BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang
memiliki kebudayaan tersendiri. Salah satu unsur kebudayaan itu adalah musik1
Masyarakat Karo memiliki dua jenis ensambel musik,yaitu gendang lima sendalanen dan gendang telu sendalanen. Gendang lima sendalanen terdiri dari lima alat musik karo. Kelima alat musik Karo tersebut adalah : (1) sarune, sarune merupakan alat musik tiup
lidah ganda yang di klasifikasikan sebagai aerofon double reed, (2) Gendang singindungi dan gendang singanaki, merupakan alat musik membran yang berbentuk konis dan cara
memainkannya yaitu memukul membran bagian atas dari gendang (babah gendang) menggunakan stik gendang tersebut. Perbedaan antara gendang singindungi dan gendang singanaki terletak pada stik gendang, dimana sebuah pemukul gendang singindungi memiliki
ukuran yang lebih besar dari pemukul gendang singanaki, Serta gendang singanaki memiliki anak gendang yang sering disebut dengan garantung. (3) gung, merupakan alat musik
klasifikasi idiophone yang berfungsi sebagai pengatur tempo. (4) penganak merupakan gong berpencu yang berklasifikasi idiophone. Sedangkan gendang telu sendalanen terdiri dari tiga . Musik di dalam masyarakat Karo memiliki peranan penting didalam berbagai konteks upacara, baik
bersifat adat, ritual keagamaan dan hiburan. Di dalam kegiatan upacara adat, ritual keagamaan dan hiburan, alat musik yang digunakan tidaklah selalu sama, semua alat musik
yang digunakan sesuai dengan konteks upacara tersebut.
1
alat musik Karo yaitu: kulcapi merupakan alat musik petik bersenar dua yang memiliki leher, keteng-keteng merupakan alat musik berbentuk tube yang memiliki dua senar yang berasal
dari badan alat itu sendiri, dan mangkuk mbentar/mangkuk putih adalah alat musik pengatur tempo didalam ensambel gendang telu sendalanen.
Sarune karo sangat berperan penting dalam ensambel gendang lima sendalanen,
karena sarune adalah pembawa melodi tunggal dalam mengiringi setiap lagu pada suatu upacara adat. Di dalam memainkan musik Karo khususnya sarune Karo, ada beberapa
tehnik-tehnik permainan yang di lakukan oleh sang penarune dalam memainkan suatu reportoar lagu. Seperti meniup sarune dengan suara yang tidak putus-putus (pulunama), tonggum, dilah-dilahi dan pengerenggeti.
Mempelajari musik Karo biasanya dilakukan secara kelisanan yang berarti pembelajaran secara oral tradition. Setiap orang yang ingin belajar musik tersebut maka orang yang ingin belajar alat musik harus berhubungan langsung kepada orang yang mahir
memainkan alat musik tersebut. Serta seorang yang ingin belajar alat musik tersebut harus mendatangi, melihat, berdialog dan mungkin saja memiliki aturan-aturan ritual yang harus
diikuti orang yang belajar musik tersebut.
Oleh karena itu, maka saya ingin meneliti tentang tehnik bermain sarune Karo dan
bagaimana proses yang dialami oleh seorang penarune ketika belajar sarune Karo. Dari latar belakang diatas maka saya ingin mengangkat judul : Studi Deskriptif Teknik Permainan
Sarune Karo .
1.2 Pokok Permasalahan
2. Bagaimana teknik permainan sarune Karo?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses belajar didalam belajar sarune Karo.
2. Untuk mengetahui teknik permainan sarune Karo.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan informasi tentang proses belajar sarune Karo. 2. Untuk mendapat informasi tentang teknik permainan sarune Karo.
3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi penelitian berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang di abstrakkan dari peristiwa
konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431). Untuk memberikan pemahaman tentang tulisan ini maka penulis menguraikan kerangka konsep sebagai landasan
berpikir dalam penulisan. Tulisan ini berisi suatu kajian tentang studi deskriptif tentang teknik permainan sarune Karo. Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya
(KBBI 2005:258).
dalam studi objek ilmiah. Menurut Echols Shadly (1990:179), deskripsi mempunyai pengertian gambaran atau lukisan. Dalam hal ini penulis akan mencoba menguraikan atau
mengggambarkan tentang teknik permainan sarune sebagai bahan informasi untuk para pembaca yang membutuhkan.
