dalam suatu interval:

[Belief, Plausibility]

1. Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence (bukti) dalam mendukung suatu himpunan proposisi. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada

evidence, dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian. Dimana nilai

(9)

2. Plausability (Pl) dinotasikan sebagai: Pl(s)=1-Bel(-s)

Plausability juga bernilai 0 sampai 1. Jika yakin ¬s, maka dapat dikatakan bahwa:

Bel = (¬s) = 0.

Pada teorema Dempster Shafer kita mengenal adanya frame of discernment yang dinotasikan dengan �. Frame ini merupakan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesis. Tujuannya adalah mengaitkan ukuran kepercayaan elemen-elemen �. Tidak semua evidence secara langsung mendukung tiap-tiap elemen. Untuk itu perlu adanya probabilitas fungsi densitas (m). Nilai m tidak hanya mendefinisikan elemen-elemen � saja, namun juga semua subsetnya. Sehingga jika � berisi n elemen, maka subset � adalah 2n. Jumlah semua m dalam subset � sama dengan i. Apabila tidak ada informasi apapun untuk memilih hipotesis, maka nilai M{�}=1,0. Apabila diketahui X adalah subset dari �, dengan m1 sebagai fungsi densitasnya, dan Y juga sebagai merupakan subset dari � dengan m2 densitasnya, maka dapat dibentuk fungsi kombinasi m1 dan m2 sebagai m3 dengan rumus sebagai

berikut yaitu:

...(1)

...(2)

Dimana :

m1 (X) adalah mass function dari evidence X

m2 (Y) adalah mass function dari evidence Y

m3 (Z) adalah mass function dari evidence Z κ adalah jumlah conflict evidence

K =� � ⋂�= ��1(�).�2(�)

�3(�) =

∑ � ⋂� =��1(�).�2(�)

(10)

2.3. Metode Bayes

Teori bayes ditemukan oleh Reverend Thomas Bayes (1701-1761). Pada umumnya, teori bayes digunakan untuk menghitung nilai kebenaran probabilitas dari suatu

evidence.

Teori probabilitas bayesian digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari pengujian.

Probabilitas bayes menerangkan antara probabilitas terjadinya hipotesis Hi dengan

fakta (evidence) E telah terjadi dan probabilitas terjadinya E dengan syarat hipotesis

Hi telah terjadi (Budiharto,W & Suhartono, D. 2014).

Menurut Hartati & Nurmansyah (2013) dalam perancangan prototipe sistem pakar penentu jenis gangguan psikologi klinis, proses bayes digunakan untuk mengatasi hasil yang tidak memenuhi aturan produksi namun sistem tetap dapat memberikan hasil jenis gangguan berdasarkan data klien jika diketahui lebih dari dua gejala yang dimiliki. Ningrum (2013) metode bayes digunakan dalam pembuatan sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit epilepsi. Proses metode bayes

menghasilkan sebesar 76,67% kesamaan diagnosa dari data rekam medis rumah sakit. Perhitungan nilai keyakinan menggunakan teorema bayes baik yang dilakukan manual ataupun sistem terbukti valid.

Teori ini berprinsip jika terdapat informasi yang ditambahkan atau evidence, maka nilai probabilitas dapat diperbaiki. Dengan adanya informasi tambahan atau

evidence tambahan tersebut teori ini bermanfaat untuk memperbaiki atau mengubah nilai keyakinan yang ada. Probabilitas berupa nilai atau ukuran dari banyaknya suatu kejadian. Probabilitas memiliki ukuran nilai 0 sampai 1, jika nilai probabilitas suatu kejadian adalah 0 (nol) maka keadaan tersebut tidak akan terjadi sebaliknya jika nilai probabilitas suatu kejadian adalah 1 (satu) maka keadaan tersebut diyakinkan dapat terjadi. Persamaan teori bayes dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:

��

|

=

(��|��∗���)

∑�=1〖��|��∗���〗...(3)

Atau jika diketahui hipotesis ganda dan evidence ganda:

(

��

|

1

2. . .