Teknik adalah cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan permainan
adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain atau; barang atau sesuatu yang dimainkan. (KBBI hal 614). Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa tehnik permainan merupakan suatu proses atau cara untuk memainkan sarune Karo untuk menghasilkan bunyi sarune
Karo. Yang dimaksud dengan teknik permainan permainan dalam tulisan ini adalah bagaimana cara memainkan sarune, termasuk untuk posisi memainkan dan memproduksi
suara sarune Karo tersebut. Sehingga teknik permainan dalam hal ini akan mengamati melodi lagu di setiap frasa.
Sarune Karo merupakan alat musik yang berklasifikasi sebagai aerophone. Sarune
dalam masyarakat Karo memiliki peran sebagai pembawa melodi didalam suatu ensambel, untuk mengiringi suatu upacara. Seseorang yang sudah dianggap mampu untuk memainkan
sarune dan sudah diakui oleh masyarakat pendukungnya disebut sebagai penarune. Tentunya
untuk menjadi seorang penarune banyak hal yang harus dilalui dan didalam belajar atau pun bermain sarune ada beberapa teknik permainan yang dilakukan untuk memainkan sarune
Karo. Oleh karena itu saya membahas tentang bagaimanakah teknik didalam bermain sarune dan bagaimana proses untuk menjadi seorang penarune.
1.4.2 Teori
Teori merupakan asas-asas dan hukum-hukum yang menjadi dasar suatu kesenian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima (1978:174) terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA (Asia performing
Traditional Art), bahwa studi musik dapat dibagi dalam dua sudut pandang yakni studi strukturl dan studi fungsional. Studi struktural adalah studi yang berkaitan dengan pengamatan, pengukuran, perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar dan kecil,
konstruksi, serta bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan alat musik tersebut. Sedangkan studi fungsional adalah memperhatikan fungsi dari alat musik dan komponen yang
menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan catatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada, dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Dalam hal ini
penulis menggunakan teori studi fungsional dalam membahas teknik permainan sarune Karo.
Selain teori studi fungsional dari Susumu Kashima, penulis juga menggunakan teori
yang dikemukakan oleh Bruno Nettl (1973:3) untuk melihat proses pewarisan tradisi lisan (oral tradition) didalam belajar dan teknik permainan sarune Karo. Tradisi lisan (oral tradition) menyatakan bahwa suatu kebudayaan atau tradisi diwariskan secara turun temurun
dengan cara lisan atau dari mulut ke mulut. Hal ini bisa dilihat dari suatu kebudayaan atau alat musik yang dipelajari dengan cara mendengarkan lalu menirukan apa yang didengar.
Begitu seterusnya dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi seterusnya.
Hubungan teori ini dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah di dalam belajar sarune Karo. Di dalam belajar sarune Karo, seorang guru mengajar muridnya
yaitu dengan cara lisan (oral tradition). Sejauh ini belum ada seorang penarune belajar sarune dengan menggunakan partitur ataupun buku. Seseorang yang belajar sarune hanya akan menirukan atau memainkan sarune sesuai apa yang didengar dan apa yang dikatakan oleh
Sarune merupakan alat musik yang berperan sebagai pembawa melodi, maka untuk menganalisa suaranya penulis berpatokan pada pendapat William P. Malm (1977:8) yang
menyatakan beberapa karakter yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah masing-masing nada, (5) interval, (6) pola kadens, (7) formula melodi dan (8) kontur. Teori ini disebut juga dengan
teori Weighted Scale
(bobot tangga nada). Teori ini pada dasarnya melihat struktur ruang dalam musik dengan
menggunakan ukuran-ukuran tertentu.
Dalam mendukung kajian struktur melodi yang dihasilkan oleh sarune Karo, maka penulis menggunakan metode transkripsi. Dalam Etnomusikologi transkripsi merupakan
suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol-simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbol-simbol itu disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis berpedoman
pada teori Charles seeger tentang notasi preskriptif dan notasi deskriptif. (1) Notasi preskriptif adalah notasi yang bertujuan sebagai petunjuk atau suatu alat untuk membantu mengingat bagi seorang penyaji bagaimana ia harus menyajikan suatu komposisi musik, (2)
notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail detail komposisi musik yang belum diketahui pembaca.