��

) =

�(�1�2…��|��)∗�( ��)

(11)

Dimana:

p Hi|E = Probabilitas hipotesis Hi benar jika diberikan evidence (fakta) E.

p E|Hi = Probabilitas munculnya evidence (fakta) E jika diketahui hipotesis Hi benar.

p Hi = Probabilitas hipotesis Hi tanpa memandangevidence (fakta) apapun.

n = Jumlah hipotesis yang mungkin terjadi.

2.4. Cerebral Palsy

2.4.1. Definisi Cerebral Palsy

Cerebral Palsy pada awalnya diperkenalkan oleh William Jhon Little pada tahun 1843 dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatum (Soetjiningsih, 1995).

Sigmund Freud menyebutkan kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertamakali memperkenalkan istilah “Cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static Encephalopathies of Childhood”. (Soetjiningsih, 1995).

Cerebral palsy merupakan gangguan non progresif yang menyebabkan postur dan gerakan tubuh menjadi cacat yang disebabkan gangguan pada sistem saraf pusat (Nelson & Ellenberg, 1982).

Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsi dan ketidaknormalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat cacat atau lesi otak yang sedang berkembang (Behrman, 1999).

2.4.2. Penyebab Cerebral Palsy

(12)

1. Pranatal

Pranatal merupakan karakterisitik masa kehamilan. Dalam masa kehamilan dapat terjadi keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan cerebral palsy

misalnya: infeksi kandungan, Anoksia dalam kandungan, radiasi sinar-X dan keracunan dalam masa kehamilan.

2. Perinatal

Perinatal merupakan keadaan yang terjadi saat masa persalinan hingga bayi berusia satu bulan, antara lain sebagai berikut:

a. Anoksia/hipoksia

Cedera otak merupakan penyebab yang terbanyak ditemukan pada masa perinatal. Keadaan inilah yang dapat menimbulkan anoksia. Hal ini dapat menyebabkan bayi lahir abnormal, disproporsi selfalopelvik, partus lama,

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan alat bantu lahir dengan seksio sesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat teradi bersamaan, sehingga sulit untuk membedakannya. Jika perdarahan mengelilingi batang otak dapat mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah sehingga terjadi

anoksia. Perdarahan dapat terjadi pada bagian-bagian otak seperti: jika perdarahan terjadi di ruang subdural dapat menekan korteks serebri

sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan spastis. c. Prematuritas

Perdarahan otak biasanya banyak terjadi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi yang cukup bulan. Hal ini disebabkan karena enzim faktor pembekuan darah, pembuluh darah dan lain-lain belum sempurna. d. Ikterus

(13)

e. Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy. 3. Pascanatal

Setiap kerusakan jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palsy misalnya pada trauma kapitis, meningitis,

ensefalitis dan luka parut pada otak pascaoperasi.

2.4.3. Klasifikasi Cerebral Palsy

Cerebral palsy dapat digolongkan menurut tingkat keparahan, gejala neurologis dan gejala fisiologis gangguan gerak.

Tingkat keparahan cerebral palsy dapat diukur berdasarkan kemampuan penderita untuk aktifitas normal. Tingkat keparahan atau disebut Gross Motor Function System (GMFCS) (Rosenbaum, 2003)

1. Level 1

Anak dapat berjalan tanpa hambatan / alat bantu, dapat bersekolah dan aktifitas sehari-hari dapat dilakukan sendiri. Keterbatasan terjadi pada gerakan motorik kasar yang rumit.

2. Level 2

Berjalan dengan atau tanpa alat bantu mobilitas. Alat bantu mobilitas seperti

brace, tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan sendiri dan dapat bersekolah.

3. Level 3

Berjalan dengan alat bantu mobilitas seperti kursi roda, Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot, dapat bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan.