Dalam pembahasan nanti penulis akan memakai notasi deskriptif. Alasannya karena dalam penulisan ini akan memberikan informasi tentang deskripsi tentang teknik permainan
sarune Karo.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau tujuan, KBBI Edisi Ke-2 Tahun 1996 : hal 652). Pendapat ini juga didukung oleh pendapat
yang dihadapi. Didalam tulisan Prof. Dr. Conny R. Semiawan (2010 : 2) Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap mulai dengan penentuan topik,
pengumpulan data, dan menganalisi data sehingga nantinya diperoleh suatu pemahaman dan pengertian atas topik, gejala atau isu tertentu.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang kita amati (Bogdan dan Taylor 1975:5). Penelitian deskriptif yang dimaksud
berupa pengumpulan data yang berupa kata-kata dan gambar-gambar, yang diperoleh ketika mengadakan penelitian di lapangan seperti hasil wawancara dengan narasumber, foto, video,
dan dokumentasi lainnya.
Supaya proses penelitian deskriptif memperoleh hasil yang maksimal maka penulis akan menggunakan dua hal metode penelitian dalam etnomusikologi seperti yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:62-64), yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (desk work). Kerja lapangan berupa pemilihan lokasi penelitian, pemilihan informan, pengambilan dan pengumpulan data yang berupa rekaman video, foto, dan hasil
wawancara. Kerja laboratorium berupa pengolahan dari data-data yang telah didapatkan di lapangan untuk selanjutnya dianalisis hingga membuatnya menjadi sebuah kesimpulan.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-litelatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988:111). Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang terdapat di website skripsi
1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan
1.5.2.1 Observasi
Berdasarkan pendapat dari Prof. Dr. Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Penelitian Kualitatif, (2007 : 115), observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca
indra lainnya seperti, telinga, hidung, kulit, dan mulut. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja dari panca
indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode ini untuk mengamati proses cara belajar penarune Karo dan teknik memainkan sarune didalam kebudayaan musik karo. Yang
menjadi objek pengamatan adalah bagaimana proses belajar seorang penarune begitu juga teknik memainkan dan hal-hal apa saja yang dilakukan seorang penarune ketika dia belajar
dahulu kala.
1.5.2.2. Wawancara
Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan wawancara terhadap informan untuk menanyakan secara langsung apa yang menjadi permasalahan topik atau data
yang dibutuhkan. Wawancara adalah proses untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang
Teknik yang dilakukan penulis adalah seperti yang telah dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:138-140) yaitu wawancara dapat dilakukan dengan tiga cara:
1. Wawancara terfokus : pertanyaan yang terpusat pada satu pokok permasalahan yang sebelumnya telah ditentukan penulis terlebih dahulu.
2. Wawancara bebas : pertanyaan yang lebih beragam tidak pada satu pokok masalah
namun tetap berkaitan dengan informasi objek penelitian si penulis,
3. Wawancara sambil lalu: pertanyaan yang diajukan pada suasana yang tidak terkonsep. Biasanya informan dijumpai secara tidak sengaja atau kebetulan.
Dalam wawancara, penulis menyiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan
yaitu menyusun pertanyaan, menyiapkan alat-alat tulis, hingga menyediakan alat rekam untuk merekam wawancara penulis dengan informan ataupun kejadian-kejadian lain yang dianggap
penting dan berhubungan dengan tulisan ini.
1.5.2.3. Rekaman
Pada pelaksanaan kegiatan ini, penulis menggunakan kamera digital dan alat rekam
berupa handphone untuk membantu kerja di laboratorium dalam menyaksikan kembali hasil wawancara dengan informan dan untuk melihat dan merekam hal-hal apa sajakah yang
dilakukan ketika belajar sarune Karo dan teknik didalam bermain sarune. Alat perekam dipergunakan untuk merekam bunyi dan gambar yang nantinya akan ditranskripsi untuk hasil akhir penulisan dan untuk melihat percakapan dengan informan yang dihasilkan didalam
rekaman bergambar maupun hanya rekaman suara saja.
1.5.3. Kerja laboratorium
dengan musikal dan juga musisinya. Pentranskripsian musik juga dilakukan didalam laboratorium dengan mentranskripsi hasil rekaman baik yang bersifat audio (suara yang bisa
didengar)2 maupun dari rekaman audio visual (rekaman yang bisa dilihat dan didengar)3
2
KBBI 1995 : 65 EDISI, KE 7 Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit Balai Pustaka.
3
KBBI 1995 :65 EDISI, KE 7 Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit Balai Pustaka.