4. Level 4

(14)

5. Level 5

kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun sudah menggunakan alat bantu yang canggih. Memerlukan bantuan orang lain untuk aktifitas sehari-hari dan tidak dapat berkomunikasi.

Berdasarkan gejala neurologis dan fisiologis gangguan gerak menurut (Sanger et al, 2003; Molnar GE, 1992; Nelson 1989) yaitu:

1. Spastik

Jenis ini sering ditemui pada kasus cerebral palsy pada bayi. Spastik ditandai dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan jenis ini terletak pada motor cortex (tractus pyramidalis). Anak cerebral palsy jenis spastik dibedakan menjadi empat tipe, yaitu spastik hemiplegia, spastik paraplegia, spastik diplegia, dan spastik quadriplegia.

2. Athetoid

Letak kelainannya pada basal ganglion. Cerebral palsy jenis ini tidak terdapat kekakuan pada tubuhnya, tetapi terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol

(involuntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan ini tidak dapat dicegah, sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan otomatis tersebut terjadi pada tangan, kaki, mata, tangan, bibir, dan kepala.

3. Ataksia

Letak kelainannya pada otak kecil (cerebellum). Penderita mengalami gangguan keseimbangan. Otot-ototnya tidak kaku, tapi terkadang penderita tidak dapat berdiri dan berjalan karena adanya gangguan keseimbangan tersebut. Andaikan berjalan, langkahnya seperti orang mabuk, kadang terlalu lebar atau terlalu pendek. Hal itu menyebabkan anak tidak dapat berjalan tegak dan jalannya gontai. Koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, sehingga anak mengalami kesulitan dalam menjangkau sesuatu ataupun akan mengalami kesulitan ketika makan.

4. Campuran

Artinya pada anak cerebral palsy terdapat dua atau lebih kelainan. kerusakan terjadi pada pyramidal, kelainannya berbentuk spastik. Apabila terjadi di

(15)

2.4.4. Gambaran Klinis Cerebral Palsy

Gambaran klinis dapat ditentukan berdasarkan gangguan motorik dan non motorik. Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi. Kelainan fungsi motorik terdiri dari (Ngastiyah, 2003):

1. Spastisitas

Golongan spastisitas meliputi 2/3 – 3/4 pasien cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:

monoplegia, kelumpuhan keempat anggota gerak. Tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. hemiplegia, kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama. Diplegia, kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat dari pada lengan. Tetraplegia, kelumpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. 2. Tonus otot yang berubah

Terdapat 10-20% dari kasus cerebral palsy. kerusakan terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal. Biasanya bayi golongan ini badannya tampak lemas dan jika diberi rangsangan berubah menjadi spastik.

3. Ataksia

Terdapat sekitar 5% dari kasus cerebral palsy. Ataksia berupa gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini mengalami perkembangan motorik yang lambat. Sulit menyeimbangkan badan saat belajar duduk atau berjalan. Kerusakan terletak di sereblum.

4. Koreo-atetosis

Terdapat 5-15% dari kasus cerebral palsy. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksi, kerusakan terletak di ganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau

ikterus kern pada masa neonatus. 5. Gangguan pendengaran

Terdapat 5-10% dari kasus anak cerebral palsy. Sering terjadi pada golongan

koreoatetosis. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.

6. Gangguan bicara

(16)

mengontrol otot-otot sehingga anak sulit membentuk kata-kata. Gangguan bicara sering disertai dengan gangguan pendengaran atau retardasi mental. 7. Gangguan mata

Hampir 25% pasien cerebral palsy menderita kelainan mata. Jika sudah berat dapat menimbulkan katarak. Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.

2.4.5. Diagnosis Cerebral Palsy

Dalam mendiagnosis cerebral palsy yang paling sering dilakukan yaitu dengan pengamatan secara klinis. Keadaan yang terjadi pada awal proses kelahiran sering dicurigai sebagai pemicu cerebral palsy. Tanda-tanda utama yang secara keseluruhan menjadi tanda awal cerebral palsy yaitu lambatnya pertumbuhan motorik anak, pemerikasaan neurologis yang abnormal, adanya gerakan-gerakan kecil yang terus menerus, postur tubuh abnormal. Hal ini penting untuk diingat bahwa salah satu gejala fisik diatas dapat terindikasi menjadi cerebral palsy. Beberapa penjelasan mengenai tanda-tanda awal cerebral palsy, antara lain sebagai berikut:

a) Keterlamabatan pertumbuhan motorik, dapat ditandai dengan: 1. Usia 6 bulan bayi belum bisa membalikkan badan. 2. Tangan masih mengepal di usia 5 bulan.

3. Usia 8 bulan bayi belum dapat duduk sendiri. 4. Belum bisa berjalan saat usia 15-18 bulan.

5. Ketidaksesuaian antara perkembangan intelektual dan motorik.

b) Perkembangan peningkatan atau penurunan kemampuan otot, dapat ditandai dengan:

1. Bayi belum mampu mengangkat kepala pada usia 6 bulan atau lebih. 2. Sulitnya mengontrol keseimbangan.

3. Kaki berbentuk gunting.

4. Perkembangan gerak yang abnormal atau pola berjalan yang aneh. c) Kelainan suara, gerakan dan postur

1. Perbedaan kemampuan fungsional antara kaki kiri dan kanan 2. Klonus bertahan hingga usia 12 bulan.

(17)

1. Refleks moro yang berlebihan. 2. Mudah terkena iritasi.

3. Suka menangis berlebihan. 4. Gelisah.

5. Sulit tidur.

e) Fisik anak yang ditandai sebagai cerebral palsy yaitu: 1. Penurunan laju perkembangan kepala.

2. Sulit menghisap minuman. 3. Sulit mengunyah makanan. 4. Rendahnya berat badan.

Sumber: J Pediatr Health Care. 2007;21(3):146-152.

2.4.6. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis paralisis serebral dilakukan.

2. Menyingkirkan kemungkinan penyebab suatu proses degeneratif pada cerebral palsy.

3. Pemeriksaan EEG (Elektroensefalogram) dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang kejang maupun tidak.

4. Foto rontgen kepala.

5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.

6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.

2.4.7. Penatalaksanaan Medis

(18)

1. Fisioterapi

Fisioterapi dilakukan untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Tindakan ini harus dilakukan secara disiplin dan terus menerus sebaiknya orang tua turut membantu program latihan dirumah.

2. Tindakan bedah

Pembedahan otot, tendon atau tulang merupakan tindakan bedah yang sangat dianjurkan untuk penderita dengan hipertonus otot atau hiperspastisitas guna reposisi kelainan tersebut. Pasien dengan koreototosis yang berlebihan dianjurkan untuk pembedahan streotaktik.

3. Obat-obatan

Gambar

Gambar 2.2. Komponen Sistem Pakar
Gambar 2.3.  Semantic Network

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Bantul Nomor 23A Tahun

pelaksanaan Penyitaan dilakukan terhadap aset/harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak, apabila jangka waktu 2 x 24 jam setelah penyampaian Surat Paksa ternyata jumlah pajak yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Unit Pengelola Kegiatan (UPK)

KESATU : Menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Bendahara, dan Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (SPM) Program PNPM Mandiri

Kosasih wajib menyetorkan sendiri PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) karena penghuni rumah

Investasi dengan presentase kepemilikan kurang dari 20% dinyatakan sebesar biaya perolehan (cost method). Investments in associated companies with an ownership interest of at

[r]

Bahan untuk meronce selain manik-manik dapat juga menggunakan sedotan, gulungan kertas, biji-bijian dan lain lain, sesuai dengan yang ada di sekitar TK setempat. Secara bertahap